Segala Puji Milik Allah atas segala karunia-Nya kepada kita semua, segala kenikmatan yang tidak akan pernah kita sanggup untuk membalasnya, bahkan pun jika seluruh ‘amal kebajikan manusia sejak Nabi Adam hingga akhir zaman dikumpulkan, tidak akan ada nilainya dibanding setetes nikmat yang Allah turunkan ke muka bumi. Diblog ini saya akan menceritakan sedikit cuplikan kisah Nabi Ismail a.s, semoga kisah-kisah beliau dapat menjadikan kita semua yang membacanya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Amin.
Beliau adalah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah al-Makhzumiyah al-Qursyiyah. Bapaknya adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya. Ayahnya dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat. Ummu Salamahadalah seorang wanita yang cerdas dan matang dalam memahami persoalan dengan pemahaman yang baik dan dapat mengambil keputusan dengan tepat pula. Hal itu ditunjukkan pada peristiwa Hudaibiyah manakala Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabatnya untuk menyembelih qurban selepas terjadinya perjanjian dengan pihak Quraisy. Namun ketika itu, para shahabat tidak mengerjakannya karena sifat manusiawi mereka yang merasa kecewa dengan hasil perjanjian Hudaibiyah yang banyak merugikan kaum muslimin. Berulangkali Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka akan tetapi tetap saja tak seorangpun mau mengerjakannya. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Ummu Salamah dalam keadaan sedih dan kecewa. Beliau ceritakan kepada Ummu Salamahperihal kaum muslimin yang tidak mau mengerjakan perintah beliau.
Maka Ummu Salamah berkata:”Wahai Rasulullah apakah anda menginginkan hal itu?. Jika demikian, maka silahkan anda keluar dan jangan berkata sepatah katapun dengan mereka sehingga anda menyembelih unta anda, kemudian panggillah tukang cukur anda untuk mencukur rambut anda (tahallul). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menerima usulanUmmu Salamah. Maka beliau berdiri dan keluar tidak berkata sepatah katapun hingga beliau menyembelih untanya. Kemudian beliau panggil tukang cukur beliau dan dicukurlah rambut beliau. Manakala para shahabat melihat apa yang dikejakan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka bangkit dan menyembelih kurban mereka, kemudian sebagian mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian. Hingga hampir-hampir sebagian membunuh sebagian yang lain karena kecewa. Setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghadap Ar-Rafiiqul A’la, maka Ummul Mukminin, Ummu Salamah senantiasa memperhatikan urusan kaum muslimin dan mengamati peristiwa-peristiwa yang terjadi. Beliau selalu andil dengan kecerdasannya dalam setiap persoalan untuk menjaga lurusnya umat dan mencegah mereka dari penyimpangan, terlebih lagi terhadap para penguasa dari para Khalifah maupun para pejabat. Beliau singkirkan segala kejahatan dan kezhaliman terhadap kaum muslimin, beliau terangkan kalimat yang haq dan tidak takut terhadap celaan dari orang yang suka mencela dalam rangka melaksanakan perintah Allah. Tatkala tiba bulan Dzulqa’dah tahun 59 setelah hijriyah, ruhnya menghadap Sang Pencipta sedangkan umur beliau sudah mencapai 84 tahun. Beliau wafat setelah memberikan contoh kepada wanita dalam hal kesetiaan, jihad dan kesabaran.
Hindun binti Hudzaifah adalah istri dariNabi Muhammad SAW yang dinikahi dalam keadaan janda. Sebelumnya ia adalah istri dari Abu Salamah Abdullah bin Abdil Asad al-Makhzumi (shahabat yang mengikuti dua kali hijrah). Hindun memiliki kunyah (julukan) sebagai Ummu Salamah (Ibunya Salamah).
Ayah Hindun, Hudzaifah (Abu Umayyah) dijuluki sebagai “Zaad ar-Rakbi ” yakni seorang pengembara yang berbekal. Dijuluki demikian karena apabila dia melakukan safar (perjalanan) tidak pernah lupa mengajak teman dan juga membawa bekal, bahkan ia mencukupi bekal milik temannya. Adapun ibu beliau bernama ‘Atikah binti Amir bin Rabi’ah al-Kinaniyah dari Bani Farras yang terhormat.
Ikut dalam Hijrah Pertama ke Habasyah bersamaSang Suami
Pada tahun kelima kenabian, kekejaman kaum kafir Quraisy semakin hebat menimpa kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintah mereka untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia).
Berangkatlah dua belas pria dan empat wanita. Di antara mereka adalah Ummu Salamah bersama sang suami, Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum al-Qurasyi.
Abu Salamah rahimahullah Wafat
Ketika meletus Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, Abu Salamah terjun ke kancah peperangan. Dalam perang tersebut, sebatang anak panah melesat mengenai beliau. Lima atau tujuh bulan setelah kejadian itu, beliau wafat.
Ummu Salamah berkabung. Sepeninggal sang suami, beliau menjalani masa ‘iddah[1] hingga selesai pada bulan Syawwal tahun ke-4 Hijriah.
Mendapat Pengganti yang Lebih Baik
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَ اللهُ: إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللهمّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا؛ إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidak ada seorang muslim yang ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala disebabkan oleh musibah yang menimpaku dan berilah pengganti untukku yang lebih baik daripadanya,” melainkan Allah pasti memberinya pengganti yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim no. 918)
Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah wafat, aku bergumam, ‘Muslim mana yang lebih baik daripada Abu Salamah? Beliau adalah seorang sahabat Nabi, sedangkan kami adalah keluarga pertama yang hijrah kepada Rasulullah?’ Aku pun membaca doa di atas, maka Allahshallallahu ‘alaihi wa sallam memberiku pengganti yang lebih baik daripada Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Hathib bin Abi Balta’ah meminangku untuk dinikahi oleh beliau sendiri. Aku pun berkata, ‘Saya memiliki seorang anak perempuan, dan saya ini sangat pencemburu.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab, ‘Adapun anak perempuan Ummu Salamah, kami berdoa kepada Allah semoga Dia memberinya kecukupan. Aku juga berdoa semoga Allah menghilangkan rasa cemburunya’.” (HR. Muslim no. 918)
Demikianlah, Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menjadi seorang ummul mukminin (ibu kaum mukminin), karena istri-istri Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu bagi kaum mukminin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ٱلنَّبِيُّ أَوۡلَىٰ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ مِنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَأَزۡوَٰجُهُۥٓ أُمَّهَٰتُهُمۡۗ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (al-Ahzab: 6)
Istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu kaum mukminin dilihat dari sisi kewajiban menghormati mereka, bukan dari sisi bahwa istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mahram mereka. Kaum mukminin yang bukan mahram bagi istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap tidak boleh melihat aurat mereka, berjabat tangan ataupun safar (bepergian) dengan mereka, dan melakukan hal-hal lain yang diharamkan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Melihat Jibril dalam Wujud Dihyah al–Kalbi
Diceritakan dalam sebuah hadits bahwa Jibril‘alahissalam mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ketika itu, di sisi beliau ada Ummu Salamahradhiyallahu ‘anha. Jibril ‘alaihissalam dan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pun berbincang-bincang, lalu Jibril beranjak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, “Siapa orang ini?”
“Dihyah”, jawab Ummu Salamah.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha melanjutkan ceritanya, “Sungguh, demi Allah, aku menyangka bahwa lelaki tersebut adalah Dihyah, sampai aku mendengar khutbah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memberitakan kepada kami wahyu yang disampaikan oleh Jibril.” (HR. Muslim no. 2451)
Meriwayatkan Hadits Nabi
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha termasuk dalam deretan sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah keistimewaan yang sangat besar. Tidak terhitung betapa banyak pahala beliau disebabkan oleh banyaknya muslimin yang mengamalkan hadits-hadits yang beliau riwayatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجرِ فَاعِلِهِ
“Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, dia akan mendapatkan pahala yang semisal dengan pahala orang yang mengamalkannya.” (HR. Muslim no. 3509)
Peran Ummu Salamah dalam Dakwah
Pada tahun ke-6 Hijriah, setelah mengurusi isi Perdamaian Hudaibiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberseru kepada para sahabat, “Bangkitlah, sembelihlah hewan-hewan (yang kalian bawa), dan cukurlah rambut kalian!”
Namun, para sahabat tidak mengindahkan perintah tersebut meski Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengulanginya sampai tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menemui Ummu Salamah. Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluhkan sikap tak acuh para sahabat terhadap perintah beliau. Ummu Salamah, sang istri salehah, menghibur suaminya dan membantu mencari solusi masalah yang sedang dihadapi.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengusulkan, “Wahai Nabi Allah, keluarlah. Anda tidak perlu mengajak bicara seorang pun dari mereka sampai Anda menyembelih unta Anda, lalu memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut Anda.”
Segera Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti usulan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha . Melihat tindakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat pun menyembelih hewan sembelihan mereka dan secara bergantian mencukur rambut. Demikian sekelumit peran Ummu Salamah dalam berdakwah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Peristiwa yang dilalui Ummu Salamah di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Banyak rentetan peristiwa dilaluinya bersama beliau. Satu dialaminya dalam Perjanjian Hudaibiyah. Kala itu, pada bulan Dzulqa’dah tahun keenam setelah hijrah,Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersama seribu empat ratus orang muslimin ingin menunaikan ‘umrah di Makkah sembari melihat kembali tanah air mereka yang sekian lama ditinggalkan. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha turut menyertai perjalanan beliau ini. Namun setiba beliau dan para shahabat di Dzul Hulaifah untuk berihram dan memberi tanda hewan sembelihan, kaum musyrikin Quraisy menghalangi kaum muslimin. Dari peristiwa ini tercetuslah perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian itu di antaranya berisi larangan bagi kaum muslimin memasuki Makkah hingga tahun depan. Betapa kecewanya para shahabat saat itu, karena mereka urung memasuki Makkah.
Usai menyelesaikan penulisan perjanjian itu,Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun memerintahkan kepada para shahabat,“Bangkitlah, sembelihlah hewan kalian, kemudian bercukurlah!” Namun tak satu pun dari mereka yang bangkit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengulangi perintahnya hingga ketiga kalinya, namun tetap tak ada satu pun yang beranjak. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dan menceritakan apa yang terjadi. Ummu Salamah pun memberikan gagasan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah engkau ingin agar mereka melakukannya? Bangkitlah, jangan berbicara pada siapa pun hingga engkau menyembelih hewan dan memanggil seseorang untuk mencukur rambutmu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri, kemudian segera melaksanakan usulan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Seketika itu juga, para shahabat yang melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih hewannya dan menyuruh seseorang untuk mencukur rambutnya serta merta bangkit untuk memotong hewan sembelihan mereka dan saling mencukur rambut, hingga seakan-akan mereka akan saling membunuh karena riuhnya.
Semenjak bersama Abu Salamah radhiallahu ‘anhu, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha meraup banyak ilmu. Terlebih lagi setelah berada dalam naungan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, di bawah bimbingan nubuwwah, Ummu Salamah mendulang ilmu. Juga dari putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Fathimah radhiyallahu ‘anha. Ummu Salamah menyampaikan apa yang ada pada dirinya hingga bertaburanlah riwayat dari dirinya. Tercatat deretan panjang nama-nama ulama besar dari generasi pendahulu yang mengambil ilmu darinya. Dia termasuk fuqaha dari kalangan shahabiyah.
Dikaruniai Putra dan Putri yang Berhasil
Dari pernikahan Ummu Salamah dengan Abu Salamah, lahirlah Umar bin Abu Salamah dan Zainab bintu Abu Salamah. Kedua anak ini seperti sang ibu, meriwayatkan banyak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berdua termasuk pewaris ilmu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain Umar dan Zainab, terlahir pula Salamah bin Abu Salamah dan Durrah bin Abu Salamah—sebagaimana dalam sebuah riwayat.
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha telah melalui rentang panjang masa hidupnya dengan menebarkan banyak faidah. Masa-masa kekhalifahan pun dia saksikan hingga masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Pada masa inilah terjadi pembunuhan cucu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Ummu Salamah sangat berduka mendengar berita itu. Dia benar-benar merasakan kepiluan. Tak lama setelah itu, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha kembali menghadap Rabb-nya saat umur beliau sudah mencapai 84 tahun.
Hindun binti Abu Umayyah adalah istri Nabi yang terakhir kali meninggal dunia.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar