Gonjang-ganjing perkara Ahmadiyah telah menyita perhatian masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Ahmadiyah terpecah menjadi dua kelompok yakni Ahmadiyah Qadiyani dan Lahore. Ahmadiyah Qadiyani inilah yang mendaulat pendiri sekaligus Imam pertama mereka, Mirza Ghulam Ahmad al Kadzdzab, sebagai nabi setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sedangkan Ahmadiyah Lahore tidak menganggapnya sebagai nabi, hanya sebagai pembaharu dan imam mahdi. Namun, kitab suci mereka sama, yakni at Tadzkirah, yaitu campuran antara Al Quran dengan ucapan Mirza Ghulam Ahmad al Kadzdzab.
Sebenarnya, sejak awal keberadaannya (kurang lebih dua abad yang lalu), para ulama Islam telah membantah pemikiran mereka yang batil. Baik dari Ahlus Sunnah atau Syi’ah pun telah mengcounter aqidah mereka. Namun, karena dukungan penjajah Inggris saat itu, akhirnya keberadaan mereka bisa eksis sampai hari ini, termasuk di negeri nusantara.
Mirza Ghulam Ahmad al Kadzdzab bukanlah yang pertama, bukan pula yang terakhir. Ketika masa-masa akhir kehidupan RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah ada nabi palsu bernama Musailimah al Kadzdzab di Yamamah, yang baru sempat diperangi pada masa khalifah Abu Bakar ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu dalam perang besar diYamamah. Masih pada akhir zaman Rasulullah juga, ada nabi palsu bernama Al Aswad Al ‘Ansidi Yaman lalu dibunuh oleh para sahabat sebelum wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu pada masa kekhalifahan Abu Bakar ada Thulaihah bin Khuwalid dari bani Asad bin Khuzaimah, akhirnya tobat dan dia mati dalam keadaan Islam yang baik. Begitu pula Sijah at Tamimiyah dari Bani at Tamimi yang dinikahi oleh Musailimah, dia pun mengaku nabi, namun bertobat setelah matinya Musailamah al Kadzdzab. Ada pula Al Mukhtar bin Abi Ubaid ats Tsaqafi, ia menampakkan cintanya kepada Ahlul Bait serta menuntut darah Husein, yang berhasil mendominasi Kufah pada awal pemerintahan Ibnu Zubeir. Kemudian dia diperdaya syetan dan mengaku menjadi nabi dan menyangka Jibril mendatanginya. Ya’qub bin Sufyan meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Asy Sya’bi bahwa Al Ahnaf bin Qais pernah melihat Al Mukhtar dengan kitabnya yang menyebut dirinya sebagai nabi. Abu Daud meriwayatkan dalam As Sunan dari Ibrahim an Nakha’i, bahwa beliau bertanya kepada ‘Ubaidah bin Amru, “Apakah Al Mukhtar termasuk mereka (nabi-nabi palsu)?” ‘Ubaidah menjawab: “Dia termasuk pemimpinnya.” Al Mukhtar berhasil dibunuh sekitar tahun enam puluhan (hijriyah). Lalu ada pula Al Harits Al Kadzdzab, nabi palsu pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, dan juga terbunuh saat itu. Juga pada masa pemerintahan Al ‘Abbas juga ada para pembohong. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari,Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat an Nubuwah fil Islam, Juz. 10, hal. 410, No hadits. 3340)
Demikianlah sekelumit nabi palsu masa-masa klasik, yang jumlahnya sangat banyak, ada pun yang tertulis namanya hanyalah yang terkenal, ada pun selebihnya sangat banyak bahkan tak terhitung. Di Indonesia pun telah ada Lia Aminuddin dan Ahmad Moshadeq. Sampai saat ini belum menampakkan tobatnya, bahkan Lia Aminuddin (Lia Eden) semakin menjadi-jadi kesesatannya, dia mencampurkan berbagai agama dan keyakinan.
Semoga Allah swt senantiasa menjaga umat ini dari finah para pendusta yang mengaku dirinya seorang Nabi setelah datangnya penutup para Nabi dan Rasul, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam Penutup Para Nabi dan Rasul
Sesungguhnya kenabian dan kerasulan telah ditutup dengan diutusnya Nabi dan Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil al Qur’an dan Sunnah.
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٤٠﴾
Artinya : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Ahzab : 40)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna firman Allah diatas seperti firman-Nya pula :
اللّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ سَيُصِيبُ
Artinya : “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS. Al An’am : 124)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, setelah ia mengutarakan berbagai hadits tentang kedudukan Rasulullah sebagai penutup para nabi, beliau berkata:
وقد أخبر تعالى في كتابه، ورسوله في السنة المتواترة عنه: أنه لا نبي بعده؛ ليعلموا أن كل مَنِ ادعى هذا المقام بعده فهو كذاب أفاك، دجال ضال مضل، ولو تخرق وشعبذ، وأتى بأنواع السحر والطلاسم والنَيرجيَّات ، فكلها محال وضلال عند أولي الألباب
“Allah Ta’ala telah mengabarkan melalui KitabNya, begitu pula RasulNya telah menyampaikan secara mutawatir (pasti benar) darinya: bahwa tidak ada nabi setelahnya. Agar manusia mengetahui bahwa setiap manusia yang mengaku memiliki kedudukan sebagai nabi setelah beliau, maka orang itu adalah pendusta, dajjal yang sesat dan menyesatkan, walau dia memiliki kemampuan di luar kebiasaan dan mampu menipu penglihatan manusia, mendatangkan berbagai sihir dan kekuatan. Semuanya adalah tipuan dan kesesatan di mata Ulil Albab (orang-orang yang berpikir). “ (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz. 6, Hal. 431. Daru Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’, Cet. 2. 1999M-1420H. Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah. Al Maktabah Asy Syamilah)
Para pengikut agama Ahmadiyah mengartikan Khaataman nabiyyin adalah cincinnya para nabi. Sementara para ulama Islam mengartikannya sebagai penutup para nabi (jika dibaca khaatiman nabiyyin) atau nabi yang terakhir (jika dibaca khaataman nabiyyin sebagai mana teks di atas). Jadi mau dibaca Khaatiman atau Khaataman, maknanya adalah sama yaitu tak ada nabi lagi setelahnya, karena dia sebagai penutup (khaatiman) dan nabi yang terakhir (khaataman).
Ayat ini merupakan sebuah nash bahwa tidak ada Nabi setelahnya. Dan jika tidak ada Nabi setelahnya maka tidak ada Rasul (pula) setelahnya menjadi lebih utama karena kedudukan kerasulan lebih khusus daripada kedudukan kenabian, karena sesungguhnya setiap Rasul adalah Nabi bukan sebaliknya.
Dalam hal ini terdapat beberapa hadits yang mutawatir dari sekelompok sahabat, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari At Thufail bin Ubay bin Ka’b dari Bapaknya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Perumpamaanku dari para Nabi adalah seperti seorang lelaki yang membangun rumah, dia memperindahnya dan melengkapinya, namun dia meninggalkan satu tempat sebesar batu bata dan dia tidak meletakkannya, maka orang-orang berkeliling mengitari bangunan dengan terkagum kagum sambil mengatakan, ‘seandainya tempat batu bata ini sempurna’, maka saya dari para Nabi itu seperti tempat batu bata itu.”. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Bundar dari Abi Amir al Al Aqadi, dan beliua (Tirmidzi) mengatakan,”Hasan Shahih” (Tafsir al Quran al Azhim juz VI hal 428)
Hal di atas dijelaskan oleh Imamul Mufassirin,Abu Ja’far bin Jarir ath Thabari, beliau berkata:
واختلفت القراء في قراءة قوله(وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ) فقرأ ذلك قراء الأمصار سوى الحسن وعاصم بكسر التاء من خاتم النبيين، بمعنى: أنه ختم النبيين. ذُكر أن ذلك في قراءة عبد الله(وَلَكِنَّ نَبِيًّا خَتَمَ النَّبيِّينَ) فذلك دليل على صحة قراءة من قرأه بكسر التاء، بمعنى: أنه الذي ختم الأنبياء صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم وعليهم، وقرأ ذلك فيما يذكر الحسن وعاصم(خَاتَمَ النَّبِيِّينَ) بفتح التاء، بمعنى: أنه آخر النبيين
Para Qurra (Ahli Pembaca Al Quran) berbeda pendapat tentang bacaan terhadap ayatKhaataman nabiyyin. Para Qurra dari Al Amshar (kota besar) kecuali Al Hasan dan ‘Ashim, mereka mengkasrahkan huruf ta’ menjadi (Khaatim an Nabiyyin) yang bermaknakhataman nabiyyin penutup para nabi (huruf kha’ pendek). Disebutkan bahwa itulah cara baca Abdullah bin Mas’ud (walakin nabiyyankhataman nabiyyin – tidak memanjangkan kha’ menjadi khaataman). Ini adalah dalil atas benarnya pihak yang membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, maknanya: “Bahwa dia adalah penutup para nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa ‘Alaihim. Adapun yang membaca dengan memfathahkan (Khaatam an Nabiyyin) sebagaimana yang telah disebutkan yakni Al Hasan dan ‘Ashim, maknanya: “Bahwa dia adalah akhir dari nabi – nabi.” (Imam Abu Ja’far bi Jarir ath Thabari, Jami’ al Bayan fii Ta’wil Al Quran, Juz. 20, Hal. 279. Mu’asasah ar Risalah, Cet. 1. 2000M – 1420H. Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam Al Qurthubi berkata:
وقرأ الجمهور بكسر التاء بمعنى أنه ختمهم، أي جاء آخرهم.
“Mayoritas membaca dengan mengkasrahkan huruf ta’, bermakna bahwa dia adalah penutup mereka (para nabi) yaitu yang akhir datangnya di antara mereka.” (Imam Al Qurthubi, Jami’ Li Ahkam Al Quran, Juz. 14, Hal. 196. Dar Ihya ats Turats al ‘Araby, Beirut – Libanon. 1985M-1405H. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam Abu Muhammad Al Husein bin Mas’ud al Baghawi berkata dalam tafsirnya:
ختم الله به النبوة، وقرأ عاصم: “خاتم” بفتح التاء على الاسم، أي: آخرهم، وقرأ الآخرون بكسر التاء على الفاعل، لأنه ختم به النبيين فهو خاتمهم.
“Dengannya Allah telah menutup kenabian. ‘Ashim membacanya ‘Khaatam’ dengan fathah pada huruf ta’menjadi isim, yakni, “Akhirnya mereka (nabi-nabi).” Sedangkan yang lain membaca dengan mengkasrahkan ta’ menjadifaa’il, karena dengannyalah menutup para nabi, dan dia penutup mereka.” (Imam al Baghawi,Ma’alimut Tanzil, Juz. 6 Hal. 358. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’, Cet. 4, 1997M-1417H. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Umar asy Syihi biasa disebut Al Khazin berkata dalam tafsirnya:
ختم الله به النبوة فلا نبوة بعده أي ولا معه
“Dengannya Allah telah menutup kenabian, maka tidak ada kenabian setelahnya, yaitu tidak pula bersamanya.” (Imam al Khazin, Lubab at Ta’wil fii Ma’ani at Tanzil, Juz. 5, Hal. 199. Al Maktabah Asy Syamilah)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu,bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ
“Kiamat tidak akan datang sampai datangnya para dajjal pendusta jumlahnya hampir tiga puluh, semuanya mengklaim dirinya sebagai Rasulullah.” (HR. Bukhari, Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat An Nubuwah fil Islam, Juz. 11, Hal. 441, No hadits. 3340. Muslim, Kitab Al Fitan wal Asyratus Sa’ah Bab Laa taquumus Sa’ah hatta yamurru ar rajul biqabri ar rajul …, Juz. 14, hal. 142. No hadits. 5205)
Jadi, adanya orang-orang yang mengaku nabi merupakan bagian dari tanda-tanda datangnya kiamat. Hal itu sudah sinyalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sejak empat belas abad silam. Namun selalu ada para ulama garda depan yang selalu siap mengcounter kebohongan mereka.
Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وَقَدْ وُجِدَ مِنْ هَؤُلَاءِ خَلْق كَثِيرُونَ فِي الْأَعْصَار ، وَأَهْلَكَهُمْ اللَّه تَعَالَى ، وَقَلَعَ آثَارهمْ ، وَكَذَلِكَ يُفْعَل بِمَنْ بَقِيَ مِنْهُمْ .
“Mereka selalu ada pada masing-masing zaman, tetapi Allah Ta’ala binasakan mereka, dan Allah hilangkan pengaruhnya, hal itu juga terjadi pada sisa pengikut mereka.” (Imam An Nawawi,Syarah ‘Alash Shahih Muslim, Kitab Al Fitan wal Asyratus Sa’ah Bab Laa taquumus Sa’ah hatta yamurru ar rajul biqabri ar rajul …Juz. 9, hal. 309, No. 5205)
Imam Ibnu Hajar al Asqalani Rahimahullah berkata:
وَلَيْسَ الْمُرَاد بِالْحَدِيثِ مَنْ اِدَّعَى النُّبُوَّة مُطْلَقًا فَإِنَّهُمْ لَا يُحْصَوْنَ كَثْرَة لِكَوْنِ غَالِبهمْ يَنْشَأ لَهُمْ ذَلِكَ عَنْ جُنُون أَوْ سَوْدَاء وَإِنَّمَا الْمُرَاد مَنْ قَامَتْ لَهُ شَوْكَة وَبَدَتْ لَهُ شُبْهَة كَمَنْ وَصَفْنَا ، وَقَدْ أَهْلَكَ اللَّه تَعَالَى مَنْ وَقَعَ لَهُ ذَلِكَ مِنْهُمْ وَبَقِيَ مِنْهُمْ مَنْ يُلْحِقهُ بِأَصْحَابِهِ وَآخِرهمْ الدَّجَّال الْأَكْبَر
“Maksud hadits itu tidaklah berarti secara mutlak jumlahnya (mereka adalah tiga puluh), sebenarnya para nabi palsu ini tak terhitung jumlahnya, namun yang dimaksudkan dengan pembatasan jumlah itu adalah mereka itulah yang mengaku nabi, memiliki kekuatan dan ajaran menyimpang, dan punya pengikut yang banyak serta terkenal di antara manusia. Lalu Allah Ta’ala binasakan mereka temasuk pengikutnya, hingga akhirnya datangnya dajjal besar.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Manaqib Bab ‘Alamat an Nubuwah fil Islam, Juz. 10, hal. 410, No hadits. 3340)
Hadits lainnya, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Dahulu Bani Israel dipimpin oleh para nabi, ketika wafatnya seorang nabi maka datanglah nabi setelahnya, namun tidak ada nabi lagi setelahku.” (HR. Bukhari, Kitab Ahadits al Anbiya Bab Maa dziku ‘an Bani Israil, Juz. 11, Hal. 271, No hadits. 3196. Muslim, Kitab Al Imarah Bab Wujub al Wafa’ bibai’ati al Khulafa’ wal Awal fal Awal, Juz.9, Hal. 378, No hadits. 3429 )
Hadits lainnya, dari Tsauban Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Sesungguhnya akan datang pada umatku tiga puluh pembohong, semuanya mengaku sebagai nabi, padahal akulah penutup para nabi (khaatam an nabiyyin), tak ada lagi nabi setelahku.” (HR. Abu Daud, Kitab Al Fitan wal Malahim Bab Dzikru Al Fitan wa Dalailuha, Juz. 11, Hal. 322, No hadits. 3710. At Tirmidzi,Kitab Al Fitan ‘an Rasulillah Bab Maa Ja’a Laa Taqumus Sa’ah hatta Yakruju Kadzdzabun, Juz. 8, Hal. 156, No hadits. 2145. Katanya:Hasan Shahih. Syaikh al Abany mengatakan:Shahih. Lihat Misykah al Mashabih, Juz. 3 hal. 173, No. 5406 )
Hadits ini membantah pemikiran Ahmadiyah yang menafsirkan Khaatam an nabiyyin adalah cincinnya para nabi. Sebab, dalam hadits ini ada penegas setelah kalimat khaatam an nabiyyin, yaitu kalimat laa nabiyya ba’diy (tak ada lagi nabi setelahku).
Hadits lainnya:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعَلِيٍّ أَنْتَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
Dari Jabir bin Abdullah, bahwa RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Ali: “Engkau bagiku, seperti posisi Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada nabi lagi setelahku.” (HR. At Tirmidzi, Kitab Al Manaqib ‘an Rasulillah Bab Al Manaqib ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, Juz. 12, Hal. 192, No hadits. 3663. Katanya: hasan gharib. Tetapi pada hadits yang sama bunyinya no. 3664 dari jalur Sa’ad bin Abi Waqash, Imam At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu Majah,Kitab Al Muqaddimah Bab Fadhlu ‘Ali bin Abi Thalib, Juz. 1, Hal. 134, No hadits. 118, dari jalur Sa’ad bin Abi Waqash)
Sedangkan dalam hadits shahih lain juga disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ
“Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda: “Sesungguhnya perumpamaan diriku di antara para nabi sebelumku, seperti perumpamaan seorang yang sedang membangun rumah dia memperbaikinya dan memperindahnya kecuali satu bata sebelah sudut yang kosong. Maka manusia mengitari rumah itu, mereka heran dengannya, dan mereka berkata: “Kenapa yang ini tidak?” Akhirnya diletakkanlah batu bata di bagian tersebut.” Dia bersabda: “Akulah batu bata tersebut, dan aku adalah penutup para nabi.”(HR. Bukhari, Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3271. Muslim, Kitab Al Fadhail Bab Dzikru Kaunuhu Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 404, No hadits. 4239)
Imam Ibnu Hajar berkata:
وَفِي الْحَدِيث ضَرْب الْأَمْثَال لِلتَّقْرِيبِ لِلْأَفْهَامِ وَفَضْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَائِر النَّبِيِّينَ ، وَأَنَّ اللَّه خَتَمَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ ، وَأَكْمَلَ بِهِ شَرَائِع الدِّين .
Hadits ini memberikan perumpamaan dalam rangka memudahkan pemahaman dan menunjukkan keutamaan Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi wa Sallam di atas nabi – nabi lainnya dan Allah ta’ala menutup kerasulan dengannya serta menyempurnakan syariatNya degannya pula.”(Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Manaqib Bab Khatim an Nabiyyin, Juz. 11, Hal. 336, No hadits. 3270)
Sebagai rasul yang terakhir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki kekhususan dibandingkan dengan nabi yang lain. Beliau juga memiliki hak-hak atas umat manusia. Di antara yang wajib diimani sebagai kekhususan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah beliau menjadi penutup para nabi, tidak ada nabi setelah beliau. Beliau diutus untuk seluruh manusia sepanjang zaman hingga hari kiamat, sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing. Selain itu, wajib diimani pula bahwa syariat beliau menghapus syariat-syariat sebelumnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga memiliki beberapa kekhususan lainnya. Dalam ruang yang terbatas ini, mari kita melihat beberapa kekhususan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan hak-hak beliau atas umatnya. Kita awali dengan pembahasan kekhususan beliau atas para nabi dan rasul.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamadalah Khatamun Nabiyyin (Penutup Para Nabi)
Di antara kekhususan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi dan rasul sesudahnya. Keyakinan bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi, merupakan keyakinan umat Islam seluruhnya, tanpa kecuali. Keyakinan ini adalah salah satu prinsip yang disepakati oleh seluruh ulama terdahulu dan yang belakangan. Banyak dalil, baik dalil-dalil naqli (nash al-Kitab dan as-Sunnah) maupun aqli (akal) yang menunjukkannya. Di antara dalil naqli adalah empat dalil berikut.
1. Dalam al-Qur’an secara tegas Allah Subhanahu wata’ala menyatakan bahwa Muhammad adalahkhatamun nabiyyin (penutup para nabi). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, melainkan rasulullah dan penutup para nabi. Adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (al-Ahzab: 40)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini adalah nash bahwa tidak ada nabi setelahnya. Jika tidak ada nabi setelahnya, berarti tidak ada rasul setelahnya. Kerasulan lebih pantas dan lebih layak untuk tidak ada, karena risalah (kerasulan) lebih khusus daripada nubuwah (kenabian). Semua rasul adalah nabi, namun tidak sebaliknya.” (Tafsir al-Qur’anul Azhim)
2. Diriwayatkan dalam hadits mutawatir dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَضَتْ فَلاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدِي
“Sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis, maka tidak ada nabi dan rasul sesudahku.” (HR. Ahmad)
3. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَثَلِي وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا بِنَاءً فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ: هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ الْأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membuat sebuah rumah. Diperindah dan diperbagusnya (serta disempurnakan pembangunannya) kecualisatu tempat untuk sebuah batu bata di salah satu sudutbya. Orang-orang pun mengelilingi rumah dan mengaguminya lantas bertanya, “Mengapa batu bata ini belum dipasang?” Nabi pun berkata,“Sayalah batu bata (terakhir) itu, dan sayalah penutup para nabi.” (HR. al- Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Hibban)
4. Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَبْعَثَ دَجَّالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبٌ مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعَمُ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ
“Tidak akan terjadi kiamat kecuali akan keluar (muncul) tiga puluh pendusta (penipu). Semuanya mengaku sebagai rasul Allah Subhanahu wata’ala.”(HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat lain, “… Dan sesungguhnya akan muncul pada umatku pendusta yang jumlahnya tiga puluh orang. Mereka semua mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi dan tidak ada nabi sepeninggalku.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dengan sanad yang sahih menurut syarat Muslim)
Inilah empat dalil naqli yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi. Adapun dalil-dalil aqli, yang menunjukkan keyakinan Ahlus Sunnah adalah dua dalil berikut.
1. Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa agama Islam telah sempurna sehingga syariat tidak perlu lagi penambahan atau pengurangan hingga hari kiamat. Artinya, tidak perlu diutus nabi atau rasul lagi. Tentang kesempurnaan syariat Islam, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ
“Pada hari ini Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagi kalian.” (al-Maidah: 3)
2. Al-Qur’an dan as-Sunnah telah dijamin sebagai pembimbing hingga hari kiamat. Allah Subhanahu wata’ala juga menjamin akan menjaga keduanya sebagaimana dalam firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)
Jika al-Qur’an dan as-Sunnah telah dijaga hingga hari kiamat, tidak ada perubahan, cukuplah keberadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamsebagai rasul yang terakhir dengan risalah yang dijamin kemurniannya hingga hari kiamat. Oleh karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjamin kebaikan bagi mereka yang berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah dalam sabda beliau,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku tinggalkan dua hal pada kalian, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat selama-lamanya. Dua hal itu adalah al- Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. al-Imam Malik)
Hadits di atas menjelaskan bahwa cukup bagi umat Islam untuk menjadikan al-Qur’an dan sunnah Nabi sebagai pedoman hidupnya. Artinya, tidak perlu adanya nabi dan rasul sesudah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab, jika ada nabi lagi, pasti wahyu Allah Subhanahu wata’ala akan turun lagi. Akan ada lagi hadits-hadits dari nabi atau rasul yang baru tersebut,yang menambah atau mengurangi apa yang telah ada dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini sangatlah mustahil dan sangat bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wata’ala tentang kesempurnaan Islam. Jika ada yang meyakini diutusnya nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti Ahmadiyah yang menetapkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi1, sungguh dia telah mencela Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul- Nya. Ia telah keluar dari barisan kaum muslimin. Asy-Syaikh Jamaluddin Muhammad al-Anshari berkata, “Merujuk kepada al-Qur’an dan hadis mutawatir di atas, kalau ada orang yang mengatakan masih akan ada nabi setelah nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam atau ada orang yang mengaku menjadi nabi atau rasul, maka mereka telah sesat dan kafir.” (Lisanul Arab)
Sebagai penutup pembahasan, ada sebuah hal yang mungkin menjadi pertanyaan, “Bukankah di akhir zaman nanti Nabi Isa ‘Alaihisslam akan turun ke muka bumi? Apakah artinya ada nabi sesudah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam?” Jawabannya, benar bahwa Nabi Isa ‘Alaihissalam akan turun ke muka bumi di akhir zaman sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat ini Nabi Isa q berada di langit. Akan tetapi, beliau turun tidak membawa syariat baru. Beliau turun untuk menegakkan syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamDiutus untuk Seluruh Manusia
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bukan hanya diutus untuk orang-orang Arab, bukan pula kepada manusia di masa beliau saja. Yang wajib kita yakini, beliau diutus untuk seluruh manusia sepanjang masa hingga hari kiamat. Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala juga mengutus beliau untuk kalangan jin. Berbeda halnya dengan nabi dan rasul yang lain, mereka diutus khusus untuk kaumnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
… وَكَانَ : أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً ، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Aku diberi lima kekhususan yang tidak diberikan oleh Allah kepada nabi sebelumku… di antaranya: setiap nabi hanya diutus kepada umatnya,sedangkan aku diutus kepada seluruh umat manusia.” (HR. al-Bukhari)
Ayat – ayat al – Qur ’ an pun menunjukkan bahwa syariat beliau bersifat universal, berlaku untuk seluruh alam hingga hari kiamat. Di antara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
“Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadipemberi peringatan kepada seluruh alam.” (al Furqan : 1)
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutusmu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (al-Anbiya’107 )
Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutusmu kecuali kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Saba’: 28)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (al-A’raf : 158)
Syariat Beliau Menghapus Syariat- Syariat Sebelumnya
Dengan diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, terhapuslah semua syariat nabi sebelum beliau, dan tidak ada syariat lain yang diterima selain syariat yang beliau bawa. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”(Ali Imran: 85)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menguatkan makna ini dalam sabda beliau,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tak seorang pun dari umat ini yang beragama Yahudi dan tidak pula Nasrani, yang pernah mendengar tentangku lantas dia mati dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang aku bawa, kecuali dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Takhtimah
Pada dasarnya, tertutupnya pinturisalah dan nubuwwah (kenabian) setelah wafatnya Nabi Mohammad saw merupakan perkara mutawatir, dan telah menjadi konsensus para shahabat ra (ijma’ shahabat). Menyakini masalah ini merupakan bagian dari keimanan, dan siapa saja yang menyelisihinya telah terjatuh kepada kekafiran. Sebab, perkara ini termasuk ma’lum min al-diin wa al-dlarurah, dan bagian dari aqidahal-Islaamiyyah.
Sayangnya, masalah yang sudah jelas, sejelas matahari di siang hari ini masih saja dipermasalahkan oleh kaum zindiq yang merasa dirinya masih beriman dan menjadi bagian dari kaum muslim. Muncullah kemudian, Nabi dan Rasul palsu yang mengaku-ngaku sebagai Nabi dan Rasul yang dipilih Allah swt. Bahkan, sejak masa Nabi dan shahabat, banyak orang telah mengaku dirinya mendapatkan mandat risalah dan nubuwwah dari Allah swt. Padahal, al-Quran dan sunnah tidak pernah mengisyaratkan datangnya Nabi dan Rasul setelah Nabi Mohammad saw. Sebaliknya, al-Quran dan sunnahjustru telah menafikan risalah dan nubuwwah setelah wafatnya Nabi Mohammad saw.
Akan tetapi, terlepas dari tendensi-tendensi culas di balik kemunculan nabi dan rasul baru ini, kita tetap wajib mengingatkan mereka dengan penjelasan yang jernih dan mendalam sebagai manifestai kewajiban kita kepada mereka, sekaligus untuk menunaikan hak mereka untuk mendapatkan nasehat dan petunjuk yang lurus.
Para ulama salaf dan khalaf telah sepakat, bahwa satu-satunya jalan untuk mengetahui hukum-hukum Allah harus melalui seorang Rasul. Tidak ada jalan lain untuk mengetahui syariat Allah selain merujuk kepada informasi dari Rasul Allah swt. Allah swt berfirman;
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلاَّ الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.“[TQS Al Baqarah (2):213]
Tatkala menjelaskan ayat di atas, Imam Qurthubiy menyatakan, satu-satunya jalan untuk mengetahuihukum-hukum Allah adalah melalui perantara para Rasul. Barangsiapa berpendapat ada jalan lain selain melalui perantara Rasul Allah untuk mengetahui hukum-hukum Allah, maka artinya ia telah mengingkari keberadaan Rasul sebagai pembawa risalah dari Allah. Orang semacam ini dihukumi kafir, wajib dibunuh, dan taubatnya tidak diterima. Selain itu, jika ada jalan lain untuk mengetahui hukum-hukum Allah, sama artinya ia menyakini kemungkinan adanya Rasul baru setelah Nabi Mohammad saw. Padahal tidak ada Nabi dan Rasul setelah Nabi Mohammad saw.
Konsensus Shahabat Mengenaihukuman mati Bagi Orang-orang Zindiq Serta Nabi dan Rasul Palsu
Pada dasarnya, sejak masa Rasulullah saw sudah ada orang yang mengaku dirinya Nabi Rasul, diantaranya adalah Musailamah al-Habib yang berasal dari Yamamah dan al-Aswad bin Ka’ab al-’Ansiy dari Shuna’a. Hanya, saja Rasulullah saw belum memerangi mereka dikarenakan kesibukan beliau menangani urusan-urusan lain yang lebih penting. Dalam Sirah Ibnu Hisyam dituturkan, bahwa Musailamah pernah menulis surat dan mengirim dua orang utusan kepada Rasulullah saw.[Ibnu Hisyam,al-Sirah al-Nabawiyyah, hal 866]
Di dalam sebuah hadits dituturkan, bahwasanya setelah Nabi saw membaca surat Musailamah, beliau bertanya kepada dua utusan Musailamah,”Bagaimana pendapat kalian berdua?” Dua utusan itu menjawab, “Pendapat kami seperti yang ia katakan.” Mendengar ini Nabi saw bersabda: “Kalaulah tidak karena utusan-utusan tidak boleh dibunuh, niscaya telah kupenggal leher kalian.”[HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud]
Semoga tulisan ini bisa memantapkan keimanan sekaligus menjelaskan tipu daya musuh-musuh Allah para nabi palsu yang selalu ada di setiap zaman.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar