Dalam perjalanan hidupnya, Ummu Habibah banyak mengalami penderitaan dan cobaan yang berat. Setelah memeluk Islam, dia bersama suaminya hijrah ke Habasyah. Di sana, ternyata suaminya murtad dari agama Islam dan beralih memeluk Nasrani. Suaminya kecanduan minuman keras, dan meninggal tidak dalam agama Islam. Dalam kesunyian hidupnya, Ummu Habibah selalu diliputi kesedihan dan kebimbangan karena dia tidak dapat berkumpul dengan keluarganya sendiri di Mekah maupun keluarga suaminya karena mereka sudah menjauhkannya. Apakah dia harus tinggal dan hidup di negeri asing sampai wafat?
Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesedihan terus-menerus. Ketika mendengar penderitaan Ummu Habibah, hati Rasulullah sangat tergerak sehingga beliau rnenikahinya dan Ummu Habibah tidak lagi berada dalam kesedihan yang berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan firman Allah bahwa: Nabi itu lebih utama daripada orang lain yang beriman, dan istri-istri beliau adalah ibu bagi orang yang beriman.
Keistimewaan Ummu Habibah di antara istri-istri Nabi lainnya adalah kedudukannya sebagai putri seorang pemimpin kaum musyrik Mekah yang memelopori perientangan terhadap dakwah Rasulullah dan kaum muslimin, yaitu Abu Sufyan.
Ramlah binti Abu Sufyan adalah istri dariMuhammad SAW. Nama aslinya adalah Ramlah, sebelum menikah dengan Rasulullah, ia dinikahi oleh Ubaydillah bin Jahsy. Ialah salah seorang Ummul Mu’minin yang banyak diuji keimanannya. Disaat orang-orang terdekat dan yang dicintainya merupakan musuh baginya. Terutama Suami pertamanya, Ubaydillah bin Jahsy yang murtad dengan masuk agama nasrani setelah sebelumya ia seorang muslim.
Ramlah binti Abu Sufyan dilahirkan 25 tahun sebelum hijrah atau kurang lebih 13 tahun sebelum Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul. Ayahnya adalah Shakhr bin Harb bin Umayyah yang dikenal sebagai Abu Sufyan. Ia adalah pembesar Quraisy yang terpandang pada masanya dan pemimpin orang-orang musyrik hingga penaklukan Mekah. Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abul Ash, bibi Utsman bin Affan.
Masa Kecil dan Nasab Pertumbuhannya
Ummu Habibah dilahirkan tiga belas tahun sebelum kerasulan Muhammad Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. dengan nama Ramlah binti Shakhar bin Harb bin Uinayyah bin Abdi Syams. Ayahnya dikenal dengan sebutan Abu Sufyan. Ibunya bernama Shafiyyah binti Abil Ashi bin Umayyah bin Abdi Syams, yang merupakan bibi sahabat Rasulullah, yaitu Utsman bin Affan r.a.. Sejak kecil Ummu Habibah terkenal memiliki kepribadian yang kuat, kefasihan dalam berbicara, sangat cerdas, dan sangat cantik.
Pernikahan pertama
Suami pertama Ramlah adalah Ubaidullah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa AS dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal, seorang pendeta nasrani. Ia melamar Ramlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian mereka menikah.
Beberapa lama setelah pernikahan tersebut,Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut seruanRasulullah dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqah bin Naufal membenarkan kenabian Muhammad SAW. Ramlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk Islam.
Murtadnya Ubaydillah
Saat Ramlah sedang mengandung, Rasulullahmenyerukan kaum Muslimin untuk hijrah ke Habasyah. Maka berangkatlah Ramlah dan suaminya menuju Habasyah. Ramlah melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah.
Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang suaminya. "Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidullah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku memohon kepada Allah dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisnya," ujarnya.
Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata,"Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani."
Ummu Habibah berkata, "Demi Allah, tidak ada kebaikan bersamamu!" Kemudian diceritakanlah pada suaminya mimpi itu, tetapi ia tak menghiraukannya.
Suaminya mencoba dengan segala kemampuan untuk memurtadkannya, namun Ummu Habibah tetap tak bergeming. Bahkan beliau justru mengajak suaminya kembali ke Islam, namun ditolak dan Ubaydillah tetap murtad sampai akhir hayatnya.
Setelah berpisah dengan suaminya, Ummu Habibah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah.
Menikah dengan Rasulullah
Hari-hari berlalu di bumi hijrah, dengan ujian-ujian berat menemani Ummu Habibah. Tetapi dengan keimanan yang dikaruniakan Allah swt, dirinya mampu menghadapinya. Suatu malam, ia melihat dalam mimpinya ada yang memanggilnya, “Wahai Ummul Mu’minin!” beliaupun terperanjat bangun. Beliau menakwilkan mimpi tersebut bahwaRasulullah saw kelak akan menikahinya.
Setelah selesai masa ‘iddahnya, tiba-tiba ada seorang budak wanita (jariyah) dari Najasyi yang memberitahukan kepada beliau bahwa Rasulullah saw telah meminangnya. Alangkah bahagianya beliau mendengar kabar gembira tersebut. Setelah itu, beliau meminta Khalid bin Sa’id bin Al-‘Ash untuk menjadi wakil baginya menerima lamaran raja Najasyi (yang mewakili Rasulullah saw)
Suatu sore, Raja Najasyi mengumpulkan kaum muslimin yang berada di Habyah, dalam rangka melangsungkan pernikahan tersebut. Datanglah mereka dengan dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib putra paman Nabi. Selanjutnya akad nikah pun dilangsungkan. Raja Najasyi menyerahkan mahar Rasulullah saw sebesar 400 dinar kepada Khalid bin Sa’id. Raja Najasyi lalu mengajak para sahabat untuk mengadakan walimah. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ketujuh Hijriyah.
Ketika mendengar tentang pernikahan anaknya dengan Rasulullah saw, Abu Sufyanberkata, "Muhammad adalah seorang yang mulia, Ummu Habibah adalah seorang yang kuat dalam keimanan terhadap Allah dan Rasul-Nya."
Setelah kemenangan Khaibar, sampailah rombongan Muhajirin dari Habsyah,Rasulullah bersabda, “Dengan sebab apa aku harus bergembira, karena kemenangan Khaibar atau karena datangnya Ja’far?”sedangkan Ummu Habibah datang bersama rombongan. Bertemulah Rasulullah dengannya pada tahun ke enam atau ke tujuh hijriah. Kala itu Ummu Habibah berusia 40 tahun.
Setelah kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ummu Habibah kembali ke Madinah dan menetap bersama Rasulullah SAW.
Sepeninggal Rasulullah
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ummu Habibah, Rasulullah SAW wafat. Sepeninggal Rasulullah, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah SAW dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum Muslimin dengan segala kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke-46 Hijriyah.
Ummu Habibah meriwayatkan sekitar 65 hadits dari Rasulullah SAW dan dari Zainab binti Jahsy. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya seperti, Urwah bin Zubair, Zainab binti Abu Salamah, Shafiyah binti Syaibah, Syahar bin Hausyab, dan anak perempuannya; Habibah binti Ubaidillah bin Jahsy, dan saudara lelakinya; Muawiyah dan Atabah, keponakannya; Abdullah bin Atabah, dan yang lainnya.
Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, "Terkadang di antara kita sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Allah mengampuniku dan mengampunimu dari perbuatan atau sikap itu."
Ummu Habibah membalas, "Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Allah juga membahagiakan dirimu."
Diantara Hadits Yang Diriwayatkan Beliau
Hadits Ahmad 25534
حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ سَلَمَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ وَجَدَ رِيحَ طِيبٍ بِذِي الْحُلَيْفَةِ فَقَالَ مِمَّنْ هَذِهِ الرِّيحُ فَقَالَ مُعَاوِيَةُ مِنِّي يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ فَقَالَ مِنْكَ لِعَمْرِي فَقَالَ طَيَّبَتْنِي أُمُّ حَبِيبَةَ وَزَعَمَتْ أَنَّهَا طَيَّبَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ إِحْرَامِهِ فَقَالَ اذْهَبْ فَأَقْسِمْ عَلَيْهَا لَمَا غَسَلَتْهُ فَرَجَعَ إِلَيْهَا فَغَسَلَتْهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Kamil] telah menceritakan kepada kami [Hammad] -yakni Ibnu Salamah- dari [Yahya bin Abu Ishaq] dari [Sulaiman bin Yasar] bahwa 'Umar bin Khattab mencium bau harum di Dzul Hulaifah, lalu dia berkata, "Dari manakah bau harum ini?" Mu'awiyah menjawab, "Dariku wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Darimu untuk umrahku?" lalu dia berkata, " [Ummi Habibah] yang telah memberikan parfum ini dan dia mengatakan bahwa ia pernah memberikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau ihram." Umar berkata, "Pergi dan suruhlah ia mencuci." Maka Mu'awiyah kembali menemui Ummu Habibah, hingga ia pun mencucinya." [HR. Ahmad No.25534].
Hadits Ahmad 25535
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ عَنِ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ سُوَيْدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حُدَيْجٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ قَالَ قُلْتُ لِأُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي الثَّوْبِ الَّذِي يَنَامُ مَعَكِ فِيهِ قَالَتْ نَعَمْ مَا لَمْ يَرَ فِيهِ أَذًى
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Salamah] dari [Ibnu Ishaq] dari [Yazid bin Abu Habib] dari [Suwaid bin Qais] dari [Mu'awiyah bin Hudaij] dari [Mu'awiyah] dia berkata, "Aku berkata kepada [Ummi Habibah] isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat dengan pakaian yang dikenakannya ketika tidur bersamamu?" Dia menjawab, "Ya. Jika beliau tidak melihat ada kotoran padanya." [HR. Ahmad No.25535].
Hadits Ahmad 25536
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ قَالَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ قَالَ حَدَّثَنَا ضَمْرَةُ بْنُ حَبِيبٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ الثَّقَفِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ حَبِيبَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَعَلَيَّ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ وَاحِدٌ فِيهِ كَانَ مَا كَان
Telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Khubab] berkata, telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah bin Shalih] berkata, telah menceritakan kepada kami [Dlamrah bin Habib] bahwa [Muhammad bin Abu Sufyan At Tsaqafi] menceritakan kepadanya, bahwa dirinya mendengar [Ummu Habibah] isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat dengan tetap memakai pakaian yang dipakai waktu bersamaku." [HR. Ahmad No.25536].
Hadits Ahmad 25537
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ شُتَيْرِ بْنِ شَكَلٍ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Manshur] dari [Abu Ad Dluha] dari [Syutair bin Syakal] dari [Ummu Habibah], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mencium isterinya sedangkan beliau berpuasa." [HR. Ahmad No.25537].
Hadits Ahmad 25538
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا أَبِي عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ قَالَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ طَلْحَةَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ رُكَانَةَ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِي الْجَرَّاحِ مَوْلَى أُمِّ حَبِيبَةَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ أَنَّهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ كَمَا يَتَوَضَّئُونَ
Telah menceritakan kepada kami [Ya'qub] telah menceritakan kepada kami [bapakku] dari [Ibnu Ishaq] berkata, telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah] dari [Salim bin Abdullah bin Umar] dari [Abu Al Jarrah] bekas budak Ummu Habibah, dari [Ummi Habibah] dia mengabarkan kepadanya, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seandainya aku tidak memberatkan umatku niscaya akan aku perintahkan mereka memakai siwak setiap akan shalat sebagaimana mereka berwudlu." [HR. Ahmad No.25538].
Hadits Ahmad 25539
حَدَّثَنَا رَوْحٌ قَالَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ عَنْبَسَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ الْمَوْتُ اشْتَدَّ جَزَعُهُ فَقِيلَ لَهُ مَا هَذَا الْجَزَعُ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ أُمَّ حَبِيبَةَ يَعْنِي أُخْتَهُ تَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعًا بَعْدَهَا حَرَّمَ اللَّهُ لَحْمَهُ عَلَى النَّارِ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ
Telah menceritakan kepada kami [Rauh] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Auza'i] dari [Hasan bin 'Athiyah] dia berkata, "Ketika ['Anbasyah bin Abu Sufyan] mendekati ajalnya, kegelisahannya semakin menjadi-jadi, lalu dikatakan kepadanya, "Kegelisahan apa ini?" dia menjawab, "Aku mendengar [Ummu Habibah], yakni saudara perempuannya, berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Barangsiapa shalat empat rakaat sebelum zhuhur dan empat rakaat setelahnya, maka Allah akan haramkan dagingnya dari api neraka.' Oleh karena itu aku tidak pernah lagi meninggalkannya semenjak aku mendengarnya." [HR. Ahmad No.25539].
Hadits Ahmad 25540
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ نَافِعٍ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى أُمِّ حَبِيبَةَ بِنْتِ أَبِي سُفْيَانَ فَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا قَالَ أَبِي حُمَيْدُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو أَفْلَحَ وَهُوَ حُمَيْدٌ صَفِيرَا
Telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Abdullah bin Abu Bakar] dari [Humaid bin Nafi'] bahwa [Zainab binti Abu Salamah] mengabarkan kepadanya, bahwa dia menemui [Ummu Habibah binti Abu Sufyan] lalu dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan Tahdid (meninggalkan hias dan perhiasan) karena suatu kematian, melebihi tiga malam kecuali karena kematian suami yakni selama empat bulan sepuluh hari." Bapakku berkata, "Humaid bin Nafi' Abu Aflah adalah Humaid Shafira." [HR. Ahmad No.25540].
Hadits Ahmad 25541
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ وَحَجَّاجٌ قَالَ حَدَّثَنِي شُعْبَةُ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ نَافِعٍ قَالَ سَمِعْتُ زَيْنَبَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ تُوُفِّيَ حَمِيمٌ لِأُمِّ حَبِيبَةَ فَدَعَتْ بِصُفْرَةٍ فَمَسَحَتْ بِذِرَاعَيْهَا وَقَالَتْ إِنَّمَا أَصْنَعُ هَذَا لِشَيْءٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ حَجَّاجٌ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَحَدَّثَتْهُ زَيْنَبُ عَنْ أُمِّهَا وَعَنْ زَيْنَبَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ عَنِ امْرَأَةٍ مِنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dan [Hajjaj] berkata, telah menceritakan kepadaku [Syu'bah] dari [Humaid bin Nafi'] berkata, aku mendengar [Zainab binti Abu Salamah] berkata, "Sewaktu kerabat dekatnya [Ummu Habibah] meninggal, maka dia meminta bejana yang terbuat dari wewangian, kemudian dia mengusap kedua sikunya dan berkata, "Aku melakukan seperti ini karena sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." [Hajjaaj] berkata, "Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita Muslimah yang beriman dengan Allah dan hari akhir melakukan tahdid (tidak berhias) melebihi tiga hari kecuali karena kematian suaminya, yakni selama empat bulan sepuluh hari." Dan [Zainab] telah menceritakan kepadanya dari [Ibunya], dan dari [Zainab] isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, atau seorang wanita dari isteri - isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam." [HR. Ahmad No.25541].
Wafatnya Ramlah binti Abu Sufyan
Ramlah binti Abu Sufyan wafat pada tahun ke-46 Hijriyah, takkala berumur tujuh puluhan tahun. Beliau wafat setelah memberikan keteladanan yang paling tinggi dalam menjaga kewibawaan diennya dan bersemangat diatasnya, tinggi dan mulia jauh ddari pengaruh jahiliyyah dan tidak menghiraukan nasab manakala bertentangan dengan akidahnya.
Ummu Habibah wafat pada tahun ke-46 hijrah dalarn usia tujuh puluh tahun. Jenazahnya dikuburkan di Baqi’ bersama istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah memberinya kehormatan di sisi-Nya dan menempatkannya di tempat yang layak penuh berkah. Amin.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar