Translate

Sabtu, 11 April 2015

Manaqib Imam Al Baihaqi

Imam Al Baihaqi adalah seorang ulama ‎ahli fiqh, ushul fiqh, hadist, dan salah seorang ulama besar mazhab Syafi’i. Beliaulah penulis kitab Sunan Al Baihaqi yang terkenal itu.

Nama Beliau

Imam Al-Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafizh Al-Muttaqin Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani Al-Baihaqi. Baihaq adalah sejumlah perkampungan di wilayah Naisabur. Beliau adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak kitab terkenal.

Kelahiran Beliau

Al-Baihaqi lahir di bulan Sya’ban tahun 384 H yang bertepatan dengan bulan September 994 Masehi1. Lahir di desa Khusraujirdi, termasuk daerah Baihaq, Naisabur.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Imam Al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Al-‘Abbasiyah. Beliau mengembara mencari ilmu ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam Al-Baihaqi dalam menuntut ilmu. Beliau mengatakan bahwa Imam Al-Baihaqi ketika berusia 15 tahun telah mendengar dari Abu Al-Hasan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin Asy-Syarqi dan beliau adalah guru yang paling dahulu bagi Imam Al-Baihaqi. Beliau luput dari menyimak secara langsung dari Abu Nu’aim Al-Isfarayini, sahabat Abu ‘Uwanah, dan meriwayatkan darinya secara ijazah mengenai jual beli. Beliau juga mendengar dari Imam Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh lalu memperbanyak riwayat darinya dan lulus darinya.‎

Guru Beliau

Beliau berguru kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Beliau harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan untuk bisa menghadiri majelis ilmu tersebut. Di antara guru-gurunya adalah sebagai berikut:

Imam Abul Hassan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi

Abu Abdillah Al-Hakim, pengarang kitab Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain

Abu Tahir Az-Ziyadi

Abu Abdur-Rahman Al-Sulami

Abu Bakr bin Furik

Abu Ali Al-Ruthabari

Hilal bin Muhammad Al-Hafar

Ibnu Busran

Al-Hasan bin Ahmad bin Farras

Ibnu Ya’qub Al-Ilyadi, dll.

Murid-Murid Beliau

Dalam kitab Siyar A’lamin Nubala(18/169), Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa di antara perawi yang meriwayatkan dari beliau adalah:

Syaikhul Islam Abu Ismail Al-Anshari dengan ijazah

Putranya sendiri: Ismail bin Ahmad bin Al-Husain

Cucu beliau: Abu Al-Hasan bin Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad

Abu Zakariya Yahya bin Mandah Al-Hafidz

Abu Ma’ali Muhammad bin Ismail Al-Farisi

Abdul Jabbar bin Abdul Wahhab Ad-Dahhan

Abdul Jabbar bin Muhammad Al-Khuwairi

Abdul Hamid bin Muhammad Al-Khuwairi

Abu Bakar Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Al-Bahiri, dll.

Pujian Ulama Kepada Beliau

Imam Al-Haramain mengatakan, “Tidak ada satu pengikut Asy-Syafi’i pun melainkan Asy-Syafi’i memiliki jasa kepadanya, kecuali Al-Baihaqi, karena dia berjasa kepada Asy-Syafi’i berkat karya-karyanya yang berisikan pembelaan terhadap mazhabnya dan pendapat-pendapatnya.”

At-Taj As-Subki mengatakan, “Imam Al-Baihaqi adalah salah satu imam kaum muslimin dan penyeru kepada tali Allah yang kukuh. Beliau adalah penghafal besar, ahli ushul yang tiada bandingnya, zuhud, wara’, taat kepada Allah, membela mazhab, baik ushul maupun furu’-nya, salah satu bukit ilmu.”

Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisaburi dalam bukunya “Dzail Tarikh Naisaburi” memuji imam Al-Baihaqi setinggi langit dengan mengatakan, “Abu Bakr Al-Baihaqi Al-Faqih Al-Hafizh Al-Ushuli Ad-Din Al-Wari’, orang nomor satu pada zamannya dalam hal hafalan, orang yang tiada bandingannya di antara para sejawatnya dalam hal kesempurnaan dan ketelitian, salah satu pemuka murid Al-Hakim, dan dia mengunggulinya dengan berbagai macam ilmu. Beliau menulis hadis, menghafalkannya semenjak kecil, mendalaminya, serta menguasainya. 

Beliau mengambil ilmu ushul dan melakukan perjalanan menuntu ilmu ke Irak, daerah berbukit dan Hijaz, kemudian menulis karya ilmiah. Karyanya hampir mencapai seribu juz, yang belum pernah didahului oleh seorang pun sebelumnya. Beliau menghimpun ilmu hadis dan fikih, menjelaskan tentang ‘illat hadis dan meninjau tentang perbedaan-perbedaan hadis-hadis. Para ulama meminta beliau untuk berpindah dari daerah An-Nahiyah ke Naisabur untuk mendengar kitab-kitabnya. Beliau pun datang padatahun 314 H, lalu mereka bermajelis untuk mendengarkan kitab Al-Ma’rifah dan para ulama menghadirinya. Dia mengikuti jalan ulama, merasa puasdengan yang sedikit.”‎

Imam Adz-Dzahabi pun memuji beliau dengan mengatakan, “Seandainya Al-Baihaqi mau membuat madzhab untuk dirinya di mana dia berijtihad, niscaya dia mampu melakukannya karena keluasan ilmu dan pengetahuannya tentang perselisihan ulama. Karena itu, kalian melihatnya membela permasalahan-permasalahan yang didukung oleh hadis sahih.”

Akhlak Beliau

Ibnu ‘Asakir berkata, Syekh Abu Al-Hasan Al-Farisi berkata, “Al-Baihaqi berjalan di jalan para ulama, qana’ah terhadap yang sedikit, dihiasi dengan zuhud dan wara’,serta tetap seperti demikian sampai meninggal.”‎

Ibnu Katsir berbicara tentang akhlak beliau, “Al-Baihaqi adalah orang yang zuhud dan menerima sesuatu yang sederhana, banyak beribadah dan wara’.”

Karya Beliau

Sejumlah kitab penting telah ditulisnya dan mempunyai nilai tinggi di sisi para ulama-ulama setelahnya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa karyanya mencapai seribu jilid9. Kitab-kitab karangan beliau pun mempunyai keistimewaan dibandingkan yang lainnya, karena diurutkan dengan urutan yang begitu teliti dan cermat dan tidak ada yang seperti beliau. Karena itu tidak ada yang seperti beliau sebelumnya‎ 

Di antara karya beliau:

Kitab As-Sunan Al-Kubra dalam 10 jilid

Kitab Syu’ab Al-Iman dalam 2 jilid

Kitab Dala’il An-Nubuwwah dalam 4 jilid

Kitab Al-Asma wa Ash-Shifat dalam 2 jilid

Kitab Ahkam Al-Qur’an dalam 2 jilid

Kitab Takhrij Ahadits Al-Umm

Kitab Al-Ma’rifat fi As-Sunan wa Al-Atsar dalam 4 jilid

Kitab Al-Mu’taqad dalam 1 jilid

Kitab Al-Ba’tswa An-Nusyur dalam 1 jilid

Kitab At-Targhib wa At-Tarhib dalam 1 jilid

Kitab Nushus Asy-Syafi’i dalam 2 jilid

Kitab As-Sunan Ash-Shaghir dalam 1 jilid besar

Kitab Al-Madkhal ila As-Sunan dalam 1 jilid

Kitab Fadhail Al-Auqat dalam 2 jilid

Kitab Manaqib Asy-Syafi’i dalam 1 jilid dan masih banyak lagi yang lainnya.

Meninggalnya Beliau

Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10 Jumadil Ula 458 H (9 April 1066 M). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya yaitu Baihaq dan dimakamkan di sana. Beliau hidup selama 74 tahun.‎

Pandangan Imam Baihaqi tentang As-Sunah‎

Berkata Al-Baihaqi setelah membahas masalah ini : Seandainya tidak ada ketetapan berhujjah dengan As-Sunnah, tentulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam khutbahnya, setelah mengajarkan perkara agama kepada mereka yang menyaksikannya, tidak akan mengatakan.

"Artinya : Ketahuilah hendaknya yang hadir di antara kalian untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir, berapa banyak orang yang menerima berita lebih paham dari pada orang yang mendengar".

Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits yang berbunyi.

"Artinya : Semoga Allah membahagiakan seseorang yang mendengarkan sebuah hadits dari kami, kemudian ia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang ia dengar, dan berapa banyak orang-orang yang menerima kabar lebih paham dari pada orang yang mendengar".

Hadits ini adalah hadits mutawatir sebagaimana yang akan saya terangkan, insya Allah.

Berkata Imam Syafi'i : "Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan ummatnya untuk memperhatikan sabdanya, menghafalkan dan menyampaikannya, hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan memerintahkan untuk menyampaikan sabdanya kecuali bahwa sabda beliau itu sendiri berkedudukan sebagai hujjah bagi yang telah sampai kepadanya sabda beliau itu, karena itu, apa yang dinyatakan dari beliau halal maka boleh dilakukan, dan yang haram harus ditinggalkan, yang berupa hukuman (sanksi) maka harus di tegakkan, yang berhubungan dengan harta antara diambil atau diberi, dan yang berupa nasehat adalah untuk kebaikan untuk duniawi dan ukhrawi".

Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits dari Abu Rafi', ia berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sungguh akan aku dapatkan seseorang diantara kalian yang tengah bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya suatu perkara dariku yang aku perintahkan kepadanya atau aku larang baginya, lalu ia berkata : "Saya tidak tahu, apa yang kami temukan di dalam Kitabullah maka kami mengikutinya". [Hadits Riwayat Abu Daud dan Al-Hakim]

Dan dari hadits Al-Miqdam bin Ma'di Karib, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan beberapa hal pada hari (peperangan) Khaibar, antara lain : (memakan) daging keledai dan lain-lainnya, kemudian beliau bersabda.

"Artinya : Hampir seorang laki-laki duduk di atas dipannya tatkala disampaikan ucapanku (haditsku), lalu ia berkata : 'Antara aku dan kalian terdapat Kitabullah, apa yang kami dapati didalamnya (Al-Qur'an) halal maka kami akan menghalalkannya dan apa yang kami dapati didalamnya haram maka kami akan mengharamkannya'. Ketahuilah bahwa apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sama dengan apa yang diharamkan Allah".

Al-Baihaqi mengatakan : " Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi pada masa setelah beliau berupa penolakan ahli bid'ah (mubtadi') terhadap haditsnya. Ternyata keautentikan berita ini terbukti setelah beliau tiada".

Kemudian Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syubaib bin Abi Fadalah Al-Makki bahwa Imran bin Hushain Radhiyallahu 'anhu menyebutkan tentang syafaat, lalu seorang laki-laki di antara kaumnya berkata kepadanya : "Wahai Abu Najid, sesungguhnya engkau menyebutkan kepada kami beberapa hadits yang mana hadits-hadits itu tidak memiliki dasar di dalam Al-Qur'an". Maka Imran marah dan ia berkata kepada orang itu :

"Apakah engkau telah membaca Al-Qur'an ?". Laki-laki itu menjawab : "Ya", Imran berkata : "Apakah di dalam Al-Qur'an engkau dapatkan (dasar) bahwa shalat Isya adalah empat raka'at, apakah engkau mendapatkan di dalamnya bahwa shalat Maghrib tiga raka'at, shalat Shubuh dua raka'at, shalat Zhuhur empat raka'at dan shalat Ashar empat raka'at ?" Laki-laki itu menjawab : "Tidak", Imran berkata : "Lalu dari siapa engkau mengambil (dalil) itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?.! Apakah kamu dapatkan di dalamnya (Al-Qur'an) bahwa (zakat) setiap empat puluh ekor domba adalah satu domba, dan (zakat) setiap sekian onta adalah sekian ekor, dan (zakat) sekian dirham adalah sekian ?" Laki-laki itu menjawab : "Tidak", Imran berkata lagi : "Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?!. Imran berkata lagi : " Di dalam Al-Qur'an engkau mendapatkan ayat yang berbunyi.

"Artinya : Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah) ". [Al-Hajj : 29].

Apakah di dalamnya engkau mendapatkan keterangan bahwa hendaknya kalian melakukan thawaf tujuh kali lalu melaksanakan shalat dua raka'at di belakang maqam Ibrahim ?! Apakah di dalamnya (Al-Qur'an) engkau menemukan keterangan tentang tidak bolehnya jalab, junub dan nikah syighar dalam Islam ?! Tidaklah engkau mendengar bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam kitab-Nya.

"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" [Al-Hasyr : 7]

Imran berkata lagi : "Sesungguhnya kami telah mengambil dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak hal yang kalian tidak mengetahui tentang semua itu".

Kemudian Al-Baihaqi berkata : "Hadits yang menyatakan bahwa suatu hadits harus dicocokkan terhadap Al-Qur'an adalah bathil dan tidak benar bahkan batal dengan sendirinya karena di dalam Al-Qur'an tidak ada dalil yang menunjukkan suatu hadits harus dihadapkan pada Al-Qur'an".

Sampai disini pembahasan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya yang berjudul Al-Madkhal Ash-Shagir, suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang bukti-bukti kenabian. Ia juga telah menyebutkan masalah ini dalam kitab yang berjudul Al-Madkhal Al-Kabir, yaitu suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang Sunnah-Sunnah Rasul, dalam kitab kedua ini Imam Al-Baihaqi menyebutkan hal ini lebih gamblang dari pada kitab yang pertama, di antaranya menyebutkan tentang bab mengenal Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan kewajiban mengikuti Sunnah-Sunnah itu dengan menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah". [Ali-Imran : 164].

Berkata Imam Syafi'i : "Aku mendengar dari para Ahli Ilmu Al-Qur'an bahwa maksud dari kata Al-Hikmah dalam ayat ini adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. ‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar