Translate

Minggu, 18 Oktober 2015

Hukum Jual Beli Pupuk Kandang

Bahan makanan adalah kebutuhan pokok manusia karena makanan adalah sumber energi utama bagi manusia. Dan pada awalnya, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia mencari dan mengumpulkan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, seiring dengan bertambahnya umat manusia lama kelamaan mereka menjadi kesulitan untuk mendapatkan makanan sehingga mereka pun mencoba untuk bercocok tanam dan seiring dengan kemajuan jaman, manusia mulai mengenal teknologi pertanian sehingga bisa menghasilkan hasil pertanian yang melimpah.‎

Saat teknologi mulai maju, manusia mulai mengenal dan menggunakan bahan kimia untuk memupuk tanamannya. Namun lama-kelamaan manusia mulai sadar bahwa pupuk kimia dapat meracuni tubuh mereka sehingga mereka mulai mengembangkan dan menggunakan teknologi organik kembali disamping menggunakan pupuk kimia.

Sebenarnya pupuk kandang sudah digunakan sejak dulu dan pupuk organik/pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran hewan ternak. Namun tidak semua petani memiliki binatang ternak sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan kotoran ternak dan mereka pun mendapatkannya dari para peternak.

Tetapi sekarang kotoran ternak sudah semakin sulit didapatkan sehingga terjadilah transaksi jual beli kotoran ternak dan kotoran ternak mulai diperjualbelikan. Di daerah saya para petani membeli kotoran ternak dari kandang ayam petelur untuk dijadikan pupuk kandang dan rata-rata mereka melakukannya saat akan mulai menanam benih.
Pengertian Pupuk Kandang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan senyawaan unsur yang diperlukan tanaman.  Sedangkan  Pupuk Kandang adalah : pupuk yang berasal dari kotoran hewan.
Di dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa Pupuk kandang ialah olahan kotoran hewan, biasanya ternak, yang diberikan pada lahan pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Pupuk kandang adalah pupuk organik, sebagaimana kompos dan pupuk hijau.

Zat hara yang dikandung pupuk kandang tergantung dari sumber kotoran bahan bakunya. Pupuk kandang ternak besar kaya akan nitrogen, dan mineral logam, seperti magnesium, kalium, dan kalsium. Pupuk kandang ayam memiliki kandungan fosfor lebih tinggi. Namun, manfaat utama pupuk kandang adalah mempertahankan struktur fisik tanah sehingga akar dapat tumbuh secara baik.

Pemanfaatan kotoran sebagai pupuk sudah dikenal lama. Di masa sekarang, dengan kemajuan teknologi kotoran juga bisa disulap menjadi bahan bakar. Namun sebagian kaum Muslimin merasa bimbang terkait status kehalalannya. Tulisan ini berusaha mempersembahkan sedikit sumbangsih penjelasan hukum syara’nya.‎

Pembahasan

Mubah memanfaatkan pupuk (dalam bahasa arab disebut Simad/Zibl/Sirqin/Syirqin, Sirjin) (السِّمَادُ/الزِّبْلُ/السِّرْقِيْنُ/الشِّرْقِيْنُ/السِّرْجِيْنُ) sebagaimana Mubah pula memperjualbelikannya tanpa membedakan apakah pupuk tersebut berasal dari benda suci (seperti ‎kompos), benda najis (seperti kotoran manusia), benda yang tercampur najis (seperti kompos ‎dicampur kotoran manusia), maupun benda yang diperselisihkan kenajisannya (seperti kotoran unta, kambing, sapi dan semisalnya yakni hewan-hewan yang bisa dimakan dagingnya). Semuanya Mubah dimanfaatkan dan diperjual belikan berdasarkan argumentasi berikut;

Pertama; Allah menciptakan semua benda dibumi untuk dimanfaatkan manusia. Allah berfirman;

{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا} [البقرة: 29]

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian (Al-Baqarah;29)

Pupuk termasuk keumuman benda yang diciptakan Allah di bumi. Tidak ada dalil khusus yang mengharamkannya seperti keharaman babi, darah, bangkai, Khomr. Karena itu pupuk termasuk keumuman Mubahnya benda yang bisa dimanfaatkan di bumi.

Kedua; Ijma’

Jual beli pupuk telah dilakukan di masa generasi awal tanpa ada yang mengingkarinya. Hal ini menunjukkan pemanfaatan pupuk termasuk memperjualbelikannya adalah Mubah. Seandainya pemanfaatan atau jual beli pupuk termasuk kebatilan dan kemungkaran niscaya tidak akan didiamkan.

Ketiga; Sebagian shahabat diriwayatkan telah terbiasa menggunakan pupuk untuk pertaniannya. Al-Baihaqi meriwayatkan;

السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي (6/ 138)

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بَابَىْ هَكَذَا قَالَ يَزِيدُ قَالَ : كَانَ سَعْدٌ يَعْنِى ابْنَ أَبِى وَقَّاصٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ يَحْمِلُ مِكْتَلَ عُرَّةٍ إِلَى أَرْضٍ لَهُ.

“Dari Abdullah bin Babai, Yazid berkata; Sa’ad, yakni bin Abi Waqqash membawa keranjang pupuk (dari kotoran) ke tanah (pertanian) miliknya” (H.R. Baihaqi)

Seandainya hal tersebut dilarang, seharusnya ada pengingkaran dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Keempat; Memanfaatkan kulit bangkai adalah Mubah. At-Tirmidzi meriwayatkan;

سنن الترمذى – مكنز (7/ 40، بترقيم الشاملة آليا)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ ».

dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kulit apapun jika disamak, maka ia menjadi suci.” (H.R.At-Tirmidzi)

Sudah diketahui bahwa bangkai hukumnya haram dimakan dan dihukumi najis termasuk kulitnya. Namun ternyata Nabi membolehkan pemanfaatan kulit bangkai dengan mengajarakan cara mensucikannya. Beliau mengajarkan bahwa kulit bangkai jika disamak maka penyamakan tersebut bisa mensucikan status kenajisan kulit bangkai tersebut. Petunjuk cara mensucikan kulit bangkai yang najis menjadi dalil kemubahan memanfaatkan benda yang najis. Dengan asumsi bahwa ada pupuk yang terbuat dari benda yang najis, maka pupuk jenis ini juga boleh dimanfaatkan termasuk diperjualbelikan karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengizinkan pemanfaatan benda najis.

Kelima; Nabi mengizinkan meminum air kencing unta untuk pengobatan. Bukhari meriwayatkan;

صحيح البخاري (1/ 390)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
Dari Anas bin Malik berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air seni dan susunya (H.R.Bukhari)

Air kencing unta adalah najis berdasarkan keumuman perintah membersihkan diri dari air kencing, namun Nabi mengizinkan diminum untuk pengobatan. Hal ini menunjukkan pemanfaatan benda najis diizinkan.

Adapun pendapat yang melarang jual beli pupuk berdasarkan ayat;

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ} [النساء: 29]

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (An-Nisa; 29)

Maka argumen ini tidak dapat diterima, karena maksud memakan harta dengan cara batil adalah cara yang dilarang Syara seperti judi, riba, mencuri, merampas dan semisalnya. Jual beli pupuk tidak dinyatakan keharamannya oleh satu Nash pun, oleh karena itu statusnya tetap halal karena termasuk keumuman halalnya jual beli dan termasuk keumuman halalnya seluruh benda dibumi.

Adapun riwayat yang berbunyi;

سنن أبى داود – م (3/ 298)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- جَالِسًا عِنْدَ الرُّكْنِ – قَالَ – فَرَفَعَ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَضَحِكَ فَقَالَ « لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ ». ثَلاَثًا « إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْهِمُ الشُّحُومَ فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ ».

Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk di Pojok (Ka’bah). Kemudian beliau mengangkat pandangannya ke langit seraya tertawa. Beliau bersabda: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi -Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali-, sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak atas mereka, kemudian mereka menjual dan memakan hasil penjualannya. Sungguh, jika Allah telah mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Allah pun mengharamkan hasil penjualannya.” (H.R.Abu Dawud)

Maka riwayat ini dan yang semakna dengannya tidak cukup digunakan sebagai dalil untuk mengharamkan pemanfaatan atau jual beli pupuk, karena dalam hadis tersebut sama sekali tidak ada penyebutan lafadz yang bermakna pupuk baik eksplisit ataupun implisit. Yang dilarang dalam hadis tersebut adalah menjual sesuatu yang dilarang Allah untuk dimakan seperti babi, darah, bangkai dan semisalnya. Pupuk tidak termasuk sesuatu yang dimakan, tidak dibahas dalam hukum makanan, dan tidak dinyatakan keharamannya oleh Nash apapun baik Al-Quran maupun As-Sunnah. Memang benar bahwa pupuk bisa berasal dari benda najis, namun najis tidak identik dengan haram sebagaimana haram tidak identik dengan najis. Patung, salib, piring emas adalah haram bagi seorang muslim tetapi tidak najis, semantara darah adalah najis tetapi tidak haram jika digunakan untuk tranfusi atau air kencing unta yang digunakan untuk pengobatan.

Atas dasar ini, Mubah hukumnya memanfaatkan pupuk dengan segala jenisnya termasuk memperjualbelikannya. Al-Hashfaky berkata dalam Ad-Durr Al-Mukhtar;

رد المحتار (19/ 238)

 وَيَجُوزُ بَيْعُ السِّرْقِينِ وَالْبَعْرِ وَالِانْتِفَاعُ بِهِ وَالْوُقُودُ بِهِ

“Boleh menjual pupuk, kotoran hewan, memanfaatkannya dan menjadikannya sebagai bahan bakar” (Ad-Durr Al-Mukhtar vol.19 hlm 238)

Pendapat Ulama

Menurut madzhab yang masyhur dari madzhab As-Syafi'iyyah dan madzhab Al-Hanafiyah maka seluruh kotoran hewan adalah najis baik hewan yang haram untuk dimakan maupun hewan yang halal dimakan. Oleh karenanya mereka mengharamkan pula penjualan kotoran hewan karena hal itu merupakan penjualan benda najis, dan penjualan benda najis hukumnya haram. Al-Mawardi berkata :

فَأَمَّا مَا كَانَ نَجِسَ الْعَيْنِ كَالْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ وَالْأَرْوَاثِ وَالْأَبْوَالِ ، فَلَا يَجُوزُ بَيْعُ شَيْءٍ مِنْهَا‎

"Adapun apa yang merupakan najis 'aini (nacis secara dzatnya) seperti khomr, bangkai, darah, dan kotoran-kotoran, serta kencing maka tidak boleh menjual sesuatupun dari hal-hal ini" (Al-Haawi Al-Kabiir 5/383)
Adapun madzhab Malikiyyah dan Al-Hananbilah juga sebagian pengikut madzhab As-Syafi'iyyah (sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmuu' 2/549 dan Roudhotut Toolibiin 1/125) maka mereka membedakan antara hewan yang halal dan hewan yang haram dimakan. Mereka berpendapat akan thohirnya (tidak najisnya) kotoran hewan yang halal dimakan, adapun hewan yang haram dimakan maka kotorannya adalah najis. 

Dalil Madzhab Hanafi dan Madzhab As-Syafi'i

Dalil madzhab Hanafi 
Madzhab Hanafi  berdalil dengan hadits Ibnu Mas'ud –radhiallahu 'anhu- dimana beliau –radhiallahu 'anhu- pernah berkata:‎

أتى النبي صلى الله عليه وسلم الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فلم أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وقال هذا رِكْسٌ‎

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam buang air besar, maka beliau memerintahku untuk mendatangkan bagi beliau tiga buah batu. Akupun mendapatkan dua buah batu dan aku mencari batu yang ketiga, namun aku tidak mendapatkannya. Maka akupun mengambil kotoran lalu aku berikan kepada Nabi. Maka Nabipun mengambil kedua batu tersebut dan melempar kotoran tadi dan berkata, "Ini najis" (HR Al-Bukhari no 155)‎

Sisi pendalilan : Nabi membuang kotoran hewan tersebut karena najisnya, hal ini menunjukan bahwa seluruh kotoran hewan –termasuk hewan yang halal dimakan- adalah najis. (Lihat pendalilan Hanafiyah dengan hadits ini dalam kitab Al-Mabshuuth li As-Sarokhsi 1/108 dan badaai' As-Sonaai' 1/62)

Sebenarnya ada pandangan ulama madzhab Hanafi yang membolehkan proses jual beli kotoran-kotoran hewan tersebut, karena ada unsur manfaat di dalamnya. Adapun dasar pengambilan hukum yang kami gunakan adalah:
Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh
وَلَمْ يَشْتَرِطْ الْحَنَفِيَّةُ هَذَا الشَّرْطَ فَأَجَازُوْا بَيْعَ النَّجَاسَاتِ كَشَعْرِ الْخِنْزِيْرِ وَجِلْدِ الْمَيْتَةِ لِلانْتِفَاعِ بِهَا إِلاَّ مَا وَرَدَ النَّهْيُ عَنْ بَيْعِهِ مِنْهَا كَالْخَمْرِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ كَمَا أَجَازُوْا بَيْعَ الْحَيَوَانَاتِ الْمُتَوَحِّشَةِ وَالْمُتَنَجِّسِ الَّذِيْ يُمْكِنُ اْلانْتِفَاعُ بِهِ فِيْ اْلأَكْلِ وَالضَّابِطُ عِنْدَهُمْ أَنَّ كُلَّ مَا فِيْهِ مَنْفَعَةٌ تَحِلُّ شَرْعًا فَإِنَّ بَيْعَهُ يَجُوْزُ لِأَنَّ اْلأَعْيَانَ خُلِقَتْ لِمَنْفَعَةِ اْلإِنْسَانِ
Dan ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan syarat ini (barang yang dijualbelikan harus suci, bukan najis dan terkena najis). Maka mereka memperbolehkan jualbeli barang-barang najis, seperti bulu babi dan kulit bangkai karena bisa dimanfaatkan. Kecuali barang yang terdapat larangan memperjual-belikannya, seperti minuman keras, (daging) babi, bangkai dan darah, sebagaimana mereka juga memperbolehkan jualbeli binatang buas dan najis yang bisa dimanfaatkan untuk dimakan.Dan parameternya menurut mereka (ulama Hanafiyah) adalah, semua yang mengandung manfaat yang halal menurut syara.’, maka boleh menjual-belikannya. Sebab, semua makhluk yang ada itu memang diciptakan untuk kemanfaatan manusia.‎
Demikian jawaban yang bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan dengan jawaban ini, kita lebih bijak dalam menjalani aktifitas hidup sehari-hari.‎‎

Dalil madzhab Syafi'i
Adapun madzhab As-Syafi'iyyah maka mereka berdalil dengan tiga sisi pendalilan 
Pertama : Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits Nabi tentang najisnya air kencing. Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbaas‎

مَرَّ النبي صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فقال إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وما يُعَذَّبَانِ في كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ من الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ‎

"Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- melewati dua kuburan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kedua penghuni kuburan ini sedang disiksa, dan mereka berdua tidaklah disiksa karena perkara yang besar. Adapun salah satunya karena tidak menjaga diri dari air kencing dan yang kedua karena menyebarkan namimah" (HR Al-Bukhari no 215)‎

Sisi pendalilan : Air kencing disini disebutkan secara umum, maka mencakup seluruh air kencing termasuk air kencing hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Kedua : Mereka berdalil dengan firman Allah
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ‎

"Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk" (QS Al-A'roof : 157)
Sisi pendalilan : Tidak diragukan lagi bahwasanya kotoran adalah sesuatu yang buruk, dan orang-orang Arab menganggap jijik kotoran hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Ketiga : Mereka juga berdalil dengan qiyas, karena kotoran hewan yang haram dimakan hukumnya najis menurut ijmaa' (kesepakatan) para ulama maka demikian juga diqiaskan pada kotoran hewan yang halal dimakan juga najis. Hal ini karena seluruh kotoran sama-sama memiliki sifat kotor (jijik) menurut tabi'at manusia yang masih normal, dikarenakan bau yang busuk. (lihat Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab 2/549 dan Fathul 'Aziz Syarhul Wajiiz 1/36)

Dalil madzhab Hanbali dan madzhab Maliki
Mereka berdalil dengan hukum asal, bahwasanya hukum asal sesutau adalah suci sampai ada dalil yang menunjukan kenajisannya (lihat As-Syarhul Mumti' 1/450), dan tidak ada dalil yang menunjukan akan kenajisannya. Bahkan ada dalil-dalil yang menunjukan akan kesuciannya. Diantaranya :
Pertama : Hadits tentang 'Uroniyyin. Dimana Nabi pernah memerintah orang-orang yang datang dari 'Uroinah yang sakit untuk berobat dengan meminum kencing onta.‎

وَأَنْ يَشْرَبُوا من أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا‎

"(Nabi memerintahkan) mereka untuk meminum dari kencing onta dan susu onta" (HR Al-Bukhari no 231)
Sisi pendalilan : Kalau kecinng onta itu najis tentunya Nabi tidak akan memerintakan mereka untuk berobat dengan meminum benda najis (Lihat Al-Mughni 2/492)
Kedua : Nabi pernah sholat di kandang kambing, bahkan memerintahkan untuk sholat di kandang kambing. (Lihat Al-Mughni 2/492)
Anas bin Malik berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي قبل أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ في مَرَابِضِ الْغَنَمِ


"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat di kandang kambing sebelum dibangun mesjid" (HR Al-Bukhari no 232)‎

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi :‎
أُصَلِّي في مَرَابِضِ الْغَنَمِ قال : نعم
"Apakah aku sholat di kandang kambing?", Nabi berkata, "Iya" (HR Muslim no 360)‎

Dalam suatu hadits Nabi berkata,‎

صَلُّوا في مَرَابِضِ الْغَنَمِ ولا تُصَلُّوا في أَعْطَانِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ من الشَّيَاطِينِ
"Sholatlah kalian di kandang kambing, dan janganlah kalian sholat di kandang onta karena onta diciptakan dari syaitan" (HR At-Thirmidzi no 348 dan Ibnu Majah no 769)
Sisi pendalilan : Kandang kambing pasti tidak lepas dari kotoran kambing dan kencingnya, akan tetapi Nabi sholat di situ. Hal ini menunjukan bahwa kotoran kambing dan kencing kambing tidak najis, karena tidak sah sholat seseorang di tempat najis dengan kesepakatan ulama.

Dialog‎

Madzhab As-Syafi'i : Nabi membolehkan untuk meminum kencing onta karena untuk berobat, karena dibolehkan berobat dengan benda-benda yang najis kecuali khomr  (lihat Al-Majmuu' 2/549 dan Fathul 'Aziz 1/38)
Madzhab Hanbali : Nabi telah dengan tegas melarang berobat dengan benda-benda yang najis. Abu Huroiroh berkata


نهى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عن الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ


"Rasulullah melarang dari obat yang khobiits" (HR Abu Dawud no 3870 dan Ibnu Majah no 3459, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)


Rasulullah juga bersabda :


إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا، وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ


"Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obat, maka berobatlah kalian, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram" (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah no 1633)‎

Kemudian kalau seandainya kencing onta itu najis dan dibolehkan untuk diminum karena pengobatan tentunya Nabi akan memerintahkan mereka untuk membersihkan dan mencuci tempat/bejana air kencing onta tersebut (lihat Al-Mughni 2/492)‎

Madzhab As-Syafi'i : Memang benar boleh sholat di kandang kambing akan tetapi kandang kambing yang bersih bukan yang terkotori dengan kencing dan tahi kambing. Imam As-Syafii berkata, "Maka Nabi memerintahkan untuk sholat di tempat tambatan kambing, yaitu –Wallahu A'lam- di tempat yang bisa dinamakan sebagai tempat tidurnya  kambing yang tidak ada tahi kambingnya dan tidak ada kencing kambingnya… barangsiapa yang sholat di tempat yang ada tahi onta atau kambing atau tahi sapi atau tahi kuda atau tahi keledai maka wajib baginya untuk mengulangi sholatnya" (Al-Umm 2/209)


Madzhab Hanbali : Imam As-Syafii telah mengkhusukan apa yang tidak dikhusukan oleh Nabi, dan beliau telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir berkata,


أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ الصَّلاَةَ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ جَائِزَةٌ وَانْفَرَدَ الشَّافِعِيُّ فَقَالَ إِذَا كَانَ سَلِيْمًا مِنْ أَبْوَالِهَا
"Mereka berijma' (sepakat) bahwasanya sholat di kandang kambing boleh, dan As-Syafi'i bersedirian (menyelisihi mereka-pent), beliau berkata : (boleh) jika kandang tersebut bersih dari kencing kambing-kambing tersebut" (Al-Ijmaa' hal 38, dan ijmaa' ini dinukil oleh Ibnu Qudaamah dalam Al-Mughni 2/492)

Madzhab As-Syafii : Lantas bagaimana dengan keumuman tentang najisnya air kencing?
Madzhab Hanbali : Yang dimaksud dengan penyebutan kencing dalam hadits-hadits seperti hadits dua penghuni kubur yang disiksa adalah kencing manusia (kencing penghuni kubur itu sendiri), jadi tidak bisa dibawa ke makna umum (lihat As-Syarhul Mumti' 1/451)

Lantas bagaimana dengan hadits Ibnu Mas'ud dimana Nabi melempar kotoran hewan dan berkata : Ini najis?
Jawab : Lafal hadits sbb


فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها


"Maka akupun mengambil sebuah kotoran, lalu aku membawanya ke Nabi"
Kalimat رَوْثَةً "kotoran" datang dalam bentuk nakiroh (bertanwin), dan dalam kadiah ushul fiqh bahwasanya jika kalimat nakiroh datang dalam konteks kalimat positif maka memberikan faedah muthlaq. Jadi kalimat رَوْثَةً tidaklah menunjukan keumuman yang mencakup seluruh kotoran, akan tetapi maksudnya kotoran tertentu. Maka kita bawakan kepada kotoran dari hewan yang haram dimakan. Wallahu A'lam‎

Untuk lebih jelasnya, perbedaan ulama di dalam menentukan status hukum memperjual-belikan pupuk najis adalah sebagai berikut :

Pendapat Pertama  : Boleh menggunakan dan memperjual-belikan  pupuk yang najis. Yang tidak boleh diperjual-belikan hanyalah kotoran manusia yang tidak tercampur dengan tanah. Ini adalah pendapat Hanafiyah dan sebagian dari ulama Malikiyah seperti Ibnu Majisyun.

Berkata as-Sarakhsi di dalam al- Mabsuth ( 24/ 27 ) :

وكذلك بيع السرقين جائز وإن كان تناوله حراما والسرقين محرم العين ومع ذلك كان بيعه جائزا

“ Begitu juga dibolehkan jual beli pupuk ( najis ), walaupun hal itu haram untuk dimakan, dan haram dzatnya, walaupun begitu, jual beli pupuk tersebut dibolehkan. “    
Dalil-dalil mereka sebagai berikut :

Pertama :  Pupuk tersebut sangat bermanfaat bagi para petani dan mereka sangat membutuhkannya.

Kedua : Penggunakan pupuk ini  sudah berlangsung lama secara turun temurun di masyarakat, dan tidak ada satupun yang mengingkarinya. Ini menunjukkan kebolehan.
Ketiga : Kaidah Fiqh yang berbunyi :

المشقة تجلب التيسير

“ Suatu kondisi yang susah bisa mendatangkan suatu kemudahan. 

Keempat : Kaidah Fiqh juga :

وإذا ضاق الأمر اتسع

 “ Suatu kondisi yang sempit bisa mendatangkan keluasan di dalam perbuatan “

Pendapat Kedua : Tidak boleh menggunakan pupuk najis, tetapi boleh menggunakan sesuatu yang mutanajis ( yang terkena najis ), seperti halnya pupuk najis yang dicampur dengan air, kemudian air tersebut disiramkan ke tanaman.  (Muhammad Ulays, Manhu al-Jalil:1/ 55-56 ).

Pendapat Ketiga : Tidak boleh memperjual-belikan kotoran hewan yang najis. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Untuk Syafi’iyah mereka berpendapat boleh menggunakan pupuk najis, tetapi tidak boleh memperjual-belikannya. Berkata Imam Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 4/448 ) :

يجوز تسميد الارض بالزبل النجس

 
“ Dibolehkan memupuk  tanah dengan kotoran binatang yang najis. “

Beliau juga menyatakan di tempat yang sama tentang penggunaan barang-barang najis untuk keperluan umum  :

قد ذكرنا أن مذهبنا الصحيح جواز الانتفاع بالدهن المتنجس وشحم الميتة في الاستصباح ودهن السفن ويجوز أن يتخذ من هذا الدهن الصابون فيستعمله ولا يبيعه وله اطعام العسل المتنجس للنحل والميتة للكلاب والطيور الصائدة وغيرها واطعام الطعام المتنجس للدواب هذا مذهبنا وبه قال عطاء ومحمد بن جرير

“ Sudah kita sebutkan di atas, bahwa madzhab kami yang benar  ( Syafi’iyah ) : dibolehkan memanfaatkan minyak najis, lemak dari bangkai untuk penerangan lampu, dan untuk mengecat kapal. Dan dibolehkan juga memakai minyak ini untuk dibuat sabun dan dipakainya, tetapi tidak untuk diperjual-belikan. Dibolehkan juga memberikan madu yang terkena najis untuk lebah, dan bangkai untuk makanan anjing dan burung pemburu dn sejenisnya. Begitu juga dibolehkan memberikan makanan yang terkena najis untuk binatang-binatang. Ini adalah pendapat madzhab  kami ( Syafi’iyah ), dan ini juga pendapat ‘Atho’ dan Muhammad Jarir. “ 

Walaupun Syafi’iyah melarang jual-beli barang najis, tetapi mereka membolehkan untuk memberikannya kepada orang lain dengan mengambil upah, mereka menyebutnya dengan  isqath al-haq ( menggugurkan hak ) . Di dalam Hasyiatu asy-Syarwani dan al-Abadi( 4/235 )  disebutkan :

ويجوز نقل اليد عن النجس بالدراهم كما في النزول عن الوظائف وطريقه أن يقول المستحق له أسقطت حقي من هذا بكذا فيقول الآخر قبلت       
“ Dibolehkan memindahkan kepemilikan sesuatu yang najis dengan imbalan uang dirham, sebagaimana seseorang yang mengundurkan diri dari tugasnya, dan caranya :  pemiliknya  mengatakan : saya gugurkan hak-ku terhadap barang ini dengan imbalan sekian, yang menerima menjawab : saya terima. “

Berkata Ibnu Qudamah di dalam al-Mughni  ( 4/ 327 ) :

ولا يجوز بيع السرجين النجس. وبهذا قال مالك والشافعي

“ Tidak boleh jual beli pupuk yang najis . Ini adalah pendapat Malik dan Syafi’I juga. “ 

Mereka beralasan bahwa pupuk  tersebut adalah sesuatu yang najis, seperti bangkai maka tidak boleh diperjualbelikan.
Kesimpulan ‎

Dari beberapa pandangan ulama di atas, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai berikut :

Jika pupuk kandang dari binatang yang boleh dimakan dagingnya seperti unta,sapi, kambing dan ayam, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan.

Jika pupuk tersebut dari binatang yang  tidak boleh dimakan dagingnya, seperti babi dan keledai, atau dari kotoran manusia, jika masih asli dan belum diolah oleh pabrik, maka hukumnya boleh digunakan dan haram untuk diperjual- belikan.

Tetapi jika sudah diolah oleh pabrik dan sudah berubah dzat dan kandungannya, maka boleh digunakan dan diperjual-belikan jika memang hal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi jika pupuk yang tidak najis sudah cukup, maka sebaiknya tidak menggunakan pupuk yang lain,walaupun sudah diolah oleh pabrik.

Wallahua’lam.‎


Tidak ada komentar:

Posting Komentar