Translate

Rabu, 01 April 2015

Legenda Telaga Sarangan dan Riwayat Tombak Kyai Upas

Telaga Sarangan 

Telaga Pasir atau yang lebih dikenal Telaga Sarangan adalah salah satu obyek wisata air di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga seluas 30 hektar dengan kedalaman 30 meter ini tepatnya berada di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan atau sekitar 18 kilometer arah barat Kota Magetan. Menurut cerita, awalnya telaga ini berupa ladang milik seorang petani bernama Kyai Pasir. Suatu ketika, terjadi sebuah peristiwa yang menimpa Kyai Pasir dan istrinya yang mengakibatkan ladang mereka berubah menjadi telaga. Peristiwa apakah itu? Temukan jawabannya dalam cerita Legenda Telaga Pasir berikut ini!‎

Di suatu tempat di kaki Gunung Lawu, Magetan, hiduplah sepasang suami istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Mereka tinggal di sebuah gubuk di tepi hutan. Meskipun hanya terbuat dari kayu dan beratapkan dedaunan, gubuk mungil itu sudah cukup aman bagi Kyai Pasir dan istri tercintanya dari gangguan binatang liar. Dinding gubuk itu terdiri dari susunan kulit kayu yang diikatkan pada tiang kayu dengan menggunakan rotan. Di antara dinding-dinding kayu itu diberi sedikit celah sebagai ventilasi sehingga udara segar dapat keluar dan masuk ke dalam gubuk.

Pekerjaan sehari-hari Kyai Pasir adalah petani ladang. Dari hasil ladang itulah ia dan istrinya dapat bertahan hidup, walaupun hanya pas-pasan. Ladang milik Kyai Pasir terletak di tepi hutan, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Suatu hari, lelaki tua yang sudah mulai renta itu berangkat ke ladang dengan membawa kapak. Ia bermaksud membabat hutan untuk membuat ladang baru di dekat ladang miliknya. Ketika hendak menebang salah satu pohon besar, tiba-tiba Kyai Pasir melihat sebutir telur besar berwarna putih tergeletak di bawah pohon itu.

“Hai, telur binatang apa itu?” gumamnya dengan heran.

Kyai Pasir amat penasaran terhadap telur besar itu. Ia pun mengambil telur itu seraya mengamatinya dengan seksama.

“Ah, tidak mungkin ini telur ayam. Mana ada ayam berkeliaran di tempat ini?” Kyai Pasir kembali bergumam, “Lagi pula, telur ini lebih besar dari telur ayam.”

Kyai Pasir tidak mau pusing memikirkan itu telur binatang apa. Baginya, telur itu adalah lauk yang enak jika dimasak. Oleh karena itu, ia hendak membawa pulang telur itu untuk lauk makan siang bersama istrinya di rumah. Ketika hari menjelang siang, ia pun membawa pulang sambil telur itu dan menyerahkannya kepada istrinya.

“Bu, tolong masak telur itu untuk makan siang kita!” ujar Kyai Pasir.

“Wah, besar sekali telur ini. Baru kali ini aku melihat telur sebesar ini,” ujar Nyai Pasir dengan heran saat menerima telur itu, “Dari mana telur ini, Pak?”

Kyai Pasir pun menceritakan bagaimana ia menemukan telur itu. Setelah itu, ia kembali meminta istrinya agar segera memasak telur itu karena sudah kelaparan. Ia juga sudah tidak sabar ingin segera menyantap telur itu. Namun, sang istri masih saja terus bertanya kepadanya mengenai telur itu.

“Ini telur binatang apa, Pak?” tanya Nyai Pasir.

“Sudahlah, Bu. Tidak usah banyak tanya!” ujar Kyai Pasir mulai kesal. “Cepatlah kamu masak telur itu, perutku sudah keroncongan!”

Nyai Pasir pun cepat-cepat membawa telur itu ke dapur untuk dimasak. Sambil menunggu telur matang, Kyai Pasir merebahkan tubuh sejenak karena kecapaian. Tak berapa lama kemudian, istrinya pun selesai memasak.

“Pak, hidangan makan siang sudah siap. Mari, makan dulu!” ajak Nyai Pasir.

Kyai Pasir pun beranjak dari tidurnya. Ia bersama istrinya segera menyantap telur itu dengan lahap. Telur rebus tersebut mereka bagi dua sama rata. Usai makan siang, Kyai Pasir kembali ke hutan untuk melanjutkan pekerjaannya. Di tengah perjalanan, ia masih merasakan nikmatnya telur rebus tadi. Namun, ketika ia sampai di ladang, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sakit, panas, dan kaku. Matanya pun mulai berkunang-kunang dan sekujur tubuhnya dibasahi keringat dingin. Ia pun merintih kesakitan.

“Aduh, kenapa tiba-tiba seluruh tubuhku sakit begini,” ratap Kyai Pasir.

Semakin lama, rasa sakit di tubuhnya semakin menjadi-jadi. Kyai Pasir pun tidak mampu menahan rasa sakit itu sehingga rebah ke tanah dan berguling-guling ke sana kemari. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba seluruh tubuhnya berubah menjadi seekor ular naga yang besar. Sungutnya amat tajam dan keras. Wujudnya pun amat mengerikan. Kyai Pasir yang telah menjelma menjadi seekor naga jantan itu terus berguling-guling tanpa henti.

Pada saat yang bersamaan, Nyai Pasir yang berada di rumah juga mengalami nasib yang sama. Rupanya, telur yang telah mereka tadi adalah telur naga. Nyai Pasir yang merasa sekujur tubuhnya terasa sakit segera berlari ke ladang untuk meminta tolong kepada Kyai Pasir. Alangkah terkejutnya ia saat tiba di ladang. Ia mendapati suaminya telah berubah menjadi naga yang menakutkan. Ia pun hendak melarikan karena ketakutan. Namun karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, istri Kyai Pasir itu pun rebah dan berguling-guling di tanah. Tak lama kemudian, seluruh tubuhnya ditumbuhi sisik hingga akhirnya berubah menjadi seekor naga betina.

Kedua naga itu berguling-guling sehingga tanah di sekitarnya berserakan dan membentuk cekungan seperti habis digali. Lama-kelamaan, cekungan tanah itu semakin luas dan dalam. Setelah itu, muncullah semburan air yang amat deras dari dasar cekungan tanah itu. Semakin lama semburan air itu semakin deras sehingga cekungan itu dipenuhi air dan berubah menjadi telaga.

Oleh masyarakat setempat, telaga itu dinamakan Telaga Pasir yaitu diambil dari nama Kyai dan Nyai Pasir. Namun, karena lokasinya berada di Kelurahan Sarangan sehingga telaga ini biasa juga disebut Telaga Sarangan.‎

Demikian cerita Legenda Telaga Pasir dari daerah Jawa Timur. Hingga saat ini, legenda ini masih digemari oleh masyarakat Jawa Timur, khususnya masyarakat Magetan. Kini, Telaga Pasir atau Sarangan ini menjadi salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Magetan.‎


Telaga Ngebel dan tercipta nya Tombak Kyai Upas

Dahulu kala waktu Ki Ageng Mangir merantau ke Jawa Timur sampai di Daerah Kabupaten Ngrowo yang akhirnya menjadi Tulungagung sedang Istrinya bernama Roro Kijang yang ikut serta merantau, pada hari waktu Roro Kijang hendak makan sirih (nginang), dicarinya pisau untuk membelah pinang namun tak dapat menemukan, akhirnya minta pisau kepada Suaminya. oleh Suaminya diberi Pisau Pusaka Kyai Seking dengan berpesan kepada Istrinya :

– Agar lekas dikembalikan

– Jangan sekali pisau itu ditaruh dipangkuannya.

Pisau Pusaka Seking diterima dan terus dipergunakan untuk membelah pinang, sambil makan sirih ia duduk – duduk, dengan enak ia menikrnati rasa daun sirih dan Pinangnya.

Kemudian lupa pesan Suaminya dan pisau pusaka itu ditaruh diatas pangkuannya, tetapi apa yang teijadi ia amat terkejut dan heran karena pisau diatas pangkuannya seketika itu hilang musnah dicari kesana kemari tidak ada.

Dengan ratap dan tangis Dewi Roro Kijang menceritakan apa yang terjadi dan yang telah dialami kepada Ki Ageng Mangir. Suaminya menerima kejadian itu dengan sabar hati, karena hal itu sudah menjadi kehendak Tuhan dan untuk menebus kesalahannya ini Roro Kijang harus bertapa di tengah – tengah Rawa.

Roro Kijang menerima segala kesalahan yang dilimpahkan kepadanya dan dengan rasa sedih hati ia melaksanakan perintah Suaminya bertapa di tengah Rawa sedang Ki Ageng Mangir lalu kembali bertapa di kaki Gunung Wilis sebelah barat.

Diceritakan bahwa Roro Kijang perutnya makin hari semakin bertambah besar seperti orang bunting, tepatnya waktu itu ia melahirkan tetapi apa yang teijadi, ia tidak melahirkan seorang anak manusia melainkan seekor Ulangan.  sekalipun ular tetapi tidak sembarang ular ia ular yang Ajalb kulitnya bercahaya berkilauan seperti emas kepalanya seperti Mahkota.

Roro Kijang terkejut dan sangat takut serta merasa malu untung tak ada yang mengetahuinya. Roro Kijang lalu mengambil sebuah Kelenting yang dibawanya lalu dipasang pada leher si Ular kemudian di tutup dengan tempayan setelah itu Roro Kijang pindah bertapa dilain tempat.

Bayi Ular semakin lama semain besar sehingga tempayan tempat ia terkurung makin lama makin sesak lama kelamaan tempayannya pecah dan ular dapat keluar.

Diluar ular makin lama bertambah semakin besar dan kuat kulitnya kena sinar Matahari semakin terang dan bercahaya gemerlapan.

Ia menjalar kesana kemari sambil menggerak – gerakan kepalanya sehingga kelenting dilehemya berbunyi : kelinting – kelinting, karena ia nerasa hidup sendirian maka timbulah pertanyaan dalam hatinya, siapakah yang melahirkan dirinya dan siapakah kedua Orang tuanya. Akhirnya  timbulah niat untuk mencari kedua Orang tuanya dan dilihatnya dari jauh ada seorang sedang bertapa. Yang akhimya orang pertapa tadi adalah ibunya yaitu Roro Kijang, yang selanjutnya memberi nama kepada anaknya dengan nama Baru Klinting.

Atas pesan dan saran Ibunya yaitu Roro Kijang. Baru Klinting disuruh nenyusul / mencari orang tuanya yang sedang bertapa digunung Wilis, Baru klinting lalu berjalan menuju ke gunung Wilis karena yang dituju jauh dan sudah payah lalu berhenti. 

Bekas tempat istirahat akhimya menjadi desa yang bernama Desa Baru Klinting masuk Kabupaten Tulungagung. Ki Ageng Mangir setelah bertapa di Gunung Wilis ia berubah nama menjadi Ki Ajar Solokantoro, ketika ia sedang bertapa datanglah Baru Klinting dihadapannya.

Sebagai seorang pertapa yang telah tinggi Ilmunya, ia telah dapat mengetahui apa yang telah terjadi, terutama rentetan dengan peristiwa hilangnya pisau pusaka Seking.‎

Kedatangan Baru Klinting mengutarakan maksudnya sesuai petunjuk ibunya Roro Kijang bahwa yang pertapa di sini adalah Ayahnya dan Ki Ajar Solokantoro mau mengaku sebagai ayahnya, tetapi sebelumnya harus menurut perintahnya dahulu yaitu : Lingkarilah Gunung Wilis ini kalau dari ujung ekor sampai kepalamu cukup panjang untuk melingkari Gunung Wilis ini maka akan diterima sebagai anaknya.

Dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa maka Baru Klinting dapat melingkari kaki Gunung, ekor didepan sang pertapa dan kepala sampai menyentuh ekor tetapi tinggal sejengkal  saja untuk mencapai Ekomya maka dengan segera Baru Klinting mengeluarkan lidahnya dengan sepanjang-pan- jangnya sampai ke Ujung ekor, setelah lidah Baru Klinting dijulurkan sampai ke ekor maka pertapa lalu mencabut pusaka lidah Baru Klinting lalu di potong seketika itu juga putuslah lidah Baru Klinting yang sebelah dan lidah yang sebelah masih menyambung ekor sedang baru kliting sendiri kesakitan. 

Dengan menahan sakit maka marahlah Baru Klinting ditariknya ekor dan mengagah mulutnya akan menelan sang Ayah, tetapi setelah diberi pengertian bahwa apabila ingin menjadi manusia agar jangan mempunyai lidah bercabang dua jadi harus dipotong yang satunya, atas saran sang Ayah maka ditelanlah potongan lidah yang satu tetapi harus dikeluarkan lagi dan jangan dikeluarkan melalui mulut.

Lidah dikeluarkan melalui telinga tetapi keluarlah sebuah pusaka yang disebut Tombak berdapur Baru yang kelak sangat bermanfaat untuk Baru Klinting.

Atas petunjuk Sang Ayah maka Baru Klinting meneruskan bertapa sampai berpuluh tahun didalam hutan. Lama-kelamaan badannya tertimbun oleh daun daun dan tanah sehingga sebagian badan yang tidak terpendam kelihatan seperti batang kayu, bagian kepala saja yang dapat kelihatan terang muncul disuatu desa yang dinamakan desa “Sirah Naga” termasuk Kecamatan Millir Kabupaten Madiun.

Pada suatu hari didesa Ngebel dilereng Gunung Wilis akan mengadakan Bersih desa pelaksanaannya dipusatkan dirumah Kepala Desa segala biaya dipikul oleh Rakyat dalam desa untuk menghemat biaya semua warga desa laki-laki supaya masuk hutan mencari binatang buruan baik Kijang, Rusa ataupun yang lainnya untuk lauk pauk dalam pesta Rakyat nanti.

Pada pagi harinya orang desa yang laki-laki berduyun-duyun masuk hutan  mereka membawa parang, kapak sabit dan, keranjang dan tali,  mungkin nasib sedang sial untuk mereka hampir seharian tak seekorpun dapat buruannya, semua lelah dan payah, oleh Pimpinannya diperintahkan untuk  berhenti di tempat masing-masing sambil menunggu kalau ada binatang yang terlihat.

Diantara sekian banyak ada seorang yang sambil duduk mengayunkan kapaknya ke batang kayu, anehnya kayu itu mengeluarkan darah, ia amat terkejut sambil berteriak. Karena batang kayu itu keluarkan darah maka yang lainpun mencoba mengiris batang kayu tapi . keluar darahnya.

Semua riang gembira barang yang disangka kayu itu dipotong-potong sepanjang badannya. Mereka beramai-ramai membawa pulang hasil buruan dan dimasak bersama-sama dirumah Kepala Desa. 

Sehari semalam di pendopo Kepala Desa diadakan keramaian, semua Rakyat didesa laki-laki maupun perempuan, tua muda datang melihatnya Orang tua didalam Rumah dan anak anak di halaman rumah. Sewaktu anak-anak sedang bermain di luar halaman rumah, datanglah seorang anak compang-camping Pakaiannya dan banyak luka di badannya, dimana anak itu datang mendekati anak-anak dan anak anak itu datang menjauh. Mereka merasa muak melihat anak itu datang. merasa dihina oleh kawan sebayanya, maka ia lalu pergi ke Dapur minta nasi, semua orang benci melihatnya dan tak ada seorangpun mau memberi nasi. 

Kemudian datang seorang nenek tua yang memberi nasi sebungkus penuh dengan pindang daging sate. nasi diterima terus saja dimakan sebentar saja habis. Perutnya pun kenyang dan badannya menjadi kuat, aneh bin Ajaib semua luka-luka di badannya hilang sama sekali dan bentuk badannya menjadi baik seperti anak anak di desa itu.

Ia mendekati nenek tua itu yang telah memberi nasi tadi dan berpesan pada nenek tadi apabila ada apa-apa agar nenek tadi membawa entong (sendok nasi) dan lekas saja naik lesung, anak itu lalu meninggalkan nenek  dan berkumpul dengan anak-anak desa itu.

Dengan membawa sebuah lidi sapu ia masuk kelingkaran tempat anak- anak bermain seraya menantang kepada anak-anak desa itu, bahwa siapa yang bisa mencabut lidi yang baru ditancapkan ditanah akan diberi hadiah sebungkus nasi penuh dengan daging. 

Semua anak datang mencobanya tetapi tak berhasil malahan orang tuapun datang ingin mencobanya men­cabut lidi tetapi juga tidak adayang berhasil. Dengan berpesan kepada orang desa itu bahwa orang kikir itu tidak baik dan tidak mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan jangan berlagak sombong dan suka menghina orang lain. 

Akhirnya anak kecil itu dengan perlahan-lahan mencabut lidi sapu yang tertancap di tadi dengan mudahnya seolah-olah timbul sebuah mata air yang besar dan menggenangi halaman dan pekarangan kepala desa.

Oleh karena derasnya air maka anak-anak dan Orang tua jatuh tenggelam semua orang mati dan segala Bangunan roboh terapung- apung sebentar saja desa itu tenggelam dan menjadi Danau yang selanjutnya dinamakan ” danau Ngebel “.

Hanya dua Orang yang selamat yaitu nenek tua dan anak kecil tadi dimana setelah mengetahui ada air datang ia langsung naik lesung sebagai perahunya dan Entong sebagai alat pendayung. 

Nenek tua bersama anak kecil tadi menjalankan perahunya ketepi danau lalu mendarat. Tempat mendarat ini ditepi pasar Ngebel nenek tua tadi tinggal dan menetap disitu sampai ajalnya dan dimakamkan ditengah-tengah Pasar Ngebel. Akhirnya nenek tua itu disebut “Nyai Latung” dan telaga tadi disebut dengan sebutan ” Telaga Ngebel

Diceritakan bahwa Baru Klinthing yang sedang bertapa dalam hutan karena perbuatan penduduk Ngebel maka badannya telah hancur tinggal bagian Kepalanya saja. Kepalanya menjadi batu terletak di Desa sebelah Barat dari Desa Ngebel. Tempat kepala ini akhirnya dinamakan Desa “Sirah Naga”. 

Dengan takdir Illahi Baru Klinting setelah hancur badannya menjelma menjadi seorang anak kecil dan disebut anak bajang dan si Bajang inilah yang membuat permainan lidi sapu tadi. Setelah si Bajang berpisah dengan nenek tua lalu ia mencari Orang tuanya ditinggalkannya Danau Ngebel, lalu pergi ke Gunung-gunung mencari tempat Orang tuanya bertapa. Setelah bertemu lalu menghadap Orang tuanya (Ayahnya) sambil menyampaikan bahwa perintah Ayahnya telah dilaksanakan dengan baik.

Sang Ayah akhimya mengakui bahwa ia anaknya dan diberi nama “Joko Baru” dan diberinya sebuah Pusaka Tombak bemama “Tombak Baru Kuping” Joko Baru dengan rasa hormat  bersujud dan menerima sebuah pusaka dari Ayahnya. Setelah menerima Pusaka Joko Baru diberi nasehat- nasehat dan disuruh pergi ke arah timur Gunung Wilis dan jangan berhenti kalau belum sampai ke sebuah Rawa yang luas dan Ayahnya berpesan bahwa disitulah tempat Tumpah darah Joko Baru. Setelah sampai ditempat itu agar nanti Joko Baru membangun tanah kelahirannya, sebab dengan pusaka ini nanti Joko Baru akan menjadi Orang Besar dan setelah itu dicarilah Ibunya dan tinggal lah bersamamu dengan baik.

Setelah cukup pesan Ayahnya Joko Baru bersujud dan mohon diri untuk melaksanakan perintah Ayahnya. Joko Baru terus pergi kearah timur Gunung Wilis setelah berjalan berhari-hari sampailah di tanah Ngrowo dan bertemu dengan ibunya serta diterima dengan senang hati.

Akhirnya pusaka Tombak Baru Kuping menjadi Pusaka Wasiat Kabupaten Bonorowo secara turun temurun hingga yang akhirnya  pindah ke utara menjadi Kabupaten Tulungagung.

Tombak pusaka tersebut hingga kini menjadi pusaka Kadipaten Tulungagung dengan Nama Kanjeng Kyai Upas

Telaga Wahyu ‎

Telaga wahyu adalah telaga yang teletak di Kabupaten Magetan Jawa Timur. Telaga Wahyu yang berjarak sekitar 16 km dari Kota Magetan. Tepatnya di Desa Ngerong, Kecamatan Plaosan. Jika berkendara dari arah Magetan menuju lereng Gunung Lawu. Telaga ini mempunyai luas sekitar 10 hektare dan kedalaman sekitar 23 meter. Telaga ini selain digunakan sebagai tempat rekreasi pemancingan. Suasana alam yang ada di Telaga Wahyu sangat terjaga keasriannya agar dapat memanjakan wisatawan yang berkunjung ke Telaga Wahyu.

Cerita datang dari salah satu pohon yang berada di selatan telaga wahyu, pohon besar serta berduri yang masyarakat sekitar menamai dengan pohon Randu. Pohon yang mungkin umurnya setara dengan umur telaga wahyu saat ini, konon setiap malam tertentu ada seorang nenek berpakaian hitam berambut panjang dan mempunyai peliharaan kucing yang amat banyak dan berwarna hitam semua. Pada waktu-waktu tertentu dan malam tertentu sering menampakan wujudnya kepada para pemancing ikan di Telaga Wahyu pada malam hari.

Telaga Wahyu sengaja ditebari berbagai macam ikan untuk disediakan bagi mereka yang gemar memancing, sehingga tempat ini merupakan tempat pemancingan dan sering pula dimanfaatkan untuk berkemah. Selain menjadi tempat pemancingan, telaga ini juga sangat nyaman dengan udara yang sejuk, pemandangan yang alami indahnya untuk dijadikan tempat rekreasi keluarga. Di dekat Telaga wahyu, wisatawan dapat menemukan sebuah mata air alami yang di namakan Sumber Tamtu,menurut legenda bahwa mata Air Tamtu ini memiliki kasiat untuk bisa awet muda.‎

1 komentar:

  1. http://taipanqqculinary.blogspot.com/2018/02/beragam-kreasi-menu-italia-hadir-di.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/5-obat-alami-untuk-rambut-rontok-yang.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/bukan-cari-rongsokan-pemulung-di-jambi.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus