Translate

Senin, 23 November 2015

Ujian Musibah Dan Ujian Kenikmatan Harus Dengan Kesabaran

Tak ada jalan yang tak berkelok Tak ada lautan yang tak berombak. Tak ada ladang yang tak beronak. Di mana ada kehidupan pasti di situ ada ujian dan cobaan. Demikianlah sekelumit tentang sketsa kehidupan dunia yang fana ini. Allah Subhanahu wata’ala menjadikannya sebagai medan tempaan (darul ibtila’), untuk menguji kualitas kesabaran dan penghambaan segenap hamba-Nya.

Al-Imam Ibnul Qayyim Al-jauziyah rahimahumallah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wata’ala pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)
Setiap manusia tidak lepas dari ujian, dan ketika mendapat ujian serta musibah seorang muslim diwajibkan untuk bersabar, menahan perasaan sehingga menerima apa yang telah Allah takdirkan, menahan lisan sehingga tidak mengucapkan perkataan kecuali yang diridhai oleh Allah Ta’ala, menahan anggota tubuh sehingga tidak melakukan kecuali yang diridhai oleh Allah Ta’ala meskipun ujian dan musibah bertubi-tubi menimpanya.

Alhamdulillah, ternyata salah satu buah manis dan manfaaat yang sangat luar biasa dari beriman kepada takdir Allah adalah membuat seseorang lebih bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah dunia. 

Coba perhatikan ayat dan hadits serta penjelasan para ulama  di bawah ini:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [التغابن: 11]

Artinya: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. At Taghabun: 11.

Syaikh Abdurrahman bin Nashi As Sa’di rahimahullah berkata:

وقال تعالى: {وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ} [التغابن: 11] فهذه هداية عملية، هداية توفيق وإعانة على القيام بوظيفة الصبر عند حلول المصائب إذا علم أنها من عند الله فرضي وسلم وانقاد

“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertunjuk kepada hatinya”, ini adalah petunjuk yang berupa amaliyah, petunjuk berupa taufik dan pertolongan untuk melakukan kewajiban sabar ketika datangnya musibah-musibah jika ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, menerima dan taat.” Lihat kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Quran, 1/49.

Abu Al Laits Nashir bin Muhammad As Samarqandi (w: 373) berkata:

 وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يعني: يصدق بالله على المصيبة، ويعلم أنها من الله تعالى، يَهْدِ قَلْبَهُ يعني: إذا ابتلي صبر، وإذا أنعم عليه شكر، وإذا ظلم غفر. وروي، عن علقة بن قيس: أن رجلاً قرأ عنده هذه الآية، فقال: أتدرون ما تفسيرها؟ وهو أن الرجل المسلم، يصاب بالمصيبة في نفسه وماله، يعلم أنها من عند الله تعالى، فيسلم ويرضى. ويقال: مَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ للاسترجاع يعني: يوفقه الله تعالى لذلك. وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ أي: عالم بثواب من صبر على المصيبة.

“Dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah” maksudnya adalah mempercayai Allah dengan datangnya musibah dan mengetahui bahwa hal tersebut dari Allah Ta’ala, nicaya “Allah akan memberikan petunjuk kepada hatinya”, maksudnya adalah jika ia diuji maka ia bersabar dan jika ia diberi nikmat maka ia bersabar dan jika ia melakukan kezhaliman maka ia mengampuni, dan diriwayatkan, dari ‘Alqamah bin Qais bahwa pernah seseorang membaca dihadapannya ayat ini, lalu ‘Alqamah bin Qais bertanya: “Apakah kalian mengetahui tafsirannya?, ia adalah seorang muslim yang tertimpa musibah pada diri dan hartanya, ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah Ta’ala, maka ia akan menerima dan meridhainya, dan dikatakan (juga) bahwa makna “Barangsiapa yang beriman niscaya ia akan memberikan petunjuk kepada hatinya”, adalah untuk mengucapkan istirja’ (ucapan إنا لله وإنا إليه راجعون) yakni Allah Ta’ala akan memberikan petunjuk akan hal itu. Dan maksud dari “Dan Allah mengetahui segala sesuatu”, yaitu (Allah) Maha mengetahui akan pahala bagi seorang yang bersabar atas musibah.”  Lihat kitab Tafsir As Samarqandi, 3/457.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

    وما أصاب العبد من المصائب فعليه أن يسلم فيها لله، ويعلم أنها مقدرة عليه، كما قال/ تعالى : { مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ } [ التغابن : 11 ] قال علقمة ـ وقد روي عن ابن مسعود : هو الرجل تصيبه المصيبة فيعلم أنها من عند الله فيرضى ويسلم . فالعبد مأمور بالتقوي والصبر، فالتقوى : فعل ما أمر به . ومن الصبر، الصبر على ما أصابه، وهذا هو صاحب العاقبة المحمودة،

“Dan apa saja yang didapati oleh seorang hamba dari musiba-musibah, maka hendaklah ia menerimanya karena Allah dan mengetahui bahwa hal itu telah ditakdirkan atasnya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala: “Tidak ada musibah yang didapati seorang hamba meainkan dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberikan petunjuka kepada hatinya.” QS. At Taghabun:11.  ‘Alqamah berkata: dan terlah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau berkata: “Ia adalah seseorang yang tertimpa musibah, lalu ia mengetahui bahwa hal tersebut berasal dari Allah maka ia ridah dan menerima.” Jadi, seorang hamba diperintahkan untuk bertakwa dan bersabar, takwa adalah mengerjakan apa yang diperintahkan dan termasuk dari kesabaran adalah bersabar atas apa yang menimpanya, dan ini adalah seorang yang mendapatkan ujuang yang terpuji.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 5/113.

Sekarang, mari perhatikan hadits-hadits berikut:

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا - أَوِ ابْنًا لَهَا - فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »

Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” HR. Muslim.

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits di atas:

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya adalah perintah untuk sabar dan menerima terhadap takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya adalah bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini adalah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Jadi semestinya kalian tidak gelisah sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau pinjaman. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya” adalah bersabarlah dan jangan mengeluh, karen setiap yang datang telah ditentukan batas waktunya, maka mustahil pemdahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini termasuk dari pokok-pokok ajaran Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta adab-adabnya. Lihat kitab Al Minhaj Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 6/225.

Ali Muhammad Ash Shallabi hafizhohullah:

Dan dari buah manis dari beriman takdir adalah bersabar ketika datangnya musibah-musibah, maka seorang yang beriman dengan takdir ia tidak akan dikuasai sifat gelisah, resah dan tidak menyambutnya dengan menggerutu dan kepanikan, akan tetapi menyambut musibah-musibah setahun dengan sikap tegar, seperti teguhnya gunung-gunung, sungguh telah tetap pada leher-lehernya, Allah berfirman:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23) } [الحديد: 22 - 24]

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” QS. Al Hadid: 22-24.

Maka beriman kepada Al Qadar termasuk dari obat yang paling hebat yang menolong seorang beriman untuk menghadapi keadaan sulit, musibah dan bala, dan ini adalah salah satu buah dari buah yang paling agung dari beriman kepada takdir.” Lihat kitab Al Iman Bi Al Qadar.

Dan bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan doa kepada para shahabat radhiyallahu ‘anhum untuk menghadapi rasa gundah gelisah, resah dengan doa yang di dalamnya di kaitkan dengan beriman kepada takdir:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, sedih, lalu ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang perempuan), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu telah tetap padaku dan qadha-Mu adalah adil untukku, aku memohon kepada-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu gaib milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” HR. Ahmad.

Setelah semua penjelasan di atas, maka kita tidak heran jika seorang beriman berhadapan dengan ujian musibah apapun bentuknya betatpun beratnya, ia sangat kokoh, kuat tegar sabar, tidak mudah patah arang, patah semangat apalagi sampai putus asa. Dan inilah salah satu buah termanis dari beriman kepada takdir.

Dan kebalikannya, seorang kafir, jika berhadapan dengan ujian atau musibah padahl sangat kecil, remeh dan ringan, ia cepat sekali rapuh, lemah, lembek, mudah patah arang dan selalu berputus asa. Dan ini terbukti, di Negara-negara kafir banyak sekali orang-orang yang bunuh diri gara-gara hanya sedikit mendapatkan sandungan dalam hidup, hal ini karena mereka tidak beriman kepada takdir sehingga tidak merasakan bauh manisnya.

Penjelasan seterusnya adalah "kesabaran menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit, berat, pahit yang harus diterima dengan dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan kesimpulan tersebut para agamawan muslim merumuskan pengertian sabar dalam Islam adalah "menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik (luhur)"."

Sabar adalah sesuatu yang diupayakan. Bila manusia berusaha ingin kaya (di kehidupan dunia, bukan di akhirat) maka Allah akan memberikan kekayaan, sedangkan bila manusia berusaha ingin sabar, maka Allah akan memberikan kesabaran. Sesungguhnya tidak ada yang lebih baik dari mengharapkan kelapangan dan kesabaran, karena saat di akhirat akan mendapat kehidupan yang lebih baik. Agar manusia berusaha meningkatkan kesabaran, maka sebaiknya bergaul dengan orang-orang sholeh agar bisa saling menasehati tentang kesabaran.

Ciri-ciri orang sabar adalah orang yang gemetar saat mendengar nama Allah, bila mendapat cobaan berlapang dada dan tidak gelisah atau berkeluh kesah, melakukan perbuatan demi mengharap ridho Allah, mendirikan sholat, taat menjalankan ibadah (sesuai ajaran Islam), berusaha menahan hawa nafsunya untuk tidak mudah tergoda hal-hal menyesatkan di dunia, membagikan sebagian rejeki kepada yang membutuhkan, mudah memaafkan orang lain, membalas kejahatan dengan kebaikan, selalu minta ampun atas kesalahan-kesalahannya pada Allah. 

Apabila manusia mendapat bencana (antara lain takut, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa, dan cobaan hidup yang lain), hendaknya sholat dan bersikap sabar. Sesungguhnya bencana adalah ujian kesabaran bagi umat manusia dari Allah. 0rang beriman dan beramal shaleh, hanya akan mendapat pahala dari Allah apabila bersikap sabar atas semua kejadian yang tidak menyenangkan yang menimpa dirinya. Bila orang mau bersikap sabar atas bencana yang menimpa dirinya, maka Allah akan memberi ampunan atas dosa-dosanya dan pahala yang besar. Karena semua yang ada di dunia ini tidak abadi, maka orang sabar akan diberi tempat yang baik, yaitu surga, saat di akhirat kelak.


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

لَهُمْ حِينَ نَفِدَ كُلُّ شَيْءٍ أَنْفَقَ بِيَدَيْهِ مَا يَكُنْ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ لَا أَدَّخِرْهُ عَنْكُمْ وَإِنَّهُ مَنْ يَسْتَعِفَّ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَلَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ

"Jika kami memiliki kebaikan, maka kami tidak akan menyimpannya dari kalian semua, namun barangsiapa merasa cukup maka Allah akan mencukupkan baginya, barangsiapa berusaha sabar maka Allah akan menjadikannya sabar dan barangsiapa merasa (berusaha) kaya maka Allah akan mengayakannya. Dan sungguh, tidaklah kalian diberi sesuatu yang lebik baik dan lebih lapang dari kesabaran." (HR. Bukhari)


Allah berfirman

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al Ashr[103] : 3)


Allah berfirman

الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

"(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka." (QS. Al Hajj[22] : 3)


Allah berfirman

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunyadan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. Al Kahfi[18] : 28)


Allah berfirman

وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ

" Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)," (QS. Ar Ra'du[13] : 22)


Allah berfirman

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ

"Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu." (QS. Ar Ruum[30] : 60)


Allah berfirman

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. " (Asy Syuura[42] : 43)


Allah berfirman

الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ

"(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (QS. Ali Imran[3] : 17)


Allah berfirman

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah[2] : 155)


Allah berfirman

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu." (QS. Muhammad[47] : 31)


Allah berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah[2] : 153)


Allah berfirman

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ

"Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar". (QS. Al Qashash[28] : 80)


Allah berfirman

إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

"kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar." (QS. Huud[11] : 11)


Allah berfirman

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An Nahl[16] : 96)

Allah Ta’ala menyiapkan bekalan bagi setiap hamba-Nya dengan ujian hidup. Ujian hidup yang dimaksud tersebut ada dua macam, yaitu ujian yang berupa kesenangan, seperti harta kekayaan yang banyak, kesehatan, popularitas yang melambung tinggi, pangkat dan kedudukan, kecantikan, atau kepandaian. Sementara ujian yang berupa keburukan misalnya seperti kesakitan, kemiskinan, penderitaan, kematian, dan sebagainya. Dua hal tersebut merupakan ujian keimanan, sampai batas mana kemampuan seseorang untuk senantiasa taat kepada Allah dan dalam menjauhi maksiat yang dibenci-Nya. Apakah seseorang tetap dalam keimanan dan ketaqwaan bilamana diberikan pnderitaan dan kemiskinan, ataukah sebaliknya?

Pengalaman yang panjang dalam sirah mujahid membuktikan bahwa kesenangan hidup lebih cepat menjadikan seseorang itu menjadi kafir dan munafik, dibandingkan apabila ia diuji dengan kemiskinan, kesakitan dan penderitaan. Oleh karena itu kesabaran dalam menghadapi ujian merupakan barometer iman bagi seorang muslim dan mu’min.

Umar bin Khattab ra berkata,

الصَّبْرُ صَبْرَانِ: صَبْرٌ عِنْدَ الْمُصَيْبَةِ حَسَنٌ وَ أَحْسَنُ مِنْهُ الصَّبْرُ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ.

Artinya, “Sabar itu ada dua macam, sabar dalam menghadapi ujian adalah baik, tetapi yang lebih baik lagi adalah menahan diri dari perbuatan maksiat.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dalam Al-Jihad Sabiluna, Imam Ibnu Mubarak berkata,

إِنَّ الْمُصِيْبَةَ وَاحِدَةٌ, فَإِنْ جَزِعَ صَاحِبَهَا فَهُمَا إِعْنَتَانِ, لِاَنَّ إِحْدَهُمَا الْمُصِيْبَةُ بِعَيْنًا, وَاثَّانِيَاةُ ذَهَابُ أَجْرِهِ وَ هُوَ أَعْظَمُ مِنَ الْمُصِيْبَةِ.

Artinya, “Sesungguhnya musibah itu satu, apabila mengeluh maka hal itu menjadi dua, karena salah-satu dari keduanya adalah musibah itu sendiri dan yang kedua adalah hilangnya pahala, dan ia lebih besar dari musibah tersebut.”

Dan dikatakan pula,

الصَّبْرُ مِفْتَاحُ الظُّفْرِ, وَالتَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ تَعَالَى رَسُوْلُ النَّجَاحِ, وَ مَنْ لَمْ يَلْقَ نَوَاإِبَ الدَّهْرِ بِالصَّبْرِ طَالَ عَتْبُهُ عَلَيْهِ.

Artinya, “Sabar adalah kunci kemenangan dan tawakal kepada Allah adalah penyebab kesuksesan; dan barangsiapa belum pernah menghadapi musibah dengan kesabaran, maka akan semakin lama gerutuan dia diatasnya.”

Oleh karena itu sudah sewajarnya bagi seorang mujahid yang sholeh untuk bersungguh-sungguh dan rajin di dalam ketaatannya serta menggunakan seluruh waktu luangnya untuk berdzikir kepada Allah, berdo’a kepadanya, membaca al-qur’an, memahami dien, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang kemungkaran. Lalu wajib juga bagi seorang mujahid menjauhi maksiat, menghindari dan lari daripadanya, karena maksiat itu dapat menghitamkan wajah, menggelapkan hati, membebalkan akal dan akan menjauhkan dari Allah Yang Maha suci, serta menyebabkan kemarahan-Nya. Seorang mujahid juga diutamakan supaya senantiasa sabar dalam menghadapi bala’ atau ujian, serta mampu  menahan penderitaan, kesakitan, dan kesempitan hidup. Juga agar memiliki keteguhan di medan jihad, berani dan tangkas di depan pasukan musuh yang banyak, tanpa ada perasaan takut yang berlebihan.

Ali bin Abi Thalib ra pernah berkata,

الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ: فَصَبْرٌ عَلىَ الْمُصِيْبَةِ, وَ صَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ, وَ صَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, فَمِنْ صَبَرَ عَلَى الْمُصِيْبَةِ حَتَّى يَرُدُّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهِ كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلَاثَمِا ئَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجِةِ كَمَا بَسْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ, وَ مَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ سِتَّ مِائَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تَخُوْمُ اْلأَرَضِيْنَ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ.

Artinya, “Sabar itu ada tiga yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya (ia ridho atas bala’ yang diberikan-Nya), maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap-tiap derajat jaraknya antara langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti ‘Arasy dua kali.” (HR. Abu Dunya dan Abu Syaikh, Al-Firdaus bi Ma’tsuur al-Khittab)

Rasulullah saw bersabda,

وَ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ, وَمَا أُعْتِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَ أَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ.

Artinya, “Barangsiapa yang sabar akan disabarkan Allah, dan tidak ada pemberian Allah yang paling luas dan lebih baik daripada kesabaran.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Dawud, Malik, Ad-Darimi)

Rasulullah saw juga pernah bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ اَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.

Artinya, “Menakjubkan semua urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika ditimpa kesusahan ia sabar, maka ini baik pula baginya.” (HR. Muslim)
Mensyukuri nikmat Allah Ta’ala itu bermaksud mengakui bahwa nikmat itu datangnya dari Allah dan menggunakannya pada jalan yang juga diridhoi oleh-Nya. Dengan demikian, Allah akan mendatangkan nikmat yang lebih banyak dari apa yang telah diberikan-Nya tersebut. Di segi lain, Allah akan memberikan pahala yang besar di akhirat dan inilah sebesar-besarnya kenikmatan. Tetapi jika seseorang tidak mampu mensyukuri nikmat Allah yang sedikit, maka kemungkinan besar dipastikan ia tidak akan dapat mensyukuri nikmat Allah yang banyak. Dan kalau hal ini terjadi, maka Allah akan mendatangkan bala’ dan cobaan-Nya.

Bila seseorang bersabar dalam menghadapi bala’ yang ditimpakan Allah kepadanya, maka hal itu adalah lebih baik baginya, sebab pahala kesabaran adalah lebih besar dari penderitaan yang dihadapi. Maka mensyukuri nikmat yang ada, kenyataannya jauh lebih berat dan lebih susah daripada bersabar tatkala seseorang ditimpa musibah dan ujian. Oleh karena itu perkataan sabar disebutkan setelah syukur, sebagai gambaran bahwa pelaksanaan syukur lebih berat daripada sabar. Tetapi bagi seorang mu’min kedua hal tersebut akan mampu dilaksanakannya dan keduanya itu mendatangkan kebaikan baginya.Wallahu a’lam.

Rasulullah bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ, وَ إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ, فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَ مَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.

Artinya, “Sesungguhnya besarnya pahala itu bergantung daripada besarnya ujian. Barangsiapa yang ridho, mendapat keridhoan Allah dan barangsiapa yang murka, maka mendapat kemurkaan Allah.”( HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah bersabda,

مَا يَزَالُ الءبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَ الْمُؤْمِنَةِ فِيْ نَفْسِهِ وَ وَلَدِهِ وَ مَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ.

Artinya, “Tidak henti-hentinya bala’ menimpa kepada seorang mu’min laki-laki dan wanita, baik mengenai dirinya maupun mengenai keluarganya atau harta kekayaannnya, hingga ia menghadap kepada Allah sudah bersih daripadanya dosa.” (HR. Tirmidzi, Ahmad)

Abu Abdullah bin al-Art berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah ketika beliau sedang berbaring di bawah sebuah naungan dengan berbantalkan sorbannya. Maka kami berkata, “Tidakkah engkau mendo’akan dan memintakan bantuan serta pertolongan untuk kami?” Maka Rasulullah bersabda,

لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الحَدِيْدِ مَا دُيْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحِمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ َذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ يُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ لَيُتِمَّنَّ اللهُ هَذَا الْاَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلاَّ اللهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ.

Artinya, “Dahulu orang-orang yang sebelum kamu adakalanya ditanam hidup-hidup dan digergaji dari atas kepalanya sehingga terbelah menjadi dua. Dan adakalanya dikupas kulitnya dengan sisir dari besi yang mengenai tulang dan daging, tetapi yang demikian itu tidak menggoyahkan iman dan diennya. Demi Allah, Allah pasti akan menyempurnakan dien Islam ini hingga merata keamanan, orang dapat berjalan dari Shan’a (Yaman) ke Hadramaut tanpa ada yang ditakutkannya, kecuali kemurkaan Allah, atau serigala yang dikhawatirkan menerkam kambingnya, tetapi kamu terburu-buru.”  (HR. Bukhari)

Rasulullah juga bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ.

Artinya, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah padanya suatu kebaikan, maka diberinya penderitaan.” (HR. Bukhari, Ahmad, Malik)

Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah bersabda,

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمِّ وَ لاَ حُزْنٍ وَ لاَ أَذًا وَ لاَ غَمِّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.

Artinya, “Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan atau kesusahan hati, bahkan gangguan yang berupa duri melainkan semua kejadian itu akan menjadi penebus dosa.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)

Demikian besar karunia Allah kepada seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit, bahwa Allah Ta’ala bersedia menjadikannya sebagai penebus dosa asalkan disambut dengan jiwa iman dan kesabaran.

Coba kita renungkan, bukankah kita selalu mampu untuk bisa sabar dalam menerima ujian-Nya yang berupa nikmat hidup? Maka sudah seharusnya kita juga harus bisa sabar dalam menerima unjian-Nya yang berupa kehilangan nikmat hidup, istilahnya, jangan mau terima yang enak-enak saja.

Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar