Translate

Sabtu, 07 April 2018

Hutan Sancang Yang Penuh Misteri

Dalam peradaban tatar Sunda, Kabupaten Garut pada umumnya, khususnya wilayah Garut selatan kurang begitu diperhatikan. Terlebih jika dikaitkan dengan kerajaan atau dengan isu penyebaran ajaran Islam. Sebab, dipungkiri ataupun tidak, di wilayah Kabupaten Garut tidak pernah berdiri kerajaan besar sekaliber Galuh Pakuan, Sumedang Larang, Pajajaran, Kasepuhan dan Banten. Akan tetapi, realitas tersebut tidak menutup kemungkinan kalau di wilayah Garut pernah berdiri kerajaan kecil yang dijadikan basis penyebaran agama Islam di wilayah Garut Selatan yang terjadi sekira awal abad ke 13.

Kota Garut tempo dulu  dibagi menjadi tiga distrik
1. distrik Garut kota
2. Distrik limbangan
3, distrik kandang wesi.

Di kandang wesi memiliki hutan yang sangat luas dengan nama leuweung sancang, leuweung Sancang, pada saat itu kawasan leuweung sancang sangatlah luas sebelah barat hingga ke ranca buaya ,sebelah utara hingga gunung gelap dan tegal siawat-awat di kawasan pakenjeng, ketimur sampai ke cikaengan perbatasan tasik Malaya (sekarang). Leuweng sancang memiliki mitos yang sangat melegendaris di tatar sunda dengan kemunculan maung bodas dan lodaya sakti, maka hingga kini sancang dikenal memiliki macan jejadian/ (maung kajajaden).

Di tengah-tengah kehidupan masyarakat dipercaya bahwa nama Sancang memiliki arti khusus. Susunan huruf tersebut memiliki arti bahwa,
Huruf S, sebagai wujud dari Sasakala Asal-Usul cerita sesepuh urang-urang sadaya, yang berarti hutan Sancang merupakan tempat asal usul nenek moyang kita semua.
Huruf A, sebagai wujud dari anu luhur tur ngahiang, yang berarti daerah Sancang adalah daerah keramat dan sejak zaman dahulu sudah dikenal.
Huruf N, sebagai wujud dari Nyata sarta talapakuran tah ku aranjeun manungsa, yang berarti hutan Sancang adalah nyata dan perlu untuk dikaji oleh setiap manusia.
Huruf C, sebagai wujud dari cacandran carita sesepuh urang sadaya, yang berarti Sancang adalah asal usul cerita tentang nenek moyang kita.
Huruf A yang kedua merupakan wujud dari Aya nya carita pasundan yang berarti asal mula dari kerajaan Pasundan dan Padjajaran.
Huruf N, sebagai wujud dari Negeri Padjajaran tilas Siliwangi, yang berarti hutan Sancang merupakan salah satu wilayah negeri Padjajaran peninggalan Siliwangi.
Terakhir, huruf G, merupakan wujud dari Goib di Sancang Pameungpeuk Garut yang berarti hutan Sancang mempunyai cerita gaib dan setiap manusia harus mempercayai hal gaib seperti Tuhan Yang Maha Esa, yang sifatnya gaib.

Terlepas dari itu Sancang dikenal keseluruh nusantara bahkan kedunia sekalipun.Karena sejak jaman kerajaan salaka ngara dan Taruma nagara sancang yang memiliki  situs-gunung-nagara     sudah di jadikan tempat peristirahatan raja-raja dari kedua kerajaan tersebut.

Sancang sudah bayak dikenal berbagai kalangan namun tidak tahu mana-mana saja Sancang itu, orang tahu bahwa sancang ada sancang satu , sancang dua, tiga dan seterusnya. Namun secara detailnya masih banyak yang belum mengetahuinya.
Sancang satu  mulai dari Ranca buaya sampai ke sungai Cikaso,
Sancang dua mulai dari Sungai Cikaso sampai ke Sungai Cibaluk,
Sancang tiga mulai dari Sunga Cibaluk sampai Ci balieur dan Cigandawesi,
Sancang Empat mulai Ciganda wesi sampai Cipareang,
Sancang lima mulai cipareang sampai Cibako,
Sancang  enam, tujuh delapan dan Sembilan mulai dari Cibako sampai ke Karang Gajah  dan Cikaengan.

Di setiap Sancang ada banyak situs makam makam kuno, yang paling  banyak menyimpan situs pemakaman di Sancang Utama atau Sancang  Satu yaitu SITUS GUNUNG NAGARA dan Makam Prabu Gesan Ulun di bukit Sayang heulang dan masih banyak yang saya tidak sebutkan di sini.

Berbicara tentang gunung, pikiran kita tertuju pada sebuah gunung cukup tinggi. Sebenarnya, Gunung Nagara bukanlah gunung dalam artian para pecinta alam. Ia lebih merupakan bukit yang memiliki keragaman flora cukup unik. Di tempat tersebut masih banyak terdapat pohon burahol, menyan, kananga, bintanu, kigaru, binong serta masih banyak jenis tumbuhan lainnya yang mungkin secara ilmiah belum dikenal, dan belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia.

Kekayaan fauna juga dimiliki hutan Gunung Nagara. Kalau kebetulan, kita akan menemukan burung rangkong (Buceros rhinoceros) yang sedang asyik berduaan bersama pasangannya di atas pohon yang cukup tinggi. Tubuhnya yang cukup besar diperindah dengan mahkota. oranye di atas kepalanya. Bagi yang pertama kali menemukan burung ini, mungkin akan merasa aneh, sebab ketika burung tersebut akan terbang, biasanya memberi aba-aba dengan suara “gak” yang keras mirip suara monyet. Lantas, ketika sudah tinggal landas, kepakan sayapnya mengeluarkan suara yang dramatis. Selain burung Rangkong, masih terdapat hewan langka lainnya semisal kambing hutan, landak, kucing hutan, macan kumbang, walik, surili, dan beragam jenis kupu-kupu.

Sesampainya di puncak Gunung Nagara, secara langsung kita telah sampai di kompleks pemakaman. Tempat itu dikenal dengan pusaran ka hiji (kompleks pertama dikenal dengan nama Padepokan Gunung Nagara) yang di tempat ini terdapat dua puluh enam kuburan. Kuburan-kuburan tersebut relatif besar-besar. Setiap kuburan dihiasi batu “sakoja” dan batu nisan. Dinamai sakoja, karena batu tersebut berasal dari sungai Cikaso diambil dengan menggunakan koja (kantong). Kalau kita perhatikan secara seksama, komplek pekuburan tersebut tersusun secara rapi membentuk sebuah struktur organigram. Lima belas meter ke arah utara, terdapat kuburan yang dikenal dengan pusaran kadua. Di tempat ini hanya terdapat dua kuburan. Sekitar dua kilometer ke arah utara, terdapat kuburan yang dikenal dengan pusaran katilu yang hanya terdiri dari dua kuburan. Konon kabarnya, kuburan ini merupakan kuburan Embah Ageung Nagara dan patihnya.

Menurut Kepala Desa Sukanegara, tiga pusaran tersebut melambangkan Alquran yang terdiri dari 30 juz. Pusaran pertama yang terdiri dari 26 kuburan melambangkan bagian Mufassal (surat-surat) pendek, pusaran kedua melambangkan al-mi’un dan pusaran ketiga melambangkan sab’ul matsani. Oleh sebab itu, tidak diperbolehkan menambah kuburan. Lebih lanjut, ia mengatakan kalau pada pusaran pertama itu terdiri dari para pengikut/pengawal yang salah satu di antaranya perempuan, pusaran kedua diyakini sebagai makam asli Prabu Eyang Brajasakti dan istrinya Ratu Gondowoni, dan pusaran ketiga merupakan kuburan Prabu Siliwangi dan patihnya. Sebenarnya, jika kita mau melanjutkan perjalanan ke arah utara, kita akan menemukan sebuah kuburan yang terpisah, konon kabarnya kuburan tersebut merupakan kuburan seorang berbangsa Arab (Syeh Abdal Jabar).

Dalam sebuah riwayat sebenarnya situs Gunung Nagara terdiri atas beberapa peninggalan dalam bentuk barang. Namun sayang, naskah aslinya terbakar manakala gorombolan (DI/TII) menyerang Kampung Depok, sedangkan beberapa naskah lainnya yang tersisa dan barang-barang peninggalan sudah menjadi milik orang Tasik. Barang-barang yang masih ada, terpencar diperseorangan. Bagi para peziarah yang terbiasa melakukan semedi, disyaratkan baginya untuk melakukan ritual mandi di Sumur Tujuh. Sumur tersebut berada sekira setengah kilometer ke arah lembah. Sumur itu berada tepat didekat sungai kecil. Sebenarnya, sumur itu merupakan kubangan-kubangan kecil akibat dari resapan air.

Di Sancang dua terdapat situs  MAUNG BODAS & MUNDING BODAS.
Di Sancang tiga ada situs Makam Eyang Ghozali.
Di Sancang empat terdapat situs Eyang Salatim
Di sancang lima dan seterusnya  ada situs makam Pandita Rukmin , eyang rukman tara dan rukmantiri dan sebagainya.

Yang paling diburu oleh Peziarah adalah kayu kaboa  konon kalau orang yang ada bagian maka akan mendapatkan kayu Kaboa yang  dipercaya dengan khodam penjaga  sebangsa macan lodaya.

Menurut cerita dari salah seorang penduduk setempat bahwa  siapa saja yang bersemedi hingga mendapat berkah maka akan ada seseorang manusia ghoib yang datang dan siap menjadi pembantu sipertapa tersebut, dan setelah memberinya beberapa petunjuk  si ghaib tersebut akan masuk ke salah satu  pohon Kaboa dan sipertapa tersebut mengambilnya dan di bawa pulang maka kayu itu akan bisa dipergunakan untuk mengundang orang ghaib tersebut ,dan orang gahaib atau khodam tersebut akan sering menjelma menjadi Seekor Harimau dengan sebutan Maung Sancang.

Dari data-data sepintas tersebut, rasanya tidak terlalu berlebihan kalau sesungguhnya Gunung Nagara menyimpan rahasia yang harus segera dieksploitasi, baik bagi kepentingan pendidikan ataupun bagi kepentingan pariwisata. Hingga pertengahan tahun 1980-an, Hutan Sancang sebagai hutan tutupan suaka margasatwa masih terbilang utuh, tetapi pada tahun 1998 mengalami degradasi hebat seiring dengan penyerobotan dan pembalakan liar. Salah satu satwa liar penghuni Sancang, banteng, hilang lenyap tak berbekas. Mungkin satwa itu kabur ke arah Hutan Pangandaran yang masih cocok untuk habitat banteng atau mungkin bergelimpangan mati akibat dampak perusakan hutan. Nasib banteng Sancang sangat mirip dengan nasib banteng Cikepuh, Kabupaten Sukabumi, yang juga rusak terkena penyelewengan eforia reformasi.

Area Hutan Sancang kini menyempit karena sebagian terkena pembangunan jalur jalan lintas selatan. Kondisi keamanannya sangat rawan. Kekayaan flora dan faunanya juga sangat menyusut. Selain kehilangan banteng, Sancang juga kehilangan berbagai jenis burung langka, seperti rangkong dan julang, serta harimau, baik maung Sancang maupun maung Lodaya. Jenis kayu werejit yang getahnya mengandung racun keras ikut tumpas bersama kayu-kayu hutan tropis heterogen lainnya. Yang masih tersisa dari Hutan Sancang mungkin hanya legenda dan mitos, yang juga mulai tergerus waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar