Translate

Rabu, 30 November 2016

Pengertian Sifat Wajah Bagi ALLOH


Tulisan ini dibuat untuk menjelaskan makna ayat tentang sifat. Wajah Bagi Allah. Ayat yang dimaksud berbunyi :
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah Allah.” (Al-Qashash : 88) 

Ini merupakan kalimat berita yang menyatakan bahwa Allah adalah Zat Yang Kekal, Abadi, Hidup, Yang Maha Mengatur segalanya; semua makhluk mati, sedangkan Dia tidak mati. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ 

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman : 26-27)

Di dalam kitab sahih disebutkan melalui jalur Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"أَصْدَقُ كَلِمَةٍ قَالَهَا شَاعِرٌ [كَلِمَةُ] لَبِيَدٍ: أَلَا كلُّ شَيْء مَا خَلا اللهَ بَاطِلُ

Kalimat yang paling benar yang dikatakan oleh penyair adalah kata-kata Labid, yaitu: "Ingatlah, segala sesuatu selain Allah pasti binasa.”

Mujahid dan As-Sauri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. (Al-Qashash: 88) Yaitu terkecuali sesuatu yang dimaksudkan demi Dia;  Imam Bukhari meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab sahihnya seakan-akan dia menyetujuinya.

Menurut Ibnu Jarir, orang yang berpendapat demikian berpegang kepada perkataan seorang penyair yang mengatakan:

أسْتَغْفِرُ اللهَ ذنبًا لَسْتُ مُحْصِيَهُ ...رَبّ العبَاد، إلَيه الوَجْهُ والعَمَلُ ...

Aku memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang aku tidak dapat menghitungnya; Dia adalah Tuhan semua hamba, hanya kepada-Nyalah dihadapkan (ditujukan) wajah (niat) dan amal perbuatan.

Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama,, karena pendapat ini menyatakan bahwa semua amal perbuatan itu sia-sia, terkecuali amal perbuatan yang dikerjakan demi Zat Allah semata, yaitu amal-amal saleh yang sesuai dengan kaidah syariat.

Sedangkan kesimpulan pendapat pertama menyatakan bahwa eksistensi segala sesuatu pasti binasa kecuali hanya Zat Allah Swt. Yang Mahasuci, karena sesungguhnya Dia Yang Pertama dan Dia pula Yang Akhir, dengan pengertian 'pertamanya Dia tidak ada awalnya, dan terakhirnya Dia tidak ada akhirnya.' Dia ada sebelum segala sesuatu ada, dan Dia tetap ada sesudah segala sesuatu tiada.

Abu Bakar Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia mengatakan di dalam kitab Tafakkur wai I'tibar, bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sulaim Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Abul Walid yang mengatakan bahwa Ibnu Umar r.a. apabila hendak membersihkan hatinya, ia mendatangi tempat yang telah ditinggalkan oleh para penghuninya, lalu berdiri di depan pintunya dan berseru dengan suara yang sedih.”Kemanakah para penghunimu?" Kemudian merenungkan dirinya dan membaca firman-Nya:Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Zat Allah.(Al-Qashash: 88)

Sebab segala yang di bumi ini akan hancur bila berhadapan dengan wajah Allah. Sebagai Nabi menjelaskan dalam sabdanya : 

حِجَابُهُ النُّورُ لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ

“Hijab-Nya adalah cahaya, jika hijab itu dibuka niscaya terbakar-lah di antara makhluk-Nya oleh cahaya muka-Nya sejauh pandangan.” (HR Muslim dari Abu Musa) 

Inilah yang pernah terjadi ketika nabi Musa meminta agar Allah menampakkan dirinya. Allah berfirman : 

وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ 

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (Al-A’raf :143) 

Allah Swt. menceritakan perihal Musa a.s., bahwa ketika masa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya telah tiba, dan pembicaraan langsung kepada Allah sedang berlangsung, maka Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat-Nya. Musa berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

{رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي}

Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Tuhan berfirman.”Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku" (Al-A'raf: 143)

Makna huruf lan dalam ayat ini menyulitkan analisis kebanyakan ulama tafsir, mengingat pada asalnya huruf lan diletakkan untuk menunjukkan makna ta-bid(selamanya). Karena itulah orang-orang Mu'tazilah berpendapat bahwa melihat Zat Allah merupakan suatu hal yang mustahil di dunia ini dan di akhirat nanti. Tetapi pendapat ini sangat lemah, mengingat banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di akhirat nanti, pembahasannya akan kami ketengahkan dalam tafsir firman Allah Swt.:

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}

Wajah-wajah (orang-orang mukmin)pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)

Dan firman Allah SWT yang menceritakan perihal orang-orang kafir:

{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari(melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)

Menurut suatu pendapat, huruf landalam ayat ini menunjukkan makna pe-nafi-an terhadap pengertian ta-bid di dunia, karena menggabungkan antara pengertian ayat ini dengan dalil qat'i yang membenarkan adanya penglihatan kelak di hari akhirat.

Menurut pendapat lain, makna kalimat ayat ini sama dengan makna kalimat yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:


{لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}

Dan Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 103)
 
Menurut yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu, Allah Swt. berfirman kepada Musa a.s., "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat-Ku melainkan pasti mati, dan tiada suatu benda mati pun melainkan ia pasti hancur luluh." 

Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya:

{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}

Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143)

Sehubungan dengan tafsir ayat ini Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari di dalam kitabnya mengatakan bahwa:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سُهَيْل الْوَاسِطِيُّ، حَدَّثَنَا قُرَّة بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ رَجُلٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال: "لما تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ، أَشَارَ بِإِصْبَعِهِ فَجَعَلَهُ دَكًّا" وَأَرَانَا أَبُو إِسْمَاعِيلَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sahl Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari seorang lelaki, dari Anas, dari Nabi Saw., "Ketika Tuhannya menampakkan diri­Nya pada gunung itu dan menunjukkan isyarat-Nya ke gunung itu, maka dengan serta merta gunung, itu menjadi hancur karenaNya." Abu Ismail (perawi) menceritakan hadis ini seraya memperlihatkan kepada kami isyarat dengan jari telunjuknya.

Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya."

Kemudian Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan:

حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا حجَّاج بْنُ مِنْهال، حَدَّثَنَا حَمَّاد، عَنْ لَيْث، عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ: {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ: "هَكَذَا بِإِصْبَعِهِ -وَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِصْبَعَهُ الْإِبْهَامَ عَلَى الْمَفْصِلِ الْأَعْلَى مِنَ الْخِنْصَرِ-فَسَاخَ الْجَبَلُ"

telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Lais, dari Anas, bahwa Nabi Saw. membaca ayat berikut: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunitng itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu Nabi Saw. mengisyaratkan dengan salah satu jarinya, beliau meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingkingnya dan bersabda, "Maka hancur luluhlah gunung itu."

Demikianlah sanad yang disebutkan di dalam riwayat ini, yaitu Hammad ibnu Salamah, dari Lais, dari Anas, Tetapi menurut riwayat yang masyhur adalah Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas. 

Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir:

حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا هُدْبَة بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا} قَالَ: وَضَعَ الْإِبْهَامَ قَرِيبًا مِنْ طَرْفِ خِنْصَرِهِ، قَالَ: فَسَاخَ الْجَبَلُ -قَالَ حُمَيْدٌ لِثَابِتٍ: تَقُولُ هَذَا؟ فَرَفَعَ ثَابِتٌ يَدَهُ فَضَرَبَ صَدَرَ حُمَيْدٍ، وَقَالَ: يَقُولُهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَقُولُهُ أَنَسٌ وَأَنَا أَكْتُمُهُ؟

telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca firman Allah Swt.:Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Lalu beliau Saw. meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingking­nya seraya bersabda, "Maka seketika itu juga gunung itu hancur luluh." Humaid berkata kepada Sabit, "Apakah beliau Saw. mengisyaratkan seperti itu?" Maka Sabit menarik tangannya dan memukulkannya ke dada Humaid seraya berkata, "Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw, diisyaratkan pula oleh Anas, lalu apakah saya menyembunyikannya?"

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya, bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو الْمُثَنَّى، مُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُسَلَمَةَ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: {فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ [جَعَلَهُ دَكًّا] } قال: قال هكذا -يعني أنه خرج طَرَفَ الْخِنْصَرِ -قَالَ أَحْمَدُ: أَرَانَا مُعَاذٌ، فَقَالَ لَهُ حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ: مَا تُرِيدُ إِلَى هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّدٍ؟ قَالَ: فَضَرَبَ صَدْرَهُ ضَرْبَةً شَدِيدَةً وَقَالَ: مَنْ أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! وَمَا أَنْتَ يَا حُمَيْدُ؟! يُحَدِّثُنِي بِهِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَقُولُ أَنْتَ: مَا تُرِيدُ إِلَيْهِ؟!

telah menceritakan kepada kami Abul Musanna Mu’az ibnu Mu’az Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman­Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143) Maka Nabi Saw. mengisyaratkan demikian, yakni beliau Saw. mengeluarkan jari kelingkingnya. Ahmad mengatakan bahwa Mu'az memperagakannya kepada kami demikian. Humaid At Tawil berkata kepadanya, "Apakah yang engkau maksudkan dengan isyarat itu, hai Abu Muhammad?" Maka Mu'az memukul dadanya dengan pukulan yang cukup kuat, lalu berkata, "Siapakah engkau ini, hai Humaid; dan mengapa engkau ini, hai Humaid? Yang menceritakan demikian kepadaku ialah Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. Lalu apakah yang kamu maksudkan?"

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dalam tafsir ayat ini, dari Abdul Wahhab ibnul Hakam Al-Warraq, dari Mu'az ibnu Mu'az dengan sanad yang sama. Juga dari Abdullah ibnu Abdur Rahim Ad-Darimi, dari Sulaiman ibnu Harb, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Hammad.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Lalu Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahihdengan syarat Imam Muslim, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Abu Muhammad Al-Hasan ibnu Muhammad ibnu Ali Al-Khalal telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ali ibnu Suwaid, dari Abul Qasim Al-Bagawi, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah, lalu ia mengetengahkannya. Dan ia mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tidak ada cacatnya.

Daud ibnul Muhabbar telah meriwayatkannya dari Syu'bah, dari Sabit, dari Anas secara marfu'. Tetapi riwayat ini tidak dianggap, mengingat Daud Ibnul Muhabbar seorang pendusta.

Abul Qasim At-Tabrani dan Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas secara marfu dengan lafaz yang semisal. Ibnu Murdawaih menyandarkannya melalui jalur Ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu', hal ini pun tidak sahih. Imam Turmuzi meriwayatkannya, dan Imam Hakim menilainya sahih, tetapi dengan syarat Imam Muslim.

As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. (Al-A'raf: 143) Bahwa tiada yang ditampakkan oleh Allah melainkan hanya sebesar jari kelingking. kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.(Al-A'raf: 143) Dakkan artinya 'menjadi abu'. dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Yakni jatuh tak sadarkan dirinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Maksudnya, jatuh dalam keadaan mati.

Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa bukit itu jebol dan jatuh menggelinding ke laut. Sedangkan Nabi Musa ikut bersama gunung itu.

Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Abu Bakar Al-Huzali sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh,(Al-A'raf: 143) Disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam bumi dan tidak akan muncul lagi sampai hari kiamat. Di dalam sebagian kisah disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam tanah dan terns amblas ke dalamnya sampai hari kiamat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّة، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى أَبُو غَسَّانَ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عِمْرَانَ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْجَلْدِ بْنِ أيوب، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّة، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِلْجِبَالِ طَارَتْ لِعَظَمَتِهِ سِتَّةُ أَجْبُلٍ، فَوَقَعَتْ ثَلَاثَةٌ بِالْمَدِينَةِ وَثَلَاثَةٌ بِمَكَّةَ، بِالْمَدِينَةِ: أُحُدٌ، وَوَرْقَانُ، وَرَضْوَى. وَوَقَعَ بِمَكَّةَ: حِرَاءٌ، وثَبِير، وَثَوْرٌ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Abu Gassan Al-Kannani, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Imran, dari Mu'awiyah ibnu Abdullah, dari Al-Jalad ibnu Ayyub, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Ketika Allah tampak bagi gunung-gunung itu, maka beterbanganlah karena kebesaran-Nya enam buah gunung; tiga di antaranya jatuh di Madinah, dan yang tiga lagi jatuh di Mekah. Di Madinah adalah Uhud, Warqan, dan Radwa; sedangkan yang di Mekah ialah Hira, Sabir, dan Saur.
Hadis ini garib, bahkan munkar.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abul Balah, bahwa telah menceritakan kepada kami Ai-Ha isain ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Husain ibnul Allaf, dari Urwah ibnu Ruwayyim yang mengatakan bahwa sebelum Allah menampakkan Diri-Nya kepada Musa di Tursina, gunung-gunung itu dalam keadaan rata lagi licin. Tetapi setelah Allah menampak­kan diri-Nya kepada Musa di Tursina, maka hancur leburlah gunungnya, sedangkan gunung-gunung lainnya terbelah dan retak-retak serta terbentuklah gua-gua.

Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143) Bahwa ketika hijab Allah dibuka-Nya kepada gunung itu dan gunung itu melihat cahaya-Nya, maka jadilah bukit itu seperti tepung.

Sebagian ulama ada yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al-A'raf: 143) Bahwa makna yang dimaksud dengan dakka ialah fitnah.

Firman Allah Swt.:

{وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا}

Dan Musa pun jatuh pingsan. (Al-A'raf: 143)

Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat hadis Abu Sa'id dan Abu Hurairah, dari Nabi Saw., yang menerangkan tentangnya. 
Hadis Abu Sa'id di-sanad-kan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya,dalam bab tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ مِنَ اليهود إلى النبي صلى الله عليه وسلم قَدْ لُطِمَ وَجْهُهُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِكَ مِنَ الْأَنْصَارِ لَطَمَ وَجْهِي. قَالَ: "ادْعُوهُ" فَدَعَوْهُ، قَالَ: "لِمَ لَطَمْتَ وَجْهَهُ؟ " قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي مَرَرْتُ بِالْيَهُودِيِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْبَشَرِ. قَالَ: قُلْتُ: وَعَلَى مُحَمَّدٍ؟ فَأَخَذَتْنِي غَضْبَةٌ فَلَطَمْتُهُ، قَالَ: "لَا تُخَيِّرُونِي مِنْ بَيْنِ الْأَنْبِيَاءِ، فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ، فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى آخِذٌ بِقَائِمَةٍ مِنْ قَوَائِمِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ".

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa seorang lelaki Yahudi datang kepada Nabi Saw., sedangkan mukanya baru saja ditampar, lalu ia mengadu, "Hai Muhammad, sesungguhnya seseorang dari sahabatmu dari kalangan Ansar telah menampar wajahku." Nabi Saw. bersabda, "Panggillah dia!" Lalu mereka memanggil lelaki itu dan bersabda kepadanya, "Mengapa engkau tampar mukanya?" Lelaki Ansar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika saya sedang lewat bersua dengan orang Yahudi, lalu orang Yahudi itu kudengar mengatakan, 'Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas manusia semuanya.' Lalu saya mengatakan kepadanya, 'Dan juga di atas Muhammad?' Lelaki itu menjawab, 'Ya juga di atas Muhammad.' Maka saya menjadi emosi, lalu kutampar mukanya," Rasulullah Saw. bersabda:Janganlah kalian melebihkan aku di atas para nabi semuanya, karena sesungguhnya manusia pasti pingsan di hari kiamat, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku menjumpai Musa sedang memegang kaki A’rasy. Aku Tidak mengetahui apakah dia sadar sebelumku ataukah dia telah beroleh balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.

Imam Bukhari telah meriwayatkannya di berbagai tempat (bab) dari kitabSahih-nya, dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dalam pembahasan "Kisah-kisah para Nabi". 

Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui berbagai jalur dari Amr ibnu Yahya ibnu Imarah ibnu Abul Hasan Al-Mazini Al-Ansari Al-Madani, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri dengan lafaz yang sama.

Adapun mengenai hadis Abu Hurairah, Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya menyebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: اسْتَبَّ رَجُلَانِ: رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، وَرَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ، فَقَالَ الْمُسْلِمُ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُحَمَّدًا عَلَى الْعَالَمِينَ. وَقَالَ الْيَهُودِيُّ: وَالَّذِي اصْطَفَى مُوسَى عَلَى الْعَالَمِينَ، فَغَضِبَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْيَهُودِيِّ فَلَطَمَهُ، فَأَتَى الْيَهُودِيُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ، فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاعْتَرَفَ بِذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى؛ فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ، فَأَجِدُ مُوسَى مُمْسِكًا بِجَانِبِ الْعَرْشِ، فَلَا أَدْرِي أَكَانَ مِمَّنْ صَعِقَ فَأَفَاقَ قَبْلِي، أَمْ كَانَ مِمَّنِ اسْتَثْنَاهُ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ"

telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman dan Abdur Rahman Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki bertengkar, salah seorangnya adalah orang muslim, sedangkan yang lain orang Yahudi. Orang Mus­lim mengatakan, "Demi Tuhan yang telah memilih Muhammad atas semua manusia." Maka si Yahudi berkata, "Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia." Maka orang muslim itu marah kepada si Yahudi, lalu ia menamparnya. Kemudian orang Yahudi itu datang kepada Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah Saw. menanyakan kedatangannya, maka lelaki Yahudi itu mengadukan perkaranya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil si lelaki muslim itu, dan si lelaki muslim mengakui hal tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku atas Musa, karena sesungguhnya semua orang mengalami pingsan di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku melihat Musa sedang memegang bagian sisi 'Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia termasuk orang-orang yang pingsan, lalu ia sadar sebelumku, ataukah dia termasuk orang yang dikecualikan oleh Allah Swt. (tidak mengalami pingsan)

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkan bahwa orang yang menampar si Yahudi itu dalam kasus tersebut adalah sahabat Abu Bakar As- Siddiq r.a. Akan tetapi, menurut keterangan hadis yang terdahulu dari kitab Sahihain disebutkan bahwa lelaki yang menampar si Yahudi itu adalah seorang Ansar; hal ini lebih sahih dan lebih jelas.

Pengertian yang tersirat dari sabda Nabi Saw. yang mengatakan:

"لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى"

Janganlah kalian mengutamakan aku atas Musa.

Sama halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam sabdanya yang lain, yaitu:

"لَا تُفَضِّلُونِي عَلَى الْأَنْبِيَاءِ وَلَا عَلَى يُونُسَ بْنِ مَتَّى"

Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, jangan pula atas Yunus ibnu Mata
Menurut suatu pendapat, hal ini termasuk ke dalam Bab "Tawadu’ (rendah diri) Nabi Saw.". 

Tetapi menurut pendapat lain, hal tersebut diungkapkan oleh Nabi Saw. sebelum Nabi Saw. mengetahui keutamaan dirinya di atas semua makhluk. Menurut pendapat lainnya,-Nabi Saw. melarang bila dirinya paling diutamakan di antara para nabi lainnya dengan cara emosi dan fanatisme. Dan menurut pendapat lainnya lagi, hal tersebut dilarang bila dikatakan hanya sekadar pendapat sendiri dan seenaknya.

Sabda Nabi Saw. yang mengatakan:

"فَإِنَّ النَّاسَ يُصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ"

Sesungguhnya semua manusia akan mengalami pingsan pada hari kiamat nanti.
Menurut makna lahiriahnya 'pingsan' ini terjadi menjelang hari kiamat, karena pada hari itu terjadilah suatu perkara yang membuat mereka semuanya tidak sadarkan dirinya.

Barangkali pula hal tersebut terjadi di saat Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi datang untuk memutuskan peradilan, lalu Dia menampakkan diri-Nya pada semua makhluk untuk melakukan pembalasan terhadap mereka. Perihalnya sama dengan pingsan yang dialami oleh Musa a.s. karena Tuhan menampakkan diri-Nya. Untuk itulah, maka dalam hadis ini disebutkan melalui sabdanya:

"فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُوزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ"؟

Aku tidak mengetahui apakah Musa sadar sebelumku. ataukah dia sudah cukup mendapat balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.

Al-Qadi Iyad di dalam permulaan kitabAsy-Syifa telah meriwayatkan berikut sanadnya dari Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq: 

حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَمَّا تَجَلَّى اللَّهُ لِمُوسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، كَانَ يُبْصِرُ النَّمْلَةَ عَلَى الصَّفَا فِي اللَّيْلَةِ الظَّلْمَاءِ، مَسِيرَةَ عَشَرَةِ فَرَاسِخَ"

bahwa telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa as., maka Musa dapat melihat semut yang berada di Bukit Safa(Mekah) dalam kegelapan malam sejauh perjalanan sepuluh farsakh (pos).

Kemudian Al-Qadi Iyad mengatakan, "Tidaklah jauh pengertian hal ini dengan apa yang dialami oleh Nabi kita. sebagai keistimewaan buatnya, sesudah beliau mengalami Isra dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang terbesar." 

Demikianlah menurut Al-Qadi Iyad, seakan-akan dia menilai sahih hadis ini. Tetapi kesahihan hadis ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat para perawi yang disebutkan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak dikenal. Sedangkan hal semisal ini hanya dapat diterima bila diketengahkan melalui periwayatan orang-orang yang adil lagi dabit sampai ke penghujung sumbernya.

Demikian pula yang akan terjadi pada hari kiamat. Dimana Allah akan memperlihatkan wajah-Nya ke bumi ini dalam sekejap mata atau lebih cepat lagi. Allah berfirman : 

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا أَمْرُ السَّاعَةِ إِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ أَوْ هُوَ أَقْرَبُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 

“Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (An-Nahl : 77) 

Padahal kita ketahui kejadian kiamat lebih lama dari sekejap mata mencakup di tiupnya sangkakala, langit digulung, bintang berserakan, gunung meletus, laut meluap dan sebagainya. Sebab maksudnya adalah puncak kiamat ketika Allah menampakkan wajah-Nya tidak lebih dari sekejap mata. Inilah yang membuat manusia, gunung dan apa yang ada di atas bumi hancur menjadi debu. Allah berfirman : 

يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ 

“Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.” (Al-Qari’ah : 4-5) 

Demikian pula firman Allah : 

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا فَيَذَرُهَا قَاعًا صَفْصَفًا لَا تَرَى فِيهَا عِوَجًا وَلَا أَمْتًا 

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: "Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha : 105-107) 

FADHILAH 

Beberapa fadhilah penting dari ayat ini adalah : 

1. Agar manusia tidak minta melihat Allah untuk mau beriman 

Sebagimana firman Allah : 

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.” (Al-Baqarah : 55) 

2. Allah melaknat dunia 

Sesungguhnya Allah melaknat dunia dan isinya kecuali orang-orang yang beriman. Sebagaimana sabda Nabi : 

إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ 

“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) 

Adapun pada hari kiamat sudah tidak ada lagi orang beriman sehingga Allah hancurkan seluruh ini dunia yang terlaknat ini. Sebab bagi Allah nilai dunia ini tidak lebih baik dari satu sayap seekor nyamuk atau seonggok bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Oleh karena itu, Allah jadikan apa yang di atas bumi ini akan hancur bila berhadapan dengan-Nya. 

3. Allah meridhai surga bagi manusia 

Sedangkan Allah meridhai surga bagi manusia. Oleh karena itu, Dia menampakkan wajah-Nya nanti di surga kepada penghuninya. Allah berfirman : 

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ 

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (Al-Qiyamah : 22-23) 

Pada saat Allah menampakkan wajah-Nya di surga nanti, surga dan penghuni tidak akan menjadi hancur sebab Allah ciptakan demikian.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar