Sudah menjadi sebuah tradisi dalam sebagian masyarakat Indonesia mengadakan acara haul seorang syaikh, wali, sunan, kiai, habib, atau tokoh masyarakat lainnya. Kebiasaan yang sudah mendarah daging ini adalah budaya nenek moyang yang dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat kita di seluruh nusantara.
Persiapan yang luar biasa dilakukan oleh panitia pelaksana untuk mensukseskan haul seorang tokoh terkemuka, spanduk dan baleho dipasang dimana-mana, pamplet-pamplet disebar di sudut-sudut kota. Tentu dengan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk memeriahkan acara tersebut. Jelas ini adalah pemborosan dan penghamburan harta yang dilarang oleh agama.
Dalam haul seorang tokoh ini, bukan hanya masyarakat biasa yang hadir tetapi pejabat negara dari mulai tingkat kepala desa atau lurah sampai menteri atau bahkan kepala negara.
Walaupun haul ini dilakukan di Indonesia, namun tokoh yang dihauli bukan hanya tokoh-tokoh yang ada di dalam negeri, tetapi dari berbagai negara Yaman misalnya. Tentu tokoh-tokoh dalam Negeripun tidak ketinggalan untuk dihauli seperti haul Habib al-Habsyi atau haul Gus Dur dan lain sebagainya.
Kelegendarisan dan kharismatik tokoh yang dihauli menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung haul. Banyaknya pengunjung yang hadir dalam acara haul menunjukkan betapa besarnya pengaruh tokoh yang dihauli di tengah masyarakat.
Karena guluw (pengagungan yang berlebihan) kepada tokoh yang dihauli, para pengunjung tidak peduli berapa jauh jarak yang harus ditempuh dan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghadiri haul ini. Bahkan dari sebagian pengunjung ada yang bersusah payah memaksakan diri untuk hadir dalam acara haul dengan mengorbankan waktu, harta dan tenaga. Padahal Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melarang umatnya untuk bepergian jauh dengan maksud menziarahi tempat-tempat yang penuh berkah kecuali ke tiga masjid yaitu : Masjid al-Harom di Makkah al-Mukarromah, Masjid Nabawi di Madinah al-Munawwaroh dan Masjid al-Aqso di Palestina.
Haul seakan menjadi suatu kelaziman. Bahkan lebih jauh lagi masyarakat awam menganggap bahwa acara haul hukumnya sunnah, atau bahkan suatu kewajiban untuk dikerjakan dengan mengharapkan keberkahan dibalik peringatan haul tersebut.
Bagaimanakah sebenarnya hukum haul dalam pandangan Islam..? Sebagai seorang muslim sejati yang selalu mengutamakan kebenaran, semua permasalahan harus dikembalikan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan tidak mengedepankan hawa nafsu dan taqlid (ikut-ikutan) semata. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap muslim yang benar-benar beriman kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rosul-Nya agar tidak tergelincir dalam kesesatan.
Menghukumi sesuatu ini boleh atau tidak bukanlah perkara yang amat mudah. Tidak boleh kita gegabah dalam menghukumi, apalagi tentang permasalahan ini yang sudah mendarah daging di masyarakat hingga saat ini. Marilah kita tinggalkan semua fanatisme golongan, hawa nafsu, dan adat yang tidak berdasar. Marilah kita kembalikan semua perselisihan kepada al-Qur‘an dan sunnah Rosululloh shalallahu ‘alayhi wasallam, sebagaimana firman Alloh:
فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur‘an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. an-Nisa‘ [4]: 59)
Ketika umat islam dihadapkan dengan suatu persoalan, maka cara memecahkannya adalah dengan mencari jawaban di dalam al-Quran. Jika tidak menemukan di dalam al-Quran, maka harus mencari di dalam hadist. Jika tidak menemukan di dalam hadist, maka harus melakukan ijtihad. Runtutan dalil ini berdasarkan hadist Muadz bin Jabal ketika akan diutus oleh Rasulullah ke Yaman yaitu:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك قضاء قال أقضي بكتاب الله قال فإن لم تجد في كتاب الله قال فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا في كتاب الله قال أجتهد رأيي ولا آلو…..
“Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Mu’adz ke Yaman bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukumi suatu perkara yang datang kepadamu?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau :“Bagaimana bila tidak terdapat di Kitabullah ?” Ia menjawab : “Saya akan menghukum dengan Sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda :“Bagaimana jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah ?”. Ia menjawab : “Saya berijtihad dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…” (HR. Baihaqi)
Dengan mengharapkan taufiq dan hidayah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, insyaAlloh akan kita kupas tuntas hukum haul berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
Definisi haul
Para pembaca yang budiman, jika kita meninjau ulang dalam lintas sejarah kata Haul berasal dari Bahasa Arab “al Haulu” ) الحول ) atau “al-Haulaini”( الحولين ) artinya kekuatan, kekuasaan, daya, upaya, perubahan, perpindahan, setahun, dua tahun, pemisah, dan sekitar. Sedang al haul dalam arti dalam satu tahun, dapat ditemukan dalam Al Quran dan Al Hadits, yaitu:
a) Surat Al Baqarah: 240, berbentuk mufrad, dalam arti satu tahun dalam arti satu tahun untuk kasus perceraian, yaitu:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (البقره :240)
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya (yaitu) diberi nafkah hingga satu tahun lamanya. (QS. al-Baqarah: 240)
b) Al Hadits berbentuk mufrad dalam kasus zakat, yaitu:
لَا زَكاتَ فى الما ل المستفادِ حَتَّى يحُولَ عليه الحولُ… .رواه الترمذي
Tidak wajib zakat terhadap harta yang belum haul (berumur satu tahun) (hadits riwayat turmudzi )
Kemudian kata haul tersebut berkembang menjadi istilah Bahasa Indonesia, yang lazim di pakai komunitas masyarakat muslim di indonesia, dan dari istilah indonesia inilah, katahaul memiliki dua pengertian, yaitu:
1) Haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan, tahun Hijriyyah terhadap harta yang wajib dizakati di tangan pemilik (Muzzaki) arti ini berkaitan erat dengan masalah zakat.
2) Haul berati upacara peringatan ulang tahun wafatnya seseorang (terutama tokoh agama islam), dengan berbagai acara, yang puncaknya menziarahi kubur almarhum atau almarhumah Secara kultural, “haul” ialah peringatan hari kematian seorang tokoh masyarakat, seperti syaikh, wali, sunan, kiai, habib dan lain-lain yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan tanggal wafatnya. Untuk mengenang jasa-jasa, karomah, akhlaq, dan keutamaan mereka.
Dari dua pengetian tersebut, yang akan diuraikan dalam tulisan ini hanya yang menyangkut pengertian yang kedua, yaitu yang berhubungan dengan peringatan genap satu tahun dari wafatnya almarhum atau almarhumah, sebabhaul dengan arti: “Peringatan genap satu tahun”,sudah berlaku bagi keluarga siapa saja, tidak terbatas bagi orang orang yang ada di Indonesia saja, tetapi berlaku pula bagi komunitas masyarakat atau negara lainnya, sekalipun bukan muslim.
Pengertian Haul
Haul dalam pembahasan ini diartikan dengan makna setahun. Jadi peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama/ulama kenamaan.
Tujuan Diadakannya Peringatan Haul
Peringatan haul ini diadakan karena adanya tujuan yang penting yaitu mengenang jasa dan hasil perjuangan para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah, seperti peringatan haul wali songo, para haba'ib dan ulama besar lainnya, untuk dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus.
Rangkaian Kegiatan yang dilaksanakan dalam Acara Haul
a. Ziarah ke makam sang tokoh dan membaca dzikir,tahlil, kalimah thayyibah serta membaca Al-Qur’an secara berjama’ah dan do’a bersama di makam;
b. Diadakan majlis ta'lim, mau'idzoh hasanah dan pernbacaan biografi sang tokoh/manaqib seorang wali/ulama atau haba’ib;
c. Dihidangkan sekedar makanan dan minuman dengan niat selamatan/shodaqoh ‘anil mayit.
Rangkaian Acara pada Perayaan Haul Beserta Dalil-Dalilnya
Dalam perayaan haul ada beberapa rangkaian acara. Mulai dari pembacaan manaqib kiai atau ulama yang dihauli, pembacaan tahlil, surat Yasin, ceramah agama dan pemberian sedekah. Semua rangkaian acara tersebut memiliki landasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan secara detail satu persatu dari rangkaian acara tersebut sebagai berikut:
Pembacaan Manaqib
Manaqiban adalah upacara pembacaan biografi dan keutamaan wali Allah yang menjadi panutan umat. Dalam acara tersebut juga diselingi dengan pembacaa al-fatihah, ayat-ayat al-Quran dan aneka dzikir lainnya, lalu pahalanya dihadiahkan kepada wali yang bersangkutan.
Disebagian daerah pulau Jawa dan Jambi ada yang mengadakan manaqiban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, pendiri tareqat Qadiriyah. Di daerah Kalimantan Selatan banyak yang mengadakan manaqiban Syaikh Muhammad bin Abdul karim al-Samman pendiri tareqat al-Sammaniyah. Tradisi manaqiban sangat baik untuk dilakukan, agar perjuangan dan perjalanan hidup para wali dapat kita hayati bersama.(Muhammad Idrus Ramli, 66-67).
Ulama menjelaskan bahwa dalam mengenang orang-orang saleh, dapat menurunkan rahmat Allah SWT. Sebagaimana dalam konteks ini Imam Sufyan bin ‘Uyainah, salah seorang ulama salaf dan guru al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata;
عن محمد بن حسان قال سمعت ابن عيينة يقول عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة
“Muhammad bin Hassan berkata; Aku pernah mendengar Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “ketika orang-orang saleh dikenang, maka rahmat Allah akan turun.”(Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah al-Asbahani, 285)
Bahkan lebih tegas lagi, Syaikh Ibn Taimiyah mengakui bahwa termasuk tradisi kaum beriman yaitu merasa senang dan nyaman apabila mengenang dan menyebut para nabi dan orang-orang saleh, sebagaimana beliau mengatakan dalam kitabnya, al-Shafadiyyah.
2. Pembacaan Tahlil
Perlu ditegaskan bahwa tidak semua perbuatan yang belum dikerjakan pada masa Rasulullah adalah dilarang untuk dikerjakan. Misalnya pelaksanaan sholat tarawih secara berjamaah sebulan penuh, pelaksanaan sholat jum`at lebih dari dua tempat dalam satu desa, pegumpulan al-Quran dalam satu mushaf, adzan pertama pada hari jumat dan lain sebagainya.
Semua perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, namun dilakukan oleh generasi setelah Rasulullah, karena tidak bertentangan dengan prinsip dan inti ajaran islam. (Muhyiddin Abdusshomad , 223)
Demikian pula dengan tradisi berkumpul untuk tahlilan yang telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat islam di Indonesia. Meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah, namun perkumpulan untuk tahlilan tersebut dibolehkan, karena tidak satupun ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran islam.
Sebagaimana dikatakan oleh As-Syaukani bahwa kebiasaan sebagian masyarakat di suatu negara melakukan perkumpulan di masjid, rumah maupun di kuburan, untuk membaca al-Quran dan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang telah mati, hukumnya adalah boleh. Hukum boleh ini berlaku selama tidak ada kemungkaran dan kemaksiatan, meskipun tidak ada penjelasan secara dhahir dari syariat.
Selanjutnya As-Syaukani menyatakan bahwa para sahabat juga mengadakan perkumpulan di rumah-rumah mereka dan di masjid dalam rangka mendendangkan syair, mendiskusikan hadist, kemudian mereka makan dan minum. Padahal Rasulullah ada di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, menurut As-Syaukani barang siapa yang mengharamkan perkumpulan yang di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan, maka ia sungguh telah salah. Karena sesungguhnya bid`ah itu adalah sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan perkumpulan semacam di atas tidak tergolong bid`ah. ( As-Syaukani, 46)
Sebenarnya perkumpulan untuk tahlil hanyalah sebuah instrumen keagamaan, bukan amaliyah keagamaan. Amaliah keagamaannya adalah sesuatu yang ada di dalam perkumpulan tahlil tersebut yakni pembacaan al-fatihah, surat al-ikhlas, al-mu`awwidzataini, ayat kursi, akhir surat al-Baqarah dan seterusnya.
Tahlil hanyalah sebuah format. Sedangkan hakikatnya adalah pembacaan ayat-ayat al-Quran, dzikir dan do`a. Memang Nabi, sahabat dan tabi`in tidak pernah melakukan format tahlil, akan tetapi hakikat tahlil telah mereka lakukan. Mereka tentunya sering membaca ayat kursi, awal dan akhir dari surat al-Baqarah, membaca tasbih, tahmid dan tahlil.
Oleh karena itu, tidak ada alasan kuat untuk melarang acara tahlilan yang merupakan bentuk doa untuk orang yang telah meninggal dunia. Sebab yang dibaca bukanlah bacaan yang dibuat-buat, akan tetapi bacaan yang bersumber dari al-Quran dan hadist.
3. Pembacaan surat Yasin
Dalam setiap perayaan haul, tidak hanya pembacaan manaqib dan tahlil saja yang dilakukan, tapi pembacaan surat Yasin juga menjadi bacaan rutin yang pahalanya dihadiahkan kepada tokoh yang dihauli. Pembacaannya dilakukan secara bersama-sama oleh semua jamaah yang hadir dalam acara haul.
Pembacaan surat Yasin secara bersama-sama yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah wafat adalah boleh. Menurur pendapat yang shohih dan terpilih pahala bacaan dan amal badaniyah orang lain itu dapat sampai kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, dan mereka dapat menerimanya dalam bentuk penghapusan dosa, terangkat derajatnya, memperoleh cahaya, kesenangan dan pahala-pahala lain menurut anugerah Allah. (Al-Habib Zainal Abidin, 118)
Berkenaan dengan pembacaan Yasin unrtuk orang mati, Nabi bersabda:
عن معقل بن يسار قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم واقرؤوا على موتاكم يس
“Ma`qil bin Yasar berkata, bahwa Rasulullah bersabda :Bacalah surat Yasin atas orang-orang mati kalian semua.”
Ulama ahli tahqiq memberikan penjelasan bahwa hadist ini adalah `am, meliputi bacaan untuk orang yang sedang sekarat dan bacaan untuk orang yang telah meninggal dunia. Menurut kesepakatan ulama orang yang telah meninggal dapat memperoleh manfaat bacaan tersebut. Adapun yang diperdebatkan diantara mereka hanyalah apakah setelah melakukan pembacaan al-Quran harus ada doa agar pahala bacaannya diberikan kepada orang yang dituju. Jika doa tersebut dilakukan, maka tidak ada khilaf dikalangan ulama tentang sampainya bacaan kapada orang-orang yang telah meninggal dunia. (Al-Habib Zainal Abidin, 2009: 119).
Selanjutnya untuk menanggapi pernyatan kelompok yang menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapatkan pahala dari orang lain berdasarkan firman Allah:
وان ليس للانسان الاماسعى
Maka paling tidak ada tiga versi jawaban yang bisa disampaikan. Pertama, Ayat tersebut hukumnya telah dinasakh oleh ayat (الحقنا بهم ذريتهم) yang menjelaskan bahwa anak bisa masuk surga sebab kebaikan orang tuanya. Kedua, ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut kandungannya dikhususkan untuk kaum Nabi Musa dan Ibrahim. Sedangkan umat Nabi Muhammad bisa mendapatkan kiriman pahala dari orang lain. Ketiga, Pengertian seseorang hanya mendapat pahala dari usahanya sendiri itu berlaku selama tidak ada orang menghadiahkan pahala untuknya. Jika ada, maka dia bisa mendapatkan pahala dari orang lain.(Abu An`im, 2010: 20)
4. Sedekah Untuk Orang Mati
Dalam islam bersedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Disamping bernilai pahala di sisi Allah SWT, didalamnya juga terdapat rasa kepedulian dan penghargaan kepada sesama.
Demikian pula bersedekah yang pahalanya diberikan untuk mayit adalah diperbolehkan. Dan di masa Rasulullah SAW, jangankan makanan harta yang sangat berhargapun seperti kebun, disedekahkan dan pahalanya diberikan kepada mayit. Dalam sebuah hadist shohih disebutkan :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ فَإِنَّ لِى مَخْرَفًا فَأُشْهِدُكَ أَنِّى قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا
“Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibiku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya?” Rasulullah SAW menjawab,”iya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan mensedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR. An-Nasai).
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab al-Ruh mengatakan bahwa sebaik-baik amal perbuatan yang dihadiahkan kepada mayyit adalah memerdekakan budak, bersedekah, beristighfar, berdo`a dan haji. (Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, tth:142)
Imam Nawawi al-Banteny dalam kitab Nihayah al-Zain mengatakan bahwa sedekah untuk mayit dengan cara syar`i sangat diperlukan dan tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Adapun pembatasan dengan waktu tertentu tidak lebih karena disebabkan adat saja.(Imam Nawawi, 281)
Jadi pemberian sedekah yang pahalanya diperuntukkan untuk mayit hukumnya adalah boleh berdasarkan hadist Nabi dan pendapat ulama.
Hukum Mengadakan Peringatan Haul
Selama dalam peringatan haul itu tidak ada hal yang menyimpang dari tujuan sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi atau yang difatwakan oleh para ulama, maka haul hukumnya jawaz (boleh). Jadi, salah besar jika ada orang yang mengatakan bahwa secara mutlak peringatan haul itu hukumnya haram atau mendekati syirik.
Dalil diperbolehkannya Peringatan Haul
Berkenaan dengan perayaan haul, setelah melakukan pencarian dalil, tidak ada satupun ayat yang menjelaskan tentang perayaan haul. Dalam al-Quran hanya ada kata haul untuk persoalan zakat dan masa menyusui, Berikut ini ada beberapa dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah peringatan haul dengan serangkaian mata acaranya.
a. Hadits riwayat Imam Waqidi sebagaimana yang tersebut dalam kitab Nahjul Balaghoh hal. 399
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزور قتلى أحد في كل حول، وإذا لقاهم بالشعب رفع صوته يقول : السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار. وكان أبو بكر يفعل مثل ذلك وكذلك عمر بن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهم. [رواه الواقدي]
Artinya:
“Adalah Rasulullah SAW. berziarah ke makam syuhada’ Uhud pada setiap tahun. Dan ketika beliau sampai di lereng gunung Uhud beliau mengucapkan dengan suara keras “semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kamu berkat kesabaranmu, maka alngkah baiknya tempat kesudahan”. Kemudian Abu Bakar, Umar bin Khatthab dan Utsman bin ‘Affan juga melakukan seperti tindakan Nabi tersebut”.
b. Hadits riwayat Imam Thabrani dan Imam Baihaqi :
ما جلس قوم يذكرون الله تعالى فيقومون حتى يقال لهم قوموا قد غفر الله لكم ذنوبكم وبدلت سيئاتكم حسنات. [رواه الطبراني والبيهقي]
Artinya :
“Tiada suat kaum yang berkumpul dalam satu majelis untuk berdzikir kepada Allah kemudian mereka bubar sehingga diundangkan kepada mereka “bubarlah kamu”, sungguh Allah telah mengampuni dosa-dosamu dan kejahatan-kejahatanmu telah diganti dengan kebaikan-kebaikan”. (HR. Thabarani dan Baihaqi)
c. Hadits riwayat Imam Dailami :
ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين كفارة، وذكر الموت صدقة، وذكر القبر يقربكم إلى الجنة. [رواه الديلمي] اهـ الجامع الصغير : 158
Artinya :
“Menyebut-nyebut para Nabi itu termasuk ibadah, menyebut-nyebut para shalihin itu bisa menghapus dosa, mengingat kematian itu pahalanya seperti bersedekah dan mengingat alam kuburitu bisa mendekatkan kamu dari surga”. (HR. Dailami)
d. Fatwa Ulama (Syaikh Abdur Rahman al-Jaziri) dalam kitabnya al-fiqih ala madzahibil arba’ah :
وينبغي للزائرالاشتغال بالدعاء والتضرع والاعتبار بالموتى وقراءة القرآن للميت، فإن ذلك ينفع الميت على الأصح. اهـ [الفقه على مذاهب الأربعة 1/540]
Artinya :
“Sangat dianjurkan bagi orang yang berziarah kubur untuk bersungguh-sungguh mendo’akan kepada mayit dan membaca Al-Qur’an untuk mayit, karena semua itu pahalanya akam bermanfaat bagi mayit. Demikian itu menurut pendapat ulama yang paling shahih”.
Memang begitulah doktrin Ahlussunnah wal Jamaah tentang ziarah kubur dan haul. Kedua-keduanya merupakan salah satu dari sekian banyak cabang amalan qurbah yang dianjurkan dalam agama. Namun dibalik itu ada hal yang patut disayangkan karena di dalam pelaksanaannya sering terjadi kemaksiatan yang sangat mencolok yang dilakukan oleh warga kita sewaktu menghadiri acara tadi, yakni berbaurnya kaum laki-laki dan perempuan dalam satu tempat : di sarean sewaktu mereka berziarah kubur, berjubel-jubel dalam satu ruangan sewaku hadir pada acara haul atau berjejal-jejal dalam satu kendaraan (truk) yang mengangkat sewaktu mereka berangkat dan pulang dari tempat acara dll.
Maka alangkah bijaknya jika masing-masing oknum, baik panitia atau warga yang hadir mau memperhatikan fatwa ulama klasikk yang menaruh rasa sayang kepada umat dengan maksud agar amaliyah mereka ini tidak tercemar dengan noda-noda kemaksiatan.
Tersebut dalam kitab Al-Fatawil Kubro juz II hal 24 :
(وسئل) رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء في زمن معين مع الرحلة إليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كثيرة كاختلاط النساء بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك (فأجاب) بقوله : زيارة قبور الأولياء قرية مستحبة ... إلى أن قال : وما أشار إليه السائل من تلك البدع أوالمحرمات، القربات لا تترك لمثل ذلك بل على الإنسان فعلها وإنكار البدع بل وإزالتها إن أمكنه. وقد ذكر الفقهاء في الطواف المندوب فضلا عن الواجب أنه يفعل ولو مع وجود النساء وكذا الرمل، لكن أمروه بالبعد عنهن وينهى عما يراه محرما، بل ويزيله إن قدر كما مر. اهـ
Artinya :
“Syaikh Ibnu Hajar ditanya tentang ziarah kubur para wali pada saat tertentu dan menuju ke kuburan itu, apakah itu diperbolehkan, sedangkan di situ terjadi banyak mafsadah/kemaksiatan, seperti berbaurnya kaum laki-laki dan perempuan, menyalakan lampu dalam jumlah yang banyak dan lain sebaigainya. Beliau menjawab : ziarah kubur para wali adalah suatu amal kebaikan yang dianjurkan ….. sampai kata-kata kiyai mushonnif : apa yang diisyaratkan oleh si penanya berupa tindakan bid’ah atau hal-hal yang diharamkan, jangan menjadi sebab ditinggalkannya kebaikan tersebut. Bagi seseorang tetaplah melakukannya dan ingkar/benci terhadap pelanggaran dan menghilangkannya, kalau memang memungkinkan. Para fuqaha’ menyebutkan mengenai thawaf sunat apalagi thawaf wajib agar dilakukan walaupun di situ ada banyak perempuan demikian pula lari-lari kecil. Namun mereka memerintahkan agar menjauh dari para perempauan tersebut. Demikian pula ziarah kubur tetap dilakukan akan tetapi jauhilah (berdesak-desakan dengan) kaum wanita dan cegahlah dan kalau bisa hilangkanlah hal-hal yang diharamkan seperti keterangan yang telah lewat.
Peringatan haul ini sudah membumi di bumi tercinta Indonesia, entah sejak kapan dimulai dan siapa yang memulai, yang jelas peringatan ini sudah merupakan suatu kelaziman yang mengakar dimana-mana, tanpa ada keraguan sedikit pun bagi yang melakukannya. Sampai akhirnya muncul kelompok yang anti haul.
Para ulama menyatakan, peringatan haul tidak dilarang oleh agama, bahkan dianjurkan, menurut penjelasan Kyai Sahal Mahfudh, bahwa status hukum haul ditentukan oleh status hukum rangkaian tiga hal dalam pelaksanaan haul, yaitu:
1. Tahlil, membaca al-Qur’an dan mendo’akan mayit
Telah kita maklumi bersama, perjamuan tahlilan merupakan upacara ritual (seremonial) memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah seorang/sebagian dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat al-Qur’an, dzikir, berikut do’a-do’a yang ditujukan untuk mayit di “alam sana”. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali) maka acara tersebut biasa dikenal dengan istilah “tahlilan”.
Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatwa-nya, sesuai dengan kesepakatan para imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti sholat, puasa, membaca al-Qur’an ataupun ibadah maliyahseperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdo’a dan membaca istighfar untuk mayit.
Berikut ini Syaikhul Islam Abul Abbas Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abd. Halim yang lebih populer dengan panggilan Imam Ibn Taimiyah menjelaskan sebagai berikut:
Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi SAW., seperti kata Sa’ad “Ya Rasulullah, sesungguhnya Ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ia masih hidup, pasti bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?”Jawab beliau “ya, begitu juga bermanfaat bagi mayit; haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan tanpa imam.
Adapun puasa, sholat sunah, membaca al-Qur’an untuk mayit, ada dua pendapat:
Pertama, mayit bisa mengambil manfaat dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian Ashhab Ayafi’i dan yang lain.
Kedua, tidak sampai kepada mayit, menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Syafi’i.
Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Di antaranya adalah Imam Syafi’i mencontohkan berziarah kemakam Laits bin Sa’ad dan membaca Al-Qur’an sampai khatam disana.
Berkumpul untuk melakukan tahlilan merupakan tradisi yang telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Meskipun format acaranya tidak diajarkan secara langsung oleh Rasulullah SAW, namun kegiatan tersebut dibolehkan karena tidak satupun unsur-unsur yang terdapat di dalamnya bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pembacaan yasin, tahlil, tahmid, tasbih dan semacamnya.
Dari sisi sosial, keberadaan tradisi tahlilan mempunyai manfaat yang sangat besar untuk menjalin ukhuwah antar anggota masyarakat. Dalam sebuah penelitian ilmiyah yang dilakukan oleh Zaenuddin Fananie MA., dan Atiqo Sabardila MA., dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta didapat kesimpulan bahwa tahlil merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keagamaan. Disamping itu tahlil juga merupakan salah satu alat mediasi (perantara) yang paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai media komunikasi keagamaan dan pemersatu umat serta mendatangkan ketenangan jiwa.
2. Pengajian
Pengajian merupakan salah satu cara dakwah bi al-lisan (dengan ucapan). Untuk memberikan wawasan, bimbingan dan penyuluhan yang bertujuan meningkatkan kualitas ketaqwaan kaum muslimin, dengan jalan memperluas pemahaman mereka tentang ajaran agamanya. Peningkatan iman dan taqwa akan mendorong melakukan amal saleh, baik ibadah ritual, individual, maupun sosial. Dari sana pula diharapkan moralitas dan etika dikalangan masyarakat meningkat.
Pola dakwah dalam bentuk pengajian memiliki beberapa kelebihan, disamping kekurangannya. Kelebihannya, peserta tak perlu mengeluarkan biaya, dapat menampung jumlah yang banyak dari berbagai lapisan, temanya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, dan pesan-pesannya disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan dicerna sesuai kadar intelektual pesertanya.
3. Sedekah atau Shodaqoh
Adapun sedekah yang pahalanya diberikan/dihadiahkan kepada mayit, pada dasarnya diperbolehkan. Karena hal itu termasuk amal sholeh. Muhyiddin Abdusshomad dalam bukunya Hujah NU mengatakan bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Allah SWT akan sampai kepada orang yang dimaksud. Jika Allah SWT telah mengabulkan do’a yang dipanjatkan itu, lalu siapakah yang berani mengatakan pahala al-Qur’an serta dzikir itu tidak sampai kepada orang yang meninggal dunia? Pasti pahala tersebut akan sampai kepada ahli kubur yang dimaksud.
Dari keterangan tersebut, jelas aktivitas dalam rangkaian upacara haul dibenarkan adanya. Maka dengan sendirinya haul itu tidak dilarang.
Haul ulama dan orang-orang saleh, sebenarnya jika diteliti lebih lanjut kegiatan itu memiliki tujuan dan tata cara berdasarkan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Tujuan tersebut antara lain:
Pertama, untuk mendo’akan orang yang meninggal dengan memintakan ampun kepada Allah, dan agar dijauhkan dari siksa kubur, siksa neraka serta dimasukkan surga. Karena itulah dalam ritual haul, yang umum dilakukan adalah dengan pembacaan yasin dan tahlil.
Kedua, untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara (shohibul hajah), orang yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan untuk dirinya sendiri dan juga pahalanya dimohonkan kepada Allah agar disampaikan kepada orang yang dihauli.
Ada beberapa manfaat dari haul itu, antara lain:
Pertama, untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang, bahwa kita pada akhirnya nanti juga akan meninggal. Sehingga hal itu akan menimbulkan dampak pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan amal sholeh.
Kedua, untuk meneladani amaliyah dan kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, khususnya jika yang dihauli adalah ulama, sholihin atau waliyullah, dengan harapan agar segala amaliyah baik mayit semasa hidupnya akan dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu biasanya acara haul selalu diisi dengan pembacaan biografi (manaqib) atau sejarah hidup orang yang sudah wafat dengan maksud agar kebaikan orang tersebut dapat diketahui orang yang hadir dan mereka dapat menapak-tilasi perilakunya yang terpuji serta mengambil apa saja yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka.
Ketiga, untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) keberkahan-Nya yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli tersebut selama masa hidupnya.
Keempat, sebagai sarana silaturahmi dan persatuan umat Islam, karena dengan media haul ini tidak jarang para ulama mengajak umat Islam untuk mencintai Rasulullah dan bersatu membentuk ukhuwah Islamiyah.
Walaupun pada masa Nabi Muhammad dan para sahabat tradisi seperti ini belum berkembang namun jika kita melihat apa yang dilakukan saat penyelenggaraan haul berupa bacaan do’a yang dihadiahkan kepada yang bersangkutan juga kepada kaum muslimin dan muslimat secara umum, adalah sangat dianjurkan oleh Islam.
Allah SWT berfirman :
و الذين جآؤوا من بعدهم يقولون ربّنا اغفر لنا و لإخواننا الذين سبقون بالإيمان و لا تجعل في قلوبنا غلاّ للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muhajirin dan anshor), mereka berdoa: ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang–orang yangberiman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al–Hasyr : 10).
Peringatan haul sedianya diisi dengan menuturkan biografi orang-orang yang alim dan shaleh guna mendorong orang lain untuk meniru perbuatan mereka. Para keluarga mengadakan acara haul pada hari dan tanggal yang telah disepakati bersama keluarga, pada saat mereka mempunyai waktu senggang dan bisa berkumpul bersama.
Di pesantren-pesantren, haul untuk para pendiri dan tokoh-tokoh yang berjasa terhadap perkembangan pesantren dan syi’ar Islam diadakan bersamaan dengan acara tahunan pesantren, semisal khataman kitab akhir tahun, pertemuan wali santri, atau dzikir akbar tahunan.
Selanjutnya, bahwa hal-hal yang bisa dilakukan dalam acara haul, atau muatan peringatan haul tidak lepas dari tiga hal yaitu:
Pertama, tahlilan dirangkai dengan do’a kepada mayit.
Kedua, pengajian umum yang kadang dirangkai dengan pembacaan secara singkat sejarah orang yang dihauli, yang mencakup nasab, tanggal lahir/wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang kiranya patut diteladani.
Ketiga, sedekah, baik diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada dua acara tersebut atau diserahkan langsung ke rumah masing-masing.
Untuk rangkaian acara yang pertama,biasanya tidak hanya sekedar membaca tahlil, akan tetapi tidak sedikit yang dibarengi atau didahului dengan khataman Al-Qur’an 30 Juz oleh para huffadh.
Tiga rangkaian acara inilah yang secara umum selalu dilakukan di event-event haul yang diselenggarakan di beberapa tempat di seluruh Jawa dan juga di seluruh Indonesia, mungkin juga di beberapa negara Islam di seluruh dunia.
Memang sangat jauh perbedaannya antara praktek pelaksanaan haul di Indonesia dengan negeri Arab, di Arab peringatan haul hanya dilaksanakan secara sederhana sekali, biasanya rangkaiannya terdiri dari pembacaan biografi (manaqib) ulama yang dihauli dan bacaan al-Qur’an dan tahmid, tahlil dan lain-lain, berbeda sekali dengan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar