Translate

Jumat, 22 Januari 2016

Penjelasan Tentang Adzab Kubur Bagi Umat Yang Bersalah

Setiap manusia yang hidup dia pasti akan mati dan pasti akan memasuki kubur. Dia merupakan tempat singgah sebelum memasuki kehidupan akhirat. Ada orang yang mendapat rahmat Allah, dan ada juga yang mendapatkan siksa dari Allah, ketika dia memasuki kubur, dan siksa kubur itu memang benar adanya.

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (١٢٤)

“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".” (QS. Thaahaa: 124)

Menurut Abu Sa’id al-Khudri dan Abdullah bin Mas’ud, yang dimaksud dengan penghidupan yang sempit ialah siksa kubur.

وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٤٧)

“Dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Ath-Thuur: 47)

Ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud ada azab selain dari pada itu dalam firman Allah tersebut di atas ialah azab kubur.

Setiap muslim mesti memahami dan menyadari bahwasanya Islam itu sangat menganjurkan kebersihan dan kesucian bagi para pemeluknya. Mensucikan akidah mereka dari kemusyrikan, kekafiran, kemunafikan dan yang sejenisnya. Membersihkan ibadah mereka dari kejahilan, bid’ah, tradisi dan yang semisalnya. Membersihkan tubuh dan pakaian mereka dari najis dan kotoran-kotoran. Sehingga mereka wajib mandi janabat tatkala berhadats besar (junub, haidl atau nifas), wudlu dari sebab buang angin, buang air kecil dan besar dan semisalnya atau bertayammum apabila tidak mendapatkan air atau berbahaya di dalam menggunakannya ketika hendak menunaikan sholat. Semuanya itu telah mafhum (dipahami) dari penjelasan-penjelasan tentang thaharah di dalam kitab-kitab fikih.

Lantaran menjaga kebersihan dan kesucian dari najis inilah, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila hendak buang air kecil, beliau membuat tirai pembatas antara dirinya dan pandangan manusia. Lalu beliau duduk jongkok seperti kaum perempuan agar air kencingnya tidak memerciki pakaian atau sebahagian tubuhnya kemudian beliau beristinja’ dengan air jika ada atau batu dan yang semisalnya dengan jumlah ganjil. Beliau menghindar dari istinja’ dengan tulang atau kotoran binatang yang telah mengeras, sebab keduanya itu adalah merupakan bekal makanan bagi makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala dari golongan jin.
عن عبد الرحمن بن حسنة رضي الله عنه قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ فىِ يَدِهِ الدَّرَقَةُ فَوَضَعَهَا ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا فَقَالَ بَعْضُهُمْ: انْظُرُوْا إِلَيْهِ يَبُوْلُ كَمَا تَبُوْلُ اْلمـَرْأَةُ فَسَمِعَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَقاَلَ: وَيْحَكَ أَمَا عَلِمْتَ مَا أَصَابَ صَاحِبَ بَنىِ إِسْرَائِيْلَ ؟ كَانُوْا إِذَا أَصَابَهُمُ اْلبَوْلُ قَرَضُوْهُ بِاْلمـَقَارِيْضِ فَنَهَاهُمْ عَنْ ذَلِكَ فَعُذِّبَ فىِ قَبْرِهِ
Dari Abdurrahman bin Hasanah radliyallahu anhuberkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar kepada kami, sedangkan pada beliau ada sebuah perisai (dari kulit). Lalu beliau meletakkannya (sebagai tirai) kemudian duduk (jongkok) dan buang air kecil dengan menghadapnya. Sebahagian mereka berkata, “Lihatlah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau buang air kecil sebagaimana dilakukan oleh kaum perempuan”. NabiShallallahu alaihi wa sallam mendengarnya lalu bersabda, “Celakalah kamu, tidakkah kamu tahu apa yang terjadi kepada Bani Israil, yaitu jika mereka terkena percikan air kencing mereka mengguntingnya dengan gunting. Lalu mereka dilarang darinya, maka merekapun diadzab di dalam kuburnya”. [HR Ibnu Majah: 346 dan Ibnu Hibban]‎

Di dunia ini banyak orang-orang yang kafir. Tak jarang mereka begitu bangga akan kekafirannya. Ada yang bangga menjadi atheist dan lantang menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Mereka anggap bodoh orang-orang yang percaya akan adanya Tuhan.

Ada pula yang meski mengaku beriman, namun mengingkari perintah Allah. Mereka justru menghalangi tegaknya syariat Islam. Menghalangi tegaknya hukum Allah. Sebaliknya mereka justru menjadi pendukung sistem buatan manusia yang merupakan buatan dari kaum Judeo-Christian.

Ada juga yang enggan mengerjakan shalat, malas berpuasa, tidak mau membayar zakat, atau tidak mau naik haji meski mampu. Padahal itu adalah kewajiban utama yang masuk dalam 5 rukun Islam.

Atau bersamaan dengan itu ia kerapkali mengabaikan sholat, apakah dari sisi waktunya, bacaan dan gerakannya, kethuma’ninahannya, kebersamaan berjamaah dengan kaum muslimin di masjid dan lain sebagainya. Yakni ia sholat tidak pada waktunya lantaran tidur padahal ia tahu telah datangnya waktu sholat, disibukkan dengan pekerjaan yang sebenarnya masih dapat ia tunda, berbincang-bincang dengan tetangga dengan pembicaraan yang melalaikan kewajiban, menonton televisi atau bermain game yang dapat menyita waktu berharga dan sebagainya. Atau melalaikan bacaan dan gerakannya yakni berupa melafalkan bacaan doanya yang tidak jelas yaitu seperti orang yang bergumam ataungegerendeng, tidak tartil dalam membaca surat dan doa, asal-asalan di dalam mengangkat tangan tatkala takbir, menjatuhkan diri untuk bersujud atau bangkitnya dengan tanpa mengikuti aturan syariat, matanya terpejam atau melihat ke arah atas, kanan atau kiri yaitu tidak menghadap ke arah tempat sujud dan sebagainya. Atau tidak thuma’ninah yaitu banyak bergerak tanpa sebab, pindah gerakan tanpa menyelesaikan bacaan doa secara sempurna terlebih dahulu, melamun dan mengantuk ketika sholat dan sebagainya. Atau enggan mengerjakan sholat berjamaah dengan kaum muslimin di masjid atau tempat yang biasa ditegakkan sholat semisal musholla, langgar, surau, tajug atau sejenisnya. Maka semuanya itu termasuk dari melalaikan sholat yang mesti dihindari dan ditinggalkan oleh setiap muslim yang ingin menteladani panutannya yang mulia yaitu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Jika seseorang mengerjakan sholat namun mengabaikan beberapa hal di dalam melaksanakannya itu saja akan mendapatkan siksa kubur, maka bagaimana dengan orang yang sama sekali tidak mengerjakannya.

 عن سمرة بن جندبرضي الله عنه قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِمَّا يُكْثِرُ اَنْ يَقُوْلَ لِأَصْحَابِهِ : هَلْ رَأَى أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنْ رُؤْيَا ؟ فَيَقُصُّ عَلَيْهِ مَنْ شَاءَ اللهُ أَنْ يَقُصَّ وَ إِنَّهُ قَالَ لَنَا ذَاتَ غَدَاةٍ: إِنَّهُ أَتَانىِ اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَ إِنَّهُمَا قَالاَ لىِ: انْطَلِقْ وَ إِنىِّ انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا وَ إِنَّا أَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ وَ إِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَليْهِ بِصَخْرَةٍ وَ إِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلُغُ رَأْسَهُ فَيَتَدَهْدَهُ اْلحَجَرُ هَا هُنَا فَيَتْبَعُ اْلحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ فَلاَ يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتىَّ يَصِحَّ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مَثْلَ مَا فَعَلَ اْلمـَرَّةَ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا: سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟ — فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: قَالاَ لىِ: أَمَّا الرَّجُلُ اْلأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِاْلحَجَرِ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ اْلقُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَ يَنَامُ عَنِ الصَّلاَةِ اْلمـَكْتُوْبَةِ
Dari Samurah bin Jundab radliyallahu anhu berkata, Kebanyakan yang dikatakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam  kepada para shahabatnya adalah, “Apakah seseorang di antara kalian ada yang bermimpi?”. Lalu ada seseorang yang Allah kehendaki untuk bercerita kepadanya. Lalu suatu pagi Beliau bercerita kepada kami, “Semalam telah datang dua orang (Malaikat) kepadaku. Keduanya berkata kepadaku, berangkatlah!. Lalu akupun berangkat bersama keduanya. Lalu kami mendatangi seseorang yang sedang berbaring terlentang dan seorang yang lain yang sedang berdiri. Yang padanya ada batu (besar). Tiba-tiba ia menjatuhkan batu itu ke kepalanya lalu memecahkan kepalanya tersebut. Lalu batu itu jatuh menggelinding ke arah sana, maka orang itupun bergegas mengikuti batu itu untuk mengambilnya (kembali). Maka tidaklah ia kembali kepadanya sehingga orang (yang dipecahkan kepalanya itu) telah sehat seperti sediakala. Kemudian ia kembali kepadanya dan melakukan seperti yang ia lakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, aku bertanya, “Subhaanallah, siapakah mereka itu?”. -(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits)-: Keduanya berkata kepadaku, “Adapun orang pertama yang kamu datangi, yaitu yang dipecahkan kepalanya dengan batu, maka sesungguhnya ia adalah orang yang mengambil alqur’an kemudian menolaknya dan juga tidur dari menunaikan sholat wajib”. [HRal-Bukhoriy: 7047 dan Ahmad: V/ 8-9]

Surat Al An’aam 25-31:

Kelak orang-orang seperti ini akan menyesal di akhirat nanti. Di bawah adalah ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan penyesalan mereka. Saat siksa neraka yang pedih akan menimpa mereka, ingin rasanya mereka kembali ke dunia dan mengerjakan segala perintah Allah.

وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ

Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan) mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. Dan jika pun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: “Al Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”.

وَهُمْ يَنْهَوْنَ عَنْهُ وَيَنْأَوْنَ عَنْهُ وَإِنْ يُهْلِكُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al Qur’an dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari.

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ وَلا نُكَذِّبَ بِآيَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan).

بَلْ بَدَا لَهُمْ مَا كَانُوا يُخْفُونَ مِنْ قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.

وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ

Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”.

وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى رَبِّهِمْ قَالَ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: “Bukankah (kebangkitan) ini benar?” Mereka menjawab: “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. Berfirman Allah: “Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari (nya)”.

قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!”, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.

[Surat Al An’aam 25-31]

Bagaimana mereka tidak menyesal mengingat kedahsyatan kiamat dan neraka itu amat dahsyat hingga seorang ibu yang tengah menyusui anaknya sampai lupa pada anaknya.

Kewajiban seorang kepala keluarga adalah menashihati dan mengajarkan kepada keluarganya akan sendi-sendi agama berupa akidah, ibadah, muamalah dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan agama mereka. Jika ia tidak atau belum mampu mengajarkan mereka maka hendaklah ia mengajak keluarganya untuk mendatangi majlis-majlis ilmu untuk menimba ilmu. Atau juga menyediakan sarana untuk kelengkapan mereka di dalam mengais ilmu berupa menyediakan alqur’an dan terjemahannya, beberapa kitab tafsir, hadits, fikih, sirah dan buku-buku yang disusun oleh para ulama salafus shalih dan selainnya. Semuanya itu demi bekal akhirat mereka yang jika dikalkulasikan dengan nilai harga dunia yang mereka keluarkan, maka nilainya jelas tidak seberapa apabila dibandingkan dengan keselamatan diri mereka dari adzab di alam kubur dan akhirat.

Di antara hasil dari pengajarannya terhadap keluarganya atau boleh jadi juga akibat pengaruh positif dari pengajaran orang lain adalah jiwa mereka akan tegar dikala mendapatkan musibah. Maka tatkala ada di antara keluarganya tercinta yang terlebih dahulu menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala, tentu mereka akan sabar dan ridlo terhadap ketentuan dan takdir-Nya tersebut. Mereka tidak akan mengeluh, bersedih secara berlebihan apalagi meratapinya dengan penuh kepedihan. Sebab meratapi jenazah keluarganya itu jelas telah dilarang oleh agama sebagaimana telah dikenal di dalam beberapa hadits shahih.

Tetapi jika ia mengabaikan pengajaran kepada keluarganya, sehingga kepergiannya kepada Sang pencipta Jalla Jalaluhu itu ditangisi dan diratapi dengan penuh kepedihan maka itu akan menyebabkan dirinya terancam oleh adzab kubur yang sangat mencekam. Kecuali jika ia sempat memberi pengajaran, nasihat ataupun wasiat kepada keluarganya agar kematiannya itu tidak ditangisi secara berlebihan atau diratapi secara berkekalan, maka tangisan dan ratapan mereka itu tidak akan menyebabkannya berdosa dan terperosok ke dalam adzab kubur yang menakutkan.‎

 عن أنس بن مالك أَنَّ عُمَرَ بْنَ اْلخَطَّابِ رضي الله عنه لَمـَّا طُعِنَ عَوَّلَتْ عَلَيْهِ حَفْصَةُ فَقَالَ: يَا حَفْصَةُ أَمَا سَمِعْتِ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: اْلمـُعَوَّلُ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ وَ عَوَّلَ عَلَيْهِ صُهَيْبٌ يَقُوْلُ: وَاأَخَاه وَاصَاحِبَاه فَقَالَ عُمَرُ: يَا صُهَيْبُ اَمَا عَلِمْتَ أَنَّ اْلمـُعَوَّلَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ (وَ فى رواية): إِنَّ اْلمـَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ (و فى أخرى): فىِ قَبْرِهِ بِمَا نِيْحَ عَلَيْهِ‎

Dari Anas bin Malik  bahwasanya Umar bin al-Khaththab radliyallahu anhu tatkala ditikam, Hafshah (putrinya) meratapinya. Lalu Umar berkata, “Wahai Hafshah belumkan engkau mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang diratapi itu akan diadzab”. Dan Shuhaib juga meratapinya, ia berseru, “Wahai saudaraku, wahai shahabatku!”. Maka Umar berkata kepadanya, “Wahai Shuhaib belumkan engkau tahu bahwasanya orang yang diratapi itu akan diadzab?”. (Dalam sebuah riwayat), “Sesungguhnya mayat itu akan diadzab dengan sebab sebahagian tangisan keluarganya”. (Di dalam riwayat lainnya), “di dalam kuburnya lantaran ratapan terhadapnya”. [HR al-Bukhoriy: 1287,1290, 1292, Abu Dawud: 3129 dan Ahmad: I/ 41, 45, 54]

Setiap orang kafir yang kafir dari sejak lahir atau lantaran murtad dari Islam, lalu ia mati dalam keadaan kafir, maka dapat dipastikan ia akan merasakan adzab kubur yang menyakitkan sampai tegaknya hari kiamat. Kemudian adzab itu akan terus berlanjut di dalam neraka dalam keadaan kekal di dalamnya selama-lamanya.

Tetapi tatkala kematiannya itu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi keluarganya, lalu ia ditangisi dan diratapi oleh mereka baik secara spontan atau karena dikoordinir dalam satu kelompok khusus untuk meratapi orang mati maka orang yang mati kafir itu akan ditambah lagi dengan adzab bersama dengan adzab yang ia telah dapati. Sungguh patut mereka memperolehnya dan Allah Azza wa Jalla tidak pernah sedikitpun menzholimi seseorang dari para hamba-Nya.‎

 عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: إِنَّمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ اللهَ عز و جليَزِيْدُ اْلكَافِرَ عَذَابًا بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, Rosulullah ‎Shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan menambah adzab kepada orang kafir dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 18, 19]‎
 عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: إِنَّمَا كَانَتْ يَهُوْدِيَّةٌ مَاتَتْ فَسَمِعَهُمُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَبْكُوْنَ عَلَيْهَا قَالَ: فَإِنَّ أَهْلَهَا يَبْكُوْنَ عَلَيْهَا وَ إِنَّهَا يُعَذَّبُ فىِ قَبْرِهَا
Dari Aisyah Radliyallahu anha berkata, “Pernah terjadi seorang wanita Yahudi mati. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  mendengar mereka menangisinya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia sedang diadzab di dalam kuburnya”. [HR Ibnu Majah: 1595, al-Bukhoriy: 1289 dan an-Nasa’iy:  IV/ 17-18]‎‎

Dusta atau berbohong juga adalah merupakan salah satu dari penyebab terseretnya seseorang ke dalam siksa kubur yang menakutkan.

Banyak di antara kaum muslimin yang jatuh terjerumus ke dalam dusta, baik yang disengaja ataupun tidak. Tak jarang dijumpai seseorang di antara mereka saling berdusta dengan yang lainnya hanya sekedar untuk menutupi kekurangannya atau ingin menonjolkan kelebihannya. Bahkan banyak di antara mereka yang memang berprofesi dengan suatu pekerjaan yang berkaitan erat dengan kedustaan, misalnya; penyair, penyanyi, pekerja film, wartawan gossip, politikus, pedagang dan lain sebagainya. Mereka suka berucap dengan apa yang tidak pernah mereka kerjakan atau bahkan mereka sendiri tidak pernah mau mengerjakannya, menceritakan keadaan seseorang atau lawan politik mereka dengan apa yang tidak pernah mereka ketahui, menyebutkan modal pembelian yang tidak sesuai ketika ada orang yang menawar barang dagangan mereka dan lain sebagainya.

Dalilnya adalah sebagaimana di dalam dalil hadits lanjutannya, ‎

 وَ فىِ اْلحَدِيْثِ: فَانْطَلَقْنَا فَأَتَيْنَا عَلىَ رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوْبٍ مِنْ حَدِيْدٍ وَ إِذْ  هُوَ يَأْتىِ أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرَهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنَهُ إِلىَ قَفَاهُ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلىَ اْلجَانِبِ اْلأَخَرِ فَيُفْعَلُ بِهِ مَا فَعَلَ بِالْجَانِبِ اَلأَوَّلِ فَمَا يَفْرَغُ مِنْ ذَلِكَ اْلجَانِبِ حَتىَّ يَصِحَّ ذَلِكَ اْلجَانِبُ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيُفْعَلُ مِثْلَ مَا فَعَلَ فىِ اْلمـَرَّةِ اْلأُوْلىَ قَالَ: قُلْتُ سُبْحَانَ اللهِ مَا هَذَانِ؟– فَجَاء البيان فىِ آخِرِ اْلحَدِيْثِ: وَ أَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ مَنْخِرُهُ إِلىَ قَفَاهُ وَ عَيْنُهُ إِلىَ قَفَاهُ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُوْ مِنْ بَيْتِهِ فَيَكْذِبُ اْلكَذِبَةَ تَبْلُغُ اْلآفَاقَ
Di dalam hadits (lanjutannya), “Lalu kamipun berangkat, kemudian mendatangi seseorang yang sedang berbaring telentang, dan ada seseorang lain yang berdiri yang padanya ada tombak (yang melengkung ujungnya) dari besi. Tiba-tiba orang yang berdiri itu mendatangi salah satu sisi wajahnya lalu menusuk (untuk merobek) dari mulutnya sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkuknya. Kemudian ia berpindah ke sisi yang lainnya, lalu diperbuat sebagaimana yang dilakukan terhadap sisi yang pertama. Tidaklah ia selesai dari sisi tersebut sehingga sisi (yang dirobek) tersebut telah kembali sehat sebagaimana semula. Kemudian ia kembali kepadanya lalu diperbuat kepadanya seperti yang telah dilakukan pada kali yang pertama. Beliau bersabda, lalu aku berkata, “Subhanallah, siapakah mereka itu?”. –(Kemudian datang penjelasannya di akhir hadits), “Adapun orang yang kamu datangi dalam keadaaan dirobek-robek mulut sampai tengkuknya, lubang hidung sampai tengkuknya dan mata sampai tengkukknya, maka ia adalah seseorang yang berangkat dari rumahnya lalu ia berdusta dengan suatu kedustaan yang sampai kepelosok bumi”.
Demikian sebahagian dosa dan kemaksiatan yang menyebabkan para pelakunya mendapatkan siksa atau adzab di dalam kubur di samping siksa neraka yang akan mereka peroleh. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjauhkan dan menghindarkan diriku, keluargaku, kerabatku dan seluruh kaum muslimin dari semua perbuatan maksiat dan dosa yang menyebabkan kesengsaraan bagi kita semua di dalam kubur dan akhirat dengan siksa neraka.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Hari gini main buntut,kerja yang rajin kalau mau kaya,banyak dzikir ame do'a dan banyak dekat sama Alloh, bukan deket ame ki mupeng....kasian hidup lo...

    BalasHapus