Islam adalah agama yang mengagungkan kebenaran. Tolok ukur kebenaran dalam Islam yaitu bersumber dari wahyu Allah Ta’ala, baik dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah. Islam juga mengagungkan ilmu dan mengharamkan berkata tanpa dasar ilmu yang benar.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 147:
﴿ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ ﴾
“Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.”
Diantara cara berfikir yang menyimpang dari kebenaran adalah percaya kepada khurafat dan mitos. Yang dimaksud dengan mitos adalah cerita-cerita bohong tentang suatu hal seperti asal usul tempat, alam, manusia dan sebagainya yang mengandung arti mendalam dan diungkapkan dengan cara gaib. Sedangkan definisi khurafat adalah ajaran atau keyakinan yang tidak mempunyai landasan kebenaran, disebut pula takhayul.
Percaya dan bersandar pada khurafat dan mitos (cerita-cerita bohong) adalah salah satu cara berfikir dan berdalil orang-orang musryik. Mereka tidak menggunakan akal dan hati mereka untuk mencari dan mengamalkan kebenaran. Dan itu merupakan sebab mereka dimasukan ke dalam Neraka.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 10:
﴿ وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ ﴾
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuniNeraka yang menyala-nyala.”
Khurafat dan mitos merupakan salah satu sebab disembahnya patung-patung, batu, benda-benda keramat dan sesembahan lainnya selain Allah Ta’ala. Di Indonesia khususnya, banyak khurafat dan mitos yang hingga saat ini dipercaya sebagai sebuah kebenaran secara turun temurun. Bahkan bukan hanya dipercaya tapi kepercayaan itu direalisasaikan dalam bentuk ritual-ritual tertentu yang mengandung unsur kesyirikan.
Pengert Khurafat
Khurafat berasal dari kata (kharufa) yang artinya rusaknya akal karena lanjut usia. Dan kebetulan khurafat adalah nama seorang laki-laki yang dipengaruhi oleh jin, lalu ia bercerita sesuai dengan apa yang ia lihat, maka orang-orang tidak mempercayainya dan mereka mengatakan “Ah itu hanya cerita khurafat”. Jadi khurafat adalah cerita-cerita atau dongeng-dongeng dan kepercayaan-kepercayaan yang dusta (yang tidak berdasar).
Khurafat, menurut Ibnul Mandzur,
والخُرافةُ الحديثُ الـمُسْتَمْلَحُ من الكذِبِ. وقالوا: حديث خُرافةَ
Khurafat adalah berita yang dibumbuhi dengan kedustaan. Masyarakt menyebut, ‘Beritanya khurafat’
Kemudian beliau menyebutkan latar belakang istilah ini,
ذكر ابن الكلبي في قولهم حديثُ خُرافة أَنَّ خُرافةَ من بني عُذْرَةَ أَو من جُهَيْنةَ، اخْتَطَفَتْه الجِنُّ ثم رجع إلى قومه فكان يُحَدِّثُ بأَحاديثَ مـما رأي يَعْجَبُ منها الناسُ؛ فكذَّبوه فجرى على أَلْسُنِ الناس: حديث خُرافةَ
Dijelaskan oleh Ibnul Kalbi tentang pernyataan masyarakat, ‘Beritanya khurafat’ bahwa Khurafat adalah nama orang dari Bani Udzrah atau bani Juhainah. Dia pernah diculik Jin kemudian kembali ke kampungnya. Setelah itu, dia bercerita banyak tentang berbagai kejadian yang dia lihat, sehingga banyak orang terheran-heran. Sampai mereka tidak percaya dan menganggap Khurafat berdusta. Akhirnya jadi terkenal di tengah masyarakat, “Beritanya Khurafat.” (Lisanul Arab, 9/62)
Keterangan yang sama juga disampaikan az-Zirikli,
خرافة : رجل من بني عذرة، غاب عن قبيلته زمناً ثم عاد فزعم أن الجن استهوته وأنه رأى أعاجيب جعل يقصها عليهم، فأكثر، فقالوا في الحديث المكذوب (حديث خرافة) وقالوا فيه (أكذب من خرافة) حتى سمى الحريري الكذب خرافة
Khurafat adalah nama seorang lelaki dari bani Udzrah, yang hilang dari kampungnya dalam kurun waktu yang lama. Kemudian dia kembali. Dia menyangka telah disekap Jin, dan dia telah melihat berbagai kejadian aneh. Lalu diceritakan kepada masyarakatnya panjang lebar. Hingga jadi istilah mereka untuk menyebut berita dusta, ‘Beritanya Khurafat’. Mereka juga membuat istilah, “Lebih pembohong dari pada Khurafat.” Hingga al-Hariri menyebut setiap kedustaan dengan Khurafat. (al-A’lam, az-Zirikli, 2/303).
NAMA LAIN DARI KHURAFAT
Istilah lain dari khurafat diantaranya Takhayyul, Tathayyur, Syubhat dan lain-lain. Di zaman nabi saw, ada yang dikenal dengan nama ‘Adwa, Thiyaroh, Hamah, Shofar, Nau’ dan Ghul.
‘Adwa adalah penjangkitan atau penularan penyakit. Di zaman jahiliyyah mereka beranggapan bahwa penyakit berjangkit atau menular dengan sendirinya tanpa kehendak dan taqdir Allah swt.
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk (menganggap firasat jelek) karena melihat sesuatu seperti melihat burung, mendengar suara binatang, melihat bintang, pecahnya barang perabotan, panasnya cincin yang dibuat jadi jimat, bergetarnya keris di dalam sarungnya, melihat garis tangan, menghubungkan angka, tanggal lahir dan lain-lain sebagainya.
Hamah adalah jenis burung yang keluar pada malam hari seperti burung hantu dan lainnya. Orang-orang jahiliyyah merasa bernasib sial kalau melihat burung hantu; apabila ada burung hantu hinggap diatas rumah salah seorang diantara mereka, dia merasa bahwa burung itu membawa berita kematian dirinya atau salah satu dari anggota keluarganya.
Shafar adalah bulan kedua dalam tahun Hijriyyah, orang-orang jahiliyyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak menguntungkan, dan termasuk didalamnya ada hari, atau tanggal yang tidak baik.
Nau’ adalah terbit atau teggelamnya suatu bintang. Orang-orang jahiliyyah menisbahkan (menjadikan sebab) akan turunnya hujan kepada bintang ini dan bintang itu.
Ghul adalah hantu jenis jin atau setan. Dulu orang Arab beranggapan bahwa ghul menampakkan diri kepada manusia di padang pasir dan dapat berubah-ubah bentuk serta mereka yakin bahwa ghul dapat meyesatkan mereka (orang arab) dalam perjalanan lalu membinasakan mereka.
HUKUM KHURAFAT
Hukum Khurafat adalah haram/dilarang berdasarkan dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Firman Allah swt.
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: “Itu adalah karena (usaha) kami”. dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. [Qs. Al A’raaf 7 :131]
«فإذا جاءتهم الحسنة» الخصب والغنى «قالوا لنا هذه» أي نستحقها ولم يشكروا عليها «وإن تصبهم سيئة» جدب وبلاء «يَطَّيَّروا» يتشاءموا «بموسى ومن معه» من المؤمنين «ألا إنما طائرهم» شؤمهم «عند الله» يأتيهم به «ولكن أكثرهم لا يعلمون» أنَّ ما يصيبهم من عنده.
(Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran) kesuburan tanah dan kecukupan hidup (mereka berkata, "Ini adalah karena usaha kami") kami berhak memperolehnya, akan tetapi mereka tidak mau mensyukurinya. (Dan jika mereka ditimpa kesusahan) kekeringan dan musibah/bencana (mereka lemparkan sebab kesialan itu) mereka menganggap kesialan itu (kepada Musa dan orang-orang yang besertanya) dari kalangan orang-orang yang beriman. (Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu) rasa sial mereka itu (adalah ketetapan dari Allah) yang sengaja diturunkan kepada mereka (akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui) bahwa apa yang menimpa mereka adalah datang dari sisi Allah. (Tafsir Al-Jalalain, Al-A’raf 7:131)
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلاَثًا وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّل [رواه ابو داود]
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, (beliau mengucapkan) tiga kali, dan tidak ada seorang pun diantara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal itu), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya”.[HR. Abu Daud]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ [متفق عليه] وزاد مسلم (وَلاَ نَوْءَ وَلاَ غُولَ )
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada ‘Adwa, Thiyarah, Hamah, dan Shafar”. [HR. Muttafaqun Alaihi] Sedangkan dalam riwayat Muslim menambahkan “Tidak ada Nau’ serta tidak ada Ghul”.
BAHAYA KHURAFAT
Bahaya khurafat sangatlah besar bagi keselamatan iman dan amal kita baik selama hidup di dunia dan juga di akhirat. Khurafat ada yang dapat mengeluarkan pelakukan dari Islam alias kafir atau murtad, selama tidak ada yang menghalanginya untuk sampai kepada kekafiran itu, seperti ia belum mengetahui. Bila ini terjadi, maka ia kekal didalam neraka selama-lamanya. Namun ada khurafat itu yang hanya mengurangi kesempurnaan iman yang tetap diancam dengan azab neraka sekalipun tidak untuk selama-lamanya. Diantara bahayanya:
1. Tidak diterima shalatnya.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ صَفِيَّةَ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً [رواه مسلم و احمد]
Dari Shafiyah dan sebagian istri Nabi saw, dari Nabi saw bersabda: Barangsiapa datang kepada orang pintar, lalu ia bertanya tentang sesuatu, lalu ia membenarkannya (yang dikatakan orang pintar itu) tidak diterima sholatnya selama 40 malam“. [HR. Muslim dan Ahmad]
2. Kafir/Ingkar
Rasulullah saw bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْحَسَنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [رواه الترمذي وابن ماجه واحمد والدارمي]
Dari Abu Hurairah dan Hasan ra, dari Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang mendatangi dukun atau orang pintar lalu ia membenarkan apa yang dikatan (oleh dukun itu) maka sesungguhnya ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad saw (Alqur’an). [HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad Darimi]
3. Penghapus ‘amal kebaikan (pahala).
Apabila menyekutukan Allah, maka lenyaplah seluruh pahala dari amal kebaikan yang pernah dilakukan sebelumnya tanpa terkecuali. Sedangkan dosanya tidak berkurang, bahkan malah bertambah. Na’uudzu billaahi min dzaalika.
Firman Allah swt :
ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya di antara hamba-hambaNya. seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. [Qs. Al An’aam 6: 88]
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [Qs. Az Zumar 39 : 65]
4. Dosanya tidak diampuni.
Firman Allah swt Qs. An Nisaa’ 4: 48, 116.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [Qs. An Nisaa’ 4: 48]
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَلِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. [Qs. An Nisaa’ 4:116]
Dosa syirik tidak diampuni kalau sampai wafat ia tidak pernah bertaubat kepada Allah swt atas kesyirikan yang pernah ia lakukan. Sedangkan kalau ia bertaubat dan tidak melakukan kemusyrikan sampai akhir hayat, Insya Allah dosanya diampuni. Sebagaimana para sahabat yang pernah menyembah berhala, setelah masuk islam, mereka tidak pernah lagi menyekutukan Allah. Bahkan Allah memberi gelar kepada para mereka “Kuntum Khaira Ummah“ (kamu adalah umat terbaik) yang mendapat jaminan dari Rasulullah saw akan masuk surga.
5. Diharamkan masuk surga, tempatnya adalah neraka dan tidak ada penolong baginya.
Firman Allah swt :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.“[QS. Al-Maidah:72]
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.“[QS.Al Maidah:73]
APA YANG HARUS DILAKUKAN
Yang harus kita lakukan ada dua: Pertama: Bagi kita yang pernah terjerumus ke dalam khurafat, maka segeralah bertaubat dari dosa bersar itu sebelum ajal menjemput. Firman Allah swt:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Qs. Az Zumar 39: 53]
Kedua: Al Fa’l atau At-Tafa’ul (optimis atau rasa penuh harap) yaitu berprasangka baik dan bertawakkal kepada Allah swt.
Sabda Rasulullah saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ [متفق عليه]
Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi saw bersabda : “Tidak ada ‘Adwa dan Thiyarah, tetapi Al Fa’lmenyenangkan diriku”. Para shahabat bertanya : “Apakah Al-Fa’l itu ? Beliau menjawab : “Yaitu kalimat Thayyibah” (kata-kata yang baik). [HR. Muttafaqun ‘Alaih]
عَنْ أَنَسِ بْنَ مَالِكٍ قَالَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ أَلاَ أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لاَ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا [رواه احمد و البخاري]
Dari Anas bin Malik ra, berkata, Bahwa Nabi saw bersabda kepada Muadz bin Jabal. Barangsiapa yang bertemu dengan Allah (mati) sedang ia tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya (Allah), ia masuk surga. Berkata Muadz, Perlukah aku beri tahu hal ini pada orang-orang. Sabda Nabi saw. Jangan. Aku khawatir mereka tergantung hanya kepadanya.[HR. Ahmad dan Bukhari]
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَحْمَدُ الْقُرَشِيُّ قَالَ ذُكِرَتْ الطِّيَرَةُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَحْسَنُهَا الْفَأْلُ وَلاَ تَرُدُّ مُسْلِمًا فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلْ: اَللَّهُمَّ لاَ يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ [رواه ابو داود]
Dari Uqbah bin Amir ra, bahwa Ahmad Al Quraisyi mengatakan bahwa Thiyarah disebut-sebut dihadapan Nabi saw, lalu beliau pun bersabda : “Yang paling baik adalah Al-Fa’l, dan Thiyarahtersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Apabila salah seorang diantara kamu melihat sesuatu yang tidak diinginkan maka supaya berdo’a: “Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan selain Engkau, tidak ada yang dapat menolak keburukan selain Engkau, dan tiada daya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Engkau”. [HR. Abu Daud]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلاَثًا وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ [رواه ابو داود]
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, (beliau mengucapkan) tiga kali, dan tidak ada seorang pun diantara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal itu), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya”.[HR. Abu Daud]
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ : اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ [رواه احمد]
Dari Abdullah bin ‘Amr ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang thiyarah (berfirasat buruk) telah mengurungkan hajatnya, maka ia telah berbuat syirik. Para shahabat bertanya, “Lalu apakah sebagai tebusannya ? Beliau menjawab, “Supaya ia mengucapkan: “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, dan tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tiada sesembahan yang hak selain Engkau”. [HR. Ahmad]
Berbagai Khurafat Yang Ada Di Masyarakat
Salah satu contoh mitos yang hingga saat ini masih diyakini adalah mitos tentang Candi Prambanan, asal usul gunung Tangkuban Perahu, asal usul Danau Toba dan beberapa tempat lainnya. Berkaitan dengan mitos candi prambanan, diyakini bahwa candi ini dibuat Bondowoso sebagai syarat untuk menikahi Roro Jonggrang yang meminta seribu candi dalam semalam. Kemudian Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi pelengkap keseribu karena menghianti janji. Muncul khurafat dan mitos bahwa pasangan yang datang ke tempat tersebut secara bersama akan terputus hubungannya. Tempat lain yang memiliki khurafat putus hubungan semisalnya adalah Kebon Raya Bogor, Baturaden di Kabupaten Banyumas, dan Air terjun Coban Rondo di Malang.
Adapun contoh khurafat lainnya terkait dengan jodohadalah jangan makan depan pintu nanti jodohnya jauh, jangan makan di tempat tidur nanti jodohnya pemalas, jangan makan menggunakan dua piring nanti istrinya dua, dan jangan nyapu setengah-tengah nanti jodohnya jelek.
Di Indonesia juga memiliki banyak khurafat dan mitos hantu. Banyak nama-nama hantu yang dipercaya sampai saat ini yang masih dipercaya adalah hantu kuntilanak, Sundel Bolong, Tuyul, Pocong, Genderuwo, Wewe gombel dan nama hantu lainnya. Contoh mitos hantu-hantu tersebut adalah Tuyul yaitu dipercaya sebagai makhluk halus yang digambarkan berwujud anak kecil dengan kepala gundul dan berjiwa kerdil, Tuyul dapat diperkerjakan dengan pekerjaan tertentu dan biasanya untuk mencuri uang. Untuk menangkal tuyul, orang memasang yuyu di sejumlah sudut rumah karena tuyul dipercaya menyukai yuyu sehingga ia lupa akan tugas yang dibebankan pemiliknya.
Khufarat dan mitos lain adalah terkait denganbinatang yang dipercaya memiliki kaitan dengan mistis yaitu kucing hitam, burung hantu, anjing hitam, ayam hitam, dan hewan lainnya. Contoh yang terkait dengan kucing hitam, yaitu dipercaya memiliki mistis, dan ada juga yang percaya bahwa keberadaan kucing hitam menunjukan adanya penampakan hantu atau sekedar lewat, juga dipercaya keberadaannya menandakan malapetaka. Sedangkan mitos burung hantu adalah dipercaya sebagai sahabat setan, suaranya dimaknai sebagai tanda datangnya kematian serta berbagai malapetaka lainnya.
Contoh khurafat dan mitos lain adalah terkait tempat-tempat yang dianggap keramat adalah Lawang Sewu Semarang, Alas Purwo, Gunung Merapi dan Alas Roban serta tempat lainnya. Tempat-tempat tersebut dipercaya memiliki keramat dan keangkeran. Sebagai contoh, misalnya pantai selatan yang dianggap angker dan dipercaya banyak dihuni bangsa jin yang dipimpin oleh Ratu Kidul, sehingga ungkapan rasa syukur dan memohon perlindungan dilakukan dengan cara nadranan semacam ruwayatan, mengirim sesajen, sembelihan lalu dikirim ke laut.
Itulah beberapa contoh mitos-mitos yang tersebar di masyarakat. Dan masih banyak mitos lainnya yang sampai saat ini masih diyakini oleh masyarakat yang jahil akan akidah Islam.
Keyakinan pada khurafat dan mitos ini pada hakehatnya adalah pemikiran masyarakat musyrik jahiliyyah. Meraka bersandar kepada khurafat dan mitos sehingga akal sehat mereka rusak dan begitupula teori keilmuan mereka. Sehingga akidah dan muamalah mereka sesat dan menyesatkan karena tidak berlandaskan pada wahyu Allah Ta’ala melainkan pada khurafat dan mitos yaitu cerita-cerita bohong.
Secara umum, penyimpangan utama khurafat dan mitos terletak pada penisbatan terjadinya sesuatu diantaranya musibah, kemudahatan dan kemanfaatan kepada selain Allah Ta’ala, baik tempat, benda, binatang, manusia, dan bangsa jin ataupun yang lainnya. Dan ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam, bahwa Allah-lah yang Maha Kuasa dalam menimpakan kemudarahatan dan memberikan kemanfaatan kepada makhluk-makhluk-Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Thagabun ayat 11:
﴿ مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴾
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hadid ayat 22:
﴿ مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴾
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Selain menyelisihi penisbatan kejadian alam semesta kepada selain Allah Ta’ala. Kepercayaan terhadap khurafat dan mitos yang direalisasikan dalam bentuk ritual tertentu baik sesajen, ruwatan, dan yang lainnya untuk memohon kebaikan dan meminta perlindungan telah menyimpang dari prinsip dasar Islam yang mengajarkan tauhid yaitu berdo’a, memohon kebaikan dan berlindung dari keburukan hanya kepada Allah Ta’ala semata. Karena hanya Dia-lah yang mampu mendatangkan manfaat dan mudharat.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 106:
﴿ وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ ﴾
“Dan janganlah kamu beribadah kepada yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ahqaf ayat 5-6:
﴿ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ. وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yangberibadah kepada sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat Fatir ayat 13:
﴿ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ ﴾
“Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.”
Penyelisihan lain dari kepercayaan terhadap khurafat dan mitos adalah keyakinan tanpa dasar ilmu. Padahal Islam adalah agama ilmu. Allah Ta’ala menurunkan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber utama ilmu dalam meniti kehidupan ini dan sebagai hidayah bagi manusia.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Isra ayat 36:
﴿ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا ﴾
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Tapi justru memang sebaliknya, orang-orang musyrik yang percaya kepada khurafat dan mitos menuduh wahyu Allah Ta’ala sebagi mitos (cerita-cerita dusta) belaka. Dan inilah salah satu sebab kekufuran mereka.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 15 dan al-Muthafifin ayat 13:
﴿ إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ﴾
“Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: “(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala.”
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nahl ayat 24:
﴿ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ﴾
“Dan apabila dikatakan kepada mereka “Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Dongeng-dongengan orang-orang dahulu”
Lebih spesifik lagi, penyimpangan mitos dan khurafat banyak terkait dengan tauhid rububiyyah dan uluhiyyah. Dalam tauhid rububiyyah, ummat Islam harus meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Rabbul-Alamin, Pencipta, Penguasa dan Pengatur alam semesta. Segala yang terjadi pada alam semesta ini adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala sebagai Rabb alam semesta maka peribadatan harus diperuntukan hanya kepada-Nya semata termasuk berdo’a, meminta pertolongan, meminta perlindungan, takut, harap dan lain-lain dan inilah yang disebut dengan tauhid uluhiyyah.
Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 21:
﴿ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴾
“Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.”
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk memurnikan peribadatan kepada Allah Ta’ala karena Dia satu-satunya Rabb yaitu Pencipta manusia seluruhnya. Jadi pengakuan rububiyah Allah Ta’ala mewajibkan pengamalan tauhid uluhiyyah.
Dengan demikian, dapatlah kita pahami bahwa khurafat dan mitos banyak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar Islam. Maka hukum percaya kepada khurafat dan mitos adalah syirik. Adapun klasisikasi syirik akbar atau syirik ashgar tergantung pada jenis khurafat dan mitos serta pengamalan dari kepercayaan tersebut.
Salah satu contoh khurafat yang dikategorikan syirik ashgar adalah: Jangan makan di pintu nanti jodohnya balik lagi, jangan duduk di atas bantal nanti bisulan, atau yang semisalnya. Yaitu perkataan yang dimaksud sebagai nasehat yang baik yang tidak menyelisihi hukum Islam atau tauhid akantetapi diungkapkan dengan kata-kata yang salah dan kata-kata tersebut tidak diyakini kebenarannya, hanya sekedar untuk menakut-nakuti saja. Dan khurafat ini tidak sampai kepada kesyirikan akbar. Allahu a’lam
Adapun salah satu contoh khurafat dan mitos yang dikategorikan syirik akbar seperti keyakinan akan keberadaan Nyi Rodo Kidul sebagai penguasa pantai selatan, meyakini dialah yang menguasai pantai tersebut atau bahkan sampai melakukan ritual nadranan (ruwatan) meminta manfaat dan tolak bala kepada Nyi Roro Kidul. Khurafat dan mitos ini adalah syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Dan termasuk kategori ini jika sudah masuk pada ranah merampah rububiyyah dan uluhiyyah Allah serta menisbatkannya kepada selain Allah. Allahu a’lam
Banyak dampak yang ditimbulkan dari kepercayaan kepada khurafat dan mitos, yaitu: mendatangi tukang sihir dan dukun, pengagungan terhadap Jin dan Setan dan terpengaruh ramalan-ramalan buruk. Dan juga ritual-ritual kesyirikan yang dianggap sebagai penolak bala dan manfaat lainnya seperti ritual sesajen, ruwatan (nadranan), sedekah bumi, kurban untuk makhluk ghaib dan ritual syirik yang lainnya.
Dari pemaparan perihal mitos dan khurafat, maka perlu dipahami bahwa Islam adalah agama tauhid dan melarang semua bentuk kesyirikan. Pemalingan hak rububiyyah, uluhiyyah dan asma wa sifat kepada selain Allah adalah bentuk kesyirikan yang diharamkan dalam Islam.
Adat Bisa Dijadikan Sebagai Hukum
العادة محكمة
“Adat kebiasaan dapat dijadikan pijakan hukum”
Dasar kaidah ini adalah Hadis Mauquf:
ما رأه مسلمون حسنا فهو عند الله حسن (أخرجه أحمد عن إبن مسعود)
“Apa yang dipandang baik oleh orang islam, maka baik pula di sisi Allah”
Sebagian ulama berpendapat bahwa dasar kaidah di atas adalah Firman Allah, Surat Al-A’raf: 199).
خذ العفو العفو وأمر بالمعروف وأعرض عن الجاهلين
“Berikanlah maaf (wahai Muhammad) dan perintahkanlah dengan sesuatu yang baik, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh” (QS. Al-A’raf: 199).
Setelah memperhatikan kaidah serta ayat-ayat dan hadist yang menjadi dasar kaidah, perlu kiranya dijelaskan lebih dahulu tentang Ta’rif dari Al-Adaah dan Al-Uruf serta hubungannya dengan hadist.
Menurut Al-Jurjani:
العادة ما استمر الناس عليه على حكم المعقول وعادوا إليه مرة بعد أخرى
“Al-Adaah ialah sesuatu (Perbuataa atau Perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena dapat diterima oleh akal, dan manusia mengulang-ulangnya terus menerus”
Sedangkan Al-Uruf, kebanyakan ulama Fiqih mengartikan sebagai kebiasaan yang dilakukan banyak orang (kelompok) dan timbul dari kreatifitas-imajenatif manusia dalam membangun nilai-nilai budaya.
Sedangkan Al-Uruf, terbentuk dari akar kata Al-Muta’araf, yang mempunyai makna “saling mengetahui”. Dengan demikian, proses terbentuknya adat, menurut Muhammad Shidqi adalah akumulasi dari pengulangan aktivitas yang berlangsung terus menerus. Proses pengulangan inilah yang disebut Al-‘awd wal mu’awadah. Ketika pengulangan itu membuatnya tertanam dalam hati setiap prang, maka ia telah memasuki stadium Al-Muta’araf.
Adapun “Uruf” menurut ulama Ushul Fiqih adalah:
عادة جمهور قوم فى قول او فعل
“Kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan”
Dari definisi-definis di atas dan juga ta’rif yang diberikan oleh ulama-ulama yang lain, dapat dipahami bahwa Al-Uruf dan Al-Adah adalah searti, yang mungkin merupakan perbuatan atau perkataan. Keduanya harus betul-betul berulang-ulang dikerjakan oleh manusia, sehingga melekat pada jiwa, diterima dan dibenarkan oleh akal dan pertimbangan yang sehat serta tabiat yang sejahtera.
Hal yang demikian itu tentu merupakan hal yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara’, sehingga merupakan yang dimaksud oleh hadis di atas, yaitu apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin.
Dengan sendirinya tidak termasuk dalam pengertian “adaah dan uruf di sini, hal-hal yang membawa kerusakan, kedurhakaan, tidak ada faedahnya sama sekali. Misalnya: Muamallah dengan riba, judi, saling daya memperdayakan, menyabung ayam dan sebagainya. Meskipun perbuatan-perbuatan itu telah menjadi kebiasaan dan mungkin bahkan tidak dirasa lagi keburukannya.
Hukum asal adat atau kebiasaan manusia adalah boleh sampai ada dalil yang melarang. Ini kaedah penting dari kaedah fikih yang patut diingat.
Selanjutnya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan di bait syairnya,
والأصل في عاداتنا الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة
“Hukum asal adat kita adalah boleh selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum bolehnya.“
Para ulama memberikan ungkapan lain untuk kaedah di atas,
الأصل في العادات الإباحة
“Hukum asal untuk masalah adat (kebiasaan manusia) adalah boleh.”
Ibnu Taimiyah berkata,
وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ لَا يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ
“Hukum asal adat (kebiasaan masyarakat) adalah tidaklah masalah selama tidak ada yang dilarang oleh Allah di dalamnya” (Majmu’atul Fatawa, 4: 196).
Yang dimaksud dengan adat di sini apa?
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَأَمَّا الْعَادَاتُ فَهِيَ مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ فِي دُنْيَاهُمْ مِمَّا يَحْتَاجُونَ إلَيْهِ وَالْأَصْلُ فِيهِ عَدَمُ الْحَظْرِ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهُ إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
“Adat adalah kebiasaan manusia dalam urusan dunia mereka yang mereka butuhkan. Hukum asal kebiasaan ini adalah tidak ada larangan kecuali jika Allah melarangnya.” (Majmu’atul Fatawa, 29: 16-17)
Kebiasaan manusia yang dimaksudkan adalah makan, minum, berpakaian, berjalan, berbicara, dan kebiasaan lainnya. Kebiasaan tersebut barulah terlarang jika ada dalil tegas, dalil umum, atau adanya qiyas yang shahih.
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan bagi kita segala sesuatu dan itu halal untuk dimanfaatkan dengan cara pemanfaatan apa pun.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
“Sesungguhnya kesalahan terbesar dari kaum muslimin adalah jika ia bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, namun ia haramkan karena suatu kepentingan” (HR. Bukhari no. 7289 dan Muslim no. 2358).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar