Setelah Majapahit mampu menaklukan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan menggabungkanya kedalam wilayah kekuasaanya rupanya ambisi Majapahit untuk menjadi Super Power di Nusantara semakin menanjak. Madura, Bali, Lombok selanjutnya ditaklukanya.
Tidak sampai situ saja, Kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah ditaklukannya, Jawa Baratpun demikian tapi sayang reputasi Majapahit dalam menaklukan Kerajaan Sunda ini terbilang memalukan karena diperoleh dengan cara-cara pengecut.
Tidak puas dengan penaklukan Negeri-negeri dipulau Jawa dan negeri-negeri di Timur pulau Jawa, Majapahit kemudian terus mengembangkan sayapnya ke wilayah barat Pulau Jawa, dengan mecoba melakukan Invasi ke Negeri-negeri yang ada di Pulau Sumatra.
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan mengenai peristiwa Invasi Majapahit ke berbagai Kerajaan di Nusantara sejauh ini masih bersumber dari tutur tinular (Cerita Rakyat Yang Tak Tertulis) serta naskah-naskah kelasik Nusantara, seperti kisah penaklukan Bali dan Lombok bersumber dari tutur tinular. Penaklukan Sunda bersumber dari Naskah Kidung Sundayana, Pararaton dan lain sebagainya.
Adapun naskah-naskah yang dijadikan sumber cerita mengenai Invasi Majapahit ke Pulau Sumatra diantaranya adalah Naskah Hikayat Raja-Raja Pasai, Tambo Minang dan Naskah Melayu Salatusalatin. Meskipun demikian selain naskah-naskah yang telah disebutkan di atas yang menceritakan kisah invasi Majapahit ke Pulau Sumatra terdapat juga bukti-bukti peninggalan seputar kedatangan orang-orang Majapahit ke Pulau ini, seperti petilasan-petilasan atau makam Gajahmada di Aceh, dan lain sebagainya.
Selain sumber primer dalam bentuk Naskah dan Kisah Rakyat, ada juga sebenarnya buku-buku sejarah yang dibuat oleh para Sejarahwan Nasional yang mengulas tentang peristiwa Invasi Majapahit ke Sumatra diantaranya buku Sejarah karya Slamet Muljana (2005:140) yang berjudul “Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara” dalam buku ini sedikit banyak dikupas mengenai Invasi Majapahit ke Sumatra.
Latar belakang invasi Majapahit ke Sumatra dimulai dari peristiwa bunuh dirinya Puteri Majapahit setelah gagal menikah dengan Pangeran Kesultanan Pasai. Diceritakan yang menjadi Sultan Pasai waktu itu adalah Ahmad Malik Az-Zahir (Mulai Bertahta Pada 1349) beliau merupakan seorang Raja yang berakhlak buruk, beliau mempunyai dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, yang laki-laki bernama Tun Beraim Bapa Dan Tun Abdul Jalil Sementara yang perempuan bernama Tun Medan Peria dan Tun Takiah Dara. Sultan Ahamd Malik Az-Zahir diceritakan melakukan perbuatan keji dengan mencoba memperkosa kedua anak perempuannya sendiri, mendapati gelagat buruk dari ayahnya itu anak Sulung Sultan (Tun Beraim Bapa) melarang bapaknya, namun demikian bukannya sadar malah kemudian Sultan membunuh anak pertamanya itu dengan meracuninya. Selepas meninggalnya anak sulung Sultan yang sekaligus digadang-gadang menjadii pewaris tahta Kesultanan Pasai itu, kedua puteri Sultan merasa ketakutan terhadap bapaknya sendiri hingga akhirnya keduanya kemudian bunuh diri dengan meminum Racun (Russell Jones, Hikayat Raja Pasai, 1999:35-56).
Setelah kematian 2 putri dan 1 putra mahkotanya, otomatis Sultan Ahmad Malik Az-Zahir hanya tinggal memiliki satu anak laki-laki lagi yaitu Tun Abdul Jalil , anak ini kemudian dijadikan sebagai putra mahkota menggantikan kakanya yang telah tiada. Pada masa ini (Tahun 1350-1360), Majapahit yang berpusat dijawa mengirimkan delegasinya ke Pasai untuk menjalin hubungan kekeluargaan dengan cara menikahkan Puteri Majapahit yang bernama Raden Galuh Gemerencang dengan Putra mahkota Pasai yaitu Tun Abdul Jalil.
Namun demikian bukannya senang karena sang Putera Mahkota akan menikah dengan puteri Majapahit yang rupawan, rupa-rupanya Sultan Ahmad Malik Az-Zahir justru meninginkan sang Puteri itu untuk dikawininya, maka disusunlah rencana jahat untuk membunuh Tun Abdul Jalil.
Tun Abdul Jalil kemudian dibunuh oleh orang Suruhan Bapaknya dengan cara ditenggelamkan, sementara itu mendapati calon suaminya terbunuh oleh Bapaknya sendiri, sang Putri Raden Galuh Gemerencang kemudian bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke dasar laut.
Setelah peristiwa itu, kemudian Raja Majapahit menjadi sangat murka, dan berjanji akan melululantakan Pasai. Menghadapi hal semacam ini, Gajahmada sebagai Patih Majapahit kemudian memanfaatkan susana ketegangan dengan membangun armada laut besar-besaran dengan harapan armadanya yang kuat itu mampu menaklukan Pasai dan sekaligus melakukan penaklukan pada kerajaan-kerajaan di seluruh Sumatera secara serentak. Mungkin dalam fikirnya, "inilah kesempatan bagus untuk mewujudkan sumpah Palapa".
Dengan ratusan Kapal Perang dan puluhan Ribuan pasukan perang handalnya tentara Majapahit kemudian bertolak menuju Pasai untuk melakukan penggempuran. Sesampainya di Pasai, maka kemudian perangpun meletus. Pasukan Majapahit berhasil membuat pasukan Pasai Porak Poranda, Ibukota Raja dikuasai. namun demikian, ketika pasukan Majapahit kian merangsek ke pusat istana, Sultan Ahmad Malik Az-Zahir terpaksa menyelamatkan diri. Ia melarikan diri ke suatu tempat bernama Menduga yang berlokasi 15 hari perjalanan dari ibukota Samudera Pasai (Jones, 1999: 57-65).
Setelah peristiwa tersebut maka takluklah Pasai dibawah majapahit. Majapahit kemudian membawa banyak rampasan perang dari Pasai, serta juga membawa orang-orang pandai dan ulama dari Negeri ini. Untuk urusan selanjutnya kemudian Majapahit mengangkat Pemimpin Baru di pasai yaitu Ratu/Sultanah Nahrasiyah/Nur Illah Sebagai Sultanah pertama di Pasai.
Banyak makam – makam para pemimpin kerajaan Samudra Pasai yang merupakan bukti nyata adanya kerajaan Samudra Pasai. Beberapa makam terseut adalah :
a. Makam Sultan Malik AL-Saleh
Makam Malik Al-Saleh terletak di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Nisan makam sang sultan ditulisi huruf Arab.
b. Makam Sultan Maulana Al Zhahir
Malik Al-Zahir adalah putera Malik Al- Saleh, Dia memimpin Samudera Pasai sejak 1287 hingga 1326 M. Pada nisan makamnya yang terletak bersebelahan dengan makam Malik Al-Saleh, tertulis kalimat; Ini adalah makam yang dimuliakan Sultan Malik Al-Zahir, cahaya dunia dan agama. Al-Zahir meninggal pada 12 Zulhijjah 726 H atau 9 November 1326.
c. Makam Nahriyah
Nahrisyah adalah seorang ratu dari Kerajaan Samudera Pasai yang memegang pucuk pimpinan tahun 1416-1428 M. Ratu Nahrisyah dikenal arif dan bijak. Ia bertahta dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Harkat dan martabat perempuan begitu mulia pada masanya sehingga banyak yang menjadi penyiar agama pada masa tersebut. Makamnya terletak di Gampông Kuta Krueng, Kecamatan Samudera ± 18 km sebelah timur Kota Lhokseumawe, tidak jauh dari Makam Malikussaleh . Surat Yasin dengan kaligrafi yang indah terpahat dengan lengkap pada nisannya. Tercantum pula ayat Qursi, Surat Ali Imran ayat 18 19, Surat Al-Baqarah ayat 285 286, dan sebuah penjelasan dalam aksara Arab yang artinya, “Inilah makam yang suci, Ratu yang mulia almarhumah Nahrisyah yang digelar dari bangsa chadiu bin Sultan Haidar Ibnu Said Ibnu Zainal Ibnu Sultan Ahmad Ibnu Sultan Muhammad Ibnu Sultan Malikussaleh, mangkat pada Senin 17 Zulhijjah 831 H” (1428 M).
d. Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Teungku Sidi Abdullah Tajul Milah berasal dari Dinasti Abbasiyah dan merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir yang meninggalkan negerinya ( Irak ) karena diserang oleh tentara Mongolia. Beliau berangkat dari Delhi menuju Samudera Pasai dan mangkat di Pasai tahun 1407 M. Ia adalah pemangku jabatan Menteri Keuangan. Makamnya terletak di sebelah timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya terbuat dari marmer berhiaskan ukiran kaligrafi, ayat Qursi yang ditulis melingkar pada pinggiran nisan. Sedangkan di bagian atasnya tertera kalimat Bismillah serta surat At-Taubah ayat 21-22.
e. Makam Naina Hasanuddin
Naina Hasamuddin wafat pada bulan Syawal 823 H ( 1420 M ). Makam beliau terletak di Gampong Mns. Pie Kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara , dalam komplek makam terdapat 12 batu pusara. Situs makam ini berhiaskan ornamen dan kaligrafi ayat Kursi di atas batu pualam, ditambah dengan sepotong sajak berbahasa Parsi berisikan petuah mati bagi yang hidup, Sajak tersebut ditulis penyair Iran Syech Muslim Al-Din Sa’di (1193-1292) yang diterjemahkan oleh sejarawan Ibrahim Alfian: Tiada terhitung bilangan tahun melintasi bumi, Laksana mata air mengalir dan semilir angin lalu, Bila kehidupan hanyalah separangkat kumpulan hari-hari manusia, Mengapa penyinggah bumi ini menjadi angkuh? Oh, sahabat! Jika kau lewat makam seorang musuh, Janganlah bersuka cita, sebab hal yang sama jua akan menimpamu, Wahai yang bercelik mata dengan kesombongan, Debu-debu akan merasuki tulang belulang Laksana pupur cetak memasuki kotak penyimpanannya. Barangsiapa menyombongkan diri dengan hiasan bajunya, Esok hari jasadnya yang terkubur hanya tinggal menguap.
Dunia sarat persaingan dan sedikit kasih sayang, Ketika tersadar ia terkapar tanpa daya.
Demikianlah sesungguhnya jasad yang kau lihat terbujur berkalang tanah Barang siapa memenuhi peristiwa penting ini dari kehidupannya nanti, Kemanakah ia harus menghindar? Tak ada yang mampu memberi pertolongan, kecuali amal shaleh. Saidi bernaung dibawah bayang Allah yang maha pemurah Yaa Rabbi, janganlah siksa hambamu-Mu yang malang dan tak berdaya ini Dosa senantiasa berasal dari kami, sedang engkau penuh limpahan belas kasih.
f. Makam Perdana Menteri
Situs ini disebut juga Makam Teungku Yacob. Beliau adalah seorang Perdana Menteri pada zaman Kerajaan Samudera Pasai sehingga makamnya digelar Makam Perdana Menteri. Beliau mangkat pada bulan Muharram 630 H (Augustus 1252 M). Di lokasi ini terdapat 8 buah batu pusara dengan luas pertapakan 8 x 15 m. Nisannya bertuliskan kaligrafi indah surat Al-Ma’aarij ayat 18-23 dan surat Yasin ayat 78-81.
Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
Makam Said Syarif
Makam Teungku Diboih
Makam Teungku Di Iboih adalah milik Maulana Abdurrahman Al-Fasi. Sebagian arkeolog berpendapat bahwa makam ini lebih tua daripada makam Malikussaleh. Makam ini terletak di Gampông Mancang, Kecamatan Samudera ± 16 km sebelah Timur Kota Lhokseumawe. Batu nisannya dihiasi dengan kaligrafi yang indah terdiri dari ayat Qursi, surat Ali Imran ayat 18, dan surat At-Taubah ayat 21-22.
g. Makam Batte
Makam ini merupakan situs peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai. Tokoh utama yang dimakamkan pada Situs Batee Balee ini adalah Tuhan Perbu yang mangkat tahun 1444 M.
Lokasi di desa Meucat Kecamatan Samudera ± sebelah Timur Kot Lhokseumawe. Diantara nisan-nisan tersebut ada yang bertuliskan kaligrafi yang indah yang terdiri dari surat Yasin, Surat Ali Imran, Surat Al’Araaf, Surat Al-Jaatsiyah dan Surat Al-Hasyr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar