Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata;
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنَ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلاَ تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابٌ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلٌ
"Dunia berjalan meninggalkan manusia sedangkan akhirat berjalan menjemput manusia, dan masing-masing memiliki generasi. Maka jadilah kalian generasi akhirat dan janganlah kalian menjadi generasi dunia. Karena hari ini (di dunia) yang ada hanyalah amal dan belum dihisab sedangkan besok (di akhirat) yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi amal."
Kehidupan duniawi dan ukhrawi merupakan fitroh yang harus dijalani oleh manusia, sehingga menjalani kehidupan ini dengan memenuhi kebutuhan keduanya tidak dapat dipisah-pisah. Membuat keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan bagian dalam ajaran Islam yang harus dilaksanakan oleh umatnya.
Pada akhir abad pertama tahun hijriyah banyak bermunculan para sufi. Di antara cara yang dilakukan oleh para sufi yaitu uzlah, yaitu lari dari dunia, menghindar dari kehidupan masyarakat. Mereka berada di tempat-tempat tertentu untuk mendekat diri kepada Allah SWT, tapi lari dari tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat, dan cara seperti ini juga dikecam oleh Islam.
Allah berfirman;
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا شَهِدْنَا عَلَى أَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِينَ
Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kalian, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata: “Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri”, sementara kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. (Al-An’am 130)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiqun 9)
Serupa dengan ayat diatas adalah sabda Nabi Saw;
أَلاَ إنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا ، إِلاَّ ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى ، وَمَا وَالاهُ ، وَعالِماً وَمُتَعَلِّماً رواه الترمذي
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda: ‘Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu terlaknat. Semua yang ada di dalamnya terlaknat kecuali dzikrullah serta orang yang berdzikir, orang yang berilmu agama dan orang yang mengajarkan ilmu agama.“ (HR. Tirmidzi)
Yakni dunia mampu menyebabkan laknat Allah (jauh dari rahmatnya) disebabkan kemampuannya dalam melalaikan dari perintah-perintah Allah, kecuali Dzikir Allah dan para ahlinya, orang yang berilmu agama dan orang yang mengajarkan ilmu agama. Demikian karena Ahli Dzikir dan Ahli Ilmu (Ulama) mengingat Allah dalam segala sesuatu, dan gemerlap dunia tidak membuat mereka lupa.
Perumpamaan dunia dan ahlinya
Di antara metode Al Qur’an dalam menyampaikan ajarannya adalah dengan menggunakan permisalan, karena permisalan itu akan lebih mendekatkan pemahaman dari selainnya. Di antara sekian banyak permisalan yang terdapat dalam Al Qur’an adalah permisalan dan perumpamaan kehidupan dunia.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Perumpamaan kehidupan dunia itu hanyalah laksana air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS Yunus: 24)
Dunia ini ibarat bangkai sedang orang yang senang kepadanya ibarat anjing, Allah berfirman;
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ، وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat -ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Al-A’rof 175-176)
Allah menyamakan orang yang condong kepada dunia melebihi akhirat seperti anjing yang menjulur-julurkan lidahnya tak peduli bagaimanapun kau memperlakukannya (perumpamaan sifat tamak). Karena itu Rasul Saw bersabda;
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Andai anak Adam diberi emas satu lembah, ia ingin mendapat dua lembah. Tidak ada yang dapat membungkam mulutnya selain tanah, dan Allah mengabulkan taubat hamba-Nya yang bertaubat”. (HR. Bukhari-Muslim)
Maksudnya, anak Adam akan selalu tamak terhadap dunia hingga ia binasa dan mulutnya tersumbat tanah pusara.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ بِالسُّوقِ دَاخِلاً مِنْ بَعْضِ الْعَالِيَةِ وَالنَّاسُ كَنَفَتَهُ فَمَرَّ بِجَدْىٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ فَتَنَاوَلَهُ فَأَخَذَ بِأُذُنِهِ ثُمَّ قَالَ « أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ ». فَقَالُوا مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَىْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ قَالَ « أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ ». قَالُوا وَاللَّهِ لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيهِ لأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ فَقَالَ « فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ ».
Dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melintas masuk ke pasar seusai pergi dari tempat-tempat tinggi sementara orang-orang berada disisi beliau. Beliau melintasi bangkai anak kambing dengan telinga melekat, beliau mengangkat telinganya lalu bersabda: Siapa diantara kalian yang mau membeli ini seharga satu dirham? mereka menjawab: Kami tidak mau memilikinya, untuk apa? Beliau bersabda: Apa kalian mau (bangkai) ini milik kalian? mereka menjawab: Demi Allah, andai masih hidup pun ada cacatnya karena telinganya menempel, lalu bagaimana halnya dalam keadaan sudah mati? Beliau bersabda: Demi Allah, dunia lebih hina bagi Allah melebihi (bangkai) ini bagi kalian. (HR. Muslim)
Dunia sebagai pembawa bencana
Dunia adalah pangkal segala bencana, ingatlah bagaimana Adam diturunkan dari surga dengan iming-iming menjadi seorang malaikat atau menjadi manusia abadi;
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلَّا أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا مِنَ الْخَالِدِينَ
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (Al-A’raf 20)
فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى
Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldidan kerajaan yang tidak akan binasa?” (Taha 120)
Pada masa Nabi Muhammad, dalam perang Uhud gemerlap dunia telah melenakan kaum Muslimin dari perintah Nabi sehingga menyebakan kekalahan mereka.
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai (Ghanimah). Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema’afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman. (Ali Imron 152)
Begitu pula bencana-bencana yang menimpa kaum muslim sekarang.
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الْأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ قَالَ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنْ تَكُونُونَ غُثَاءً كَغُثَاءِ السَّيْلِ يَنْتَزِعُ الْمَهَابَةَ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ وَيَجْعَلُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ قَالَ قُلْنَا وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Rasulullah saw bersabda, “Akan tiba suatu saat dimana seluruh manusia bersatu padu melawan kalian dari segala penjuru, seperti halnya berkumpulnya manusia mengelilingi meja makan.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu terjadi karena waktu itu jumlah kami sedikit?”Beliau menjawab, “Pada saat itu jumlah kalian banyak. Namun kalian dalam kondisi tiada daya seperti buih di lautan. Allah mencabut rasa takut dari dada musuh kalian, dan mencampakkan ke dalam hati kalian al-wahn.” Para sahabat bertanya, “Apakah itu al-wahn?”Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”(HR.Imam Ahmad)
إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ البقر وَرَضِيتُمْ بالزرعِ وتركتم الجهادَ سلط اللهُ عليكم ذُلا لاَ يَنْزِعُهُ حتى ترجعوا إلى دينِكم
”Apabila kalian telah melakukan transaksi jual beli dengan cara `inah (riba), kalian memegang ekor sapi, kalian puas dengan sawah ladang, dan kalian telah meninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan pada kalian kehinaan. Dia tidak akan mencabutnya dari kalian sehingga kalian kembali kepada agama kalian.“ (HR. Abu Dawud)
Pencurian, pembunuhan, perampasan hak, dan lain sebagainya penyebabnya tidak lepas dari dunia.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ : لَمَّا بُعِثَ مُحَمَّدٌ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَتَتْ إبْلِيسَ جُنُودُهُ فَقَالُوا قَدْ بُعِثَ نَبِيٌّ وَأُخْرِجَتْ أُمَّةٌ قَالَ أَيُحِبُّونَ الدُّنْيَا قَالُوا نَعَمْ قَالَ لَئِنْ كَانُوا يُحِبُّونَهَا مَا أُبَالِي أَنْ لَا يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ ، وَأَنَا أَغْدُو عَلَيْهِمْ ، وَأَرُوحُ بِثَلَاثٍ أَخْذِ الْمَالِ مِنْ غَيْرِ حَقِّهِ ، وَإِنْفَاقِهِ فِي غَيْرِ حَقِّهِ ، وَإِمْسَاكِهِ ، وَالشَّرُّ كُلُّهُ تَبَعٌ لِذَلِكَ
Dari Abu Umamah Al-Bahily RA; “ketika Nabi Muhammad diutus, para tentara Iblis mendatangi Iblis dan bertkata; “Telah diutus seorang Nabi dan dikeluarkan suatu umat”. Iblis berkata; “Apakah mereka mencintai dunia?”. Mereka menjawab; “Ya”. Iblis berkata; “Jikalau mereka benar menyukainnya niscaya aku tidak peduli apaka mereka tidak menyembah berhala-berhala, aku akan pergi kepada mereka dengan tiga perkara, mengambil harta dengan tidak benar, membelanjakan harta pada perkara yang tidak benar, dan menahannya (tidak mau bersedekah), dan kejelekan seluruhnya adalah pengikut hal-hal tadi”.
Ketika pintu-pintu dunia dibukakan untuk para Sahabat mereka berkata;
ابتلينا بفتنة الضراء فصبرنا وابتلينا بفتنة السراء فلم نصبر
Kita diuji dengan fitnah kesengsaraan kemudian kita sabar. Dan kita diuji dengan fitnah kesenangan kemudian kita tidak (mampu) sabar.
Karena itu Rasul Saw bersabda;
فوالله ما الفقر أخشى عليكم ولكني أخشى أن تبسط عليكم الدنيا كما بسطت على من كان من قبلكم فتنافسوها كما تنافسوها وتهلككم كما أهلكتهم
“Demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka” (HR Bukhari dan Muslim)
Memilikinya bisa menyebabkan sikap sombong dan enggan menerima kebenaran, simaklah firman-firman Allah berikut;
مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ، عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ، أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ، إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
….yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, (Semua itu) karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak, Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: “(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala.” (Al-Qalam 12-15)
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى، أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (Al-Alaq 6-7)
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.”Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah 258)
Terlihat dari ayat-ayat diatas bahwa penyebab-penyebab sikap sombong menolak kebenaran adalah jabatan, kekuasaan, punya harta dan merasa tercukupi, punya banyak anak laki-laki (orang Arab sangat membanggakan ini dikarenakan punya banyak anak laki-laki berarti punya banyak orang yang menjadi pelindung dan pengikut). Itulah sebabnya para pengikut Rasul kebanyakan adalah orang-orang rendahan dan rakyat biasa yang tak punya apa-apa sehingga orang-orang kafir berkata;
أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ
“Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?.” (As-Syu’ara’ 111)
Obat penyakit cinta dunia
Obat mujarab untuk menghilangkan penyakit cinta dunia adalah mengingat akhirat, mulai dari mengingat mati sebagai gerbangnya sampai apa-apa yang terjadi pada hari kiamat. At-Taimy berkata “Dua berkara yang mampu memutus keledzatan dunia ; mengingat mati dan mengingat (bahwa kelak) akan berdiri (pada hari kiamat) dihadapan Allah Azza Wa Jall.
Ketika Allah menyebutkan bahwa manusia mencintai dunia dan meninggalkan akhirat, Allah melanjutkan dengan menyebutkan apa yang terjadi nanti pada hari kiamat, dan memperingatkan manusia bagaimana nanti jika maut datang menjemput;
كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ، وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ، وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ، وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ، تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ، كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ، وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ، وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ، وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ
Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat.
Sekali-kali jangan! Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,
dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?”, dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. (Al-Qiyamah 20-30)
Allah juga berfirman;
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ، حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِر، كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ، ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ، كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ، لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sehingga kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu!! seandainya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin (niscaya kamu tidak akan melakukannya).
(Demi Allah) Kalian akan benar-benar akan melihat neraka Jahiim. (At-Takatsur 1-6)
Sejalan dengan firman Allah diatas adalah sabda Rasul Saw;
عن أبي الدرداء قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لو تعلمون ما أعلم لبكيتم كثيرا ، ولضحكتم قليلا ، ولهانت عليكم الدنيا ، ولآثرتم الآخرة »
Dari Abi Dardak ia berkata; Rasulullah Saw bersabda; “Sekiranya kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan kalian akan banyak menangis, dan akan ringan bagimu (urusan) Dunia, dan kalian akan memilih Akhirat.” (HR. Ibnu Abi Dunya)
Termasuk dalam hal ini adalah mengingat dan membandingkan apa yang terjadi nanti bagi orang-orang yang lebih memilih dunia dan yang terjadi bagi orang yang memilih Akhirat;
إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُون، أُولَئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.(Yunus 7-8)
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ، أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ،
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Hud 15-16)
فَأَمَّا مَنْ طَغَى، وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى، وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى، فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (An-Naazi’aat 37-41)
Selain itu senantiasalah mengingat keunggulan akhirat dibanding dunia, Allah berfirman;
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَ، وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Tetapi kalian memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la 16-17)
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Al-An’am 32)
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ، قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?.” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Ali Imron 14-15)
Sangat sedikit orang-orang kaya di zaman ini (kalaupun mereka mendapatkan harta dengan cara yang halal,) yang meneladani kehidupan para shahabat yang mulia semisal Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallaahu ‘anhu atau Utsman bin ‘Affan radhiyallaahu ‘anhu yang masyhur akan kekayaannya namun rela membelanjakan hampir seluruh hartanya di jalan Allah Ta’ala dan untuk amal shalih. Wallaahu a’lam. Ada sebuah pelajaran yang sangat berharga (sekaligus bahan perenungan,) yang bisa dipetik dari firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala berikut;
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا (45
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Kahfi: 45)
يقول تعالى لنبيه صلى الله عليه وسلم أصلا ولمن قام بوراثته بعده تبعا: اضرب للناس مثل الحياة الدنيا ليتصوروها حق التصور، ويعرفوا ظاهرها وباطنها، فيقيسوا بينها وبين الدار الباقية، ويؤثروا أيهما أولى بالإيثار. وأن مثل هذه الحياة الدنيا، كمثل المطر، ينزل على الأرض، فيختلط نباتها، تنبت من كل زوج بهيج، فبينا زهرتها وزخرفها تسر الناظرين، وتفرح المتفرجين، وتأخذ بعيون الغافلين، إذ أصبحت هشيما تذروه الرياح، فذهب ذلك النبات الناضر، والزهر الزاهر، والمنظر البهي، فأصبحت الأرض غبراء ترابا، قد انحرف عنها النظر، وصدف عنها البصر، وأوحشت القلب، كذلك هذه الدنيا، بينما صاحبها قد أعجب بشبابه، وفاق فيها على أقرانه وأترابه، وحصل درهمها ودينارها، واقتطف من لذته أزهارها، وخاض في الشهوات في جميع أوقاته، وظن أنه لا يزال فيها سائر أيامه، إذ أصابه الموت أو التلف لماله، فذهب عنه سروره، وزالت لذته وحبوره، واستوحش قلبه من الآلام وفارق شبابه وقوته وماله، وانفرد بصالح، أو سيئ أعماله، هنالك يعض الظالم على يديه، حين يعلم حقيقة ما هو عليه، ويتمنى العود إلى الدنيا، لا ليستكمل الشهوات، بل ليستدرك ما فرط منه من الغفلات، بالتوبة والأعمال الصالحات، فالعاقل الجازم الموفق، يعرض على نفسه هذه الحالة، ويقول لنفسه: قدري أنك قد مت، ولا بد أن تموتي، فأي: الحالتين تختارين؟ الاغترار بزخرف هذه الدار، والتمتع بها كتمتع الأنعام السارحة، أم العمل، لدار أكلها دائم وظلها، وفيها ما تشتهيه الأنفس وتلذ الأعين؟ فبهذا يعرف توفيق العبد من خذلانه، وربحه من خسرانه.
“Allah Ta’ala berfirman pertama-tama kepada NabiNya Shalallaahu ‘alaihi wa sallama dan terarah kepada orang-orang yang mewarisi (misinya) sepeninggal beliau secara otomatis, ‘Buatkanlah untuk manusia,(الحياة الدنيا مثل) ‘perumpamaan kehidupan dunia’, agar mereka mengimajinasikannya dengan benar dan mengetahui (seluk-beluknya) zahir dan batin, membandingkannya dengan kampung akhirat, dan mengutamakan manakah yang seharusnya dikedepankan. Sesungguhnya permisalan kehidupan dunia, ibarat air hujan yang turun ke tanah. Kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi subur, menumbuhkan segala macam tanaman yang sedap dipandang. Pada saat perhiasan dan keindahannya menyebabkan para pemandangnya senang dan membuat orang-orang yang menyaksikannya ceria serta menawan pandangan insan-insan yang lalai, tiba-tiba ia berubah menjadi(هشيما تذروه الرياح) ‘kering yang diterbangkan oleh angin’, akibatnya tanaman yang indah dan bunga yang memikat serta panorama yang menarik menjadi sirna. Tanah menjadi penuh dengan debu. Fokus padangan pun beralih darinya, mata-mata berpaling darinya menyebabkan hati sesak.
Demikian pula kondisi dunia, di saat pemiliknya terpukau dengan masa mudanya, berhasil mengalahkan kawan-kawan dan memunguti bunga-bunga kelezatannya, larut dalam kenikmatan-kenikmatannya di seluruh waktunya, dan diapun menyangka akan senantiasa di dalamnya di seluruh hari-harinya, tiba-tiba kematian mendatanginya atau kehancuran menimpa harta bendanya, kgembiraannya pudar, kelezatan dan kegirangannya hilang. Hatinya sesak karena didera berbagai macam kepedihan. Dia pun terpisah dengan masa mudanya, kekuatan, dan kekayaannya. Tinggal sendirian ditemani amal baik atau (amal) buruknya.
Pada saat itulah, orang zhalim menggigit dua tangannya lantaran mengetahui kondisinya yang nyata dan berangan-angan bisa kembali ke dunia (untuk memperbaiki diri). Bukan untuk menuntaskan nafsu syahwatnya, akan tetapi dalam upaya menambal kekurang-kekurangan yang dia kerjakan berupa kelalaian-kelalaian, dengan taubat dan beramal shalih.
Orang yang cerdik lagi berkepribadian kuat yang meraih (taufik dari Allah) menghadirkan kondisi ini ke hadapan matanya. Kemudian berkata kepada dirinya sendiri, ‘Anggap saja engkau sudah mati dan pasti engkau akan mati, kondisi manakah yang engkau pilih, tertipu dengan keindahan tempat ini (dunia) dan bersenang-senang layaknya binatang ternak yang sedang berkeliaran, ataukah beramal untuk tempat yang perjamuannya abadi dan naungannya (yang juga demikian). Di dalamnya terdapat apa yang diinginkan oleh hati dan sedap (dipandang) mata. Dengan ini bisa diketahui, apakah seorang hamba mendapatkan taufik atau tersia-siakan, memperoleh keuntungan atau kerugian.”
Kemudian Allah Ta’ala berfirman di ayat selanjutnya;
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi 46)
ولهذا أخبر تعالى أن المال والبنين، زينة الحياة الدنيا، أي: ليس وراء ذلك شيء، وأن الذي يبقى للإنسان وينفعه ويسره، الباقيات الصالحات، وهذا يشمل جميع الطاعات الواجبة والمستحبة من حقوق الله، وحقوق عباده، من صلاة، وزكاة، وصدقة، وحج، وعمرة، وتسبيح، وتحميد، وتهليل، وتكبير، وقراءة، وطلب علم نافع، وأمر بمعروف، ونهي عن منكر، وصلة رحم، وبر والدين، وقيام بحق الزوجات، والمماليك، والبهائم، وجميع وجوه الإحسان إلى الخلق، كل هذا من الباقيات الصالحات، فهذه خير عند الله ثوابا وخير أملا فثوابها يبقى، ويتضاعف على الآباد، ويؤمل أجرها وبرها ونفعها عند الحاجة، فهذه التي ينبغي أن يتنافس بها المتنافسون، ويستبق إليها العاملون، ويجد في تحصيلها المجتهدون، وتأمل كيف لما ضرب الله مثل الدنيا وحالها واضمحلالها ذكر أن الذي فيها نوعان: نوع من زينتها، يتمتع به قليلا ثم يزول بلا فائدة تعود لصاحبه، بل ربما لحقته مضرته وهو المال والبنون ونوع يبقى وينفع صاحبه على الدوام، وهي الباقيات الصالحات.
“Oleh karena itu, Allah Ta’ala memberitahukan bahwa kekayaan dan anak-anak adalah (زينة الحياة الدنيا)‘perhiasan kehidupan dunia’, maksudnya tidak ada fungsi lainnya. Perkara yang abadi bagi seorang manusia, bermanfaat dan membahagiakannya adalah amalan-amalan yang kekal lagi shalih. Ini mencakup seluruh jenis ketaatan yang wajib atau sunnah, yang bertalian dengan hak-hak Allah dan hak-hak sesama manusia berupa shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, bertasbih (mengucapkan) tahmid, tahlil dan (takbir), membaca (Al-Qur’an), mencari ilmu yang bermanfaat, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, menjalin tali silaturahim, berbakti kepada kedua orang tua, melaksanakan hak-hak istri, budak-budak dan hewan-hewan serta seluruh jenis perbuatan baik yang ditujukan kepada sesama manusia.
Ini semua termasuk baqiyyatush shalihat (amalan-amalan yang kekal lagi shalih). Amal perbuatan ini lebih baik pahalanya di sisi Allah dan lebih baik untuk menjadi harapan. Pahalanya lestari dan berlipat ganda selama-lamanya. Pahala, kebaikan dan kegunaan amalan itu senantiasa diharap-harap di waktu yang diperlukan. Inilah yang sepatutnya (menjadi ajang) perlombaan bagi orang-orang yang berlomba dan (wahana) adu cepat bagi orang-orang yang beramal, serta (menjadi media) ketekunan untuk meraihnya bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh.
Cermatilah, bagaimana Allah menggariskan perumpamaan dunia dan kondisinya serta kepudarannya, Allah menyebutkan bahwa di dalamnya terdapat dua macam (hakikat): Jenis (pertama) yang menjadi sumber keindahannya yang akan dinikmati sejenak kemudian lenyap tanpa faidah yang kembali bagi pemiliknya. Dan bahkan tidak menutup kemungkinan dia terkena kemudharatannya yaitu harta dan anak. Dan jenis (kedua) yang abadi bagi pemiliknya secara lestari, yaitu baqiyyatush shalihat (amalan yang kekal lagi shalih).”
Suatu ketika Nabi Sulaiman melewati seorang dari Bani Israil, ia berkata; “Wahai putra Dawud, sungguh Allah telah memberikanmu kerajaan yang agung”. Nabi Sulaiman mendengar perkataannya dan berkata;
لتسبيحة في صحيفة مؤمن خير مما أعطي ابن داود فما أعطي لابن داود يذهب والتسبيحة تبقى
Sungguh bacaan Tasbih di lembaran (catatan amal) seorang mukmin lebih baik dari apa yang diberikan kepada putra Dawud. Apa yang diberikan kepada putera Dawud akan lenyap sedang bacaan Tasbih tetap ada.
Jika Tasbih lebih baik dari apa yang diberikan kepada Nabi Sulaiman maka bagaimanakah dengan amalan yang lebih agung darinya seperti sholat berjamaah? Lalu mengapa orang-orang ketika mendengar panggilan shalat lebih memilih dagangannya daripada mengambil wudlu untuk shalat berjamaah?
Bagaimana menyingkapi godaan dunia dengan benar
Sesungguhnya Allah mencipatakan dunia seisinya dan menghiasinya sebagai godaan bagi manusia;
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Al-Kahfi 7)
Akan tetapi dengan banyaknya ayat dan hadist yang menganjurkan untuk membenci dunia terkadang menimbulkan kesalah pahaman yaitu ayat dan hadist tadi merupakan anjuran untuk meninggalkan segala urusan duniawi berupa pekerjaan dan merupakan larangan untuk memperoleh kekayaan dan kesuksesan dunia. Sebagian lagi justru menjadikannya alasan untuk meninggalkan kewajiban menafkahi anak istri.
Dengan demikian perlu kita ketahui bahwa biarpun banyak sekali ayat maupun hadist yang memperingatkan bahaya dunia dan godaannya, akan tetapi tidak ada satupun yang menunjukkan larangan untuk mencari rizki dan kekayaan, sebaliknya Allah justru menganjurkan hambanya untuk mencari rizki namun tetap harus selalu ingat kepadaNya;
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Al-Jumuah 10)
Allah juga berfirman;
فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Maka carilah rizki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. (Al-Ankabut 17)
Maka dapat diketahui bahwa sebenarnya yang dilarang adalah lalai kepada Allah karena dunia, kepada perintah-perintahnya, kepada larangan-larangannya, kepada peringatan-peringatan yang Allah sampaikan melalui Rasulnya.
Ini adalah tingkatan dasar dimana seorang mukmin wajib melaksanakannya, tingkatan yang lebih tinggi adalah bagaimana seorang tidak bekerja mencari dunia kecuali untuk kebutuhan hidupnya saja, setelah itu ia habiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah Swt.
Biar begitu seorang mukmin tetap harus waspada karena jarang sekali orang bisa rajin dan khusyuk dalam beribadah sedang harta dunia berkumpul disekelilingnya.
Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata:
‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam bersabda: “Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan, dan pada harta terdapat penyakit yang sangat banyak.”
Beliau ditanya: “Wahai Ruh (ciptaan) Allah, apa penyakit-penyakitnya?”
Beliau menjawab: “Tidak ditunaikan haknya.”
Mereka menukas: “Jika haknya sudah ditunaikan?”
Beliau menjawab: “Tidak selamat dari membanggakannya dan menyombongkannya.”
Mereka menimpali: “Jika selamat dari bangga dan sombong?”
Beliau menjawab: “Memperindah dan mempermegahnya akan menyibukkan dari dzikrullah (mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala).”
Takhtimah
Seorang mukmin hidup di dunia ibaratnya seperti orang asing atau musafir. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang selayaknya dijadikan pelajaran dan diterapkan oleh seorang mukmin dalam kehidupannya di dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda,"Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian)."Lalu Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu menyatakan, "Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu." (HR. Al-Bukhariy no.6416)
Para 'ulama menjelaskan hadits ini dengan mengatakan, "Janganlah engkau condong kepada dunia; janganlah engkau menjadikannya sebagai tempat tinggal (untuk selama-lamanya -pent); janganlah terbetik dalam hatimu untuk tinggal lama padanya; dan janganlah engkau terikat dengannya kecuali sebagaimana terikatnya orang asing di negeri keterasingannya dan janganlah engkau tersibukkan padanya dengan sesuatu yang orang asing yang ingin pulang ke keluarganya tidak tersibukkan dengannya; dan Allah-lah yang memberi taufiq."
Maka beruntunglah bagi mereka yang tidak terperdaya dengan kehidupan dunia ini.
Mati adalah sesuatu yang pasti dan sesudah kematian pasti akan ada pertanggungjawaban.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2). Ada 3 poin dari ayat di atas yang akan coba kita bahas.
Mati dan Hidup adalah Kehendak Allah
Ath Thobariy mengatakan bahwa Allah akan mematikan siapa saja dan apa saja. Begitu pula ia akan memberi kehidupan pada siapa saja dan apa saja hingga waktu yang ditentukan.
Dunia Hanyalah Kehidupan Sementara Waktu
Dari ‘Atho’, dari Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Kematian akan ditemui di dunia. Sedangkan kehidupan hakiki adalah di akhirat.” Qotadah mengatakan, “Allah memang menentukan adanya kematian dan kehidupan di dunia. Namun Allah menjadikan dunia ini sebagai negeri kehidupan yang pasti akan binasa. Sedangkan Allah menjadikan negeri akhirat sebagai negeri balasan dan akan kekal abadi.”
Mengapa Allah Menyebutkan Kematian Lebih Dahulu Baru Kehidupan?
Ada beberapa alasan yang disebutkan oleh para ulama:
Alasan pertama: Karena kematian itu akan kita temui di dunia. Sedangkan kehidupan yang hakiki adalah di akhirat. –Lihat perkataan Ibnu ‘Abbas di atas-
Alasan kedua: Segala sesuatu diawali dengan tidak adanya kehidupan terlebih dahulu seperti nutfah, tanah dan semacamnya. Baru setelah itu diberi kehidupan.
Alasan ketiga: Penyebutan kematian lebih dulu supaya mendorong orang untuk segera beramal.
Alasan keempat: Kematian itu masih berupa nuthfah (air mani), mudh-goh (sekerat daging) dan ‘alaqoh (segumpal darah), sedangkan kehidupan jika sudah tercipta wujud manusia dan ditiupkan ruh di dalamnya.
Allah SWT berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al Qashash: 77).
Urusan akhirat adalah suatu hal yang harus diutamakan, itu terbukti dari firman-Nya yang menyebutkan kata akhirat lebih dulu dari dunia. Orang yang mencari akhirat terlebih dahulu pasti dia akan mendapatkan dunia. Namun, sebaliknya orang yang mencari dunia pasti tidak akan mendapatkan akhirat. Akhirat adalah tujuan akhir kita sementara dunia hanyalah jalan kita menuju akhirat. Bila kita beri perumpamaan perjalanan akhirat dan dunia seperti kita menaiki suatu lift dalam suatu gedung, misalnya kita sedang berada di lantai pertama dengan tujuan akhir kita adalah lantai tiga (perumpamaan mereka yang mencari dunia), bandingkan dengan kita sedang berada di lantai pertama dengan tujuan akhir kita adalah lantai lima (perumpamaan mereka yang mencari akhirat) pasti kita akan melewati lantai dua, tiga, dan empat. Berbeda dengan mereka yang mencari dunia dengan tujuan akhir di lantai tiga pasti mereka tidak akan pernah sampai di lantai lima karena tujuan akhir mereka adalah dekat.
Maka dari itu marilah kita prioritaskan kehidupan akhirat namun jangan kita lupakan bagian kita di dunia ini. Ingat kita hanyalah seorang musafir yang suatu saat nanti akan pergi meninggalkan dunia ini.
Persiapkanlah bekal akhiratmu dengan amalan yang baik di duniamu saat ini “…siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya…” (QS. Al-Mulk: 2).
“Ibadah jangan asal, nanti di akhirat menyesal”
Wahai para mas bero, mbak2, ibu2, bapak2 dan yang masih merasa belia..
Kehidupan manusia merupakan perjalanan panjang, melelahkan, penuh liku-liku, dan melalui tahapan demi tahapan. Berawal dari alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam barzakh, sampai pada alam akhirat yang berujung pada tempat persinggahan terakhir bagi manusia, surga atau neraka. Al-Qur’an dan Sunnah telah menceritakan setiap fase dari perjalanan panjang manusia itu.
Kehidupan dunia bagaikan seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon yang rindang untuk sesaat melepas penatnya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Kehidupan dunia hanyalah salah satu dari sekian jenjang yang dilewati oleh manusia untuk menuju jenjang berikutnya yang berujung pada kehidupan yang kekal nan abadi. Keyakinan seperti inilah yang terpatri dalam sanubari mukmin sejati sehingga ia tidak terlena dengan kemegahan dunia yang memesonanya. Jasadnya memang bersama manusia di muka bumi ini, namun ruhnya melintasi angkasa dan menembus langit yang tujuh. Ruhnya ingin selalu dekat dengan Rabbnya karena di sanalah ia mendapatkan kedamaian dan sejuknya kehidupan.
Demikianlah, Allah Ta’ala membuat perumpamaan-perumpamaan mengenai dunia agar manusia berhati-hati darinya, tidak tertipu dengannya dan tidak terperosok jauh ke dalamnya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar