Translate

Kamis, 07 Januari 2016

Penjelasan Tentang Sujud Sahwi

Sujud sahwi yang secara literal berarti sujud karena lupa adalah dua sujud yang dilakukan karena lupa melakukan sunnah ab'adh atau ragu pada jumlah rakaat atau meninggalkan sebagian shalat tanpa sengaja dan sujud sahwi dilakukan setelah tahiyat akhir dan sebelum salam. Hukumnya sunnah kecuali bagi makmum yang imamnya melakukan sujud sahwi maka wajib.

PENGERTIAN SUJUD SAHWI

Secara Bahasa (Etimologi)

Makna sujud secara etimologis (lughawi) adalah penundukan diri secara umum baik dengan meletakkan dahi pada bumi atau dengan tanda yang lain dari tanda-tanda tunduk seperti taat. Adapun makna 'sahwi'  atau lupa secara bahasa adalah meninggalkan tanpa menyadari. Apabila dikatakan 'Seseorang lupa' maka artinya ia tidak melakukan sesuatu tanpa sepengetahuannya atau tanpa disadarinya. Kata sahwi dalam bahasa Arab merupakan sinonim dengan kata nis-yan yakni berarti lupa. Kalangan ahli fikih juga tidak membedakan kata 'sahwi' dengan 'nis-yan', bahkan menurut mereka kata 'sahwi', 'nis-yan' dan 'syak' bermakna sama. 

Dalam Istilah Syariah

Dalam istilah ahli fikih mazhab Syafi'i, sujud sahwi adalah dua sujud seperti sujud shalat yang dilakukan oleh orang yang sholat yang dilaksanakan sebelum salam tapi setelah tahiyat (tasyahud) dan membaca shalawat pada Nabi dan keluarganya dengan suatu niat, yang mana niat itu dilakukan dengan hati tidak dengan lisan. Kalau dilafalkan maka batal shalatnya. 

Hal ini dikarenakan karena waktu sujud sahwi itu sebelum salam itu artinya masih dalam bagian ibadah shalat jadi kalau berbicara maka batal shalatnya. Niat sujud sahwi hukumnya wajib, kalau sujud sahwi tanpa niat secara sengaja maka batal shalatnya. Niat sujud sahwi disyaratkan bagi imam untuk shalat berjamaah dan bagi orang yang shalat sendirian (munfarid). Adapun makmum maka ia tidak wajib niat karena sudah cukup dengan niat bermakmum pada imam.

Sujud sahwi dilakukan tidak hanya karena lupa, tetapi juga karena meninggalan sebagian dari shalat baik secara sengaja atau karena lupa. Disebut sujud sahwi karena umumnya manusia tidak meninggalkan sebagian shalatnya secara sengaja. Kalau disebabkan karena lupa, maka saat sujud hendaknya membaca (سبحان الذي لا ينام ولا يسهو) Subhanalladzi layanamu wala yas-hu. Apabila karena disengaja, maka hendaknya saat sujud membaca istighfar.


DALIL DASAR SUJUD SAHWI

Hadits sahih riwayat Bukhari Abdullah bin Buhainah

صلى لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ركعتين من بعض الصلوات ثم قام فلم يجلس فقام الناس معه فلما قضى صلاته ونظرنا تسليمه كبر قبل التسليم فسجد سجدتين وهو جالس ثم سلم

Artinya: Kami sholat bersama Rasulullah dua rakaat dari sebagian shalat. Lalu Nabi langsung bangun tanpa duduk (untuk tahiyat awal), para makmum juga ikut berdiri. Setelah salat selesai dan kami melihat salamnya, Nabi lalu bertakbir sebelum salam lalu sujud dua kali dalam keadaan duduk lalu mengucapkan salam.

Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Hurairah

صلى بنا النبي صلى الله عليه وسلم الظهر أو العصر فسلم فقال له ذو اليدين الصلاة يا رسول الله أنقصت فقال النبي صلى الله عليه وسلم لأصحابه أحق ما يقول قالوا نعم فصلى ركعتين أخريين ثم سجد سجدتين قال سعد ورأيت عروة بن الزبير صلى من المغرب ركعتين فسلم وتكلم ثم صلى ما بقي وسجد سجدتين وقال هكذا فعل النبي صلى الله عليه وسلم 

Artinya: Kami shalat Dhuhur atau Ashar bersama Rasulullah. Dzul Yadain berkata: Apakah engkau mengurangi rakaat, wahai Nabi? Nabi bertanya (pada jamaah shalat): Apakah dia berkata benar? Jamaah menjawab: Benar. Lalu Nabi menambah shalat dua rakaat lagi lalu sujud dua kali. Sa'ad berkata: Aku melihat Urwah bin Zubair shalat Maghrib dua rakaat, lalu salam, dan berbicara lalu ia menambah shalat yang kurang dan sujud dua kali. Sa'ad berkata: Seperti inilah yang dilakukan Nabi.

Sedang Ibnu Majah (1208), Abu Daud (1036) dan lainnya meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 اِذَاقَامَ اَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكَعَتَيْنِِ، فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِِمًا فَلْيَجْلِسْ، وَاِذََََاسْتَتَمَّ قَائِِمًا فَلاَ يَجْلِسْ، وَيَسْجُدُ سَجْدَتِيَ السَّهْو 

Apabila seorang dari kamu sekalian (terlanjur) bangkit sesudah dua rakaat, tetapi belum sempurna berdirinya, maka duduklah. Dan apabila telah sempurna berdirinya, maka jangan duduk, dan bersujud sahwilah dua kali sujudan.

HUKUM SUJUD SAHWI

Madzhab Hanafi : Wajib dan berdosa bagi siapa yang meninggalkannya tetapi tidak membatalkan shalat. Dalil mereka sebagaimana diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri bahwasannya Rasulullah Saw bersabda : “jikalau salah satu diantara kalian ragu-ragu dalam shalatnya sehingga dia tidak mengetahui sudah mendapatkan berapa rakaat, tiga atu empat rakaat maka, hendaknya dia menghilangkan keragu-raguannya dan memantapkan keyakinannya kemudian hendaknya dia sujud dua kali sebelum salam, seandainya dia telah shalat sebanyak lima rakaat shalatnya tetap sah”
Madzhab Hanafi memaknai kalimat perintah dalam hadits tersebut sebagai perintah yang wajib dilaksanakan maka dari itu mereka mewajibkan sujud sahwi bagi yang lupa dalam mengerjakan rukun maupun kewajiban dalam shalat.

Hukum sujud sahwi menurut mazhab Syafi'i adalah adakalanya wajib dan adakalanya sunnah. 

Sujud sahwi wajib bagi seorang makmum yang imamnya melakukan sujud sahwi. Dalam situasi ini maka wajib bagi makmum untuk sujud sahwi karena ikut imam. Apabila tidak melakukan secara sengaja maka batal shalatnya dan wajib mengulangi salatnya apabila makmum tidak berniat mufaraqah (pisah dari imam) sebelum imam melakukan sujud sahwa. Apabila imam tidak melakukan sujud sahwi, maka makmum tidak wajib sujud sahwi, hanya sunnah. 

Sujud sahwi hukumnya sunnah bagi imam atau bagi orang yang shalat sendirian (munfarid) alias tidak berjamaah.

Orang yang tidak melalukan sujud sahwi, baik shalat berjamaah atau shalat sendirian, hukumnya tidak apa-apa dan salatnya tidak batal. Adapun makmum apabila lupa saat bermakmum maka tidak perlu sujud sahwi karena sudah ditanggung imam. Adapun apabila makmum lupa saat sudah sendirian atau berpisah dari imam, seperti ia lupa dalam keadaan mengqadha perkara yang terlupa, maka ia seperti munfarid, yakni sunnah baginya melakukan sujud sahwi apabila ada sebab.

Madzhab Maliki : Sunnah baik itu bagi Imam maupun individu masing-masing.

Madzhab Hambali : Wajib hanya ketika seseorang meninggalkan rukun ataupun kewajiban-kewajiban dalam shalat, sunnah jika meniggalkan selain dua hal tersebut.
SEBAB-SEBAB SUJUD SAHWI

Sebab-sebab dilakukannya sujud sahwi ada enam perkara:

Sebab pertama, Orang yang shalat meninggalkan sunnah ab'ad seperti tahiyat awal, qunut subuh (bukan qunut nazilah). Sedangkan apabila tidak melakukan sunnah haiat seperti membaca Surat, baik karena lupa atau sengaja, maka tidak perlu melakukan sujud sahwi. 
Tidak melakukan salah satu di antara sunnah-sunnah Ab’adh, yang pernah kita terangkan di atas, seperti tasyahud awal dan Qunut. Al-Bukhari (1166) dan Muslim (570) telah meriwayatkan dari Abdullah bin Buhainah RA, bahwa dia berkata:

 صَلَّى لَنَا رَسُوْلُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكَعَتَيْنِِ مِنْ بَعْضِ الصَّلاَةِ وَفِى رِوَيَةٍ: قَامَ مِنِ اثْنَتَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ، ثُمَّ قَامَ فَلَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، فَلَمَّ قَضَى صَلاَتُهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ، كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيْمِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، ثًمَّ سَلَّمَ 
Rasulullah SAW shalat bersama kami dua rakaat dari suatu shalat –dan menurut suatu riwayat lain: beliau bangkit setelah dua rakaat dari shalat Zhuhur- kemudian bangkit tanpa duduk (terlebih dahulu). Maka, orang-orang pun ikut bangkit bersama beliau. Tatkala beliau menyelesaikan shalatnya, sedang kami menunggu salamnya, maka beliau bertakbir sebelum salam, lalu bersujud dua kali selagi duduk, sesudah itu salam. 

Sedang Ibnu Majah (1208), Abu Daud (1036) dan lainnya meriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 اِذَاقَامَ اَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكَعَتَيْنِِ، فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِِمًا فَلْيَجْلِسْ، وَاِذََََاسْتَتَمَّ قَائِِمًا فَلاَ يَجْلِسْ، وَيَسْجُدُ سَجْدَتِيَ السَّهْو 

Apabila seorang dari kamu sekalian (terlanjur) bangkit sesudah dua rakaat, tetapi belum sempurna berdirinya, maka duduklah. Dan apabila telah sempurna berdirinya, maka jangan duduk, dan bersujud sahwilah dua kali sujudan. 


Apabila seseorang meninggalkan perkara fardhu (wajib) seperti sujud atau rukuk, maka (a) apabila mengingatnya sebelum melakukan perbuatan serupa maka hendaknya melakukannya segera; (b) apabila tidak mengingatnya kecuali setelah melakukan perbuatan serupa maka perbuatan yang dilakukan saat ini menjadi pengganti perbuatan sebelumnya yang dilupakan dan gerakan-gerakan shalat yang dilakukan di antaranya tidak dianggap. Misalnya, apabila ia tidak rukuk lalu ingat sebelum melakukan rukuk kedua maka hendaknya melakukan rukuk, dan gerakan yang dilakukan sebelumnya tidak dianggap. Setelah itu teruskan menyempurnakan shalat dan lakukan sujud sahwi sebelum salam. Apabila ingat kalau tidak rukuk setelah melakukan rukuk yang kedua, maka rukuk kedua itu menjadi pengganti rukuk pertama, begitu seterusnya gerakan yang akhir menjadi ganti dari gerakan pertama yang terlupa sedangkan gerakan lain di antara keduanya tidak dianggap apabila ingat sebelum salam. 

Apabla ingat (perkara wajib yang terlupa itu) setelah salam, maka (a) apabila masanya tidak lama menurut kebiasaan, tidak terkena najis, tidak berbicara lebih dari enam kata dan tidak melakukan banyak gerakan yang membatalkan shalat, maka wajib berdiri, lalu rukuk dan melakukan penyempurnaan, lalu tahiyat, sujud sahwi lalu ditutup dengan salam.

Apabila ia lupa melakukan sunnah ab'ad seperti tahiyat awal lalu ia berdiri, maka apabila ia lebih dekat ke posisi berdiri, maka tidak perlu mengulangi. Kalau ia mengulangi dengan sengaja dan tahu maka batal shalatnya; apabila ia mengulangi karena lupa atau tidak tahu maka tidak batal shalatnya hanya saja ia disunnahkan untuk sujud. Apabila ia meninggalkan qunut subuh, lalu ia turun untuk duduk sampai mencapai batas rukuk, maka ia tidak perlu mengulangi. Apabila ia mengulangi secara sengaja dan tahu maka batal shalatnya, apabila tidak tahu dan tak sengaja maka tidak batal sebagaimana hukum yang berlaku untuk lupa tahiyat awal. Ini apabila ia bukan makmum. Apabila makmum tidak tahiyat dan qunut dengan sengaja maka ia dapat memilih antara (a) mengulanginya karena ikut imam atau (b) menunggu imam sampai tersusul oleh imam lalu meneruskan shalat bersama imam. 

Apabila makmum meninggalkan tahiyat dan qunut karena lupa maka wajib mengulangi bersama imam, apabila tidak mengulangi maka batal shalatnya kecuali apabila berniat mufaraqah (pisah dari imam) dalam dua kasus di atas. Dalam kasus ini maka ia berstatus munfarid (shalat sendirian). 

Apabila imam dan makmum tidak melakkan tahiyat awal atau qunut secara sengaja sedangkan keduanya lebih dekat ke posisi berdiri dalam kasus pertama dan sampai pada posisi batas rukuk dalam kasus kedua lalu imam mengulangi, maka wajib bagi makmum untuk tidak mengulangi bersama imam. Makmum harus mufaraqah dengan niat dalam hati atau menunggu imam pada posisi berdiri atau posisi sujud. Apabila makmum mengulangi secara sadar dan sengaja maka batal shalat, apabila tidak sengaja maka tidak batal. 

Apabila imam tidak melakukan tahiyat awal lalu berdiri maka wajib bagi makmum berdiri bersama imam. Apabila imam mengulangi, maka makmum tidak boleh ikut mengulangi bersama imam. 

Sebab kedua, ragu atas kelebihan rakaat. Apabila ragu atas jumlah rokaat yang telah dilakukan, maka hendaknya meneruskan pada yang diyakini dan wajib menyempurnakan shalat lalu sujud sahwi karena adanya kemungkinan melakukan kelebihan. 


Ragu-ragu tentang bilangan rakaat yang telah dilakukan. 

Dalam keadaan seperti ini, pastikanlah bilangan yang lebih sedikit, lalu sempurnakan kekurangannya, kemudian bersujud-sahwilah nanti sebagai penambal keraguan ini. Karena, barangkali shalat itu lebih dari yang semestinya. Jadi, kalau seseorang ragu, apakah dia telah menempuh tiga atau empat rakaat dari shalat Zhuhur, sedang ia masih berada di tengah shalatnya, maka pastikanlah ia bari menyelesaikan tida rakaat. Lalu tambahlah satu rakaat lagi, kemudian bersujud-sahwilah sebagai penambal keraguan. Karena, barangkali ia telah melakukanlima rakaat dalam shalatnya. 

Muslim (571) telah meriwayatkan dari Abu Sa’id RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 اِذَاشَكَّ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ، فَلَمْ يَدْرِكَمْ صَلَّى، ثَلاََثًا اَمْ اَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ اشَكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَااسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يُسَلِّمَ، فَاِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتُهُ، وَاِنْ كَانَ صَلَّى اِتْمَامًا ِلاَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ 

Apabila seorang dari kamu sekalian ragu-ragudalam shalatnya, yakni tidak tahu pasti sudah berapa rakaatkah ia shalat, tiga atau empat, maka hendaklah ia membuang keraguan itu, dan peganglah apa yang dia yakini, kemudian bersujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat sudah lima rakaat, maka rakaat-rakaat itu menggenapkan baginya pahala shalatnya. Dan jika ternyata dia shalat persis empat rakaat, maka dua sujud itu merupakan penghinaan terhadap syetan. 

Adapun kalau keraguan itu terjadi selepas shalat, maka keraguan ini tidak mempengaruhi keesahan maupun kesempurnaan shalat, kecuali bila keraguan ini mengenai niat dan takbiratul ihram. Dalam hal ini, shalat mesti diulang kembali. 

Adapun kelalaian ma’mum di kala ia mengikutiimam –umpamanya, melalaikan tasyahud awal- adalah menjadi tanggungan imam. Ma’mum tidak perlu sujud sahwi sesudah imam mengucapkan salam. Dalilnya ialah sabda Nabi SAW:

 اْلاِمَامُ ضَامِنٌ (رواه ابن حبان وصححه 362

Imam itu penjamin. (Hadits diriwayatkan dan disahkan oleh Ibnu Hibban: 362). 

Orang yang ragu tidak boleh merujuk pada praduganya dan pada berita orang yang memberitahunya kecuali pada jumlahnya mencapai tingkat mutawatir maka ucapan mereka dianggap dan menjadi rujukan.

Sebab ketiga, melakukan sesuatu karena lupa yang batal kalau disengaja seperti memperpanjang rukun yang pendek seperti lama dalam i'tidal atau duduk di antara dua sujud. Begitu juga berbicara sedikit karena lupa. Ia tidak perlu sujud kecuali apabila yakin betul. Apabila ragu maka tidak perlu sujud. Adapun gerakan yang tidak batal dilakukan secara sengaja atau lupa seperti menoleh dengan leher dan berjalan dua langkah maka tidak perlu sujud karena lupa atau sengaja. Adapun perkara yang batal kalau dilakukan secara sengaja ataupun lupa seperti berbicara banyak dan makan maka tidak perlu sujud sama sekali karena shalatnya batal.

Sebab keempat, pindah rukun qauli (verbal) yang tidak membatalkan shalat di luar tempatnya seperti mengulangi membaca Al-Fatihah semuanya atau sebagian pada saat duduk. Begitu juga memindah sunnah qauliyah seperti membaca Surah dari tempatnya ke tempat lain seperti membacanya di saat rukuk maka ia hendaknya melakukan sujud sahwi. Dikecualikan dari itu apabila ia membaca Surah Quran sebelum Al-Fatihah maka tiak perlu sujud.

Sebab kelima, ragu dalam meninggalan sesuatu seperti ragu dalam meninggalkan qunut subuh atau meninggalkan sebagian perkara penting seperti tidak tahu apakah ia meninggalkan qunut atau shalawat pada Nabi saat qunut. Apabila ragu apakah melakukan sunnah ab'ad atau meninggalkannya maka tidak perlu sujud sahwi.

Sebab keenam, bermakmum pada imam yang dalam shalatnya terdapat kesalahan walaupun dalam keyakinan makmum seperti bermakmum pada imam yang tidak qunut shalat subuh atau pada imam yang qunut sebelum rukuk maka ia hendaknya sujud setelah salamnya imam dan sebelum salamnya dirinya sendiri. Begitu juga apabila ia bermakmum pada imam yang tidak membaca sholawat pada Nabi pada tahiyat awal maka ia hendaknya sujud sahwi.


WAKTU SUJUD SAHWI: SEBELUM ATAU SESUDAH SALAM?

Syairozi dalam Al-Muhadzab menyatakan

وَمَحَلُّهُ قَبْلَ السَّلَامِ لِحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ وَحَدِيثِ ابْنِ بُحَيْنَةَ، وَلِأَنَّهُ يُفْعَلُ لِإِصْلَاحِ الصَّلَاةِ فَكَانَ قَبْلَ السَّلَامِ، كَمَا لَوْ نَسِيَ سَجْدَةً مِنْ الصَّلَاةِ.

Artinya: Letak sujud sahwi adalah sebelum salam berdasarkan pada hadits Abu Said dan hadits Ibnu Buhainah dan kaena sujud sahwi itu dilakukan untuk memperbaiki shalat maka dilakukan sebelum salam sebagaimana apabila orang lupa sujud shalat.

Imam Nawawi berpendapat bahwa sujud sahwi dilakukan sebelum salam, namun boleh dilakukan setelah salam. dalam Al-Muhadzab ia menyatakan

وَقَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي: لَا خِلَافَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ، يَعْنِي جَمِيعَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ سُجُودَ السَّهْوِ جَائِزٌ قَبْلَ السَّلَامِ وَبَعْدَهُ، وَإِنَّمَا اخْتَلَفُوا فِي الْمَسْنُونِ وَالْأَوْلَى

Artinya: Penulis kitab Al-Hawi berkata: Tidak ada perbedaan di antara ahli fikih, yakni seluruh ulama, bahwa sujud sahwi itu boleh dilakukan sebelum dan sesudah salam. Yang terjadi perbedaan adalah apakah ia sunnah atau aula (utama).


Seperti halnya sujud-sujud lainnya dalam shalat, sujud sahwi pun dua kali, yang diniati sebagai sujud sahwi (sujud menambal kelalaian). 

Adapun letaknya pada akhir shalat, sebelum salam. Jadi, kalau terlanjur salam sebelum bersujud sahwi, baik dengan sengaja ataupun karena lupa, sedang jaraknya sampai dengan mengingatnya sudah cukup lama, maka sujud itu dilewatkan saja. Tetapi, kalau belum terlalu lama, maka boleh langsung bersujud dua kali, dengan niat sujud sahwi, sesudah itu salam sekali lagi.

bacaan sujud sahwi :
 
سبحان من لا ينام ولا يسهو
"Subhana man laa yanaamu walaa yashu"
Artinya : Maha suci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa.

Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajarrahimahullah mengatakan, 
قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.”
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
1. سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

 -“Subhaana robbiyal a’laa” - [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi]
2. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” 
[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku].‎

Semoga Bermanfaat 
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

2 komentar:

  1. saya sering melihat orang yang dalam sholat selalu melaksanakan sujud sahwi disetiap rokaat terkhir. padahal menurut saya pada saat menjadi makmum, dia tidak melakukan kesalahan apapun baik itu bacaan maupun rukunnya. bagaimana hukumnya itu ? bagaimana saya menyikapinya kakak?

    BalasHapus