Translate

Selasa, 28 April 2015

Sejarah Singkat Persia

Kekaisaran Persia (Persia: امپراتوری ایران) adalah sejumlah kekaisaran bersejarah yang berkuasa di Dataran Tinggi Iran, tanah air asal Bangsa Persia, dan sekitarnya termasuk Asia Barat, Asia Tengah dan Kaukasus. Saat ini nama Persia dan Iran sudah menjadi kebiasaan; Persia digunakan untuk isu sejarah, dan kebudayaan, dan Iran digunakan untuk isu politik. Bangsa yang dikemudian hari memproklamirkan diri sebagai Republik Islam Iran ini didominasi oleh Syi'ah.

Kekaisaran Media dan Kekaisaran Akhemeniyah (3200SM – 330SM)

Dari tulisan-tulisan sejarah, peradaban Iran yang pertama ialah Proto-Iran, diikuti dengan peradaban Elam. Pada milenium kedua, dan ketiga, Bangsa Arya hijrah ke Iran, dan mendirikan kekaisaran pertama Iran, Kekaisaran Media (728SM-550SM). Kekaisaran ini telah menjadi simbol pendiri bangsa, dan juga kekaisaran Iran, yang disusul denganKekaisaran Akhemeniyah (648SM–330SM) yang didirikan oleh Koresh yang Agung.

Koresh Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang mewujudkan undang-undang mengenai hak-hak kemanusiaan, tertulis di atas artefak yang dikenal sebagai Silinder Koresh. Ia juga merupakan pemerintah pertama yang memakai gelar Agung dan juga ShahIran. Di zamannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya (juga dikenal sebagai Kekaisaran Persia.) Gagasan ini kemudian memberi dampak yang besar pada peradaban-peradaban manusia setelah zamannya.

Kekaisaran Persia kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun (531SM - 522SM) dan kemangkatannya disusul dengan perebutan kuasa. Akhirnya Darius yang Agung(522SM -486SM) menang, dan dinyatakan sebagai raja.

Ibu kota Persia pada zaman Darius dipindahkan ke Susa dan ia mulai membangunPersepolis. Sebuah terusan di antara Sungai Nil dan Laut Merah turut dibangun, dan menjadikannya pelopor untuk pembangunan Terusan Suez. Sistem jalan juga turut diperbaharui, dan sebuah jalan raya dibangun menghubungkan Susa, dan Sardis. Jalan raya ini dikenal sebagai Jalan Kerajaan.

Selain itu, mata uang syiling dalam bentuk daric (syiling emas) dan juga Shekel (syilingperak) diperkenalkan ke seluruh dunia. Bahasa Persia Kuno turut diperkenalkan, dan diterbitkan di dalam prasasti-prasasti kerajaan.

Di bawah pemerintahan Koresh yang Agung, dan Darius yang Agung, Kekaisaran Persia menjadi sebuah kekaisaran yang terbesar, dan terkuat di dunia zaman itu. Pencapaian utamanya ialah sebuah kekaisaran besar pertama yang mengamalkan sikap toleransi, dan menghormati budaya-budaya, dan agama-agama lain di kawasan jajahannya.

Kekaisaran Seleukus (330SM ~ 248SM)
Pada tahun 330SM Kekaisaran Akhemeniyah diserang oleh Kerajaan Yunani yang di pimpin salah satu jenderal dari Alexander Agung yang bernama Seleukus dan lahirlah pemerintahan baru Persia yaitu Kekaisaran Seleukus dari Yunani. Seleukus mengangkat dirinya menjadi Kaisar setelah Alexander Agung wafat.

Kekaisaran Iran Ketiga: Kekaisaran Parthia (248SM – 224M)
Parthia bermula dengan Dinasti Arsacida yang menyatukan, dan memerintah dataran tinggi Iran, yang juga turut menaklukkan wilayah timur Yunani pada awal abad ketiga Masehi, dan juga Mesopotamia antara tahun 150 SM dan 224 M. Parthia juga merupakan musuh bebuyutan Romawi di sebelah timur, dan membatasi bahaya Romawi di Anatolia. Tentara-tentara Parthia terbagi atas dua kelompok berkuda, tentara berkuda yang berperisai, dan membawa senjata berat, dan tentara berkuda yang bersenjata ringan, dan kudanya lincah bergerak. Sementara itu, tentara Romawi terlalu bergantung kepada infantri, menyebabkan Romawi sukar untuk mengalahkan Parthia. Tetapi, Parthia kekurangan teknik dalam perang tawan, menyebabkan mereka sukar mengawal kawasan taklukan. Ini menyebabkan kedua belah pihak gagal mengalahkan satu sama lain.

Kekaisaran Parthia tegak selama lima abad (Berakhir pada tahun 224 M,) dan raja terakhirnya kalah di tangan kekaisaran lindungannya, yaitu Sassania.

Kekaisaran Iran Keempat: Kekaisaran Sassania (226–651)
Kekaisaran Persia Sassania (bahasa Persia: دودمان ساساني) (diucapkan [ˈsæsənɪd]; disebut juga Kekaisaran Sassania, Kekaisaran Sasania, atau Kekaisaran Sassaniyah) ‎adalah kekaisaran bangsa Iran yang ketiga dan kekaisaran Persia ‎yang kedua. Kekaisaran Sassania merupakan Kekaisaran Persia pra-Islamterakhir dan dipimpin oleh Dinasti Sassania pada tahun 224 hingga 651 M. ‎Kekaisaran Sassania, yang menggantikan Kekaisaran Parthia atau Kekaisaran Arkasid, diakui sebagai salah satu kekuatan utama di Asia Barat,Selatan, dan Tengah, bersama denganKekaisaran Romawi dan Kekaisaran Bizantium, dalam periode selama lebih dari 400 tahun.‎

Kekaisaran Sassania didirikan oleh Ardashir I, setelah keruntuhan Kekaisaran Parthia dan kekalahan raja Parthia terakhir, Artabanos IV (bahasa Persia: اردوان, Ardavan); dan kekaisaran ini berakhir ketika Syahansyah (Raja Segala Raja) Sasania terakhir, Yazdegerd III(632–651), kalah dalam perjuangan selama 14 tahun untuk menyingkirkan ‎kekhalifahan Islam yang pertama, yaitu pendahulu dari kekaisaran-kekaisaranIslam lainnya. Wilayah kekaisaran ini meliputi wilayah yang kini menjadi Iran,Irak, Armenia, Afganistan, bagian timurTurki, dan sebagian India, Suriah,Pakistan, Kaukasia, Asia Tengah danArabia. Selama pemerintahan Khosrau II (‎590–628), Mesir, Yordania, Palestina,Israel, dan Libanon juga sementara waktu merupakan wilayah kekaisaran ini.

Bangsa Sassania menamakan kerajaan mereka Eranshahr  (Wilayah kekuasaan bangsa Iran (Arya)) atau Ērān dalam bahasa Persia Pertengahan, yang menghasilkan istilah Iranshahr and Iran dalam bahasa Persia Baru. Masa kekuasaan Sassania terbentang sepanjang periode Abad Kuno Akhir ‎(bahasa Inggris: Late Antiquity), dan dianggap sebagai salah satu periode yang paling penting dan berpengaruh dalam sejarah Iran. Dalam banyak hal periode Sassania menyaksikan pencapaian tertinggi kebudayaan Persia, dan melambangkan kemegahan Kekaisaran Iran terakhir sebelum penaklukan muslimdan berkembangnya agama Islam.

Menurut legenda, veksiloid Kekaisaran Sassania adalah Derafsh Kaviani. D‎iduga juga bahwa peralihan menuju Kekaisaran Sassania melambangkan akhir perjuangan etnis proto-Persia melawan kerabat etnis migran dekat mereka, yaknibangsa Parthia, yang tempat asalnya adalah di Asia Tengah.

Persia memiliki pengaruh yang cukup besar pada kebudayaan Romawi selama masa Sassania. dan bangsa Romawi menganggap bangsa Persia Sassania sebagai satu-satunya bangsa yang berstatus sama dengan mereka. Hal ini diperlihatkan misalnya dalam surat-surat yang ditulis oleh Kaisar Romawi kepada Syahansyah Persia, yang pada alamatnya bertuliskan kata "kepada saudaraku". Pengaruh kebudayaan Sassania terbentang jauh melebihi batas-batas wilayah kekaisaran mereka, dan bahkan menjangkau sampai Europa Barat, ‎Afrika,‎Cina, dan India. ‎serta berperan penting dalam pembentukan seni-seni Abad Pertengahan di Eropa dan Asia.‎

Pengaruh tersebut terus terbawa ke masa awal perkembangan dunia Islam. Kebudayaan yang unik dan aristokratik dari dinasti ini telah mengubah penaklukan Islam atas Iran menjadi sebuah Renaisans Persia. Banyak hal yang kemudian dikenal sebagai kebudayaan, arsitektur, dan penulisan Islam serta berbagai keahlian lainnya, diperoleh dari Sassania Persia dan kemudian disebarkan pada dunia Islam yang lebih luas. Sebagai contohnya ialah bahasa resmi Afghanistan, yaitu Bahasa Dari yang merupakan dialek dari Bahasa Persia, merupakan perkembangan dari bahasa kerajaan bangsa Sassania.

Asal mula dan sejarah awal (205–310)
Dinasti Sassania didirikan oleh Ardashir I (226–241), seorang keturunan kaum pendeta DewiAnahita di Istakhr, Pars (Fars), yang pada awal abad ke-3 telah berhasil menjadi gubernur wilayah tersebut. Ayahnya Pabag (juga disebut Papak atau Babak), awalnya adalah penguasa kota kecil bernama Kheir. Ia tahun 205 berhasil menggulingkan Gocihr, raja terakhir dinasti Bazrangid (yaitu penguasa lokal Pars yang merupakan sekutu dari Parthia) dan mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa baru. Ibunya, Rodhagh, adalah putri dari gubernur provinsi Persis. Nama dinasti ini sendiri berasal dari kakek pihak ayah Ardashir I, yaitu Sassan, seorang pendeta besar Kuil Anahita.

Usaha Pabag menguasai daerah tersebut pada awalnya luput dari perhatian kaisar dinasti Ashkâniâ Artabanus IV, yang saat itu sedang terlibat perseteruan dinasti dengan saudaranya ‎Vologases (Walakhsh) VI di Mesopotamia. Dengan menggunakan peluang yang tercipta karena terjadinya perseteruan tersebut, Pabag dan anak tertuanya Shapur berhasil memperluas kekuasaan mereka ke seluruh Persis. Kejadian-kejadian selanjutnya tidak begitu jelas, karena sedikitnya sumber-sumber sejarah. Meskipun demikian sesuatu hal yang pasti ialah ketika Pabag meninggal tahun 220, Ardashir yang ketika itu adalah gubernurDarabgird terlibat dalam perebutan kekuasaan melawan kakaknya Shapur. Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa tahun 222, Shapur yang akan berangkat untuk menemui saudaranya tewas ketika atap sebuah bangunan runtuh menimpanya.‎

Ardashir kemudian memindahkan pusat kekuasaannya lebih jauh lagi ke selatan Persis, dan mendirikan ibukotanya di Ardashir-Khwarrah (dahulunya adalah Gur, saat ini adalah kotaFirouzabad). Kota ini, yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan mudah dipertahanan melalui jalur-jalur tebing sempitnya, menjadi pusat dari berbagai usaha Ardashir dalam mengembangkan kekuasaannya. Kota ini dikelilingi oleh tembok kota yang tinggi dan melingkar, kemungkinan ditiru dari Darabgird, dan di bagian utara terdapat istana besar yang sisa-sisa bangunannya sekarang pun masih dapat dilihat.

Setelah membangun kekuasaannya atas Persis, Ardashir I dengan cepat meluaskan wilayahnya, menuntut upeti dari para penguasa lokal Fars, dan berhasil memperoleh kendali atas provinsi-provinsi sekitarnya yaitu Kerman, Isfahan, Susiana, dan Mesene. Perluasan kekuasaan ini segera saja menarik perhatian Artabanus IV (216–224), yaitu penguasa atasan (overlord) Ardashir I. Artabanus IV awalnya memerintahkan gubernur Khuzestan untuk menyerang Ardashir pada tahun 224, akan tetapi ini berakhir dengan kemenangan besar bagi Ardashir. Artabanus sendiri akhirnya memimpin penyerangan kedua atas Ardashir I pada tahun 224. Pasukan keduanya bertempur di Hormizdeghan, dan Artabanus IV tewas terbunuh. Ardashir I terus melanjutkan menyerang provinsi-provinsi sebelah barat Kekaisaran Parthia (Ashkâniâ) yang telah tumbang itu. Tahun 226, Ardashir I dimahkotai diCtesiphon sebagai penguasa tunggal Persia, mengambil gelar Syahansyah, atau "Raja Segala Raja" (berbagai prasasti juga menyebutkan tokoh Adhur-Anahid sebagai "Ratu Segala Ratu", tetapi hubungannya dengan Ardashir belum dapat dipastikan). Dengan demikian, berakhirlah Kekaisaran Parthia yang telah berumur 400 tahun dan dimulailah pemerintahan Sassania yang akan berlangsung selama empat abad.

Dalam beberapa tahun selanjutnya, dan setelah melalui pemberontakan lokal di beberapa tempat, Ardashir I melanjutkan meluaskan kekaisaran barunya tersebut ke arah timur dan barat laut. Ia menaklukkan provinsi-provinsi Sistan, Gorgan, Khorasan, Margiana (sekarang di Turkmenistan), Balkh, dan Khwarezmi. Ia juga berhasil menaklukkan Bahrain dan Mosulke dalam kekuasaan Sassania. Prasasti-prasasti Sassania terkemudian juga mengklaim menyerahnya para raja Kushan, Turan, dan Mekran kepada Ardashir, meskipun bila dilihat dari bukti numismatik, lebih mungkin bahwa mereka menyerah kepada anak Ardashir, yaituShapur I. Di sisi lain, penyerangan-penyerangan Ardashir ke arah barat terhadap Hatra,Armenia, dan Adiabene tidaklah terlalu berhasil. Tahun 230, ia menyerbu jauh ke dalam wilayah kekuasaan Romawi, dan serangan balasan Romawi dua tahun kemudian berakhir tanpa kemenangan yang jelas.

Putra Ardashir I, Shapur I (241–272), melanjutkan ekspansi kekaisaran dengan menaklukkanBaktria dan bagian barat dari Kekaisaran Kushan, serta melakukan beberapa penyerangan terhadap Romawi. Ketika menyerbu bagian Mesopotamia yang dikuasai Romawi, Shapur I berhasil merebut Carrhae dan Nisibis, akan tetapi jenderal Romawi Timesitheus tahun 243 mengalahkan tentara Persia di Rhesaina dan memperoleh kembali wilayah-wilayah yang hilang. Kaisar Romawi Gordian III (238–244) yang selanjutnya bergerak untuk menguasai hilir sungai Eufrat berhasil dikalahkan di Meshike (244), menyebabkan Gordian dibunuh oleh pasukannya sendiri; dan Shapur berhasil memperoleh perjanjian perdamaian dengan kondisi yang sangat menguntungkan dari kaisar baru Romawi Philip Si Arab (244–249). Shapur mendapatkan pembayaran sebesar 500.000 denari beserta pembayaran bulanan selanjutnya. Shapur segera saja melanjutkan perang dan mengalahkan tentara Romawi pada Barbalissos (252), kemudian menyerbu Syria dan menaklukkan Antiokhia (253 atau 256). 

Serangan balasan Romawi dibawah Kaisar Valerian (253–260) berakhir dengan kehancuran, saat pasukan Romawi dikalahkan dan dikepung pada Edessa dan Valerian secara licik ditangkap oleh Shapur pada perundingan perdamaian, dan menjadi tawanan Shapur sepanjang hidupnya. Shapur I merayakan kemenangannya dan keberhasilan luar biasanya menangkap seorang kaisar Romawi dengan relief-relief batu di Naqsh-e Rostamdan Bishapur, serta prasasti monumental dalam bahasa Persia dan Yunani di daerah sekitar ‎Persepolis. Ia terus saja berusaha melanjutkan kesuksesannya dengan bergerak menuju Anatolia (260), akan tetapi berakhir dengan kemundurannya yang berantakan karena kekalahannya di tangan tentara Romawi dan sekutunya Palmyra, yang dipimpin olehOdaenathus. Selir-selir Shapur tertangkap, serta seluruh wilayah Romawi yang sebelumnya dikuasainya juga terlepas kembali.

Shapur I melaksanakan berbagai rencana pembangunan secara intensif. Ia mendirikan banyak kota, yang sebagian penduduknya adalah imigran yang berasal dari berbagai wilayah Romawi. Di antara para imigran terdapat kaum Kristen, yang memperoleh kebebasan menjalankan ajaran agamanya di bawah pemerintahan Sassania. Dua kota, yaitu Bishapurdan Nishapur dinamakan berdasarkan namanya. Shapur I secara khusus mendukung ‎Manikheisme. Ia melindungi Mani (yang mendedikasikan salah satu kitabnya, Shabuhragan, untuk Shapur I) dan mengirimkan banyak misionaris Manikheisme sampai ke luar wilayahnya. Shapur I juga menjalin persahabatan dengan rabbi Babilonia yang bernamaShmuel. Persahabatan ini menyebabkan komunitas Yahudi setempat memperoleh sedikit kelonggaran dari penerapan berbagai hukum yang menekan, yang dikenakan kepada mereka.

Raja-raja selanjutnya menerapkan kebijakan yang berkebalikan dari Shapur I mengenai toleransi agama. Penerus Shapur I, Bahram I (273–276) menghukum Mani dan para pengikutnya berdasarkan desakan dari pendetaMagi Zoroaster. Bahram I memenjarakan Mani dan memerintahkan untuk membunuhnya. Menurut sebuah legenda, Mani meninggal di penjara ketika sedang menunggu eksekusinya.‎sedangkan menurut cerita lainnya ia disiksa dan dipenggal.‎

Selanjutnya Bahram II (276–293) meneruskan kebijakan ayahnya dalam masalah agama. Di masa pemerintahannya, ibukota Sassania Ctesiphon mengalami penghancuran oleh Romawi, yaitu di bawah pimpinan kaisar Romawi Carus (282–283). Demikian pula sebagian besar wilayah Armenia, yang selama setengah abad berada dalam penguasaan Persia, pada masa pemerintahannya diserahkan kepada Diocletian (284–305).‎

Bahram III hanya memerintah secara singkat (293), dan penerusnya Narseh (293–302) kemudian kembali mengobarkan pertempuran terhadap Romawi. Setelah mengalami kesuksesan awal terhadap Kaisar Galerius (293–305 sebagai Caesar, 305–311 sebagai Augustus) pada pertempuran di dekat Callinicum di Sungai Euphrates tahun 296, Narseh secara meyakinkan berhasil dikalahkan dalam penyergapan ketika ia sedang bersama haremnya di Armenia tahun 297. Dalam perjanjian yang mengakhiri perang ini, Sassania setuju menyerahkan lima provinsi di sebelah timur Sungai Tigris dan bersedia untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Armenia dan Georgia. ‎

Setelah kekalahan yang menghancurkan ini, Narseh mengundurkan diri tahun 301 dan meninggal dalam kesedihan setahun kemudian. Putra Narseh, Hormizd II (302–309), kemudian naik tahta. Meskipun ia berhasil menekan pemberontakan di Sistan dan Kushan, Hormizd II juga seorang penguasa yang lemah, dan ia tidak mampu mengontrol para bangsawan. Ia terbunuh oleh serangan suku Badui ketika sedang berburu pada tahun 309.

Sejarah Iran seterusnya diikuti dengan konflik selama enam ratus tahun dengan Kekaisaran Romawi. Menurut sejarawan, Persia kalah dalam Perang al-Qādisiyyah (632 M) di Hilla, Iraq.Rostam Farrokhzād, seorang jenderal Persia, dikritik kerana keputusannya untuk berperang dengan orang Arab di bumi Arab sendiri. Kekalahan Sassania di Irak menyebabkan tentara mereka tidak keruan, dan akhirnya ini memberi jalan kepada futuhat Islam atas Persia.

Era Sassania menyaksikan memuncaknya peradaban Persia, dan merupakan kekaisaran Persia terakhir sebelum kedatangan Islam. Pengaruh, dan kebudayaan Sassania kemudian diteruskan setelah pemelukan Islam oleh bangsa Persia.

Islam Persia dan Zaman Kegemilangan Islam Persia (700–1400)Sunting
Setelah pemelukan Islam, orang-orang Persia mulai membentuk gambaran Islam Persia, di mana mereka melestarikan gambaran sebagai orang Persia tetapi pada masa yang sama juga sebagai muslim. Pada abad ke-8 M, Parsi memberi bantuan kepadaAbbassiyah memerangi tentara Umayyah, karena Bani Umayyah hanya mementingkan bangsa Arab, dan memandang rendah kepada orang Persia. Pada zaman Abbassiyah, orang-orang Persia mulai melibatkan diri dalam administrasi kerajaan. Sebagian mendirikan dinasti sendiri.

Pada abad kesembilan, dan kesepuluh, terdapat beberapa kebangkitan ashshobiyyah Persia yang menentang gagasan Arab sebagai Islam, dan Muslim. Tetapi kebangkitan ini tidak menentang identitas seorang Islam. Salah satu dampak kebangkitan ini ialah penggunaanbahasa Persia sebagai bahasa resmi Iran (hingga hari ini.)

Pada zaman ini juga, para ilmuwan Persia menciptakan Zaman Kegemilangan Islam. Sementara itu Persia menjadi tumpuan penyebaran ilmu sains, filsafat, dan teknik. Ini kemudian memengaruhi sains di Eropa, dan juga kebangkitan Renaissance.

Bermula pada tahun 1220, Parsi dimasuki oleh tentera Mongolia di bawah pimpinan Genghis Khan, diikuti dengan Tamerlane, dimana kedua penjelajah ini menyebabkan kemusnahan yang parah di Persia.

Islam Syi'ah, Kekaisaran Safawi, Dinasti Qajar/Pahlavi dan Iran Modern (1501 – 1979)
Parsi mulai berganti menjadi Islam Syiah pada zaman Safawi, pada tahun 1501. Dinasti Safawi kemudian menjadi salah sebuah penguasa dunia yang utama, dan mulai mempromosikan industri pariwisata di Iran. Di bawah pemerintahannya, arsitektur Persia berkembang kembali, dan menyaksikan pembangunan monumen-monumen yang indah. Kejatuhan Safawi disusuli dengan Persia yang menjadi sebuah medan persaingan antara kekuasaan Kekaisaran Rusia dan Kekaisaran Britania (yang menggunakan pengaruh Dinasti Qajar). Namun begitu, Iran tetap melestarikan kemerdekaan, dan wilayah-wilayahnya, menjadikannya unik di rantau itu. 

Modernisasi Iran yang bermula pada lewat abad ke-19, membangkitkan keinginan untuk berubah dari orang-orang Persia. Ini menyebabkan terjadinya Revolusi Konstitusi Persia pada tahun 1905 hingga 1911. Pada tahun 1921, Reza Khan (juga dikenal sebagai Reza Shah) mengambil alih tahta melalui perebutan kekuasaan dari Qajar yang semakin lemah. Sebagai penyokong modernisasi, Shah Reza memulai pembangunan industri modern, jalan kereta api, dan pendirian sistem pendidikan tinggi di Iran. Malangnya, sikap aristokratik, dan ketidakseimbangan pemulihan kemasyarakatan menyebabkan banyak rakyat Iran tidak puas.

Pada Perang Dunia II, tentara Inggris, dan Uni Soviet menyerang Iran dari 25 Agustus hingga 17 September 1941, untuk membatasi Blok Poros, dan menggagas infrastruktur penggalian minyak Iran. Blok Sekutu memaksa Shah untuk melantik anaknya, Mohammad Reza Pahlavi menggantikannya, dengan harapan Mohammad Reza menyokong mereka.

Malangnya, pemerintahan Shah Mohammad Reza bersifat otokratis. Dengan bantuan dari Amerika, dan Inggris, Shah meneruskan modernisasi Industri Iran, tetapi pada masa yang sama menghancurkan partai-partai oposisi melalui badan intelijennya, SAVAK. AyatollahRuhollah Khomeini menjadi oposisi, dan pengkritik aktif terhadap pemerintahan Shah Mohammad Reza, dan kemudian ia dipenjarakan selama delapan belas bulan. Melalui nasihat jenderal Hassan Pakravan, Khomeini dibuang ke luar negeri, dan diantar ke Turki dan selepas itu ke Irak.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar