Translate

Minggu, 03 Januari 2016

Penjelasan Kisah Sayidina Ashif Bin Barkhoya

Namanya Ashif ibnu Barkhoya. Dialah figur penting dalam kisah pertemuan Nabi Sulaiman AS dengan Ratu Balqis. Dia bisa memindahkan singgasana sang ratu dalam sekedipan mata.siapakah sebenarnya Ashif  ibnu Barkhoya…?

Jati diri Ashif ibnu Barkhoya banyak diceritakan dalam kitab-kitab klasik, salah satunya dalam Ihya Ulum al-Din karya sufi besar Imam Al-Ghazali. Ada yang mengatakan bahwa Ashif adalah sepupu Nabi Sulaiman AS, ada juga yang bilang bahwa dia adalah juru tulis Nabi Sulaiman.

Ashif, tulis Al-Ghazali, dahulunya adalah seorang pemboros. Dia sering melakukan maksiat namun kemudian bertoba. Diceritakan bahwa Allah berfirman kepada nabi Sulaima, “Hai pemimpin ahli ibadah, sampai kapan sepupumu akan berbuat maksiat kepada-Ku sedangkan Aku sangat mengasihinya? Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, jika ia sampai terkena tiupan badai-Ku maka akan aku tinggalkan dirinya agar menjadi contoh bagi orang-orang yang semasanya dan yang bagi umat sesudahnya.”

Ketika Ashif dan Sulaiman bertemu, Sulaiman menyampaikan apa yang diwahyukan Allah tentang dirinya. Mendengar penjelasan tersebut Ashif keluar dan menaiki bukit pasir, disana ia menengadahkan kepala ke langit dan berseru, “Tuhanku junjunganku, Engkau ya Engkau, aku ya aku, bagaimana aku akan bertobat sedangkan Engkau tidak menerima tobatku? Bagaimana aku akan meminta perlindungan dari dosa sedangkan Engkau tidak menjagaku? Aku pasti kembali.”

Kemudian Allah berfirman. “Engkau benar hai Ashif, engkau ya engkau, Aku ya Aku, Aku menerima tobatmu dan aku telah mengampunimu karena sesungguhnya Aku Maha Penerima Tobat dan Maha Penyayang.”

Al-Ghazali berkata, sebetulnya perkataan Ashif tersebut adalah bentuk ungkapan rayuan kepada Allah. Kadang seorang hamba seolah memberitahukan kepada Allah padahal sebenarnya dia menginginkan sesuatu untuk dirinya, kadang seolah dia menjauh dari Allah padahal sebenarnya dia ingin menuju Allah. Hal semacam ini sering terjadi pada hamba-hamba-Nya sejak dahulu hingga masa yang akan datang, sesuai dengan apa yang ditentukan-Nya sejak masa azali.

Demikianlah akhirnya Ashif mau menerima pertolongan dari Allah sehingga dirinya berubah drastic, dari seorang yang selalu melakukan maksiat menjadi orang yang taat, hidupnya yang selama ini jauh dari jalan Allah, kini selalu patuh kepada perintah-Nya. Allah pun selalu membantunya dalam melakukan ibadah, ketaatan, pengakuan terhadap dosanya, serta tobatnya.

Dan ditengah kesungguhannya kembali kepada-Nya itulah Allah mengajarkan Al-Ismullah Al-A`zhom (kalimat keagungan) yang jika digunakan untuk berdoa maka akan dikabulkan.

Sebagian penafsir Al-Quran dalam sejumlah kitab klasik disebutkan bahwa Ashif lah yang menghadirkan singgasana Ratu Balqis di Yaman untuk Nabi Sulaiman di Baitul Maqdis, Palestina. Dalam tafsir al-Thabari dijelaskan sebagai berikut:

Ibnu Humaid telah bercerita kepada kami, beliau berkata, Salamah telah bercerita kepada kami dari Ibnu Ishaq dari sebagian ahli ilmu dari Wahab ibn Munabah, beliau berkata, mereka mengatakan bahwa Ashif Ibnu Barkhiya berwudhu kemudian dia melakukan shalat sunah dua rakaat, setelah itu dia berkata kepada Nabi Sulaiman, “Wahai Nabi Allah, arahkan pandanganmu kearah yang jauh!” Nabi Sulaiman pun mengarahkan pandangannya ke arah Yaman. Setelah itu Ashif berdoa memohon bantuan Allah, maka tiba-tiba singgasana Ratu Balqis yang berada di Yaman muncul di hadapan Nabi Sulaiman dan ketika melihat kejadian tersebut beliau berkata (firman Allah),”Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku” (QS Al-Naml:40)


قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَن يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (38) قَالَ عِفْرِيتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ (39) قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40)
 
“38. berkata Sulaiman:
“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri”. 
 
39. berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin:
“Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. 
 
40. berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab:
“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”.
 
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata:
“Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.


 
قَالَ الَّذِي عِنْده عِلْم مِنْ الْكِتَاب " قَالَ اِبْن عَبَّاس وَهُوَ آصَف كَاتِب سُلَيْمَان وَكَذَا رَوَى مُحَمَّد بْن إِسْحَاق عَنْ يَزِيد بْن رُومَان أَنَّهُ آصَف بْن بَرْخِيَاء وَكَانَ صِدِّيقًا يَعْلَم الِاسْم الْأَعْظَم وَقَالَ قَتَادَة كَانَ مُؤْمِنًا مِنْ الْإِنْس وَاسْمه آصَف وَكَذَا قَالَ أَبُو صَالِح وَالضَّحَّاك وَقَتَادَة إِنَّهُ كَانَ مِنْ الْإِنْس زَادَ قَتَادَة مِنْ بَنِي إِسْرَائِيل وَقَالَ مُجَاهِد كَانَ اِسْمه أَسْطُوم قَالَ قَتَادَة فِي رِوَايَة عَنْهُ كَانَ اِسْمه بليخا وَقَالَ زُهَيْر بْن مُحَمَّد هُوَ رَجُل مِنْ الْإِنْس يُقَال لَهُ ذُو النُّور وَزَعَمَ عَبْد اللَّه بْن لَهِيعَة أَنَّهُ الْخَضِر وَهُوَ غَرِيب جِدًّا وَقَوْله " أَنَا آتِيك بِهِ قَبْل أَنْ يَرْتَدّ إِلَيْك طَرْفك " أَيْ اِرْفَعْ بَصَرك وَانْظُرْ مَدّ بَصَرك مِمَّا تَقْدِر عَلَيْهِ فَإِنَّك لَا يَكِلّ بَصَرك إِلَّا وَهُوَ حَاضِر عِنْدك وَقَالَ وَهْب اِبْن مُنَبِّه اُمْدُدْ بَصَرك فَلَا يَبْلُغ مَدَاهُ حَتَّى آتِيك بِهِ فَذَكَرُوا أَنَّهُ أَمَرَهُ أَنْ يَنْظُر نَحْو الْيَمَن الَّتِي فِيهَا هَذَا الْعَرْش الْمَطْلُوب ثُمَّ قَامَ فَتَوَضَّأَ وَدَعَا اللَّه تَعَالَى قَالَ مُجَاهِد قَالَ يَا ذَا الْجَلَال وَالْإِكْرَام وَقَالَ الزُّهْرِيّ قَالَ : يَا إِلَهنَا وَإِلَه كُلّ شَيْء إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَه إِلَّا أَنْتَ اِئْتِنِي بِعَرْشِهَا قَالَ فَمَثَلَ بَيْن يَدَيْهِ قَالَ مُجَاهِد وَسَعِيد بْن جُبَيْر وَمُحَمَّد بْن إِسْحَاق وَزُهَيْر بْن مُحَمَّد وَغَيْرهمْ لَمَّا دَعَا اللَّه تَعَالَى وَسَأَلَهُ أَنْ يَأْتِيه بِعَرْشِ بِلْقِيس وَكَانَ فِي الْيَمَن وَسُلَيْمَان عَلَيْهِ السَّلَام بِبَيْتِ الْمَقْدِس غَابَ السَّرِير وَغَاصَ فِي الْأَرْض ثُمَّ نَبَعَ مِنْ بَيْن يَدَيْ سُلَيْمَان وَقَالَ عَبْد الرَّحْمَن بْن زَيْد بْن أَسْلَم لَمْ يَشْعُر سُلَيْمَان إِلَّا وَعَرْشهَا يُحْمَل بَيْن يَدَيْهِ قَالَ وَكَانَ هَذَا الَّذِي جَاءَ بِهِ مِنْ عُبَّاد الْبَحْر فَلَمَّا عَايَنَ سُلَيْمَان وَمَلَأَهُ ذَلِكَ وَرَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْده " قَالَ هَذَا مِنْ فَضْل رَبِّي " أَيْ هَذَا مِنْ نِعَم اللَّه عَلَيَّ " لِيَبْلُوَنِي " أَيْ لِيَخْتَبِرَنِي " أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُر وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُر لِنَفْسِهِ " كَقَوْلِهِ " مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا " وَكَقَوْلِهِ " وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ " وَقَوْله " وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيّ كَرِيم " أَيْ هُوَ غَنِيّ عَنْ الْعِبَاد وَعِبَادَتهمْ كَرِيم أَيْ كَرِيم فِي نَفْسه فَإِنْ لَمْ يَعْبُدهُ أَحَد فَإِنَّ عَظَمَته لَيْسَتْ مُفْتَقِرَة إِلَى أَحَد وَهَذَا كَمَا قَالَ مُوسَى " إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْض جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّه لَغَنِيّ حَمِيد " وَفِي صَحِيح مُسْلِم " يَقُول اللَّه تَعَالَى : يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلكُمْ وَآخِركُمْ وَإِنْسكُمْ وَجِنّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْب رَجُل مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلكُمْ وَآخِركُمْ وَإِنْسكُمْ وَجِنّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَر قَلْب رَجُل مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّه وَمَنْ وَجَدَ غَيْر ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسه



Berkenaan dengan firman Allah, “Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Alkitab” Ibnu Katsir mengatakan sebagai berikut:

Orang itu adalah Ashif seorang juru tulis Nabi Sulaiman. Demikian pula dengan yang diriwayatkan oleh Muhammad ibn Ishaq dari Yazid ibn Ruman bahwa orang itu adalah Ashif ibn Barkhiya. Dia adalah seorang yang jujur dan mengetahui Al-ismullah Al- A`zhom.

Qatadah berkata, dia adalah seorang mukmin dari golongan manusia, dia bernama Ashif. Demikian pula dengan apa yang dikatakan oleh Abu Shalih, Dlahak dan Qatadah, dia (Ashif) itu dari golongan manusia. Qatadah menambahkan, (tepatnya) dari kaum Bani Israil.

Sedangkan Imam Al- Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya sebagai berikut: Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa orang yang diberikan Al-ism `Al-A`zhom itu adalah Ashif ibn Barkhoya dari kaum Bani Israil, dia adalah seorang yang jujur dan selalu menjaga Ismullah Al-A`zhom yang jika digunakan untuk meminta maka akan diberikan dan jika digunakan untuk berdoa maka akan dikabulkan.

“Sungguh demi Allah, aku tahu dia bukanlah seorang raja dan kita tidak memiliki kemampuan serta tidak kuasa untuk menentangnya sedikitpun. Aku akan mengutus kepadanya untuk mengabarkan bahwa aku akan datang membawa raja-raja kaumku, untuk aku lihat apa perintahnya dan agama apa yang ia serukan kepada kami.”
 
Kemudian dia memerintahkan penjagaan singgasana kerjaan tempat duduknya, lalu dibuatlah 7 buah pertahanan yang saling menyambung dan dikuncinya pintu-pintu tersebut. Lalu ia berkata kepada para pengawal yang yang ditinggal di kerajaannya:
“Jagalah apa yang sudah ada sebelummu dan singgasana kerajaanku. Jangan ada seorang hamba Allah yang mampu lolos menembusnya dan jangan pula ada seorang pun yang melihatnya sampai aku datang.”
 
Lalu sang ratu menuju kerajaan Sulaiman dengan didampingi 12.000 orang. Satu pendapat mengatakan bahwa para raja Yaman berada di bawah kekuasaannya. Pendapat lain mengatakan, lebih dari 12.000 orang, hingga Sulaiman mengutus jin untuk mengawasi mereka, baik di perjalanan maupun di tempat sampainya, sepanjang siang dan malam. Sehingga ketika rombongan itu sudah dekat, Sulaiman mengumpulkan bala tentaranya di kalangan jin dan manusia yang berada di bawah kekuasaannya.
Lalu ia berkata:
"yaa ayyuHal mala-u ayyukum ya’tinii bi’arsyiHaa qabla ay ya’tuunii muslimiiin (“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri?”)"
 
Qaala ‘ifritum minal jinni (“Berkata ‘ifrit [yang cerdik] dari golongan jin”) Mujahid berkata, “Yaitu jin pembangkang.” Syu’aib al-Jubba-i berkata: “Namanya adalah Kuzan.” Demikian yang dikatakan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Yazid bin Ruman dan dikatakan pula oleh Wahb bin Munabbih.
Sedangkan Abu Shalih berkata, “Dia seakan-akan seperti gunung.”Ana aatiika biHii qabla an taquuma mim maqaamik (“Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu sebelum kamu berdiri dari maqammu.”)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu sebelum engkau berdiri dari majelismu.” Mujahid berkata, “Yaitu dari tempat dimana ia duduk untuk memberikan keputusan dan hukuman kepada manusia serta untuk makan dari pagi hingga tergelincir matahari.”
 
Wa innii ‘alaiHi laqawiyyun amiin (“Sesungguhnya aku benar-benar kuat membawanya dan dapat dipercaya.”)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu kuat untuk membawanya dan dapat dipercaya untuk menjaga perhiasan yang ada di dalamnya.” Lalu Sulaiman as. berkata, “Aku ingin yang lebih cepat dari itu.”
 
Dari sini tampak jelas bahwa Sulaiman ingin mendatangkan singgasana tersebut untuk menujukkan kebesaran kerajaan yang diberikan Allah kepadanya serta bala tentara yang dikuasainya, dimana hal tersebut belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumnya serta tidak ada sesudahnya.Begitu pula hal tersebut menjadi hujjah kenabiannya di hadapan ratu Balqis dan rakyatnya. Karena hal ini merupakan peristiwa yang sangat besar dan luar biasa, dimana ia dapat membawa singgasana sang ratu sebelum mereka datang, padahal semuanya ditutup secara rapat dan terjaga.
 
Ketika Sulaiman berkata, “Aku ingin yang lebih cepat daripada itu.” Qaalal ladzii ‘indaHuu ‘ilmum minal kitaabi (“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab.”) Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu Ashif, sekretaris Sulaiman.” Demikian yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Yazid bin Ruman bahwa laki-laki itu adalah Ashif bin Barkhiya. Dia adalah orang shiddiq [patuh beragama] yang mengetahui ismun A’zham.
 
Ana aatiika biHii qabla ay yartadda ilaika tharfuka (“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”) yaitu angkat pandanganmu dan lihatlah sepanjang kemampuan pandanganmu, karena engkau tidak akan melelahkan pandanganmu itu kecuali singgasana itu sudah hadir di hadapanmu. Wahb bin Munabbih berkata, “Tutuplah matamu, maka tidak mencapai sekejap pasti aku sudah membawanya kepadamu. Mereka menceritakan bahwa dia diperintahkan untuk memandang Yaman, tempat singgasana yang dicari itu berada, kemudian ia berdiri dan berwudlu’ serta berdoa kepada Allah Ta’ala.”
 
Muhahid berkata, “Dia berdoa: yaa dzal jalaali wal ikraam [wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan.].” az-Zuhri berkata: “Ia berdoa: yaa IlaHanaa wa ilaaHa kullu syai-in ilaaHaw waahidal laa ilaaHa illaa anta i’tunii bi’arsyiHaa (ya Ilah kami dan Ilah segala sesuatu, Ilah yang Esa, tidak ada Ilah kecuali Engkau, datangkanlah kepadaku singgasananya). Dia mencontohkannya di hadapannya.”
 
Mujahid, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ishaq, Zubair bin Muhammad dan selain mereka berkata:
“Tatkala ia berdoa dan meminta kepada Allah untuk didatangkan singgasana Balqis yang berada di Yaman, sedangkan Sulaiman berada di Baitul Maqdis, tiba-tiba singgasana itu hilang menembus bumi, kemudian muncul di hadapan Sulaiman.”‘
 
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata,

“Sulaiman tidak merasakan sesuatu kecuali singgasana itu telah berada di hadapannya.” Dia berkata: “Ini dibawa oleh para hamba [Allah yang ada di] laut.” Ketika Sulaiman dan para pembesarnya menyaksikan hal itu serta melihatnya berada di sisinya, qaala Haadzaa min fadl-li rabbii (“Ia pun berkata, ‘ Ini termasuk karunia Rabb-ku.’”) yaitu ini adalah di antara nikmat-nikmat Allah kepadaku, liyabluwanii; yaitu untuk mengujiku, a asykuru am akfuru wa man syakara fa innamaa yasykuru linafsiHi (“apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk [kebaikan] dirinya sendiri.”
 
Perkataannya: wa man kafara fa inna rabbii ghaniyyun kariim (“dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya dan Mahamulia.”) yaitu Dia Mahakaya terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak membutuhkan peribadahan mereka. dia Mahakarim, yaitu Maha-mulia pada diri-Nya sendiri meskipun tidak ada satu pun yang beribadah kepada-Nya. Karena kebesaran-Nya tidak membutuhkan kepada seseorang pun.
 
Dalam shahih Muslim dijelaskan: “Allah Ta’ala berfirman:

‘Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang yang pertama hingga yang terakhir di antara kamu, manusia maupun jin semuanya bertakwa kepada-Ku seperti orang yang paling bertakwa di antara kamu, maka hal tersebut tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang yang pertama hingga yang terakhir di antara kamu, manusia maupun jin berhati jahat seperti orang paling jahat di antara kamu, maka hal tersebut tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun. Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya semua itu adalah perbuatanmu, kemudian Aku akan membalasnya. Barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah menyesali kecuali dirinya sendiri.”
 
Semoga Bermanfaat 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar