Translate

Kamis, 28 Januari 2016

Ibarat Tanaman Seorang Mukmin Harus Di Pelihara Agar Menjadi Pohon Yang Kuat

Perumpamaan kehidupan duniawi
{إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ} [يونس: 24]

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya Karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. hingga apabila bumi itu Telah Sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya*, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya (memetik hasilnya), tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. [Yunus:24]

* Maksudnya: Bumi yang indah dengan gunung-gunung dan lembah-lembahnya Telah menghijau dengan tanam-tanamannya.
Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan (Go Green) bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada di antara mereka yang bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut.

Demi menepis persangkaan yang salah ini, kali ini kami akan mengulas PENTINGNYA PENGHIJAUAN menurut tuntunan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- beserta dalil-dalilnya.

Para pembaca yang budiman, mungkin anda masih mengingat sebuah hadits yang masyhur dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, beliau bersabda,

إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ‏‎ ‎انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ‏‎ ‎مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ‏‎ ‎صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ‏‎ ‎يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ‏‎ ‎صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya.” [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)]

Perhatikan, satu di antara perkara
yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang.

Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya.

Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا‎ ‎أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ‏‎ ‎مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ‏‎ ‎بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ‏‎ ‎صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab AL-Muzaro’ah (2320), dan Muslim dalam Kitab Al-Musaqoh (3950)]

Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata saat mengomentari hadits ini, “Ini menunjukkan bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat pahala.” [Lihat Syarh Ibnu Baththol (11/473)]

Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا‎ ‎إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ‏‎ ‎السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ‏‎ ‎صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ‏‎ ‎فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا‎ ‎يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya.” [HR. Muslim dalam Al-Musaqoh (3945)]

Penghijauan alias REBOISASI merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini.

Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI alias penghijuan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits lainnya, seperti beliau pernah bersabda,

إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ‏‎ ‎أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ‏‎ ‎اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى‎ ‎يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ

“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2068), dan Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (479).]

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” alias program penghijauan yang digalakkan oleh pemerintah kita –semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagi mereka-.

Saking besarnya manfaat dari penghijauan lingkungan alias REBOISASI, tanah yang dahulu kering kerontang bisa berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu gersang, dengan reboisasi bisa berubah menjadi berair.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda dalam sebuah yang shohih,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى‎ ‎تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا‎ ‎وَأَنْهَارًا

“Tak akan tegak hari kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur dan sungai-sungai.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/370 & 417), dan Muslim dalam Kitab Ash-Shodaqoh (2336)]

Ketika para sahabat mendengarkan hadits-hadits ini, maka mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk melakukan program penghijauan ini, karena ingin mendapatkan keutamaan dari Allah -Azza wa Jalla- di dunia dan di akhirat berupa ganjaran pahala.‎‎

{وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّاتٍ مِنْ أَعْنَابٍ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَيَنْعِهِ إِنَّ فِي ذَلِكُمْ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الأنعام: 99]
Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. [Al-An'aam:99]

Seorang Insan Yang beriman pun ibarat tanaman yang akan tetap tumbuh terus menerus di dalam kehidupan ini.‎

Semakin tinggi pohon, maka semakin jauhlah daun dari akarnya. Bahwa memang dedaunan sebagai elemen kehidupan dibatasi oleh siklus usia sebagai penampung dan penampang seluruh silsilah si pohon. Dedaunan pula yang mencatat kisah sejarah si pohon dalam guratan guratan batangnya. Akar ada sejak sebermulanya kehidupan, dia pula yang menjadikan dedaunan yang merepresentasikan sebuah pohon. Daun tak lebih hanya muncul berbentuk kuncup, lalu hijau berjaya, kemudian perlahan menua, kuning dan akhirnya luruh ke tanah, kembali kepada akar yang sebenarnya ketika usia tak lagi membutuhkannya. Nasib daun tidaklah lebih baik dari batang apalagi akar. Terkadang ia terombang ambing dalam arus angin tak menentu, bahkan terkadang patah layu bersama ranting yang menyerah oleh derasnya angin nasib.

Maka semakin tinggi tingkat kehidupan seseorang, pada umumnyapun akan semakin jauh dari akar yang membuatnya menjadi ada dan tempatnya berada. Nilai nilai kesahajaan sering membias bersama dengan pola dan gaya hidup yang dipengaruhi oleh pikiran pikiran hedonis. Memang demikianlah sifat manusia pada umumnya, yang mengukur kejayaan dari segi segi yang dapat dihitung dalam bentuk angka angka. Jangankan pada akarnya yang menjadikannya ada, pada kepastian siklusnyapun terkadang orang menjadi sombong dan pelupa.

Pada ketinggian tingkat daun, angin segar dan langit membentang tak terbataskan garis apalagi dinding menjadi seakan kepemilikan atas kekuasaannya yang abadi. Seluruh kehidupan seolah menyoraki dan menyokong segala yang diperlukan untuk menyenangkan nafsu duniawi. Kaki kaki kesadaran nurani menjuntai tak menyentuh tanah kenyataan, apalagi mengecap becek dan kotornya lumpur dan debu dunia milik sang akar. Daun daun mati yang berserak tak lebih hanya akan menjadi gizi bagi daun daun lain di generasi lain, tak memberi makna apa apa bagi pohon dan akar. Ketika hidup berjaya, terkadang bahkan makna pertemananpun sering diukur dengan pasal pasal pengatur peradaban.

Sungguh malang mereka yang miskin akan kekayaan nurani, meskipun hidup dalam gelimang kemudahan karena materi. Mereka menjauhkan diri dari kehidupan dunia dan menjadi nyaman di kehidupan maya, kehidupan semu yang diciptakan demi melindungi kesenangan yang mampu terbeli. Kebiasaan pamer dan juga tidak peka terhadap perasaan orang disekeliling sesunggunya telah mematahkan anak anak tangga yang didaki dulu, dan karena sombongya menganggap takkan memerlukan anak anak tangga itu lagi. Ah, hidup itu hanya siklus. Sesuai hukum alam, bahwa segala sesuatu yang naik pastilah akan turun lagi. Bukankah akan bijaksana jika kita tetap memelihara anak anak tangga yang membantu kita mencapai puncak, untuk suatu saat nanti kita injak lagi jika tiba saatnya kita harus turun? Sebagian kita memilih jatuh terbanting dari ketinggian, menjelempah bagai sampah karena gravitasi yang diingkari justru dari tempat tinggi.

Memuja angin sama saja memuja ketiadaan, sedangkan langit yang tampak kosong tak selamanya berisi kehampaan. Segala yang hidup pasti akan mati, dan semua yang berwujud dimuka bumi tidaklah kekal. Pamer, sombong, congkak dan mati rasa sesungguhnya hanya akan menjerumuskan kita kepada perasaan antipati serta menebar benih benih kebencian yang pada saatnya kita terjatuh akan menjelma menjadi tepuk tangan yang meriah dari mereka yang berbahagia atas kejatuhan kita.‎

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لَا تَزَالُ الرِّيحُ تُمِيلُهُ وَلَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيبُهُ الْبَلَاءُ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ شَجَرَةِ الْأَرْزِ لَا تَهْتَزُّ حَتَّى تَسْتَحْصِدَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ غَيْرَ أَنَّ فِي حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ مَكَانَ قَوْلِهِ تُمِيلُهُ تُفِيئُهُ

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdul A'la] dari [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Sa'id] dari [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perumpamaan orang mu`min seperti tanaman, angin senantiasa menerpanya & orang mu`min itu akan senantiasa tertimpa musibah. Sedangkan perumpamaan orang munafik seperti pohon cedar, tidaklah ia bergerak hingga di ketam. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' & Abdu bin Humaid dari Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dgn sanad ini, hanya saja dalam hadits Abdurrazzaq menyebut TUFII'UHU sebagai ganti TIMIILUHU. [HR. Muslim No.5024].

Hadits Muslim 5025‎

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ بْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنِي ابْنُ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الْخَامَةِ مِنْ الزَّرْعِ تُفِيئُهَا الرِّيحُ تَصْرَعُهَا مَرَّةً وَتَعْدِلُهَا أُخْرَى حَتَّى تَهِيجَ وَمَثَلُ الْكَافِرِ كَمَثَلِ الْأَرْزَةِ الْمُجْذِيَةِ عَلَى أَصْلِهَا لَا يُفِيئُهَا شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ انْجِعَافُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Numair] dan [Muhammad bin Bisyr] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Zakariya bin Abu Za`idah] dari [Sa'ad bin Ibrahim] telah menceritakan kepadaku [Ibnu Ka'ab bin Malik] dari [ayahnya, Ka'ab] berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Perumpamaan mu`min itu seperti tanaman yg kuat & lentur, angin menerpanya, kadang menundukkannya & kadang membuatnya tegak hingga bergerak, & perumpamaan orang kafir itu seperti pohon cedar yg dicabut dgn akar-akarnya, tak ada sesuatu pun yg menerpanya hingga ia dicabut sekali saja. [HR. Muslim No.5025].‎

Hadits Muslim 5026

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِيِّ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الْخَامَةِ مِنْ الزَّرْعِ تُفِيئُهَا الرِّيَاحُ تَصْرَعُهَا مَرَّةً وَتَعْدِلُهَا حَتَّى يَأْتِيَهُ أَجَلُهُ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ مَثَلُ الْأَرْزَةِ الْمُجْذِيَةِ الَّتِي لَا يُصِيبُهَا شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ انْجِعَافُهَا مَرَّةً وَاحِدَةً و حَدَّثَنِيهِ مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَمَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَا حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِيِّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيْرَ أَنَّ مَحْمُودًا قَالَ فِي رِوَايَتِهِ عَنْ بِشْرٍ وَمَثَلُ الْكَافِرِ كَمَثَلِ الْأَرْزَةِ وَأَمَّا ابْنُ حَاتِمٍ فَقَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَا قَالَ زُهَيْرٌ و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ هَاشِمٍ قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ ابْنُ هَاشِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ و قَالَ ابْنُ بَشَّارٍ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِهِمْ وَقَالَا جَمِيعًا فِي حَدِيثِهِمَا عَنْ يَحْيَى وَمَثَلُ الْكَافِرِ مَثَلُ الْأَرْزَةِ‎

Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Ar Sari] dan [Abdurrahman bin Mahdi] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Sa'id bin Ibrahim] dari [Abdurrahman bin Ka'ab bin Malik] dari [Ayahnya] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang mukmin seperti tanaman yg kuat & lentur, ketika angin menerpanya, kadang menundukkannya & kadang membuatnya tegak hingga waktunya tiba, & perumpamaan orang kafir seperti pohon cedar yg dicabut dgn akar-akarnya, tak ada sesuatu pun yg menerpanya hingga ia tercabut hanya sekali saja. telah menceritakannya kepadaku Muhammad bin Hatim & Mahmud bin Ghailan keduanya berkata:
telah menceritakan kepada kami Bisyr bin As Sari telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Sa'd bin Ibrahim dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dari Ayahnya dari Nabi , hanya saja Mahmud menyebutkan dalam riwayatnya dari Bisyr; Dan perumpamaan orang kafir seperti pohon cedar, sementara Ibnu Hatim menyebutkan; Perumpamaan orang munafik. sebagaimana yg disebutkan oleh Zuhair. Dan telah menceritakannya kepada kami Muhammad bin Basyar & Abdullah bin Hasyim keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya Al Qaththan dari Sufyan dari Sa'd bin Ibrahim. Ibnu Hasyim berkata; dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dari Ayahnya. Ibnu Basyar mengatakan dari Ka'b bin Malik dari Ayahnya dari Nabi seperti hadits mereka, & mereka menyebutkan dalam haditsnya dari Yahya: Dan perumpamaan orang kafir itu seperti pohon cedar. [HR. Muslim No.5026].‎

Seorang Mukmin dalam hidupnya akan senantiasa menghadapi cobaan, karena hakikat hidup adalah ujian. Ujian itulah yang akan menempa kita menjadi pribadi yang lebih baik dan tentunya sarana untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Selama ia bersyabar dan bertawakal dalam menghadapinya.

Pohon tak sekedar tumbuhan yang hidup dan menjadi penghasil oksigen untuk bernafas mahkluk hidup, tetapi cara dan bagaimana dia tumbuh, serta organ-organ pendukungnya bisa dijadikan inspirasi.

Tanah yang baik menghasilkan tanaman yang  subur dengan seizin Allah ‎


{وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَالَّذِي خَبُثَ لَا يَخْرُجُ إِلَّا نَكِدًا كَذَلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَشْكُرُونَ } [الأعراف: 58]

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya Hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (kami) bagi orang-orang yang bersyukur. [Al-A'raaf:58]‎

{وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ} [الحجر: 19]

Dan kami Telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [Al-Hijr:19]

Pohon bisa tumbuh menjadi besar dan kuat diawali dari biji, yang kemudian tumbuh berakar kuat di tanah hingga akhirnya tumbuh rindang/ lebat dengan cabang-cabangnya. Pada akhirnya ada buah yang kembali dihasilkan. Dan nantinya akan jadi tunas-tunas baru. Bila pohon itu sehat, berbuah dan tumbuhnya proposional serta kokoh akan mampu tahan terhadap penyakit, terpaan angin, hujan, atau hal-hal lain berupa ancaman yang datang dari luar. Karena begitu rindangnya pohon itu, akan ada banyak makluk lain yang tinggal di sekeliling pohon itu.

Pohon tumbuh besar dan menjadi kuat karena dimulai dari bawah, yaitu akar. Karena akarlah jadi alat pohon mencari makan untuk kelangsungan hidupnya. Akar berada di bawah mencengkram tanah, karena di sanalah tempat untuk tumbuh. Akarlah sebenarnya sumber kekuatan dari pohon agar tetap bisa tegak. Akar hanyalah organ pendukung pohon menjadi satu organisme tumbuhan. Masih ada organ lain yang menjamin kelangsungan hidup pohon tersebut, jika semuanya berlangsung dengan baik maka tumbuh baiklah ia.

Bila kita mau menebang pohon, andai saja anda menebang batang atau rantingnya atau meranggaskan daun-daunnya namun selama akarnya masih ada di dalam tanah, pohon itu akan punya daya untuk tumbuh kembali, hingga memunculkan ranting, dedaunan baru untuk tumbuh lagi.

Sebuah organisasi atau perusahaan saya analogikan sebagai seperti pohon. Bila ingin mendapatkan sebuah organisasi atau perusahaan yang solid mulailah perkuat akarnya. Akar seperti yang saya bilang adalah salah satu organ-organ penunjang kelangsungan hidup. Akar perusahaan atau organisasi adalah sumber daya manusianya.

Ketika sumber daya manusia dianggap penting sebagai organ-organ di dalam satu organisasi atau perusahaan, saya yakin  pasti akan membuat organisasi atau perusahaan mampu tumbuh menjadi kekuatan. Pada nantinya akan memberi manfaat bagi orang lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat.

Tetapi yang terjadi organisasi atau perusahaan yang menggunakan atau memahami filosofi pohon ini sangatlah jarang. Kalau pun mereka memahami dan tahu tetapi tidak menerapkannya. Karena yang terjadi adalah efek pemanfaatan saja. Sumber daya manusia ada untuk diperas sampai tidak lagi bisa menghasilkan untuk kemudian dibuang. Memang tidak ekstrim seperti itu, dan mereka pun sudah pasti tidak akan mengakui hal tersebut, karena yang terjadi ya disamarkan. Padahal ketika akar sudah tak lagi dianggap penting, lambat laut pohon itu akan tumbang, apalagi ketika terhempas angin besar, belum lagi tergerogoti hama dari dalam, tinggal tunggu waktu saja maka akan mati. Bila mati atau sampai tumbang, efeknya juga akan merugikan sekeliling dimana pohon itu tumbuh. Sama halnya dengan organisasi atau perusahaan yang tidak mengganggap penting sumber daya manusia sektor terbawah, yang bekerja di bawah untuk kelangsungan hidupnya. Setidaknya inilah yang harus dipahami pemilik atau manajemen.

Memperhatikan karyawannya agar hidup sejahtera adalah kunci awal untuk membangun pola hubungan yang solid. Hingga organ-organ yang ada bisa tumbuh bersama dan kuat bersama, sehingga berbagai tantangan dan ancaman yang datang dari dalam dan luar bisa dihadapi. Janganlah mengabaikan karyawan, karena maju mundurnya sebuah perusahaan ada juga peran dari karyawannya. Semoga bagi perusahaan yang masih menganggap karyawannya sapi perahan lekas sadar dan memulai perubahan, sebelum perubahan itu datang dipaksakan dari luar dan dalam, malah akan membuat efek yang tidak baik. Mari kita mulai belajar dari alam, bahkan dari sebuah pohon dapat memberi pelajaran yang positif. 
Belajar Filosofi Hidup Dari Sebatang Pohon 
Ada 3 hal yang bisa kita pelajari dari pohon :
1. Pohon Tidak Makan dari Buahnya Sendiri
Buah adalah hasil dari pohon, dari manakah pohon memperoleh makanan? Pohon memperoleh makanan dari tanah, semakin dalam akarnya berarti akan semakin mudah baginya untuk menyerap nutrisi lebih banyak. Ini berbicara tentang kedekatan hubungan kita dengan Sang Pencipta sebagai Sumber Kehidupan kita.

Ada cerita menarik mengenai buah kurma yang rasanya manis sekali. Kenapa bisa begitu?
Menurut cerita, pohon kurma ditanam di padang pasir. Bijinya ditaruh di kedalaman 2 meter kemudian ditutup dengan 4 lapisan. Sebelum pohon kurma tumbuh, maka dia berakar begitu dalam sampai kemudian menembus 4 lapisan tersebut dan menghasilkan buah yang manis di tengah padang pasir. Begitu pula hendaknya kita; akan ada proses tekanan yang begitu hebat ketika kita menginginkan hasil yang luar biasa. Seperti perumpamaan pegas yang memiliki daya dorong kuat ketika ditekan.
2. Pohon Tidak Tersinggung Ketika Buahnya Dipetik Orang
Kadang kita protes, kenapa kita yang bekerja keras tetapi yang menikmati justru orang lain.
Ini bicara tentang prinsip memberi, di mana kita bukan bekerja untuk hidup, tetapi bekerja untuk memberi buah. Apa artinya?

Kita bekerja keras supaya kita dapat memberi lebih banyak kepada orang lain yang membutuhkan, bukan untuk kenikmatan sendiri. Cukupkan dirimu dengan apa yang ada padamu, tapi jangan pernah berkata cukup untuk memberkati orang lain dengan pemberian kita.

Pelajaran dari Warren Buffet seperti email yang mungkin pernah anda terima tentang kehidupannya. Beliau termasuk salah satu orang yang terkaya di dunia, tetapi kehidupannya mencerminkan kesederhanaan; dia masih tinggal di rumah yang sama seperti yang dia tinggali puluhan tahun lalu, masih menggunakan mobilnya yang lama, tetapi dengan kekayaannya yang berjumlah 35 Miliar USD dia berkomitmen untuk menyumbang 31 Miliar USD. Apakah itu membuatnya menjadi miskin dan lantas menderita? Justru tidak, sekarang kekayaannya justru bertambah-tambah banyak.

Berapa banyak dari kita yang sulit untuk menahan nafsu terhadap barang-barang bermerk, mobil-mobil mewah, atau… yang sederhana : HP?

3. Buah yang Dihasilkan Pohon itu Menghasilkan Biji, dan Biji itu Menghasilkan Multiplikasi
Ini bicara tentang bagaimana hidup kita memberikan dampak terhadap orang lain. Pemimpin itu bukan masalah posisi/jabatan, tapi masalah pengaruh dan inspirasi yang diberikan kepada orang lain.

Claudio Ranieri, mantan pelatih Juventus berkata bahwa Del Piero itu adalah pemimpin, walau ban kaptennya dicopot sekalipun dia tetap pemimpin. Jadi bukan mengenai ban kaptennya, tetapi lebih kepada pengakuan kepemimpinan itu sendiri. Jadi, bisakah kita menerapkan filosofi kehidupan pohon dalam kehidupan kita??‎

Para pembaca yang budiman, jika kita mau membuka sebagian kitab-kitab hadits yang berisi keterangan dan petunjuk jalan hidup para salaf (pendahulu) kita dari kalangan sahabat dan generasi setelahnya, maka kita akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat dalam menggalakkan perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam perkara ini.

Seorang tabi’in yang bernama Umaroh bin Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshoriy Al-Madaniy -rahimahullah- berkata,

سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ‏‎ ‎يَقُوْلُ لأَبِيْ : مَا يَمْنَعُكَ‏‎ ‎أَنْ تَغْرِسَ أَرْضَكَ ؟ فَقَالَ‏‎ ‎لَهُ أَبِيْ : أَنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ‏‎ ‎أَمُوْتُ غَدًا ، فَقَالَ لَهُ‏‎ ‎عُمَرُ : أَعْزِمْ عَلَيْكَ‏‎ ‎لَتَغْرِسَنَّهَا, فَلَقَدْ‏‎ ‎رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ‏‎ ‎يَغْرِسُهَا بِيَدِهِ مَعَ أَبِيْ

“Aku pernah mendengarkan Umar bin Khoththob berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Aku adalah orang yang sudah tua, akan mati besok.” Umar berkata kepadanya, “Aku mengharuskan engkau (menanamnya). Engkau harus menanamnya!” Sungguh aku melihat Umar bin Khoththob menanamnya dengan tangannya bersama bapakku.” [HR. Ibnu Jarir Ath-Thobariy sebagaimana dalam Ash-Shohihah (1/1/39)]

Al-Imam Al-Bukhoriy -rahimahullah- meriwayatkan sebuah atsar dari Nafi’ bin Ashim bahwa,

أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ‏‎ ‎عَمْرٍو قَالَ لابْنِ أَخٍ لَهُ‏‎ ‎خَرَجَ مِنَ الْوَهْطِ : أَيَعْمَلُ‏‎ ‎عُمَّالُكَ ؟ قَالَ : لاَ أَدْرِيْ ،‏‎ ‎قَالَ : أَمَا لَوْ كُنْتَ‏‎ ‎ثَقَفِيًّا لَعَلِمْتَ مَا‎ ‎يَعْمَلُ عُمَّالُكَ ، ثُمَّ‏‎ ‎الْتَفَتَ إِلَيْنَا فَقَالَ :‏‎ ‎إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا عَمِلَ مَعَ‏‎ ‎عُمَّالِهِ فِيْ دَارِهِ – وَقَالَ‏‎ ‎أَبُوْ عَاصِمٍ مَرَّةً : فِيْ‏‎ ‎مَالِهِ – كَانَ عَامِلاً مِنْ‏‎ ‎عُمَّالِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Dia pernah mendengar Abdullah bin Amer -radhiyallahu anhu- berkata kepada keponakannya yang telah keluar dari kebunnya, “Apakah para pekerjamu sedang bekerja?” Keponakannya berkata, “Aku tak tahu.” Beliau berkata, “Ingatlah, andaikan engkau adalah orang Tsaqif, maka engkau akan tahu tentang sesuatu yang dikerjakan oleh para pekerjamu.” Kemudian beliau menoleh kepada kami seraya beliau berkata, “Sesungguhnya seseorang bila bekerja bersama para pekerjanya di kampungnya atau hartanya, maka ia adalah pekerja di antara pekerja-pekerja Allah -Azza wa Jalla-.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (448). Syaikh Al-Albaniy men-shohih-kan hadits ini dalam Shohih Al-Adab (hal. 154)]

Amer bin Dinar -rahimahullah- berkata,

عَنْ عَمْرٍو قَالَ: دَخَلَ عَمْرُو‎ ‎بْنُ الْعَاصِ فِيْ حَائِطٍ لَهُ‏‎ ‎بِالطَّائِفِ يُقَالُ لَهُ‏‎ ‎الْوَهْطُ, فِيْهِ أَلْفُ أَلْفِ‏‎ ‎خَشَبَةٍ اِشْتَرَى كُلَّ خَشَبَةٍ‏‎ ‎بِدِرْهَمٍ –يَعْنِيْ: يُقِيْمُ‏‎ ‎بِهِ اْلأَعْنَابَ-‏

“Amer bin Al-Ash pernah masuk ke dalam suatu kebun miliknya di Tho’if yang dinamai dengan “Al-Wahthu”. Di dalamnya terdapat satu juta batang kayu. Beliau telah membeli setiap kayu dengan harga satu dirham. Maksudnya, beliau menegakkan dengannya batang-batang anggur.” [HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (46/182)]

Para pembaca yang budiman, perhatikanlah sahabat Amer bin Al-Ash telah berani berkorban demi memelihara tanaman-tanaman yang terdapat dalam kebunnya. Semua ini menunjukkan kepada kita tentang semangat para sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam melaksanakan perintah dan anjuran beliau dalam menghijaukan lingkungan. Maka contohlah mereka dalam perkara ini, niscaya kalian mendapatkan keutamaan sebagaimana yang mereka dapatkan. Namun satu hal perlu kita ingat bahwa usaha dan program penghijauan seperti ini terpuji selama tidak melalaikan kita dari kewajiban, seperti jihad, sholat berjama’ah, mengurusi anak dan keluarga atau kewajiban-kewajiban lainnya. Jika melalaikan, maka hal itu tercela!!!
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar