Hukum membaca Qunut saat shalat tergantung kepada jenis qunutnya.
Sebab, Qunut dalam shalat dikenal ada tiga macam:
1. Qunut dalam shalat witir. Qunut ini disyariatkan disetiap sholat witir secara berkala, berdasarkan hadîts al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Beliau rahimahullah berkata:
عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalamShahîh at-Tirmidzî)
Demikian juga, hal ini di amalkan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dijelaskan Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhudalam penuturan beliau:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِى الْوِتْرِقَبْلَ الرُّكُوعِ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut dalam witir sebelum rukû’.” (HR.Abû Dâwud dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahih Abû Dawud)
2. Qunut Nâzilah yang dilaksanakan ketika ada musibah atau bencana.
Qunut ini juga disyari’atkan dengan dasar amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
قَنَتَ النَّبِىُّ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut (Nâzilah) selama sebulan, berdo’a untuk kehancuran Ra’i dan Dzakwân. (HR al-Bukhâri). Demikian juga dalam hadits yang lain:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan qunut selama sebulan ketika para penghafal al-Qur’an dibunuh. (HR al-Bukhâri)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahmenyatakan: Qunut disyari’atkan pada saat adanya bencana dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh ulama fikih dan ahli hadits. Ini diambil dari Khulafâ’ Râsyidîn. (Majmû’ Fatâwâ23/108)
Syaikh Abdul Azhîm Badawi menjelaskan bahwa Qunut yang disyari’atkan dalam sholat fardhu hanyalah qunut Nazilah. (lihat Al-Wajîs Fî Fiqhi as-Sunnah wa al-Kitâb al-‘Azîz .109).
3. Qunut khusus dalam shalat Shubuh yang dilakukan terus menerus seperti yang nampak dilakukan banyak kaum muslimin, adalah perkara bid`ah yang tidak ada dasar yang kuat dari Rasulullah n dan para Sahabatnya. Hal ini, merupakan perbuatan bid’ah yang telah dijelaskan secara tegas oleh Sahabat Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abû Mâlik al-asyja’i Sa’ad bin Tharîq berkata:
قُلْتُ لأَبِى يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِىٍّ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ فَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِى الْفَجْرِ فَقَالَ أَىْ بُنَىَّ مُحْدَثٌ.
Artinya: “Aku bertanya kepada bapakku: Wahai bapakku, sungguhkah engkau pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman serta Ali di Kufah ini selama lebih dari lima tahun. Apakah mereka pernah melakukan qunut dalam shalat shubuh? Beliau menjawab: Tidak benar Wahai anakku! Itu perkara baru (bid’ah). (HR. Ibnu Mâjah dan dishahîhkan al-Albâni dalam Irwâ’ al-Ghalîl no. 435)
Dengan demikian jelaslah hukum membaca qunut dalam shalat.
Pada dasarnya persoalan membaca qunut atau tidak dalam shalat subuh telah menjadi perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca qunut tidak disunnahkan dalam shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat shubuh.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW. Hanya pendapat yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW tidak membaca qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi yang mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan tidak benar. Nah untuk menjernihkan persoalan ini, marilah kita kaji dalil tentang qunut ini dari perspektif ilmu hadits.
Sebagaimana dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits, karena agumentasinya lebih kuat dari perspektif ilmu hadits. Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar Imam al-Syafi’i dan pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam shalat shubuh.
Dalil Pertama:
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. (رواه مسلم في صحيحه).
Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).
Dalil Kedua:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم بإسناد صحيح).
Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.”(HR. Ahmad [3/162, al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang shahih.
Hadits di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab [3/504]. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”
Sebagian kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di dalam sanadnya terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-Razi. Alasan ini jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para ulama ahli hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja. Sementara dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur Mughirah, akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau dalam riwayat ini dinilai shahih.
Dalil Ketiga:
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ آَخِرِ رَكْعَةٍ قَنَتَ. (رواه ابن نصر في قيام الليل بإسناد صحيح).
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila bangun dari ruku’ dalam shalat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.” (HR. Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab Qiyam al-Lail [137] dengan sanad yang shahih).
Demikianlah ketiga hadits di atas yang dijadikan dalil oleh al-Imam al-Syafi’i dan pengikutnya. Sementara sebagian ulama yang tidak menganjurkan qunut dalam shalat shubuh, berdalil dengan hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. (رواه مسلم في صحيحه)
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
Dalam hadits shahih di atas, ternyata Rasulullah SAW membaca qunut hanya satu bulan, kemudian sesudah itu meninggalkannya. Menanggapi hadits tersebut, para ulama ahli hadits berpendapat, bahwa hadits ini tidak bertentangan dengan hadits-hadits sebelumnya yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh sampai wafat. Karena yang dimaksud dengan hadits terakhir di atas adalah, Rasulullah SAW melaknat atau mendoakan keburukan dalam qunut bagi beberapa suku Arab itu hanya satu bulan, setelah itu beliau tidak melaknat lagi, tetapi bukan berarti Rasulullah SAW meninggalkan qunut. Beliau membaca qunut dalam shalat shubuh sampai wafat sebagaimana beberapa riwayat sebelumnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra.
Oleh karena, pendapat yang menetapkan qunut shubuh, lebih kuat dari segi dalil, maka pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi salaf. Dalam konteks ini, al-Imam al-Hafizh al-Hazimi berkata dalam kitabnya al-I’tibar fi Bayan al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar (hal. 90):
وَقَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ :فَذَهَبَ أَكْثَرُ النَّاسِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ إِلَى إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ ، فَمِمَّنْ رُوِّينَا ذَلِكَ عَنْهُ مِنَ الصَّحَابَةِ : الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ : أَبُو بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، وَعُثْمَانُ ، وَعَلِيٌّ ، وَمِنَ الصَّحَابَةِ : عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَأَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ ، وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ ، وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ.
“Para ulama telah berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat shubuh. Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya dari para ulama berbagai kota berpendapat menetapkan qunut. Di antara para sahabat yang diriwayatkan kepada kami membaca qunut adalah; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali). Demikian pula Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdurrahman bin Abi Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, al-Bara’ bin Azib, Anas bin Malik ....”.
Setelah memaparkan bahwa membaca qunut diikuti oleh mayoritas ulama, al-Hazimi kemudian menguraikan bahwa pandangan yang menafikan qunut dalam shalat shubuh diikuti oleh sekelompok ulama dengan alasan bahwa hukum membaca qunut dalam shalat shubuh telah dimansukh (dihapus hukumnya). Selanjutnya al-Hazimi membantah dengan tegas pendapat yang menafikan qunut tersebut dari aspek ilmu hadits dan ushul fiqih.
Pada dasarnya, pendapat yang mengatakan sunnah maupun tidak sunnah membaca qunut dalam shalat subuh sama-sama didasarkan pada hadits-hadits Nabi SAW. Hanya saja pendapat yang mengatakan hukumnya SUNNAH lebih kuat dari aspek tinjauan ilmu hadits dan ushul fiqih, serta diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi salaf yang shaleh dan ahli hadits.
Hukum doa qunut pada shalat subuh hukumnya sunnah. Pandangan ini dianut oleh madzhab Syafi'i berdasarkan Hadits sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada Hadith yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sahabat Anas bin Malik sebagai berikut:
- Hadits sahih Bukhari dan Muslim dari Anas
ما زال رسول الله يقنت في صلاة الفجر حتى فارق الحياة
Artinya: RasuluLlah selalu berqunut pada shalat subuh ssampai beliau wafat (HR Bukhari dan Muslim). - Hadits sahih riwayat Muslim dari Anas.
أن رسول الله قنت شهراً يدعو على أحياء من أحياء العرب ثم ترك
Artinya: bahwa Rasulullah berqunut selama sebulan mendoakan orang-orang Arab yang masih hidup kemudian tidak melakjukannya lagi.
- Hadits sunnahnya Qunut nazilah apabila tertimpa musibah atau bencana:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقنت في الفجر والظهر والعصر والمغرب والعشاء
Artinya: Bahwasanya Nabi Muhammad melakukan qunut (nazilah) pada saat shalat subuh, dhuhur (dzuhur), ashar, maghrib, dan isya' (HR Ahmad) Diriwayatkan juga bahwa Umar bin Khattab membaca doa qunut pada shalat Subuh di hadapan para sahabat dan lainnya.
Berkenaan dengan Hadith yang diriwayatkan oleh Anas ini, menurut al Haithami, para perawinya adalah tsiqah (dapat dipercaya). Menurut Imam Nawawi ia diriwayatkan oleh sekumpulan huffadz (ahli hadith) dan mengakui kesahihannya.
Kesahihan ini dinyatakan juga oleh al Hafiz al Balkhi, Al Hakim, Al Baihaqi dan ia juga diriwayatkan oleh Ad Daruqutni melalui beberapa jalan dengan sanad yang sahih. Dalam mazhab Syafi'i adalah sunnah hukumnya membaca doa qunut waku melaksanakan shalat subuh, baik saat turunnya bala' atau tidak.
Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Talib, Ibnu Abbas, Barra’ bin Azib. Lihat: Kitab Al Majmu’ Syarah Muhadzab III halaman 504.
Syekh Nawawi Banten dalam kitab Kasyifatussaja mendefinisikan qunut sbb:
والقنوت هو ذكر مخصوص مشتمل على دعاء وثناء ويحصل بكل لفظ اشتمل عليهما بأي صيغة شاء كقوله: اللهم اغفر لي يا غفور، فالدعاء يحصل باغفر والثناء بغفور، وكذلك ارحمني يا رحيم وقوله: الطف بي يا لطيف وهكذا،
Artinya: Qunut adalah dzikir tertentu yang mengandung doa dan pujian (pada Allah). (Oleh karena itu) setiap kalimat yang mengadung kedua unsur itu dapat digunakan. Seperti kalimat: Allahumma ighfir li Ya Ghafur. Kata "ighfir" adalah doa. Sedangkan kata "ghafur" adalah pujian. Begitu juga kalimat "Irhamni Ya Rahim" dan "Ultuf bi Ya Latif" dan seterusnya.
- Karena qunut adalah suatu dzikir yang khusus maka boleh diganti dengan doa lain asal diniati untuk qunut:
ومثل الذكر المخصوص آية تتضمن ذلك كآخر سورة البقرة بشرط أن يقصد بها القنوت، وكقوله تعالى: ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلاًّ للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم} ((59)الحشر:10)
Artinya: Sama dengan dzikir khusus adalah ayat yang mengandung dzikir seperti akhir surat Al Baqarah dengan syarat harus diniati qunut. Seperti firman Allah dalam QS Al-Hasyr 59:10
- Qunut Umar menurut Syekh Nawawi Banten (ibid) adalah sbb:
اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونستهديك ونؤمن بك ونتوكل عليك ونثني عليك، الخير كله نشكرك ولا نكفرك ونخلع ونترك من يفجرك بضم الجيم أي يعصيك، اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد بكسر الفاء أي نسرع إلى الطاعة نرجو رحمتك ونخشى عذابك إن عذابك الجد بكسر الجيم أي الحق بالكفار ملحق بكسر الحاء أي لاحق بهم ويجوز فتحها لأن الله ألحقه بهم فإن جمع بينهما فالأفضل تقديم قنوت النبي صلى الله عليه وسلّم وإن اقتصر فليقتصر عليه.
Lebih detail lihat di sini.
BACAAN DOA QUNUT (TEKS ARAB DAN LATIN)
اللّهم اهدِنا فيمَن هَديْت و عافِنا فيمَن عافيْت و تَوَلَّنا فيمَن تَوَلَّيْت و بارِك لَنا فيما أَعْطَيْت و قِنا واصْرِف عَنَّا شَرَّ ما قَضَيت فإنك تَقضي ولا يُقضى عَليك فإنَّهُ لا يَذِّلُّ مَن والَيت وَلا يَعِزُّ من عادَيت تَبارَكْتَ رَبَّنا وَتَعا ليتْ َفلكَ الحَمدُ عَلى ما قَضَيْت نَستَغفِرُكَ ونَتوبُ اليك وصلي الله علي سيدنا محمد النبي الأمي وعلي أله وصحبه وسلم
Teks doa qunut tulisan latin:
Allahummahdina fiman hadayt. Wa afina fiman afayt. watawallana fiman tawallayt. wabarik lana fima a'tayt. waqina wasrif anna syarro ma qadayt. fa innaka taqdi wala yuqdo alayk. fainnahu la yadzillu man wa layt wala yaizzu man adayt. tabarakta robbana wata'alayt. falakal hamdu ala ma qadayt. nastaghfiruka wanatubu ilaika. wasallallahu ala sayyidina Muhammadin Nabiyyil Ummiyyi wa ala alihi wasahbihi wasallam.
Artinya: Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. BErilah aku kesehatan seperti orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engaku beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurl`h Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Aku mohon ampun dan kembalilah (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah dan salam atas nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya.
BACAAN DOA QUNUT UMAR BIN KHATTAB
Umar bin Khattab, khalifah kedua Islam, memiliki bacaan qunut berbeda sebagai berikut:
اللهم اغفر لنا وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات وألّف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك وعدوهم. اللهم عذب الكفرة الذين يصدون عن سبيلك ويكذبون رسلك ويقاتلون أولياءك، اللهم خالف بين كلمتهم وزلزل أقدامهم وأنزل بهم بأسك الذي لا ترده عن القوم المجرمين. بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إنا نستعينك ونستغفرك ونثني عليك ولا نكفرك ونخلع ونترك من يفجرك. بسم الله الرحمن الرحيم اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد وإليك نسعى ونحفد ونخشى عذابك ونرجو رحمتك إن عذابك الجد بالكفار ملحق
KAPAN QUNUT SUNNAH DIBACA
Doa qunut sunnah dibaca dalam beberapa situasi sebagai berikut:
1. Pada raka'at kedua (raka'at akhir) shalat subuh dibaca setelah ruku' (i'tidal).
2. Pada raka'at akhir (rakaat ketiga) shalat sunnah witir pada paruh kedua bulan Ramadhan.
3. Pada raka'at terakhir shalat fardhu apabila ada bencana. Disebut qunut nazilah.
HUKUM MENAMBAH BACAAN QUNUT DENGAN QUNUT UMAR DAN DOA LAIN
Membaca doa qunut yang biasa itu sunnah. Dan menambahnya dengan doa qunut Umar juga sunnah menurut Imam Nawawi asal dalam keadaan sendirian atau bersama makmum yang diketahui rela dengan doa yang panjang. Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar lin Nawawi hlm. 88 menyatakan:
قال أصحابنا: يستحب الجمع بين قنوت عمر رضي الله عنه وبين ما سبق، فإن جمع بينهما فالأصح تأخير قنوت عمر، وفي وجه يستحب تقديمه. وإن اقتصر فليقتصر على الأول، وإنما يستحب الجمع بينهما إذا كان منفرداً أو إمامَ محصورين يرضون بالتطويل
Artinya: Ulama madzhab Syafi'i menyatakan bahwa sunnah mengumpulkan antara qunut yang biasa dengan qunut Umar. Kalau dikumpulkan, maka sebaiknya qunut Umar diakhirkan. Ada pendapat sunnah mendahulukannya. Apabila memilih salah satu, maka hendaknya memilih qunut yang biasa. Sunnahnya mengumpulkan keduanya apabila shalat sendiri atau berjemaah dengan makmum yang rela doa panjang.
Imam Nawawi juga berpendapat bahwa doa qunut tidak harus berupa bacaan yang berasal dari Nabi atau dari Umar. Bacaan qunut bisa saja berupa doa apa apa saja, termasuk berupa satu ayat atau dua ayat Quran apabila mengandung doa.
Lihat: Membaca Doa Tambahan Saat Qunut.
QUNUT NAZILAH
Qunut nazilah adalah qunut yang dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang besar, seperti musibah epidemik, bencana alam, kekeringan, kelaparan, peperangan baik perang saudara antar sesama muslim atau perang antara muslim-nonmuslim.
DALIL SUNNAHNYA QUNUT NAZILAH
- Hadits riwayat Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas Nabi bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الْصُّبْحِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ اْلأَخِرَةِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِيْ سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
Artinya: Rasulullah pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus pada shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami’Allahu liman hamidah di raka’at yang akhir, beliau mendo’akan kebinasaan atas kabilah Ri’lin,Dzakwan dan ‘Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim, dan para makmum mengucapkan amin.
- Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas
عَنْ أنَسٍ قَالَ: قَنَتَ رَسُوْلُ اللَّهِ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
Artinya: Rasulullah pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari ruku’, yakni mendo’a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah Arab, kemudian beliau meninggalkannya (tidak melakukannya lagi)
QUNUT NAZILAH SUNNAH DI SETIAP SHALAT FARDHU 5 WAKTU
Dari dua hadits di atas maka jelaslah bahwa qunut nazilah boleh dan sunnah dilakukan di setiap shalat fardhu kalau memang pada saat itu dianggap perlu melakukan qunut nazilah karena adanya musibah atau bencana yang menimpa umat Islam.
Adapun waktu pelaksanaannya adalah sama dengan qunut rawatib yakni dilaksanakan pada rakaat terakhir setelah bangun dari rukuk.
QUNUT NAZILAH PADA HARI JUMAT
Berdasarkan pada hadits di atas, maka menurut para ulama mazhab Syafi'i qunut nazilah juga sunnah dilaksanakan pada shalat Jum'at. Karena, kalau Nabi pernah melakukan qunut nazilah setiap shalat fardhu sebulan penuh maka itu artinya shalat Jum'at termasuk di dalamnya.
Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm, bab "Qunut Al-Jumah", hlm. 1/236 menyatakan :
حكى عدد صلاة النبي صلى الله عليه وسلم الجمعة فما علمت أحدا منهم حكى أنه قنت فيها إلا أن تكون دخلت في جملة قنوته في الصلوات كلهن حين قنت على قتلة أهل بئر معونة، ولا قنوت في شيء من الصلوات إلا الصبح إلا أن تنزل نازلة فيقنت في الصلوات كلهن إن شاء الإمام
Artinya: Sejumlah perawi hadits meriwayatkan shalat Jumat-nya Nabi. Tidak ada satupun dari mereka yang meriwayatkan bahwa Nabi melakukan qunut pada shalat Jum'at kecuali apabila Nabi melakukan qunut nazilah pada semua shalat fardhu ketika beliau qunut atas terbunuhnya penduduk Bir Maunah. Dan tidak disunnahkan qunut (rawatib) pada shalat fardhu selain Subuh kecuali saat turunnya bencana (nazilah) maka boleh melakukan qunut pada seluruh shalat wajib apabila imam berkehendak.
Imam Romli dalam Nihayatul Muhtaj, hlm. 1/508 menyatakan:
( ويشرع ) أي يستحب ( القنوت ) مع ما مر أيضا ( في سائر المكتوبات ) أي باقيها من الخمس في اعتدال الركعة الأخيرة ( للنازلة ) إذا نزلت بأن نزلت بالمسلمين ولو واحدا على ما بحثه جمع ، لكن اشترط فيه الإسنوي تعدي نفعه كأسر العالم والشجاع وهو ظاهر
Artinya: Disunnahkan qunut pada lima shalat fardhu yang lain pada saat i'tidal (bangun) dari rakaat akhir untuk qunut nazilah apabila terjadi musibah / bencaa pada umat Islam, walaupun satu orang, berdasarkan pendapat segolongan ulama. Namun Imam Asnawi mensyaratkan manfaatnya melebihi satu orang seperti ditahannya orang alim atau pemberani.
QUNUT NAZILAH HARI JUMAT MENURUT MAZHAB EMPAT
Walaupun ulama mazhab empat sepakat bahwa qunut nazilah hukumnya sunnah apabila dalam keadaan bencana atau musibah, namun mereka berbeda pendapat tentang apakah qunut nazilah sunnah dilakukan pada seluruh shalat fardhu dan hari Jum'at dengan rincian sbb:
1. Madzhab Syafi'i menganggap qunut nazilah adalah sunnah dilakukan di seluruh shalat fardhu termasuk shalat Jum'at sebagaimana pernyataan Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm 1/236 di atas.
2. Mazhab Maliki berpendapat bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan pada shalat Subuh saja.
3. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa qunut nazilah sunnah dilakukan di seluruh shalat fardhu kecuali shalat Jum'at.
4. Mazhab Hanafi menyatakan bahwa qunut nazilah hanya sunnah dilakukan pada saat shalat subuh saja, tidak pada shalat yang lain.
CATATAN:
Kalau ada pendapat dari ustadz Indonesia yang menyatakan bahwa qunut nazilah hari Jum'at adalah bid'ah atau tidak sunnah, maka bisa dipastikan dia mengikuti pendapat mazhab Hanbali. Mazhab yang biasa diikuti oleh kalangan Salafi Wahabi.
Begitu juga pendapat yang menyatakan bahwa qunut subuh terus menerus (ratib) tidak dibolehkan adalah pendapat mazhab Hanbali yang juga diikuti oleh pengikut Wahabi Salafi.
Wallohu a’lam bis-showab.
Masyallah
BalasHapus