Translate

Senin, 02 April 2018

Gugurnya Panglima Kebo Iwa Akibat Kelicikan Patih Gajah Mada

Mungkin hingga saat ini nama Gajah Mada adalah salah satunya panglima perang yang namanya paling tersohor karena kesaktiannya di jaman kerajaan Nusantara Khususnya kerajaan Majapahit. Salah satu yang paling dikenal dari sosok Gajah Mada adalah sumpahnya yang sering disebut dengan Sumpah Palapa. Selain dengan sumpah Palapanya, nama Patih Gajah Mada sangat tersohor karena konon kesaktiannya yang tiada tanding, sehingga mampu mampu memersatukan wilayah Nusantara.

Di balik ketenarannya yang hingga kini masih selalu di ingat dan menjadi sejarah besar dalam kerajaan Nusantara terutama Majapahit. Sekalipun terkenal sebagai panglima perang yang hebat, ternyata masih ada seseorang yang bisa membuat patih Gajah Mada ini berpikir ulang untuk melawannya karena memiliki kesaktian yang sama hebatnya dengan dirinya yaiutu Kebo Iwa. Kebo Iwa adalah salah satu panglima perang dari kerajaan Bali Aga yang menjadi satu-satunya kerajaan di Bali yang tidak mau tunduk kepada Majapahit untuk bersatu dalam Nusantara. Berikut adalah kisah panglima Kebo Iwa pada masanya menjadi panglima terhebat yang kesaktiannya di pertimbangkan oleh Gajah Mada.

Faktanya kerajaan di Nusantara yang tergolong makmur san mahsyur ternyata tidak hanya di duduki oleh kerajaan Majapahit saja, melainkan masih banyak sekali kerajaan yang juga makmur seperti Majapahit. Salah satunya adalah kerajaan yang berada di Bali yaitu kerajaan Bali Aga, merupakan kerajaan hindu yang berdiri pada abad 8 dan runtuh padaabad 14 karena di serang oleh Majapahit. Saat itu panglima terkenalnya adalah Kebo Iwa yang menduduki jabatan tersebut pada masa kejayaan raja yang bernama Sri Gajah Waktera (Dalem Bedaulu), bergelar Sri Ratna Bumi Banten. Menurut sejarah, kerajaan Bali Aga di pimpin oleh seorang raja yang sangat adil dan bijak sana, oleh sebab itulah mengapa Sri Ratna Bumi Banten sangat di cintai oleh rakyatnya.

Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang dikatakan sebagai seorang pemberani serta sangat sakti. Disebabkan karena merasa diri sakti, maka keluarlah sifat angkara murkanya, tidak sekali-kali merasa takut kepada siapapun, walau kepada para dewa sekalipun.Sri Gajah Waktera mempunyai sejumlah pendamping yang semuanya memiliki kesaktian, kebal serta juga bijaksana yakni : Mahapatih Ki Pasung Gerigis, bertempat tinggal di Tengkulak, Patih Kebo Iwa bertempat di Blahbatuh, keturunan Kyai Karang Buncing, Demung I Udug Basur, Tumenggung Ki Kala Gemet, Menteri Girikmana – Ularan berdiam di Denbukit, Ki Tunjung Tutur di Tianyar, Ki Tunjung Biru berdiam di Tenganan, Ki Buan di Batur, Ki Tambiak berdiam di Jimbaran, Ki Kopang di Seraya, Ki Kalung Singkal bertempat tinggal di Taro. Sri Gajah Waktera menentang dan tidak bersedia tunduk dibawah kekuasaan Majapahit, sehingga menimbulkan ketegangan antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Bali Aga mungkin tidak sebesar kerajaan Majapahit, namun meskipun tergolong dalam kereajaan kecil kerajaan Bali Aga memiliki seorang panglima yang kehebatannya setara dengan Gajah Mada sehingga menjadikan kerajaan Bali Aga sangat di segani oleh para musuhnya. Karena memiliki seorang panglima perang yang sangat kuat, itulah salah satu alasan mengapa kerajaan Bali Aga enggan tunduk di bawah naungan kerajaan Majapahit untuk menjadi satu dalam Nusantara. Alasan itulah yang pada akhirnya membuat kerajaan Bali Aga selalu berusaha di runtuhkan oleh kerajaan Majapahit yang di komandoi oleh patih Gajah Mada.

Pada masa ekspansi militer Majapahit ke arah timur Nusantara, tersebutlah sosok Panglima militer Kerajaan Bedahulu (Bali Aga) yang dengan gagah berani menghadang pasukan Gajah Mada dan pasukan Arya Damar untuk masuk ke Bali. Mereka beradu kekuatan hingga pihak Majapahit menyadari kekuatan Panglima ini tidak dapat dikalahkan hanya dengan sebuah perang tanding. Alhasil, sosok ksatria tersebut naik daun di Nusantara dan menjadi momok bagi siapa saja yang ingin berperang dengan Bali, tidak terkecuali Majapahit sendiri. Peristiwa ini terjadi sekitar pertengahan abad 13 Masehi. Panglima Perkasa dari Bali tersebut dikenal dengan nama Kebo Iwa (1324M-1343M).

Namun di dalam perang diperlukan juga strategi, tidak hanya sekedar otot dan kepalan tangan. strategi militer dan taktik merupakan bagian terpenting dalam perang. Pintar dan Cerdik adalah landasannya. Hal inilah yang dilakukan oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi beserta petinggi-petinggi Majapahit dalam mengatasi Kebo Iwa. Dengan penuh taktik, secara bertahap akhirnya kemenangan di genggam Wilwatika (Majapahit) sekitar tahun1343 Masehi. Mahapatih pencetus istilah "Bhineka Tunggal Ika" tersebut dapat menaklukkan Bali dan seutuhnya berada di bawah kerajaan Majapahit.

Ada hal menarik dan mengharukan yang terjadi antara Gajah Mada dan Kebo Iwa pada masa penaklukan Bali. Kisah ini sebenarnya beragam versi, namun dari rujukan beberapa sumber, kira-kira seperti ini ceritanya :
Kita ketahui bahwa Majapahit sangat kesulitan dalam menaklukkan Bali. Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dan Mahapatih beserta para menteri pun mengadakan rapat besar-besaran. Fokus permasalahan tersebut pada sosok terkuat di Kerajaan Bedahulu (Bali) yaitu Kebo Iwa atau dikenal Kebo Taruna atau Kebo Wandira. Rapat akhirnya memutuskan bahwa momok menakutkan dari Bali itu harus disingkirkan terlebih dahulu. Sebagai langkah awal siasat yaitu Ratu Wilwatikta mengutus Gajah Mada pergi ke Bedahulu (Bali) untuk melakukan perdamaian. Tipu muslihat tersebut berhasil dengan sepusuk surat ti tangan Majapahit, isinya tak lain adalah tanda tangan pemohonan damai dan diplomasi kenegaraan.

Sesampainya di Sukawati, Gianyar, Bali. Patih Gajah Mada dijemput oleh Ki Pasung Grigis yang sudah mengetahui perihal kedatangan Patih Gajah Mada. Pesan kepada Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten (Raja Bedahulu) tersampaikan. Umbul-umbul tertancap di Tanah Bali. Hingga beberapa pekan terlewati, suasana kedua belah pihak tampak tenang, tak ada pertumpahan darah lagi. Setidaknya untuk beberapa saat. Gajah Mada dengan ambisi Sumpah Palapanya dan Kebo Iwa sebagai Ksatria yang berjanji menjaga negaranya pasti akan berbenturan. Akan ada yang menjadi arang ataupun abu.

Kisah Haru : tangis sesal sang perkasa. Suatu saat Kebo Iwa di undang ke Jawa untuk membantu mengatasi kekeringan yang melanda bumi Majapahit, karena atmosfer kedua belah pihak menurut Kebo Iwa sudah damai, Ksatria Bedahulu berangkat dengan di jemput oleh Patih Gajah Mada dan beberapa prajurit. Sesuatu luar biasa terjadi di Majapahit, saat Kebo Iwa diminta untuk menunjukkan kesaktiannya kepada rakyat Majapahit sekaligus untuk menemukan sumber mata air. Dengan sukarela panglima agung itu menggali tanah dengan tenaga dalamnya. Lubang terbentuk sangat dalam dengan waktu yang singkat. Kembali pada fokus taktik negara, Gajah Mada bersama prajuritnya serempak menimbun lubang tersebut. Mengubur Panglima Agung dan perkasa itu hidup-hidup.

Keseluruhan skenario itu berjalan dengan mulus, tetapi Mahapatih menyayangkan akan kejadian itu. Sosok perkasa Kebo Iwa/Kebo Taruna yang konon pernah mengukir batu dengan kuku tangannya di Bali harus berakhir seperti ini dan tidaklah ksatria jika pertarungan akan dimenangkan dengan cara tidak sehat namun akan lebih rendah lagi apabila wibawa dari sumpah suci yang menaungi negara sehebat Majapahit harus roboh. Tapi cerita tidak berakhir sampai disini, seketika bumi bergetar hebat dan tanah berhamburan dari timbunan lubang itu. Sosok panglima ini dengan gagahnya seperti Kresna yang mengangkat gunung ataupun Jatayu yang menantang sang surya.

Gajah Mada dan seluruh orang yang menyaksikan terkesima. Pertarungan tak terelakkan, ambisi sang penutur Sumpah Palapa benar-benar bertabrakan dengan Ksatria dari Tanah Bali tersebut. Perkelahian sengit pecah dengan waktu yang tidak singkat. Jurus demi jurus, tameng-tameng terbelah, senjata berhamburan, tidak sedikit prajurit yang gugur. Gemuruh bumi bak dihentak ratusan karbau dan gajah, namun lambat laun mata hati Kebo Iwa pun nyata melihat Sumpah Palapa dalam pertempuran itu. Nusantara memang harus bersatu.

Hatinya melayang membayangkan masa depan yang dipenuhi Sang Saka Merah Putih, dari sabang sampai merauke bersatu menumpas kaum asing. Bhineka Tunggal Ika, berkumandang di antara jabat tangan anak bangsa. Akhirnya sifat ksatria mempertanyakannya, iya mencari jalan keluar. Solusi terbaiknya saat itu adalah mengorbankan dirinya. Secara implisit Kobo Iwa menunjukkan kelemahannya pada gajah mada dengan menyiramkan kapur ke badannya. Maka seketika maksud Kebo Iwa terbaca oleh Gajah Mada dan secara bertahap Kebo Iwa dapat dikalahkan.

Kembali Gajah Mada menyesali kematian Kebo Iwa, namun kali ini harunya membuat ia berjanji akan menjaga keutuhan Bali dan Nusantara sampai akhir hayatnya. Darah yang tumpah dari kedua tokoh  besar saat pertarungan itu memang tidak mengalir begitu saja. Darah mereka mengental di seluruh Nusantara, membuat Sang Saka Merah Putih makin merah oleh darah mereka dan putih akan tulang mereka. Kematian Kebo Iwa adalah isyarat persatuan bangsa dan Kebo Iwa adalah pelicin Sumpah Palapa.

Demikian kira-kira kisah perjalanan singkat hubungan Mahapatih Gajah Mada dengan Kebo Iwa/Kebo Taruna. Kisah hubungan mereka abadi sebagai kisah yang melegenda, khususnya di wilayah Bali dan Jawa Timur. Hanya saja cerita yang berkembang di kedua wilayah tersebut agak berbeda, dalam hal ini beberapa pendapat mengatakan karena banyak sejarah yang dibelokkan saat jaman penjajahan Belanda di Indonesia, bukan lain untuk memecah belah kesatuan Bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar