Hadits adalah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Hadis menjadi sumber hukum yang dedua setelah al-quran. Hadis diterima oleh sahabat dari nabi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sahabat atau orang yang meriwayatkan hadis disebut juga rawi. Oleh karena itu kita harus mengetahui kehidupan par perawinya dengan baik dengan mengetahui kehidupan para perawinya kita akan mengetahui hadis itu shahih atau tidak.
Ilmu yang membahas tentang perawi hadis ini mulai dari kekurangan hingga kelebihannya apakah hadis itu sahih atau tidak, disebut juga ilmu rijalul hadis. Pada pembahassan kali ini penulis akan mencoba membahas perawi tentang An-Nasa’i. Bagaimana silsilahnya, penyebaran intelektualnya, guru dan muridnya.
Nama lengkap dan Silsilah
Nama lengkapnya abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Kurasani An-Nasa’i.
Nama imam An-Nasa’i dinisbatkan pada sebuah daerah bernama Nasa’ di wilayah kurasan yang disebut juga Nasawi.
Kelahiran An-Nasa’i menurut Adz-Dzahabi, “imam An-Nasa’i lahir di daerah Nasa’i pada tahun 215 hijriah.
Ciri-ciri An-Nasa’i raut wajahnya oval dan kulitnya berwarna sao matang. Menurut Adz-Dzahabi An-Nasa’i bermuka tampan biarpun sudah memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin, mempunyai empat isteri dan senang makan daging ayam. Dia adalah seorang syek yang berwibawa, bermuka cerah, ringan tangan dan berbudi luhur .
Penyebaran Intelektualnya
Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa’. Beliau berhasil menghafal al-Qur’an di Madrasah yang ada di desa kelahirannya. Beliau juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya. Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.
Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah melakukan mengembara ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh dikalangan para Imam Hadis. Semua imam hadis, yang biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadis, termasuk Imam al-Nasa’i.
Kemampuan intelektual Imam al-Nasa’i menjadi kian matang dan berisi dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Sifat-sifat Imam an-Nasa’i
An-Nasa`i merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih dan segar, wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan tenang, berpenampilan yang sangat menarik.
Kondisi itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah yang halal dan banyak makan ayam.
Aktifitas Imam an-Nasa’i dalam menimba ilmu
Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena Imam an-Nasa`i mengadakan perjalanan ke Qutaibah bin Sa’id pada tahun 230 hijriah, pada saat itu Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negerinya Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.
Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.
Beliau telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`ipun telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang digambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang dha’if.
Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan untuk memberikan nasehat dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).
Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata; ‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’
Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat melihatnya.
Para ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i” sebagai kitab kelima dari Kutubussittah setelahShahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.
Rihlah Imam an-Nasa’i
Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i berkeliling ke negeri-negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-Nasa`i dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan syaikh.
Di antara negeri yang Imam an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut; Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri islam dengan kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.
Guru-guru Imam an-Nasa’i
Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, Imam an-Nasa`i mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Di antara guru-guru Imam an-Nasa`i, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai berikut;
- Qutaibah bin Sa’id
- Ishaq bin Ibrahim
- Hisyam bin ‘Ammar
- Suwaid bin Nashr
- Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi
- Abu Thahir bin as Sarh
- Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri
- Ishaq bin Rahawaih
- Al Harits bin Miskin
- Ali bin Kasyram
- Imam Abu Dawud
- Imam Abu Isa at Tirmidzi, dan yang lainnya.
Murid-murid Imam an-Nasa`i
Murid-murid yang mendengarkan majlis Imam an-Nasa`i dan pelajaran hadits Imam an-Nasa`i adalah;
- Abu al Qasim al Thabarani
- Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
- Hamzah bin Muhammad Al Kinani
- Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i
- Al Hasan bin Rasyiq
- Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
- Abu Ja’far al Thahawi
- Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
- Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
- Abu Basyar ad Dulabi
- Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang lainnya.
Kesaksian para ulama terhadap Imam an-Nasa’i
Dari kalangan ulama seperiode Imam an-Nasa`i dan murid-muridnya banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada Imam an-Nasa`i, di antara mereka yang memberikan pujian kepada Imam an-Nasa`i adalah;
Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; Imam an-Nasa`i adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.’
Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.’
Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah salah seorang imam kaum muslimin.’
Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.’
Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.’
Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.’
Al Khalili menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
Al Mizzi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Hasil karya Imam an-Nasa`i
Imam Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, di antaranya adalah;
- As Sunan Ash Shughra
- As Sunan Al Kubra
- Al Kuna
- Khasha`isu ‘Ali
- ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
- At Tafsir
- Adl Dlu’afa wa al Matrukin
- Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
- Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
- Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
- Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
- Musnad Hadits Malik
- Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
- Al Ikhwah
- Al Ighrab
- Musnad Manshur bin Zadzan
- Al Jarhu wa ta’dil
Contoh Hadisnya
Penjelasan tentang orang muslim dan orang muhajir.
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: المسلم المسلمون من لسا نه ويده والمها جرمن هجر ما نهى الله عنه. (رواه البخارى و ابو داود والنسائ)
Artinya:
“Dari Abdillah bin Amru, dari nabi SAW bersabda, orang muslim adalah orang yang orang-orang muslim sekitarnya merasa terjaga dari derita yang diakibatkan lisan dan tangannya, sedangkan orang muhajir adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah.” (diriwayatkan al-Bukhari abu Daud dan An-Nasa’i)
Tanda keimanan
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لما يوئمن احد كم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه.
(رواه البخاري ومسلم و أحمد والنسائ)
Artinya:
Dari Anas Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, bersabda, “Tidak beriman salah seorang kalian sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Ahmad dan An-Nasa’y).
Tanda-tanda kemunafikan
عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: أربع من كن فيه كان منا فقا خالصا ومن كانت فيه خاصلة منهن كانت فيه خصلة من النفا ق حسى يدعها اذا ائوتمن خا ن واذا حد ث كذ ب واذا عاهد غد ر واذا خا صم فجر.
(رواه الشيخا ن و أصحا ب السنن الثلاثاة أبود واد والترمذي والنسائ)
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Ada empat sifat bila kermpat-empatnya itu terdapat dalam diri seseorang maka ia telah menjadi seorang munafik tulen. Dan, barang siapa yang pada dirinya hanya terdapat salah satu dari keempat sifat itu maka pada dirinya sudah tumbuh satu sifat kemunafikan, sehingga ia meninggalkannya. Bila dipercaya khianat, bila berbicara dusta, bila mengikat tali perjanjian ingkar, dan bila memusuhi licik.” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany, Ashabus-Sunan ats-Tsalatsah, Abu Daud, At-Tirmidzy dan An-Nasa’y)
Wafatnya Imam an-Nasa’i
Setahun menjelang wafatnya, Imam an-Nasa`i pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal Imam an-Nasa`i. Al-Daruqutni mengatakan, Imam an-Nasa`i di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah SAW guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal dari Alloh SWT. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar