Biasanya kalau ada orang sorbanan di kepala (udeng-udeng) orang langsung menganggap dia orang yang 'alim dan ahli ibadah. maka tak heran jika dihormati sedemikian rupa karena orang merasa sungkan. Memang di Indonesia umumnya orang yang menggunakan sorban yang dililitkan dikepala adalah habaib, para ulama', para kyai terutama kyai sepuh. Tapi tidak sedikit juga ustadz-ustadz muda kita menggunakan udeng-udeng. Contoh yang paling kongkrit (nyata) adalah KH. abdulloh Gymnastiar, atau yang akrab dipanggil AA Gym. Sudah menjadi ciri khas beliau kemana-mana, terutama dalam berdakwah pakai sorban dikepala.
Berbeda dengan sorban yag dililitkan dikepala, kalau sorban yang di selendangkan dibahu lebih populer lagi. Pada saat sholat jama'ah pun nampak banyak yang mempergunakannya, Yach emang sorban seperti itu sudah memasarakat. Jangankan wak kaji yang mau sholat, wong para wali kota pun buayak yang pakai sorban, tentu kita tidak usah repot utk menilai orang2 yang pake sorban, itu karena Alloh atau karena tujuan lain. Karena itu urusan mereka masing2 dgn Alloh dan ndak usah repot menilai ke iklasannya meraka.
Di samping sorban, masyarakat kita mengenal kopyah atau peci, justru yang ini lebih merakyat dan hampir seluruh umat islam di dunia memakainya. Bahkan waktu akad nikah jika ndak pakek kopyah ndak afdhol bahkan bisa dimarahin tu ama modin. hehehehe,...............
Sebagian masyarakat banyak yang bertanya-tanya apa sich hukunya dan manfaat menggunakan sorban atau penutup kepala seperti itu....???. dan apa ada dasar hukumnya...???! karena banyak di kalangan umat islam tidak memakai sorban bahkan tdk sama sekali menggunakan sorban, ada yg alasannya malu, belum pantas, atau tidak mengerti hkum dan manfaatnya.
Hadits-hadits tentang sorban
عَنْ أَبِى جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىِّ بْنِ رُكَانَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّرُكَانَةَ صَارَعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَصَرَعَهُ النَّبِىُّ -صلىالله عليه وسلم- قَالَ رُكَانَةُ وَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ« فَرْقُ مَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُشْرِكِينَ الْعَمَائِمُ عَلَى الْقَلاَنِسِ».
Dari Abi Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali bin Rukanah dari ayahnya:”Sesungguhnya Rukanah bergulat dengan Nabi Saw.,maka Nabi Saw. pun membanting Rukanah. Rukanah berkata,’aku mendengar Nabi Saw bersabda:{Perbedaan antara kita dan antara orang-orang Musyrik adalah sorban di atas peci}.’”(HR Abu Dawud,at-Tirmidzi, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi)
Penjelasan:di dalam kitab Tanqih al-qaul dijelaskan bahwa jika memakai peci saja, makamenyerupai dengan kaum Musyrikin, karena kaum Musyrikin pun suka memakai pecitapi tidak mengenakan sorban di atas pecinya. Di dalam kitab ad-Di’amah juga disebutkan, karena banyak keterangan bahwa kita dilarang tasyabbuh (menyerupai)orang-orang kafir dalam berbagai keadaan, juga saat berpakaian pada waktu beribadah.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اعْتَمَّ سَدَلَعِمَامَتَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ. قَالَ نَافِعٌ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَسْدِلُ عِمَامَتهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ.
Dari Ibnu ‘Umar ia berkata :”Sesungguhnya Rasulullah Saw tatkala memakai sorban, dijuraikan (buntut) sorbannya itu diantara dua pundak/bahunya.”(HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi)
حَدَّثَنِى شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَعَوْفٍ يَقُولُ عَمَّمَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَسَدَلَهَا بَيْنَيَدَىَّ وَمِنْ خَلْفِى
Telah mengabarkan kepadaku seorang Syaikh dari penduduk Madinah ia berkata, aku mendengar ‘Abdurahman bin ‘Auf berkata:”Rasulullah Saw memakaikan sorban padaku,maka dijuraikanlah (buntut) sorban tersebut diantara kedua tanganku, dibelakangku.”(HR.Abu Dawud, Abi Ya’la dan al-Baihaqi)
عن جابر قال, قال رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم: رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ
Dari Jabir ia berkata,Rasulullah Saw bersabda:”Shalat dua raka’at dengan memakai sorban, lebih baik/utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakai sorban.”HR.ad-Dailami,lihat kitab Syarah jami’ ash-Shagir oleh Syaikh al-Manawi juz 4 hadits no4468).Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat Sang Maha Raja tanpa berhias adalah menyalahi adab! (Kitab Tanqih al-Qaul)
قال صلى الله عليه وسلم: تَعَمَّموا فَإنَّ المَلائِكَةَ تَعَمَّمَتْ
Rasulullah Saw bersabda:”Bersorbanlah kalian, karena sesungguhnya para malaikat itu bersorban.”(Syaikh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, babkeutamaan sorban)
بَلَى إِنْ تَصْبِرُواوَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِآلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ (125)
“ Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga,niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. (S.Al Imran : 125).
Ibnu ‘Abbas berkata:”Tanda itu maksudnya adalah memakai sorban.”
وعن أبي هريرة معا ( إن لله عز وجل ملائكة وقوفا بباب المسجد يستغفرون لأصحاب العمائم البيض)
“Beberapa malaikat Allah akan berdiri di depan pintu mesjid dan memintakan ampun bagi mereka yang memakai sorban berwarna putih” (Hafizhas-Sakhawi Al-Maqaasidul Hasanah, Hal 466)
عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَسَحَعَلَى الْخُفَّيْنِ وَمُقَدَّمِ رَأْسِهِ وَعَلَى عِمَامَتِهِ.
Dari Ibnu al-Mughirah dari Ayahnya: ”Bahwasannya Nabi Saw mengusap dua sepatunya, bagian depan kepalanya, dan sorbannya (saat wudlu).”(HR. Muslim, AbuDaud)
Hadits tersebut di atas memberikan isyarat bahwa Rasulullah Saw. memakai sorban
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى أَصْحَابِ الْعَمَائِمِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
Dari Abi Darda’ ia berkata,Rasulullah Saw bersabda:”Sesungguhnya Allah Swt dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban pada hari Jum’at).”(HR.ath-Thabrani dan Abu Nu’aim)
وقال صلىالله عليه وسلم: صَلَّتِ المَلاَئِكَةُ عَلَى المُتَعَمِّمينَ يَوْمَ الجُمُعَة
Rasulullah Saw bersabda:”Malaikat memintakan rahmat untuk orang-orang yang memakai sorban pada hari Jum’at.” (Syaikh Nawawial-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
(وقال صلى الله عليه وسلم: تَعَمَّمُوا فَإنَّ الشَّياطِينَ لاَ تَتَعمَّمُ)
RasulullahSaw bersabda:”Bersorbanlah kalian , karena sesungguhnya setan tidak bersorban.”(Syaikh Nawawi al-Bantani, Tanqih al-qaul, bab keutamaan sorban)
وقال صلىالله عليه وسلم: العَمَائِمُ سِيمَا المَلائِكَةِفَأرْسِلُوهاخَلْفَ ظُهورِكُمْ
RasulullahSaw bersabda:”Sorban adalah kekhususan/ciri malaikat, maka juraikanlah (buntutnya)di belakang punggung kalian.” (HR. Ibnu ‘Adi danal-Baihaqi dalam kitab khulashah)
قال النبيصلى الله عليه وسلم: العَمَائِمُ تِيجانُ العَرَبِ فَإذَا وَضَعُواالعَمَائِمَ وَضَعُوا عِزَّهُمْ
Rasulullah Saw bersabda :”Sorban adalah mahkotanya orang Arab. Jika mereka meletakkan sorban, maka berarti mereka telah meletakkan kemuliannya.”(HR ad-Dailami)
عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ بن أُسَامَةَ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْتِمُوا تَزْدَادُوا حِلْمًا.
Dari Abi al-Malih bin Usamah dari ayahnya ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :Bersorbanlah kalian, niscaya kalian akan bertambah sabar.”(HR.at-Thabrani)
و حكى ابن عبد البرعن علي كرم الله وجهه أنه قال : ( تمام جمالة المرأة في خفها، وتمام جمال الرجل فيعمته)
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abdil Bar dari Imam ‘Ali Kw, sesungguhnya beliau berkata:” Kesempurnaan kecantikan wanita adapada selopnya, dan kesempurnaan ketampanan laki-laki ada pada sorbannya.” (Ibnu Muflih al-Hambali, al-Adabu Syar’iyyah, juz 3, hal 354)
Pernyataan para ‘Ulama tentang sorban
54. قَدْ رَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِيشُعَبِ الْإِيمَانِ عَنْ أَبِي عَبْدِ السَّلَامِ قَالَ سَأَلْت ابْنَ عُمَرَ كَيْفَ{ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَمُّ قَالَ كَانَ يُدِيرُالْعِمَامَةَ عَلَى رَأْسِهِ وَيَغْرِزُهَا مِنْ وَرَائِهِ وَيُرْسِلُ لَهَا مِنْ وَرَائِهِذُؤَابَةً بَيْنَ كَتِفَيْهِ }
“Telah meriwayatkan al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dari Abi ‘Abdis Salam, ia bertanya kepada kepada Ibnu ‘Umar bagaimana sesungguhnya cara Rasulullah Saw memakai sorban. Ia berkata :”Sesungguhnya beliau Saw melilitkan sorbannya kekepalanya, menancapkan buntutnya ke bagian belakang, dan menjuraikan (buntutnya)ke belakang rambutnya diantara dua bahunya.”(Syaikh Sulaiman bin ‘Umar al-Jamal asy-Syafi’i, Hasyiyah Jamal, juz 6,hal 201)
وَيُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَعْتَمَّ من وجبت عليه الجمعة....... وَلِقَوْلِهِ {صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ} : الْعَمَائِمُ تِيجَانُ الْعَرَبِ .
“Dan disunnahkan baginya agar bersorban pada hari Jum’at………berdasarkan pada hadits Rasulullah Saw :”Sorban itu adalah mahkotanya orang Arab.”( Al-Qadlial-Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal 1031)
الْمُخْتَارُ لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْيَوْمِ مِنَ الزِّينَةِ ( يوم العيد ) ، وَحُسْنِالْهَيْئَةِ وَلُبْسِ الْعَمَائِمِ ، وَاسْتِعْمَالِ الطِّيبِ وَتَنْظِيفِ الْجَسَدِ، وَأَخْذِ الشَّعْرِ وَاسْتِحْسَانِ الثِّيَابِ.
“(Pendapat)yang terpilih bagi orang-orang pada saat hari ini (hari ‘Id) tentang berhiasadalah membaguskan rupa, memakai sorban, menatanya dengan baik, dan menjaga kebersihan badan. Juga menyisir rambut, merapihkan pakaian.” (Al-Qadlial-Mawardi asy-Syafi’i, al-Hawi, juz 2, hal 455)
(قوله: لخبر: إن الله وملائكته إلخ) أي ولخبر: صلاة بعمامة أفضل من خمس وعشرين بغيرعمامة، وجمعة بعمامة أفضل من سبعين بغير عمامة
“(Dan perkataannya berdasarkan khabar: ’sesungguhnya Allah Swt dan para Malaikatnya…..’) dan berdasarkan khabar: 'shalat dengan memakai sorban lebih utama daripada solat dua puluh raka’at tanpa memakai sorban. Dan Shalat Jum’at dengan memakai sorban lebih utama daripada shalat jum’at tujuh puluh rakaat tanpa memakai sorban.”( Sayyid Syatha’ ad-Dimyati asy-Syafi’i,Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2,hal95)
49.ثُمَّ الْعِمَامَةُ على صِفَتِهَا في السُّنَّةِ وَالرِّدَاءُ في الصَّلَاةِ مَطْلُوبٌشَرْعًا وهو أَنْ يَجْعَلَهُ على كَتِفَيْهِ
“Kemudian sorban atas sifatnya dalam sunnah dan rida’ dalam shalat, yang dituntut secara syara’ dalam pemakaiannya adalah dengan menguraikan (buntutnya) di belakang pundaknya.”( Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa fiqhiyah kubra, juz1, hal 169)
50.وعبارة التحفة: وتسن العمامة للصلاة، ولقصد التجمل، للاحاديث الكثيرة فيها، واشتدادضعف كثير منها يجبره كثرة طرقها، وزعم وضع كثير منها تساهل، كما هو عادة ابن الجوزيهنا، والحاكم في التصحيح - ألا ترى إلى حديث: اعتموا تزدادوا حلما.
حيث حكم ابن الجوزي بوضعه، والحاكم بصحته، استرواحامنهما على عادتهما ؟ وتحصل السنة بكونها على الرأس أو نحو قلنسوة تحتها.
“Menurut Ibarat kitab Tuhfah:”dan disunnahkan memakai sorban untuk shalat, dan berhias,berdasarkan hadits-hadits yang banyak tentang hal tersebut. Dan kesangatan dla’if yang banyak dari padanya, dapat dinaikkan derajatnya dikarenakan oleh banyak thuruq (riwayatnya) dari jalur lain . Dan prasangka dugaan tentang banyak kepalsuan dari hadits-hadits tersebut adalah sikap yang terlalu merendahkan, seperti kebiasaan Ibnul Jauzi dalam hal ini dengan terlalu menganggap palsu suatu hadits. Dan kebiasaan al-Hakim dalam pentashihannya (menshahihkan).Lihatlah kepada hadits (اعتمواتزدادوا حلما/bersorbanlah kalian, niscaya kalian akan bertambah sabar ). .”( Sayyid Syatha’ ad-Dimyatiasy-Syafi’i, Hasyiyah i’anah ath-Thalibin, juz 2, hal 95)
51.وفي خبر أنه كان له ثلاث قلانس : قلنسوة بيضاء ، مضرية ، وقلنسوة بردة حبرة ، وقلنسوةذات آذان يلبسها في السفر ، وربما وضعها بين يديه إذا صلى ، ويؤخذ من ذلك أن لبس القلنسوةالبيضاء يغني عن العمامة ، وبه يتأيد ما اعتاده بعض مدن اليمن من ترك العمامة من أصلها
“Dan di dalam suatu hadits bahwa Rasulullah Saw mempunyai tiga peci: peci putih, Mudlarriyah, dan peci Burdah Habarah. Peci tersebut terkadang dipakai dalam safar, dan terkadang ditaruhnya diantara kedua tangannya tatkala beliau Saw shalat. Dan dapat difahami dari hal tersebut, bahwa memakai peci putih itu sudah terkaya dari pada sorban. Dan dengannya jadi kuatlah kebiasaan orang-orang di sebagian kota-kota di negeri Yaman dari pada meninggalkan sorban sama sekali.”( Sayyid ‘Abdurahman al-Masyhur asy-Syafi’i, Bughyahal-Mustarsyidin, hal 87)
والعمامة مستحبة في هذا اليوم وروى واثلة بن الأسقع أن رسول الله صلى الله عليه و سلمقال إن الله وملائكته يصلون على أصحاب العمائم يوم الجمعة فإن أكربه الحر فلا بأس بنزعهاقبل الصلاة وبعدها ولكن لا ينزع في وقت السعي من المنزل إلى الجمعة ولا في وقت الصلاةولا عند صعود الإمام المنبر وفي خطبته
“Dan sorban itu disunnahkan memakainya pada hari ini(Jum’at). Dan telah meriwayatkan Watsilah bin al-Asqa’ bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Swt dan para Malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang memakai sorban di hari Jum’at. Maka jika cuaca panas merisaukannya, tidaklah mengapa sorban tersebut ditanggalkan sebelum shalat dan sesudahnya. Akan tetapi janganlah ditanggalkan di waktu berjalan dari rumah menuju shalat Jum’at,jangan pula di waktu shalat,dan jangan pula di waktu Khatib/Imam naik mimbar saat berkhutbah.”(al-Ghazali, Ihya’ ‘ulumid ad-din, juz 1, hal 181)
Petikan Hadis Tentang Bukti Rasulullah Mempunyai Syal (Rida’ – رِدَاءٌ)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ رِدَاءٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الْحَاشِيَةِ فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَبَذَهُ بِرِدَائِهِ جَبْذَةً شَدِيدَةً نَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عُنُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ أَثَّرَتْ بِهَا حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَبْذَتِهِ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَحِكَ ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ . بِهَذَا الْحَدِيثِ وَفِي حَدِيثِ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ مِنْ الزِّيَادَةِ قَالَ ثُمَّ جَبَذَهُ إِلَيْهِ جَبْذَةً رَجَعَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَحْرِ الْأَعْرَابِيِّوَفِي حَدِيثِ هَمَّامٍ فَجَاذَبَهُ حَتَّى انْشَقَّ الْبُرْدُ وَحَتَّى بَقِيَتْ حَاشِيَتُهُ فِي عُنُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
1. Hadis Anas bin Malik r.a katanya, ; Pada suatu ketika aku berjalan bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat itu, beliau memakai selendang buatan Najran yang tebal pinggirnya. Tiba-tiba seorang Arab badui mendapatkan beliau, lalu ditariknya selendang Nabi tersebut sekuat-kuatnya, sehingga kulihat selendang tersebut membekas di leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena kuatnya tarikan. Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Muhammad, perintahkanlah kepada bendahara Tuan agar memberikan harta yang ada dalam pengawasan Tuan kepadaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menoleh kepada orang itu sambil tertawa. Kemudian diperintahkanlah oleh beliau agar orang itu diberi sedekah.
Dalam hadits Ikrimah bin Ammar terdapat tambahan; “Kemudian laki-laki itu menarik dengan sekali tarikan hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertarik ke arahnya.” Dan dalam hadits Hammam; “Ia menarik selendang itu hingga sobek dan meninggalkan bekas pada leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
2. Diriwayatkan oleh Buraidah, ia mengatakan bahawa “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang solat dengan kain tanpa menyelepangkannya di atas bahu dan melarang solat dengan seluar tanpa mengenakan selendang (kain yang menutupi bahunya).” (Riwayat Muslim)
*maksud hadis ialah larangan solat tanpa berbaju. Jika tidak memakai baju, afdal kenakan selendang (rida) di badan.
وَعَنْ اَنَس اَنَّ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اِذَا قَامَ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلاَ يَبْزُقَنَّ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ اَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ ثُمَّ اَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَصَقَ فِيْهِ وَرَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ اَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا
3. Daripada Anas bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu berdiri dalam solatnya maka jangan sekali-kali ia meludah ke depannya tetapi hendaklah ke kirinya atau ke bawah telapak kakinya” lalu ia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) mengambil hujung selendangnya dan meludah di situ dan melipat sebahagian (hujung selendang) itu atas sebahagian lalu baginda bersabda: “Atau dia berbuat begini”. (Hadis Riwayat Ahmad dan Bukhari)
ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمْ يَزَلْ يَدْعُوْ حَتَّى رُئِيَ بَيَاضُ اِبْطَيْهِ ثُمَّ حَوَّلَ اِلَى النَّاسِ ظَهْرَهُ وَقَلَّبَ رِدَاءَهُ وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ
4. “Kemudian baginda mengangkat kedua dua belah tangannya berdoa dan berdoa sehingga ternampak putih ketiaknya Kemudian baginda memalingkan belakangnya kepada manusia serta memalingkan selendangnya di kala beliau mengangkat kedua dua tangannya ….” (Hadis Riwayat Abu Daud)
ثُمَّ تَحَوَّلَ اِلَى الْقِبْلَةِ وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ فَقَلَّبَهُ ظَهْرَا لِبَطْنٍ وَتَحَوَّلَ النَّاسُ مَعَهُ
5. Kemudian baginda shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling ke arah kiblat dan beliau memalingkan selendangnya yang luar ke dalam dan orang ramai pun memalingkan selendang mereka bersama Rasulullah (Hadis Riwayat Ahmad)
اَنَّ النَّبِيَّ ص اِسْتَسْقَى وَعَلَيْهِ خَمِيْصَةٌ لَهُ سَوْدَاءٌ فَاَرَادَ اَنْ يَأْخُذَ اَسْفَلَهَا فَيَجْعَلُهُ اَعْلاَهَا فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ فَقَلَّبَهَا الأَيْمَنِ عَلَى الأَيْسَرِ وَالأَيْسَرِ عَلَى الأَيْمَنِ
6. “Bahawasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta hujan. Baginda memakai kain hitam empat persegi (kain selendang) lalu beliau hendak mengambil bahagian sebelah bawah, hendak dijadikan bahagian atasnya tetapi beliau merasa berat lalu beliau membalikkan yang sebelah kanan ke atas sebelah kiri dan yang sebelah kiri ke atas sebelah kanan.” (Hadis Riwayat Ahmad dan Abu Daud)
Takhtimah
Pada prinsipnya, syariah Islam mewajibkan seorang muslim laki-laki untuk menutup aurat baik saat shalat atau di luar shalat yaitu antara pusar sampai lutut.
Itu artinya, selagi aurat tertutup, maka sah shalatnya. Adapaun pakaian yang melebihi menutup aurat, maka itu terserah kepada masing-masing orang. Ia boleh memakainya atau tidak. Bagi seorang yang sedang shalat dianjurkan untuk berpakaian menurut kepantasan yang berlaku di suatu daerah tertentu. Kalau pantasnya memakai songkok, berbaju koko dan bersarung, maka dianjurkan untuk mengikuti tradisi tersebut.
Dalam QS Al-A;raf 7:31 Allah berfirman
يا بني آدم خذوا زينتكم عند كل مسجد وكلوا واشربوا ولا تسرفوا , إنه لا يحب المسرفين
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Ayat di atas menjadi dasar ulama untuk menyimpulkan bahwa saat shalat hendaknya memakai pakaian yang pantas. Salah satu kepantasan saat shalat adalah menutup kepala dengan memakai sorban atau serupa seperti songkok atau kopiah.
Dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah dikatakan:
لا خلاف بين الفقهاء في استحباب ستر الرأس في الصلاة للرجل بعمامة وما في معناها، لأنه صلى الله عليه وسلم كان كذلك يصلي
Artinya: Tidak ada perbedaan (khilaf) ulama atas sunnah-nya menutup kepala saat shalat bagi laki-laki baik dengan sorban atau yang serupa dengan itu karena Nabi melakukan itu saat shalat.
Jadi, menutup kepala itu sunnah dilakukan saat shalat baik penutupnya berupa sorban atau yang sama fungsinya seperti songkok putih, kopiah hitam, blangkon, dan lain-lain. Tentu saja seseorang hendaknya memakai penutup kepala yang dianggap paling pantas dibuat shalat menurut anggapan di masyarakat setempat. Artinya, tidak harus sorban.
Adapun orang yang berpendapat sunnahnya sorban secara khusus mungkin berdasarkan pada atsar (perkataan Sahabat) Ibnu Umar di mana beliau konon mengatakan
صلاة بعمامة تعدل سبعين صلاة بلا عمامة. ، أو ما ورد عن أنس: بعشرة آلاف حسنة.
Artinya: Sekali shalat dengan memakai sorban itu sama dengan 70 kali shalat tanpa sorban. Atau berdasar riwayat dari Anas: sama dengan 10.000 kebaikan.
Atsar di atas menurut Ibnu Hajar statusnya maudhu' (palsu). Sinyalemen Ibnu Hajar ini diperkuat Al Manufi dalam kitab Al-Masnu' fi Makrifati Hadits Al-Maudhuk yang menyatakan bahwa hadits ini bukan hanya maudhuk tapi juga isinya batil
( مَوْضُوعٌ . قَالَ الْمنوفِيُّ : فَذَلِكَ كُلُّهُ بَاطِلٌ).
“Para ulamak biasa menyebutkan pakaian-pakaian Rasulullah sehingga se’detail’nya. Para guru kami menyebutkan, pemakaian rida’ disunnahkan dan terdapat pelbagai cara memakainya. Malah para ulamak berbeza pendapat dalam memilih cara yang terbaik tanpa menafikan cara-cara yang lain. Kebanyakan guru kami mengajarkan supaya memakai rida’ dengan meletakkan kain di atas bahu kiri (atau kanan mengikut sebahagian guru lain). Ada juga yang meletakkan di atas bahu kiri kemudiannya ditarik di sebelah belakang dan keluar melalui bawah ketiak kanan dan diangkat ke belakang melalui bahu kanan. Ada juga yang menggantungkan sahaja di tengkuk dan membiarkan ke bawah dari kedua-dua bahu. Apapun yang kami dapati, semua cara tersebut boleh dilakukan, dan jika diniatkan kerana mencintai Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan amalan para ulamak, insyaAllah beroleh pahala. ”
Rasulullah memakai rida’
Memakai rida’ (semacam selendang) dan membalik posisi rida’ disunnahkan. Sebagai contoh dalil pemakaian rida’ / burdah shawl ini berlaku ketika Rasulullah saw menunaikan solat istisqa, iaitu dengan menaruh kain yang disebelah kiri ke sebelah kanan, dan kain yang ada di sebelah kanan ke sebelah kiri.
Hadis-hadis yang menyatakan dianjurkannya hal ini sangatlah banyak, diantaranya hadis Abu Hurairah, hadits Abdullah bin Zaid, hadis ‘Aisyah yang sudah disebutkan.
Pemakaian dan tindakan membalikan rida’ ini dapat dilakukan setelah berdoa, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah, atau ketika hendak berdoa, sebagaimana hadits Abdullah bin Zaid Radhiallahu’anahu :
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى المصلى فاستسقى . وحول ردائه حين استقبل القبلة
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan untuk istisqa’. Beliau membalik rida’-nya ketika mulai menghadap kiblat” (HR. Muslim, no.894)
Berkata Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar hal 7:
قالالعلماء من المحدثين والفقهاء وغيرهم :
يجوز ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيببالحديث الضعيف ما لم يكن موضوعا.
وأما الأحكام كالحلال والحرام والبيع والنكاح والطلاق وغير ذلك فلا يعملفيها إلا بالحديث الصحيح أو الحسن إلا أن يكون في احتياط في شئ من ذلك ، كما إذا وردحديث ضعيف بكراهة بعض البيوع أو الأنكحة ، فإن المستحب أن يتنزه عنه ولكن لا يجب.
”Berkata para ulama dari kalangan Muhadditsin, Fuqaha, dan sebagainya, ”Dibolehkan dan disunahkan beramal dalam hal fadlail, targhib dan tarhib dengan hadits dla’if,selama ia bukan hadits yang maudlu. Adapun dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum seperti halal-haram,jual-beli, nikah-talaq, dan sebagainya, maka tidak dibolehkan mengamalkan/menetapkan didalamnya kecuali dengan sahih atau hasan.Kecuali hadits yang menyangkut masalah kehati-hatian dama suatu hal darimasalah tersebut. Semisal apabila ada suatu hadits dla’if yang menyebutkan makruh melakukan sebagian transaksi jual beli atau makruh melakukan sebagian nikah, maka hal tersebutkan disunahkan untuk dihindari, tetapi tidak bersifatwajib.”
Dalam kitab Fatawa ar-Ramli 4:383 : “Diriwayatkan oleh Imam Nawawi dalam beberapa karangannya tentang kesepakatan para ahli hadits atas kebolehan beramal dengan hadits dla’if dalam fadlilah amal dan yang semisalnya.”
Dalam kitab Mawahib al-Jalil lil al-Khitab 17:1 dan Syarh al-Kharsyi ‘ala Khalil : “ Saya katakan,”sesungguhnya jika hadits setiap urusan penting….dst adalah dla’if, maka sesungguhnya telah sepakat para ulama tentang kebolehan beramal dengan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal.”
Berkata ‘Ali al-Qari’ dalam kitab al-Hazhzh al-Aufar seperti yang disebutkan olehal-Laknawi dalam kitab al-Ajwibatal-Fadlilah hal 36 :
“Hadits dla’if mu’tabar dalam fadlailul a’mal menurut pandangan semua ulama yang dari kalangan orang-orang yang memiliki kesempurnaan pengetahuan.” Dan berkata juga ‘Alial-Qari’ dalam kitab al-Maudlu’at seperti disebutkan juga dalam kitabal-Ajwibat al-Fadlilah karya al-Laknawi hal 36 : “ Hadits dla’if boleh diamalkan dalam fadlilah ‘amal dan telah terjadi kesepakatan atas hal tersebut (ijma’)….dst.”
Berkata IbnuHajar al-Haitami dalam kitab syarah arba’in an-Nawawiyah hal 32 :
قد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيففي فضائل الأعمال؛لأنه إن كان صحيحا في نفس الأمر، فقد أعطي حقه من العمل به
“ Para ulama sepakat atas pengamalan hadits dla’if dalam fadlailul a’mal. Jika ternyata hadits tersebut pada dasarnya sahih, maka seharusnya ia diamalkan. Jika ternyata seandainya tidak sahih, maka pengamalan terhadap hadits itu tidak akan mengakibatkan kerusakan (mafsadah) menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, dan menyia-nyiakan hak orang lain.”
Berkata juga Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab fatawanya 2: 54 :
وقد تقرر أن الحديث الضعيفوالمرسل والمنقطع والمعضل والموقوف يعمل بها في فضائل الأعمال إجماعا
“Telah ditetapkan/disepakati bahwa hadits dla’if yang Mursal, Munqothi’, Mu’dlal, dan mauquf boleh diamalkan dalam fadlailul a’mal.”
Dan dalam kitab Tathhir al-Janan hal 3, masih karangan Ibnu Hajar al-Haitami: “ Maka jika anda berkata bahwa hadits yang disebutkan ini sanadnya dla’if, bagaimanakah hukumnya kalau berhujah dengan hadits tersebut?.Saya (Ibnu Hajar) Katakan: Telah sepakat para imam kami dari kalangan Fuqaha, Ahli usul, dan para Hafizh bahwasannya hadits dla’if boleh dijadikan hujjah dalam hal manaqib sepertihalnya telah sepakat bahwa hadits dla’if boleh dijadikan hujjah dalam fadlailula’mal …”
Selain dari pada hal tersebut, banyak juga kelompok orang-orang yang salah faham terhadap mereka-mereka yang mengamalkan ibadah dengan pamrih mengharapkan pahala, seperti dalam masalah keutamaan memakai sorban dsb.
Mereka menganggap bahwa orang yang mengamalkan hadits fadlailul a’mal (keutamaan-keutamaan),berarti beribadah tanpa keikhlasan. Namun hal itu juga tidak tepat, karena dalam hal tertentu, beramal dengan pamrih mengharapkan pahala tidaklah menjadi masalah, sesuai dengan tingkatan-tingkatannya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar