Translate

Senin, 07 November 2016

Hak Ahlul-Bait Dalam Syari'at Di Kehidupan Ini

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bekhutbah di hadapan para sahabat sekembalinya beliau dari melaksanakan haji Wada’ di suatu tempat antara Makkah dan Madinah di sebut Ghadiir Khum:

« أَمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ». فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ قَالَ « وَأَهْلُ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى ».

“Berikutnya; Ketahuilah wahai para manusia! Sesungguhnya aku adalah sorang manusia, boleh jadi sudah dekat kedatangan utusan Rabbku, lalu aku menjawabnya. Dan aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara; pertama; Kitabullah (Al Qur’an). Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah dan berpegang teguhlah dengannya. (Berkata rawi hadits): maka ia mendorong dan menganjurkan untuk berpegang teguh dengannya. Kemudia ia (Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam) berkata: Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang (hak-hak) keluargaku. Beliau mengulangnya tiga kali”.

Dalam hadits ini Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam memberitahukan kepada para sahabat tentang ajal beliau yang sudah dekat. Hal Ini menunjukkan akan pentingnya nasehat tersebut untuk senantiasa mereka jaga. Nasehat pertama berpegang teguh dengan Al Qur’an. Nasehat kedua menjaga hak-hak keluarga beliau. Yang dimaksud dengan hak-hak keluarga beliau adalah memuliakan dan menghormati mereka. Dan mengikuti nasehat-nasehat mereka selama sesuai dengan ajaran yang beliau tinggalkan. Adapun jika ada pendapat mereka yang tidak sesuai dengan ajaran yang beliau tinggalkan, maka kita tidak boleh taklit kepada mereka. Karena hadits tersebut tidak ada perintah untuk wajib berpegang teguh dengan segala perkataan mereka. Sebagaimana yang dipahami oleh sebahagian orang.

Berkata Imam Qurtuby: ”Wasiat ini dan ketegasan ini adalah menunjukkan tentang wajibnya menghormati keluarga beliau, berbuat baik, memuliakan dan mencintai mereka. Kewajiban yang sangat ditekankan, tidak ada alasan bagi seorangpun untuk tidak melaksanakannya.”.

« إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ ».

“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinaanah dari anak keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy dari kalangan suku Kinaanah. Dan memilih Bani Hasyim dari kalangan bangsa Quraisy. Dan memilih aku dari kalang Bani Hasyim”.

Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan Bani Hasyim. Karena mereka memiliki sifat-sifat baik dan terpuji yang lebih menonjol dari sukuk-suku lain, maka Allah memilih Rasul yang paling mulia dari kalangan suku mereka.

((أنا محمَّدُ بْنُ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ إنَّ اللَّهَ تعالى خَلَقَ الخَلْقَ فَجَعَلَنِي في خَيْرِهِمْ ثمَّ جَعَلَهُمْ فِرْقَتَيْنِ فجَعَلَني في خيْرِهِمْ فِرْقَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ قَبائِلَ فَجَعَلَنِي في خيْرِهِمْ قَبِيلَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتاً فَجَعَلَنِي في خَيْرِهِمْ بَيْتاً فأنا خَيْرُكُمْ بَيْتاً وأنا خَيْرُكُمْ نَفْساً)).

“Saya adalah anak Abdullah bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan makhluk, lalu Ia menjadikan aku dalam bagian mereka yang terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka kepada dua golongan, maka Allah menjadikan aku pada golongan yang terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka berbangsa-bangsa, maka Allah menjadikan aku pada bangsa yang terbaik. Lalu Allah menjadikan mereka bersuku-suku, maka Allah menjadikan pada suku yang terbaik. Aku adalah yang terbaik diantara dari segi suku dan jiwa”.

Dalam hadits ini juga terdapat kemulian Ahlul bait karena Allah telah memilih Nabi yang paling mulia dari suku mereka. Akan tetapi kemulian ini secara umum tidak secara person (setiap pribadi) mereka. Karena dari kalangan luar Ahlull bait secara person ada yang lebih mulia dari sebagian person Ahlul bait. Seperti jawaban Ali Radhiallahu ‘anhu ketika ditanya oleh anaknya sendiri Muhammad Ibnul Hanafiah:

((عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ لأَبِى أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ ؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ. قَالَ ثُمَّ خَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ فَقُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ يَا أَبَةِ قَالَ مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ)).

“Dari Muhammad Ibnu Hanafiyah, ia berkata: aku bertanya pada ayahku, siapa manusia yang paling baik setelah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam?. Jawabnya: Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Kemudia aku tanya lagi, kemudian siapa? Jawabnya: Umar Radhiallahu ‘anhu. Kemudian aku cemas bila ia katakan Utsman, maka aku katakan: kemudian engkau ya ayahku? Ia menjawab: aku ini hanyalah salah seorang dari kaum muslimin”.‎

عن إياس بن سلمة بن الأكوع عن أبيه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا [مناقب أمير المؤمنين لابن المغازلي برقم 174

Dari Iyas bin Salamah bin Al-Akwa’ ra. dari bapaknya berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat.” [Manaqib Amir Al-Mukminin li Ibni Al-Maghazali hal: 174]

عن عبدالله بن الزبير أن النبي (ص) قال : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها سلم ومن تركها غرق [مجمع الزوائد الجزء 9 صفحة 265

Dari Abdullah bin Zubair ra. berkata, Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang bertetentangan darinya [tidak menaikinya] akan tenggelam.” [Majma’ Az-Zawaid juz 9: 265]

عن أبو الطفيل عامر بن واثلة ، قال سمعت رسول الله (ص): يقول : مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تركها غرق [الكنى والالقاب لالدولابي – من إبتداء كنيته ( ط

Dari Abu Thufail ‘Amir bin Wailah ra. berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan ahli baitku adalah seperti kapal Nuh as, barangsiapa menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang bertetentangan darinya [tidak menaikinya] akan tenggelam.”

Di antara hal-hak Ahlul-Bait yang diakui dalam syari’at islam yang mulia di antaranya :
1.      Hak untuk dicintai.
Wajib mencintai mereka karena hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. 
Rosululloh Sholallohu 'Alaihi Wa Alihi Wasalam Bersabda;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِى أَهْلَ بَيْتِى. رواه أحمد والترمذي.

“Wahai umat manusia, sesungguhnya aku meninggalkan dua hal untuk kalian, jika kalian berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Al-Quran dan keluargaku.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Sudah ramai diketahui baik oleh kalangan khusus atau kalangan awam, bahwa hukum mencintai ahlul bait Rasulullah dan dzuriyah-nya adalah wajib bagi seluruh umat Islam. Terdapat banyak ayat-ayat Al-Quran dan sunnah nabawiyah yang berisi anjuran dan perintah mencintai mereka. Hal ini juga dikatakan oleh ulama-ulama sahabat dan tabi'in serta imam-imam kaum salaf.

Allah ta’ala berfirman :
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri” [QS. Asy-Syuuraa : 23].

Mengenai makna ayat di atas, Al-Bukhaariy rahimahullah meriwayatkan :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا،(إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى)، قَالَ: فَقَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: قُرْبَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ " إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلَّا وَلَهُ فِيهِ قَرَابَةٌ فَنَزَلَتْ عَلَيْهِ إِلَّا أَنْ تَصِلُوا قَرَابَةً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Syu’bah : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-Malik, dari Thaawuus, dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa tentang ayat : ‘kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan’. Perawi berkata : Maka Sa’iid bin Jubair berkata : “Kekeluargaan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Lalu Ibnu ‘Abbaas berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada satu pun marga di kalangan Quraisy, kecuali beliau mempunyai kekerabatan dengan mereka. Lalu ayat itu pun turun kepada beliau, yang mengkonsekuensikan agar kalian menyambung kekerabatan antara aku dan kalian” [Shahih Al-Bukhaariy no. 3497].
 عَنْ الْعَبَّاس عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : وَاللَّهِ لَا يَدْخُلُ قَلْبَ امْرِئٍ إِيمَانٌ حَتَّى يُحِبَّكُمْ لِلَّهِ وَلِقَرَابَتِي "
Dari Al-‘Abbaas, dari Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Demi Allah, tidak akan masuk iman pada hati seseorang hingga mencintai kalian karena Allah dan karena kekerabatanku” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad 1/207 & 207-208 & 4/165 dan dalam Al-Fadlaail no. 1756-1757 & 1760, ‘Abdullah bin Ahmad dalam ‎Al-Fadlaail no. 1783 & 1792, Al-Haakim 3/332-333, Al-Fasawiy 1/499, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 2175, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 12/108-109 dan dalam Al-Musnad no. 918 dan Taariikh Al-Madiinah no. 1049, Al-Marwaziy dalamTa’dhiimu Qadrish-Shalaah 1/453 no. 470, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir no. 12228, Abu Ja’far Al-Bakhtariy dalam Juz-nya no. 574, Al-Khathiib dalam At-Taariikh3/259-260 & 4/596, dan Al-Mizziy dalam ‎Tahdziibul-Kamaal 33/340; hasan – dishahihkan oleh Ahmad Syaakir dalam ‎syarah-nya terhadap Musnad Ahmad].
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، عَنْ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "وأهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي. أذكركم الله في أهل بيتي"
Dari Zaid bin Arqam, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Dan ahlul-baitku. Aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku, aku ingatkan kalian akan Allah terhadap ahlu-baitku” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2408, Ahmad 4/366-367, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musnad no. 514, An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa 7/319-320 no. 8119, ‘Abd bin Humaid no. 265, Ad-Daarimiy 4/2090-2091 no. 3359, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1551, Ibnu Khuzaimah no. 2357, Al-Baihaqiy 2/149-150 & 7/31-32 & 10/114-115, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr10/240-241 no. 4336, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/182-184 no. 5026 & 5028, Ibnu Mandah dalam Majaalis min Aamaliy no. 75, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 88, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 14/117-118 no. 3913 dan dalam Ma’aalimut-Tanziil 1/318-319 dan Al-Anwar fii Syamaailin-Nabiy no. 257].
عَنْ عَلِيّ: وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ، إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ صلى الله عليه وسلم إِلَيَّ أَنْ " لَا يُحِبَّنِي إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا يُبْغِضَنِي إِلَّا مُنَافِق "
Dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berjanji kepadaku bahwasannya tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafiq” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 78, Ahmad 1/84 & 95 & 128 dan dalam Al-Fadlaail no. 948 & 961, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid Fadlaailush-Shahaabah no. 1107, Ibnu Abi Syaibah 12/56-57, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 5022 & dalam Al-Kubraa no. 8431-8432 & 8097 & dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 50 & dalam Al-Khashaaish no. 100-102, Ibnu Maajah no. 114, At-Tirmidziy no. 3736, Ibnu Hibbaan no. 6924, Al-Bazzaar no. 560, Abu Ya’laa no. 445, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1325, Ibnu Mandah dalam Al-Iimaan no. 261, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 4/185, Al-Baghawiy no. 3908-3909, Ibnul-‘Arabiy dalam Al-Mu’jam 1/333-334, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 187, Al-Balaadzuriy dalam Al-Ansaab 2/350, dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar 12/509].‎
وَقَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ -وَالْأَعْمَشُ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ-قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي، أَحَدُهُمَا أَعْظَمُ مِنَ الْآخَرِ: كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ، وَالْآخَرُ عِتْرَتِي: أَهْلُ بَيْتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ، فَانْظُرُوا كَيْفَ تَخْلُفُونِي فِيهِمَا"
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id dan Al-A'masy, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Zaid ibnu Arqam r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi. Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
قَالَ التِّرْمِذِيُّ أَيْضًا حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحَسَنِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ، وَهُوَ عَلَى نَاقَتِهِ الْقَصْوَاءِ يَخْطُبُ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا: كِتَابَ اللَّهِ، وَعِتْرَتِي: أَهْلَ بَيْتِي"
Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini h‎asan gharib. 
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Zar, Abu Sa'id, Zaid ibnu Arqam, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu 'anhum. 
ثُمَّ قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ سُلَيْمَانُ بْنُ الْأَشْعَثِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِين، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُلَيْمَانَ النَّوْفَلِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ  مِنْ نِعَمِهِ، وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ، وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي بِحُبِّي"
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy'as, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Abdullah ibnu Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah ibnu Abbas r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Cintailah Allah Swt. karena Dia telah melimpahkan kepada 'kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini. 
Pahala bagi Orang yang Mencintai Ahlulbait Rosululloh

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ شَهِيْدًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مَغْفُورًا لَهُ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ تَائِبًا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ مُؤْمِنًا مُسْتَكْمِلَ الإِيْمَانِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ بَشَّرَهُ مَلَكُ الْمَوْتِ بِالْجَنَّةِ ثُمَّ مُنْكَرٌ وَ نَكِيْرٌ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ يُزَفُّ إِلَى الْجَنَّةِ كَمَا تُزَفُّ الْعَرُوسُ إِلَى بَيْتِ زَوْجِهَا. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ فُتِحَ لَهُ فِي قَبْرِهِ بَابَانِ إِلَى الْجَنَّةِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ جَعَلَ اللهُ قَبْرَهُ مَزَارً لِمَلاَئِكَةِ الرَّحْمَنِ. أَلاَ وَ مَنْ مَاتَ عَلَى حُبِّ آلِ مُحَمَّدٍ مَاتَ عَلَى السُّنَّةِ وَ الْجَمَاعَةِ 

Rasûlullâh saw berkata, “Siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati sebagai syahîd. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan diampuni dosanya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia mati dalam keadaan bertobat. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati dalam keadaan beriman dengan sempurna keimanannya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Malakul Maut memberikan kabar gembira dengan surga, lalu malaikat Munkar dan Nakîr. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, dia akan diantarkan ke surga seperti pengantin perempuan yang diantarkan ke rumah suaminya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dibukakan baginya dua pintu ke surga di dalam kuburnya. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya Allah menjadikan kuburnya tempat ziarah para malaikat Al-Rahmân. Ketahuilah siapa yang mati di atas kecintaan kepada keluarga Muhammad, niscaya dia mati di atas Al-Sunnah wal jamâ‘ah.” 


عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا. وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا 

Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Teguhkanlah oleh kalian kecintaan kepada kami Ahlulbait, karena sesungguhnya siapa yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla sedang dia mencintai kami, niscaya dia masuk surga dengan syafa‘at kami. Demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba akan amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.”

 عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : شَفَاعَتِي لِأُمَّتِي مَنْ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي وَهُمْ شِيْعَتِي 


Dari ‘Ali bin Abî Thâlib as berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Syafa‘atku bagi ummatku yang mencintai Ahlulbaitku dan mereka adalah para pengikutku.” 

عَنْ عَلِيِّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ : أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. قَالَ : ذَاكَ مَنْ أَحَبَّ اللهَ وَ رَسُولَهُ وَ أَحَبَّ أَهْلَ بَيْتِي صَادِقًا غَيْرَ كَاذِبٍ 


Dari ‘Ali as bahwa Rasûlullâh saw tatkala turun ayat ini: Ketahuilah, dengan berdzikir kepada Allah tenteramlah hati-hati . Dia berkata, “Yang demikian itu ialah orang yang mencintai Allah dan Rasûl-Nya dan mencintai Ahlulbaitku dengan benar tidak dusta.”

 عَنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اِلْزَمُوا مَوَدَّتَنَا أَهْلَ الْبَيْتِ, فَإِنَّهُ مَنْ لَقِيَ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ هُوَ يَوَدُّنَا دَخَلَ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَتِنَا, وَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَنْفَعُ عَبْدًا عَمَلُهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ حَقِّنَا 

Dari Al-Hasan bin ‘Ali as: Sesungguhnya Rasûlullâh saw telah berkata, “Tetaplah dalam mencintai kami Ahlulbait, sebab sesungguhnya orang yang berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla dan dia mencintai kami niscaya masuk ke surga dengan syafa‘at kami, demi yang diriku di tangan-Nya, tidak berguna bagi seorang hamba amalnya kecuali dengan mengenal hak kami.” 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ يُحِبُّنَا أَهْلَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَ لاَ يُبْغِضُنَا إِلاَّ مُنَافِقٌ شَقِيٌّ 

Dari Jâbir bin ‘Abdullâh berkata: Rasûlullâh saw berkata, “Tidak mencintai kami Ahlulbait selain orang mu`min yang ber-taqwâ, dan tidak membenci kami kecuali orang munâfiq yang celaka.”


 عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : حُبِّي وَ حُبُّ أَهْلِ بَيْتِي نَافِعٌ فِي سَبْعَةِ مَوَاطِنَ, أَهْوَالُهُنَّ عَظِيْمَةٌ: عِنْدَ الْوَفَاةِ, وَ فِي الْقَبْرِ, وَ عِنْدَ النُّشُورِ, وَ عِنْدَ الْكِتَابِ, وَ عِنْدَ الْحِسَابِ, وَ عِنْدَ الْمِيْزَانِ, وَ عِنْدَ الصِّرَاطِ 

Dari ‘Ali bin Al-Husain berkata: Rasûlullâh saw telah berkata, “Mencintaiku dan mencintai Ahlulbaitku bermanfaat pada tujuh tempat yang ketakutannya sangat besar: 
(1) Ketika wafat, 
(2) di dalam kubur, 
(3) ketika dibangkitkan, 
(4) ketika dibagi kitab,
(5) ketika dihisab, 
(6) ketika ditimbang amal, dan 
(7) ketika di Al-Shirâth.”

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ رَزَقَهُ اللهُ حُبَّ اْلأَئِمَّةِ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَقَدْ أَصَابَ خَيْرَ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ فَلاَ يُشَكَّنَّ أَحَدٌ أَنَّهُ فِي الْجَنَّةِ, فَإِنَّ فِي حُبِّ أَهْلِ بَيْتِي عِشْرُونَ خَصْلَةً : عَشْرٌ مِنْهَا فِي الدُّنْيَا, وَ عَشْرٌ مِنْهَا فِي اْلآخِرَةِ. أَمَّا الَّتِي فِي الدُّنْيَا فَالزُّهْدُ, وَ الْحِرْصُ عَلَى الْعَمَلِ, وَ الْوَرَعُ فِي الدِّيْنِ, وَ الرَّغْبَةُ فِي الْعِبَادَةِ, وَ التَّوبَةُ قَبْلَ الْمَوْتِ, وَ النَّشَاطُ فِي قِيَامِ اللَّيْلِ, وَ الْيَأْسُ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ, وَ الْحِفْظُ لِأَمْرِ اللهِ وَ نَهْيِهِ عَزَّ وَ جَلَّ, وَ التَّاسِعَةُ بُغْضُ الدُّنْيَا, وَ الْعَاشِرَةُ السَّخَاءُ. وَ أَمَّا الَّتِي فِي اْلآخِرَةِ: فَلاَ يُنْشَرُ لَهُ دِيْوَانٌ, وَ لاَ يُنْصَبُ لَهُ مِيْزَانٌ, وَ يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, وَ يُكْتَبُ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ, وَ يُبَيَّضُ وَجْهُهُ, وَ يُكْسَى مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ, وَ يُشَفَّعُ فِي مِائَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ, وَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِ بِالرَّحْمَةِ, وَ يُتَوَّجُ مِنْ تِيْجَانِ الْجَنَّةِ, وَ الْعَاشِرَةُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ. فَطُوبَى لِمُحِبِّي أَهْلِ بَيْتِي 

Dari Abû Sa‘îd Al-Khudri berkata: Telah berkata Rasûlullâh saw, “Siapa yang diberi karunia oleh Allah mencintai para imam dari Ahlulbaitku, maka sesungguhnya dia telah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan seseorang (yang mencintai mereka) tidak diragukan bahwa dia di surga, maka sesungguhnya dalam mencintai Ahlibaitku itu ada dua puluh perkara: Sepuluh darinya di dunia, dan sepuluh lagi di akhirat. Adapun sepuluh yang di dunia adalah: 
(1) Zuhud (tidak dikuasai dunia), 
(2) semangat dalam beramal, 
(3) wara‘ (berhati-hati menjalankan) dalam ajaran, 
(4) senang dalam ibadah, 
(5) bertobat sebelum mati, 
(6) giat dalam bangun malam, 
(7) putus asa dari apa-apa yang ada pada tangan orang lain, 
(8) menjaga perintah Allah dan larangannya ‘azza wa jalla, 
(9) benci kepada dunia dan 
(10) dermawan.
 Adapun yang sepuluh di akhirat adalah: 
(1) Tidak dibentangkan dîwân (penayangan amal) baginya, 
(2) tidak ditegakkan neraca baginya, 
(3) diberikan kitabnya di sebelah kanannya, 
(4) dicatatkan baginya 'bebas dari neraka', 
(5) diputihkan wajahnya, 
(6) diberi busana surga, 
(7) disyafa‘ati 100 orang dari keluarganya, 
(8) Allah memandang kepadanya dengan kasih, 
(9) dimahkotai dengan mahkota surga dan 
(10) masuk ke surga tanpa hisab. 
Maka beruntung manusia-manusia yang mencintai Ahlibaitku.” 

2.      Hak untuk mendapatkan pembelaan dan pembebasan dari segala tuduhan (yang tidak benar).
Sebagai konsekuensi dari rasa cinta adalah melakukan pembelaan dan pembebasan dari segala tuduhan, fitnah, dan berbagai celaan tak berdasar yang dialamatkan kepada Ahlul-Bait.
Seperti halnya pembelaan terhadap ‘Aaisyah atas tuduhan berbuat zina, karena Allah ta’ala telah memberikan persaksian bebasnya ‘Aaisyah atas hal itu :
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar” [QS. An-Nuur : 11].

Juga pembelaan terhadap ‘Aaisyah yang dituduh telah menjadi kafir, padahal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa ia istrinya di dunia dan di akhirat (jannah).
Juga pembelaan terhadap Ahlul-Bait dari anggapan memiliki sebagian sifat Rububiyyah Allah ta’ala.
Kecintaan kita terhadap Ahlul-Bait tidak lah buta sehingga membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Misalnya : Kecintaan kita tidaklah membuat kita membenarkan tuntutan Faathimah atas tanah Fadak dan menyalahkan Abu Bakr radliyallaahu ‘anhumaa yang menahannya. Abu Bakr melakukan hal itu hanyalah berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. ‎Kecintaan kita tidak lah membuat kita membenar-benarkan tindakan sebagian ‘habaaib’ yang sering mengajak manusia untuk mengkultuskan mereka, sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pengkultusan individu.
عَنْ عُمَر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: " لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ "
Dari ‘Umar radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar bersabda :“Janganlah kalian berlebih-lebihan terhadapku sebagaimana Nashara berlebih-lebihan terhadap Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah bahwa aku adalah hamba dan Rasul-Nya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3445 & 6830, Ad-Daarimiy no. 2784, Ahmad 1/23 & 1/24 & 1/47 & 1/55-56, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya ‎no. 413 & 414 & 6239 dan dalam Ats-Tsiqaat 2/152-153, Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal no. 535 dan dalam Dalaailun-Nubuwwah 1/291 & 5/498, Ath-Thayaalisiy no. 24, Al-Humaidiy no. 27, Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 194, Abu Ya’laa no. 153, ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 9758 dan dalam At-Tafsiir no. 3642, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 1937, Ibnu Jamii’ dalam Mu’jamusy-Syuyuukh no. 111, Adz-Dzahabiy dalamAl-Mu’jamul-Mukhtash 1/41 & 1/193, Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2436 & 2674, Al-Baghawiy no. 3681, At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail no. 330, Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 968, Al-Khathiib dalam Al-Fashl no. 408, dan Abu Zur’ah Thaahir Al-Maqdisiy dalam ‎Shafwatut-Tashawwuf no. 679].
‘Ali bin Al-Husain Zainal ‘Aabidiin rahimahullah pernah berkata :
أبو خالد الكابلي سمعت علي بن الحسين عليه السلام يقول : ان اليهود أحبوا عزيرا حتى قالوا فيه ما قالوا فلا عزير منهم ولا هم من عزيز، وأن النصارى أحبوا عيسى حتى قالوا فيه ما قالوا، فلا عيسى منهم ولاهم من عيسى. وانا على سنة من ذلك ان قوما من شيعتنا سيحبونا حتى يقولوا فينا ما قالت اليهود في عزير، وما قالت النصارى في عيسى بن مريم، فلاهم منا ولا نحن منهم.
Abu Khaalid Al-Kaabaliy : Aku mendengar ‘Aliy bin Al-Husain ‘alaihis-salaam berkata : “Sesungguhnya Yahudi mencintai ‘Uzair hingga mereka berkata tentangnya apa-apa yang telah mereka katakan.[5]Padahal. ‘Uzair bukan termasuk golongan mereka, dan mereka pun bukan termasuk pengikut ‘Uzair. Dan sesungguhnya Nashaaraa mencintai ‘Iisaa hingga mereka berkata apa-apa yang telah mereka katakan. Padahal ‘Iisaa bukan termasuk golongan mereka, dan mereka bukan termasuk pengikut ‘Iisaa. Sesungguhnya hal itu juga berlaku pada kami. Ada suatu kaum dari Syi’ah kami yang mencintai kami hingga mereka mengatakan tentang kami (seperti) apa-apa yang telah dikatakan oleh Yahudi terhadap ‘Uzair dan yang dikatakan Nasharaa terhadap ‘Iisaa bin Maryam. Maka mereka itu bukan termasuk kami, dan kami pun bukan termasuk mereka” [Rijaalul-Kasysyiy, hal 111 – referensi Syi’ah].
3.      Hak untuk disampaikan shalawat dan salam.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan memerintahkan kita untuk mengucapkan kepada ahlul-bait beliau. Misalnya setelah tasyahud pada waktu saat shalat :
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم أَنّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقُولُ: " اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ "
Dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawus, dari Abu Bakr Muhammad, dari ‘Amru bin Hazm, dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Ya Allah, berilah kebahagiaan kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berikanlah barakah kepada Muhammad dan kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya, serta keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 3103, dan dari jalannya Ahmad 5/374; shahih].
Dalam doa :
أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ فِي حَدِيثِهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ طَلْحَةَ، قَالَ: سَأَلْتُ زَيْدَ بْنَ خَارِجَةَ، قَالَ: أَنَا سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: " صَلُّوا عَلَيَّ وَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ وَقُولُوا: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid Al-Umawiy dalam haditsnya, dari ayahnya, dari ‘Utsmaan bin Hakiim, dari Khaalid bin Salamah, dari Muusaa bin Thalhah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Zaid bin Khaarijah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : “Bershalawatlah kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Ucapkanlah : “Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1292; shahih].‎
Atau secara umum di waktu-waktu yang lain.
Membaca Shalawât bagi Nabi adalah Salah Satu Bentuk Kecintaan

Membaca shalawât bagi Nabi adalah salah satu bentuk kecintaan. Dan shalawât juga dikaitkan dengan shalat dan doa hingga shalat tanpa shalawât menjadi tidak sah dan doa tanpa shalawât menjadi mahjûb (terhalang). Dan shalawât bagi Nabi itu mesti disertakan keluarganya supaya tidak batrâ (buntung), dan shalawât batrâ itu dilarang, Rasûlullah saw berkata:

 لاَ تُصَلُّوا عَلَيَّ الصَّلاَةَ الْبَتْرَاءَ. فَقَالُوا : وَ مَا الصَّلاَةُ الْبَتْرَاءُ ؟ قَالَ : تَقُولُونَ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ تَمْسِكُونَ, بَلْ قُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ “

Janganlah kamu ber-shalawât atasku dengan shalawât yang buntung.” Lalu mereka bertanya, “Apakah shalawât yang buntung itu wahai Rasûlullah?” Beliau berkata, “Kalian ber-shalawât atasku dan kalian diam (tidak ber-shalawât bagi keluargaku), tetapi ucapkanlah: Ya Allah, curahkanlah shalawât atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad.” Maka singkatan saw mesti dibaca: Shallallâhu ‘alaihi wa ãlihi wa sallam atau shallallâhu ‘alaihi wa ãlih (Allah mencurahkan shalawât dan salâm atasnya dan keluarganya) supaya tidak melanggar larangan Rasûlullah dalam ber-shalawât .

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ وَ سَلَّمَ : أَحِبُّوا اللهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ وَ أَحِبُّونِي لِحُبِّ اللهِ وَ أَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي. 

Dari Ibnu ‘Abbâs berkata: Rasûlullâh saw bersabda, “Cintailah Allah karena Dia telah memberimu kenikmatan, cintailah aku karena kecintaan kepada Allah, dan cintailah keluargaku kerena kecintaan kepadaku.”

 قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ, وَ عَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ, وَ عَنْ مَالِهِ فِيْمَا أَنْفَقَهُ وَ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ, وَ عَنْ حُبِّنَا أَهْلِ الْبَيْتِ 

Rosululloh saw berkata, “Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dia ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya pada apa dia telah menghabiskannya, tentang jasadnya yang pada apa dia telah merusakkannya, tentang hartanya ke mana saja dibelanjakannya dan dari mana diperolehnya, dan tentang kecintaan kepada kami Ahlulbait.” 

4.      Hak mendapatkan khumus (seperlima harta ghanimah atau fai’).
Allah ta’ala berfirman :
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu” [QS. Al-Hasyr : 7].
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnus-sabiil…..” [QS. Al-Anfaal : 41].
حدثنا أحمد بن سنان ، ثنا عبد الرحمن بن مهدي ، ثنا سفيان ، عن قيس بن مسلم ، قال : سألت الحسن عن قوله : « ( واعلموا أنما غنمتم من شيء فأن لله خمسه وللرسول ولذي القربى ، قال : اختلف الناس بعد وفاة رسول الله صلى الله عليه وسلم في هذين السهمين ، فقال قائلون : سهم القرابة لقرابة النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال قائلون : لقرابة الخليفة » وروي عن سعيد بن جبير ، وعكرمة ، قالا : « قرابة النبي صلى الله عليه وسلم »
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sinaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Mahdiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Qais bin Muslim, ia berkata : Aku bertanya kepada Al-Hasan tentang firman Allah :‘Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul’ (QS. Al-Anfaal : 41), maka ia menjawab : “Orang-orang berselisih pendapat setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang dua bagian ini. Beberapa orang berkata : ‘Bagian kekerabatan adalah untuk kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Sebagian lain mengatakan : ‘Untuk kerabat khaliifah”. Dan diriwayatkan dari Sa’iid bin Jubair dan ‘Ikrimah, mereka berdua berkata : “(Untuk) kerabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 7/97; sanadnya shahih sampai Al-Hasan].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وكذلك آل بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم، لهم من الحقوق ما يجب رعايتها؛ فإن الله جعل لهم حقا في الخمس والفيء، وأمر بالصلاة عليهم مع الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم،
“Dan begitu pula keluarga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mempunyai hak-hak yang wajib untuk dipelihara. Karena Allah ta’ala telah menjadikan bagi mereka hak (memperoleh bagian) khumus dan fai’. Dan memerintahkan mengucapkan shalawat kepada mereka bersama shalawat yang diucapkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam…” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 3/407].
Seperti yang telah kita lihat, bahwa Allah ta’ala hanya menentukan bagian khumus ini dari ghanimah dan fai’. Akan tetapi, Syi’ah mengada-adakan sendiri aturan bahwa khumus itu juga diambil dari semua jenis harta kaum muslimin.
Sebagai tambahan : Ahlul-bait berhak mendapatkan khumus, akan tetapi mereka diharamkan menerima shadaqah wajib (zakat). Hal itu dikarenakan untuk memuliakan mereka dan membersihkan mereka dari kotoran, sebagaimana disabdakan oleh Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ، وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ
“Sesungguhnya shadaqah-shadaqah ini hanyalah kotoran manusia. Ia tidak halal bagi Muhammad dan juga bagi keluarga Muhammad’ [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1072, Ahmad 4/166, Abu Daawud no. 2985, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 2609 dan dalam Al-Kubraa no. 2401, Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul wal-Matsaaniy no. 438, Ibnu Khuzaimah no. 2342 & 2352, Abu ‘Awaanah no. 2605, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj no. 2396 dan dalam Ma’rifatush-Shahaabah no. 2755, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 5/54-55 no. 4566, Al-Khaththaabiy dalam ‎Ghariibul-Hadiits 2/186, Al-Qaasim bin Sallaam dalam Al-Amwaal no. 842, Ibnu Abi Syaibah dalam Taariikh Al-Madiinah no. 1051].

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وأما تحريم الصدقة، فحرمها عليه وعلى أهل بيته تكميلًا لتطهيرهم ودفعًا للتهمة عنه، كما لم يورث، فلا يأخذ ورثته درهمًا ولا دينارًا،
“Adapun pengharaman shadaqah, maka ia diharamkan terhadap beliau dan ahlul-baitnya sebagai satu kesempurnaan penyucian mereka dan menolak kecurigaan terhadap beliau. Sebagaimana juga beliau tidak mewariskan sesuatu pun. Oleh karena itu, mereka tidak diperbolehkan mengambil satu dinar atau satu dirham pun” [majmuu’ Al-Fataawaa, 19/30].
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ أَبِي حَيّان التيمي، حدثني يزيد ابن حَيَّانَ قَالَ: انْطَلَقْتُ أَنَا وحُسَيْن بْنُ مَيْسَرة، وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ، فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: لَقَدْ لقيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ وَغَزَوْتَ مَعَهُ، وَصَلَّيْتَ مَعَهُ. لَقَدْ رَأَيْتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا. حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَقَالَ: يَا ابْنَ أَخِي، وَاللَّهِ كَبُرت سِنِّي، وَقَدِمَ عَهْدِي، وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَا حَدَّثْتُكُمْ فَاقْبَلُوهُ، وَمَا لَا فَلَا تُكَلّفونيه. ثُمَّ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطِيبًا فِينَا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمّا -بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ-فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَذَكَرَ وَوَعَظَ، ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَنِي رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ، وَإِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ، أَوَّلُهُمَا: كِتَابُ اللَّهِ، فِيهِ الهدى والنور، فخذوا بكتاب الله واستمسكوا به" فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ، وَقَالَ: "وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي" فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ: وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ؟ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ؟ قَالَ: إِنَّ نِسَاءَهُ من أهل بيته، ولكن أهل بيته من حُرم الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ: وَمَنْ هُمْ؟ قَالَ: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وَآلُ الْعَبَّاسِ، قَالَ: أَكُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ؟ قال: نعم.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hayyan yang mengatakan, "Aku dan Husain ibnu Maisarah serta Umar ibnu Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a. Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, 'Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah Saw. dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah Saw.' Maka Zaid ibnu Arqam r.a. menjawab, 'Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah Saw. Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya'." Kemudian Zaid ibnu Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah Saw. bangkit melakukan khotbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah. Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah Swt, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba'du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya.Nabi Saw. menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan(yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam r.a, "Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau Saw. termasuk ahli baitnya juga?" Zaid menjawab, "Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Siapa sajakah mereka itu?" Zaid menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum." Husain bertanya, "Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?" Zaid menjawab, "Ya." 
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Hibban dengan sanad yang sama.
5.      Hak pengakuan bahwa nasab mereka adalah nasab yang (paling) mulia.
Hal itu dikarenakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ "
“Sesungguhnya Allah telah memilih dari anak Ismaa’iil, dan telah memilih Quraisy dari (anak-anak) Kinaanah, dan telah memilih dari (anak-anak) Quraisy Bani Haasyim, dan telah memilihku dari Bani Haasyim” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2276, Ibnu Abi Syaibah 11/478, Ahmad 4/107, At-Tirmidziy no. 3605-3606, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 1499 dan dalam Al-Aahaadu wal-Matsaaniy no. 893, Al-Laalikaa’iy no. 1399, Abu Ya’laa no. 7485 & 7487, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat 1/5, Ibnu Hibbaan no. 6242 & 6333 & 6375, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 22/no. 161, Al-Haakim dalam Al-Ma’rifah 1/161, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 6/363 & 7/132 dan dalam ‎Dalaailun-Nubuwwah 1/165-166 dan dalam Syu’abul-Iimaan no. 1391, Al-Jurjaaniy dalam Al-Amaaliy no. 247, Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil no. 161, Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah 1/38-39 no. 27, Al-Baghawiy dalam ‎Syarhus-Sunnah no. 3613 dan dalam ‎Ma’aalimut-Tanziil no. 1390, Al-Khathiib dalam At-Taariikh 13/64].
Satu hal yang patut di simak dalam hal bahasan ini adalah perkataan Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah :
معناه أنَّ العملَ هو الذي يَبلُغُ بالعبدِ درجات الآخرة، كما قال تعالى: {وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا}، فمَن أبطأ به عملُه أن يبلُغَ به المنازلَ العاليةَ عند الله تعالى لَم يُسرِع به نسبُه، فيبلغه تلك الدَّرجات؛ فإنَّ اللهَ رتَّب الجزاءَ على الأعمال لا على الأنساب، كما قال تعالى: {فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلاَ أَنسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَتَسَاءَلُونَ}، وقد أمر الله تعالى بالمسارعةِ إلى مغفرتِه ورحمتِه بالأعمال، كما قال: {وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِن رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالكَاظِمِينَ الغَيْظَ} الآيتين، وقال: {إِنَّ الَّذِينَ هُم مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُشْفِقُونَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ وَالَّذِينَ هُم بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُونَ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ}
“Maknanya adalah amal lah yang menyampaikan seorang hamba kepada derajat-derajat akhirat, sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan’(QS. Al-An’am : 32). Barangsiapa yang melambatkan amalnya yang dapat menyampaikannya ke tempat yang tinggi di sisi Allah, maka tidaklah bisa dipercepat dengannya oleh (kemuliaan) nasabnya yang kemudian menyampaikannya kepada derajat tersebut. Karena sesungguhnya Allah menetapkan balasan berdasarkan amal, bukan berdasarkan nasab, sebagaimana firman Allahta’ala : ‘Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya’ (QS. Al-Mukminuun : 101). Allah ta’ala telah memerintahkan untuk berlomba-lomba menuju ampunan dan rahmat-Nya dengan amalan, sebagaimana firman-Nya : ‘Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya’ (QS. Ali ‘Imraan : 133-134). Dan juga firman-Nya :‘Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya’ (QS. Al-Mukminuun : 57-61)” [Dinukil melalui perantaraan Fadhlu Ahlil-Bait wa ‘Uluwwu Makanaatihim ‘inda Ahlis-Sunnah wal-Jamaa’ah oleh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad Al-Badr, hal. 14-15; Daar Ibnil-Atsiir, Cet. 1/1422].
Dan tingkat ketaqwaan lah yang akan menentukan kemuliaan seseorang di sisi Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” [QS. Al-Hujuraat : 13].
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبي نَضْرَةَ، حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلمفِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، فَقَالَ: " يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَباكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بالتَّقْوَى، أَبلَّغْتُ؟ "، قَالُوا: بلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid Al-Jurairiy, dari Abu Nadlrah : Telah menceritakan kepadaku dari seseorang yang mendengar khutbah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada pertengahan hari-hari tasyriq. Beliau bersabda : “Wahai sekalian manusia, ingatlah bahwa Rabb kalian itu satu, dan bapak kalian juga satu. Dan ingatlah, tidak ada kelebihan bagi orang ‘Arab atas orang ‘Ajam (non-‘Arab), tidak pula orang ‘Ajam atas orang ‘Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, dan tidak pula orang berkulit hitam di atas orang berkulit merah;kecuali atas dasar ketaqwaan. Apakah aku telah menyampaikannya ?”. Mereka menjawab : “Rasulullah telah menyampaikannya…..” [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/411. Orang yang mendengar khutbah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah Jaabir bin ‘Abdullah ‎radliyallaahu ‘anhu, sebagaimana tertera dalam riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/100 dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 4921 & 5137. Hadits ini shahih].
Sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam:

« وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ ». [رواه مسلم]

“Barangsiapa yang dilambatkan amalnya tidak akan bisa dipercepat oleh hubungan  keturunnya”.

Sebagaimana pula beliau katakan kepada paman dan anak perempuan beliau sendiri:

« يَا بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لاَ أُغْنِى عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ سَلِينِى بِمَا شِئْتِ لاَ أُغْنِى عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ». متفق عليه.

 “Wahai anak keturunan Abdul Muthalib! Aku tidak dapat membela kalian sedikitpun dari Allah, wahai Abbas bin Abdul Muthalib aku tidak dapat membela kalian engkau dari Allah, wahai Shofiyah bibik Rasulullah aku tidak dapat membela engkau sedikitpun dari Allah, wahai Fatimah binti Rasulullah! Mintalah apa yang engkau mau, aku tidak dapat membela engkau sedikitpun dari Allah”.

Oleh karena itu, bagi kalangan  habiib (habaaib) yang mengaku punya nasab mulia, maafkanlah kami seandainya kami tidak memberikan loyalitas kepada sebagian antum yang masih saja doyan keduniaan dengan memamerkan dan memanfaatkan Nasab. Nasab bukanlah objek yang bisa dijadikan alat (utama) untuk mendapatkan loyalitas, dukungan, atau bahkan……. (mesin penghasil keuntungan dunia – inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun jika ada yang demikian).‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar