Translate

Senin, 05 Oktober 2015

Kisah Imam Sufyan Ats-Tsauri Dalam Menjaga Kebenaran

Beliau seorang Ulama besar, Sufi yang masyhur, seorang Mujtahid, faqih, Hafidz, yang warak dan zahid. Beliau lahir di Kuffah, Iraq pada tahun 97 H / 715 M dan wafat di Basrah,Iraq pada tahun 161 H / 778 M. Beliau juga dikenal dengan nama Abu Abdillah Ats-Tsauri. Ayahnya, Said bin Maruq, adalah Guru Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi.

Sofyan Ats-Tsauri juga dikenal sebagai salah seorang perawi hadits yang dipercaya ( tsiqah ) oleh beberapa ulama hadits pada abad ke 2 dan ke 3 Hijriah, seperti Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Imam An-Nasai, Ali bin Abdullah bin Ja’far Al-Madini.

Beliau mulai belajar pada usia yang masih muda, dibawah bimbingan ibunya. Mula-mula beliau belajar pada ayahnya, lalu menuntut ilmu ilmu fiqih kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq, sedangkan dalam ilmu hadits beliau belajar kepada Ulama Tabiin terkenal seperti Amr bin Dinar, Salamah bin Kuhail, Abu Shakrah, dll.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beliau berdagang. Beliau berusaha untuk tidak menerima pemberian orang, sekalipun dari teman sendiri, lebih-lebih dari para pejabat. Sebab, menurutnya, harta pejabat adalah harta Negara, yang tentu saja juga merupakan harta rakyat, dan pemberian itu merupakan Syubhat, meragukan, belum jelas. Sikap ini mestinya menjadi pegangan para penguasa agar amanah, bisa dipercaya, dalam membelanjakan harta Negara, jangan sampai harta rakyat itu dipergunakan untuk kepentingan segelintir elite pejabat.

Sufyan Ats-Tsauri tercatat sebagai salah seorang tokoh ulama di masanya, imam dalam bidang hadits juga bidang keilmuan lainnya, terkenal juga sebagai pribadi yang wara' atau sangat hati-hati, zuhud, ahli fikih dan dinilai setara dengan para imam fikih yang empat:Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal.

"Sufyan Ats-Tsauri adalah pemimpin ulama-ulama Islam dan gurunya. Sufyan rahimahullah adalah seorang yang mempunyai kemuliaan, sehingga dia tidak butuh dengan pujian. Selain itu Ats-Tsauri juga seorang yang bisa dipercaya, mempunyai hafalan yang kuat, berilmu luas, wara’ dan zuhud" (Al-Hafidz Abu Bakar Al-Khatib rahimahullah)

Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah, atau biasa dengan panggilan akrab beliau Sufyan Ats-Tsauri lahir pada tahun 97 H di Kufah pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. ayahnya adalah seorang ahli hadits ternama, yaitu Said bin Masruq Ats-Tsauri. Ayahnya adalah teman Asy-Sya’bi dan Khaitsamah bin Abdirrahman. Keduanya termasuk para perawi Kufah yang dapat dipercaya. Mereka adalah termasuk generasi Tabi’in.‎

Guru-Guru Imam Sufyan Ats-Tsauri dan Keilmuan Beliau 

Al-Hafidz berkata, “Sufyan meriwayatkan dari ayahnya, Abu Ishaq Asy-Syaibani, Abdul Malik bin Umair, Abdurrahman bin ‘Abis bin Rabi’ah, Ismail bin Abu Khalid, Salamah bin Kuhail, Tharik bin Abdirrahman, Al-Aswad bin Qais, Bayan bin Bisyr, Jami’ bin Abi Rasyid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bin Abdirrahman, Al-A’masy, Manshur, Mughirah, Hammad bin Abi Sulaiman, Zubaid Al-Yami, Shaleh bin Shaleh bin Haiyu, Abu Hushain, Amr bin Murrah, ‘Aun bin Abi Jahifah, Furas bin Yahya, Fathr bin Khalifah, Maharib bin Datsar dan Abu Malik Al-Asyja’i.”

Beliau juga meriwayatkan dari guru-guru yang berasal dari Kufah, yang diantaranya adalah: Ziyad bin Alaqah, ‘Ashim Al-Ahwal, Sulaiman At-Tamimi, Hamaid Ath-Thawil, Ayyub, Yunus bin Ubaid, Abdul Aziz bin Rafi’, Al-Mukhtar bin Fulful, Israil bin Abi Musa, Ibrahim bin Maisarah, Habib bin Asy-Syahid, Khalid Al-Hadza’, Dawud bin Abi Hind dan Ibnu ‘Aun.

Disamping itu, beliau juga meriwayatkan dari sekelompok orang dari Bashrah, yaitu Zaid bin Aslam, Abdullah bin Dinar, Amr bin Dinar, Ismail bin Umayyah, Ayyub bin Musa, Jabalah bin Sakhim, Rabi’ah, Saad bin Ibrahim, Sima budak Abu bakar, Suhail bin Abi Shaleh, Abu Az-Zubair, Muhammad, Musa bin Uqbah, Hisyan bin Urwah, Yahya bin Said Al-Anshari, dan sekelompok orang dari Hijaz dan yang lain.

Keahlian Sofyan Ats-Tsauri dalam bidang ilmu hadits dan fiqih membuatnya termasyhur, sehingga para sejarawan menyejajarkan kedudukannya dengan Ibnu Abbas ( tokoh di masa sahabat nabi ) dan Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi ( tokoh di masa ulama tabi’in ). Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal menyebutnya sebagai Faqih ( pakar ilmu fiqih ) dan Muhaddits ( ahli hadits ).

Sebagaimana Imam Malik pendiri Mazhab Maliki dianggap sebagai tokoh Madinah dan Abdurrahman Al-‘Auzai sebagai tokoh Syam, Sofyan Ats-tsauri dicatat sebagai tokoh Kuffah. Kala itu para ilmuwan menilai pengetahuan fiqih Sofyan lebih mendalam ketimbang Imam Abu Hanifah, sementara penguasan atas hadits lebih banyak daripada Imam Malik.

Berkat kepakarannya itulah, beliau mendapat gelar Amirul Mukminin fil Hadits ( pemimpin Kaum Mukminin di bidang Hadits ) dari para ulama hadits pada abad ke 2 H, seperti Syu’bah, Sofyan bin Uyainah, Abu Asim, Yahya bin Ma’in. hadits yang diriwayatkan olen Sofyan Ats-Tsauri ada 30.000, sementara Yahya bin Ma’in menukil 20.000 hadits dari beliau.

Sofyan Ats – Tsauri sangat berhati-hati dalam berfatwa dan meriwayatkan hadits. Tak jarang seseorang menunggu fatwanya selama berhari-hari. Soalnya, jika ragu-ragu akan hafalan haditsnya, beliau akan kembali mempelajari catatan haditsnya. Beliau juga memeriksa catatan murud-muridnya.

Ada 29 murid yang mempunyai catatan hadits dari Sofyan Ats-Tsauri. Sebagian diantara mereka usianya lebih tua ketimbang beliau, seprti Ja’far bin Bargan, Khusaif bin Abdurrahman dan Ibnu Ishaq. Sebagian lagi sebaya dengan beliau, seperti Syu’bah, Abdurrahman Al-Auza’I, Imam Malik dan Zuhair.

Karya tulis Sofyan Ats-Tsauri dalam ilmu fiqih tak ada yang dubukukan; namun pemikiran fiqihnya dapat dijumpai dalamk kitab fiqih Mazhab Hanafi, Syafi’i dan lainnya.

Sekalipun lebih dikenal sebagai Ahli Hadits, beliau juga mengungguli rekan-rekannya dalam ilmu fiqih dan qiyas. Bahkan beliau juga terkenal dengan pandangan rasionalnya dalam hal berijtihad.

Ada pemikiran Sofyan Ats-Tsauri yang tercatat dalam kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang sangat terkenal dan menjadi pegangan dalam ilmu fiqih hingga kini, yaitu air yang tergenang tanpa perubahan pada salah satu sifatnya ( rasa, bau dan warna ) hukumnya suci dan menyucikan. Dalam keadaan dingin, berwudhu dengan mengusap sepatu sebagai ganti membasuh kaki, adalah sah. Beliau juga berpendapat, tertib dalam berwudhu sebagaimana tertera dalam ayat Al-qur’an adalah sunah, bukan Wajib. Selain itu, beliau juga berpendapat, mengqadha puasa tidak wajib bagi mereka yang makan dan minum karena lupa dan dipaksa. Jika terdapat seorang faqih dan qari dalam sebuah jema’ah, yang berwenang menjadi imam ialah Qari. Zakat harta hamba sahaya adalah tanggungan tuannya.


Murid-Murid Sufyan Ats-Tsauri

Al-Hafidz berkata, “Orang-orang yang meriwayatkan darinya tidak terhitung jumlahnya, diantaranya adalah: Ja’far bin Burqan, Khusaif bin Abdurrahman, Ibnu Ishaq dan yang lain, mereka ini adalah tergolong guru-guru Sufyan Ats-Tsauri yang meriwayatkan darinya.

Sedangkan murid-murid Ats-Tsauri yang meriwayatkan darinya adalah: Aban bin Taghlab, Syu’bah, Zaidah, Al-Auza’I, Malik, Zuhair bin Muawiyah, Mus’ar dan yang lain, mereka ini adalah orang-orang yang hidup sezaman dengannya.

Diantara murid-muridnya lagi adalahAbdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Said, Ibnu Al-Mubarak, Jarir, Hafsh bin Ghayyats, Abu Usamah, Ishaq Al-Azraq, Ruh bin Ubadah, Zaidah bin Al-Habbab, Abu Zubaidah Atsir bin Al-Qasim, Abdullah bin Wahab, Abdurrazzaq, Ubaidillah Al-Asyja’I, Isa bin Yunus, Al-Fadhl bin Musa As-Sainani, Abdullah bin Namir, Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi, Fudhail bin Iyadh, dan Abu Ishaq Al-fazari.

Selain yang disebutkan diatas murid-muridnya yang lain adalah Makhlad bin Yazid, Mush’ab bin Al-Muqaddam, Al-Walid bin Muslim, Mu’adz bin Mu’adz, Yahya bin adam, Yahya bin Yaman,Waki’, Yazid bin Nu’aim, Ubaidillah bin Musa, Abu Hudzaifah An-Nahdi, Abu ‘Ashim, Khalad bin Yahya, Qabishah, Al-faryabi, Ahmad bin Abdillah bin Yunus, Ali bin Al-Ju’di, dan dia adalah perawi tsiqat (terpercaya) paling akhir yang meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri.


Pelarian yang melelahkan

Ketegasan Sufyan Ats-Tsauri terhadap kezhaliman penguasa, membawanya kepada sebuah pelarian yang melelahkan. Walaupun, hal itu tidak membuatnya lalai untuk mencari hadits dan mengajarkannya kepada murid-murid yang ia bina.

Hal yang membuatnya dikejar-kejar penguasa yang saat itu dijabat Al-Mahdi bermula ketika sang raja mendatangi rumah Sufyan Ats-Tsauri. Al-Mahdi memberikan Ats-Tsauri sebuah cincin yang baru saja ia lepas dari jarinya. Dan tentu, cincin itu sangat bernilai untuk orang kebanyakan, termasuk Sufyan Ats-Tsauri.

“Wahai Abu Abdillah,” ucap sang raja kepada Ats-Tsauri. “Ini adalah cincin kepunyaanku. Ambillah! Aku ingin engkau berkata kepada umat sesuai Quran dan Sunnah,” seraya sang raja melemparkan cincin itu kepada Ats-Tsauri.

Cincin itu pun dipegang Ats-Tsauri. “Izinkan aku berbicara, wahai amirul mukminin,” ucap ulama yang hadits periwayatannya selalu bernilai shahih. “Ada apa?” ucap Al-Mahdi. “Apa aku akan aman jika berbicara?” tanya Ats-Tsauri lagi. “Ya, kamu akan aman!” jawab sang raja.

“Wahai Amirul Mukminin, janganlah engkau datang kepadaku, sehingga aku sendiri yang datang kepadamu. Dan janganlah kamu memberikan sesuatu kepadaku, sehingga aku yang meminta kepadamu!” ucap Ats-Tsauri tanpa sedikit pun menampakkan rasa sungkan.

Betapa marahnya sang raja Al-Mahdi dengan ucapan yang menghinakan seperti itu. Hampir saja, ia memukul Ats-Tsauri kalau saja tidak diingatkan seseorang dengan ucapan jaminan aman sebelum Ats-Tsauri mengungkapkan ketegasannya kepada sang raja.

Orang-orang sudah berkumpul di sekitar rumah Sufyan Ats-Tsauri untuk melihat keadaan sang ulama. Mereka khawatir terjadi sesuatu. Dan betapa gembiranya mereka ketika Ats-Tsauri keluar dari rumah dengan selamat. “Apakah Al-Mahdi mengatakan agar berbicara sesuai Quran dan Sunnah?” tanya mereka kepada Ats-Tsauri.

Dengan ringan, Sufyan Ats-Tsauri menjawab, “Jangan anggap serius ucapannya.” Saat itulah, Sufyan Ats-Tsauri menjadi pelarian. Ia melarikan diri ke Bashrah.

Sebelum ke Bashrah, Ats-Tsauri pergi menuju Mekah. Al-Mahdi mengetahui keberadaan Ats-Tsauri, dan langsung mengutus seseorang untuk memerintah penguasa Mekkah, Muhammad bin Ibrahim untuk menangkap Ats-Tsauri.

Tapi, penguasa Mekkah paham betul kalau Ats-Tsauri seorang ulama besar yang tidak mungkin berbuat salah hingga menjadi buronan. Ia mengutus seseorang untuk memberikan pesan khusus kepada Ats-Tsauri. Isinya, “Jika kamu ada kepentingan untuk menemui beberapa orang di Mekkah, hubungilah aku untuk memberikan perlindungan. Dan jika tidak, sebaiknya sembunyi saja!”

Tetap saja, Ats-Tsauri menemui beberapa ulama Mekkah untuk berdiskusi tentang hadits. Hingga keberadaannya di Mekkah dirasa sudah tidak aman lagi, Ats-Tsauri pun berangkat menuju Bashrah.

Setibanya di Bashrah, beberapa ulama langsung menemuinya. Mereka mengkaji beberapa hadits dari Ats-Tsauri dan berdiskusi dengannya. Dan ketika keberadaannya di Bashrah juga dirasa sudah tidak aman, Ats-Tsauri pun pergi lagi menuju Baghdad.

Begitu seterusnya, hingga beliau akhirnya meninggal dunia di Bashrah, masih dalam suasana persembunyian. Ketika meninggal dunia, seorang ulama, Hammad bin Zaid, berkata, “Wahai Sufyan, aku tidak merasa iri dengan begitu banyaknya hadits yang kamu hafal. Tapi aku iri dengan amal shaleh yang telah kamu perbuat.”

Beberapa nasihat Sufyan Ats-Tsauri yang masih dikenang oleh murid-muridnya. Antara lain, “Melihat wajah orang zhalim merupakan sebuah kesalahan. Siapa yang mendoakan kebaikan kepada orang zhalim, maka dia berarti senang berbuat durhaka kepada Allah.”

Seorang murid Sufyan pun berkata, “Lalu, kepada siapa kami harus bergaul, wahai Syaikh?” Sufyan mengatakan, “Dengan orang-orang yang senantiasa mengingatkanmu untuk berdzikir kepada Allah, dengan orang-orang yang membuatmu gemar beramal untuk akhirat. Dan, dengan orang-orang yang akan menambah ilmumu ketika kamu berbicara kepadanya.”

Surat yang disampaikan ulama yang selalu mengisi waktu antara Maghrib dan Isya atau Zhuhur dan Ashar dengan shalat sunnah ini pun mempunyai sambungannya. “Menurutku, sebaiknya kamu jangan mengundang para penguasa dan bergaul dengan mereka dalam suatu masalah. Takutlah dengan fitnah dari orang yang taat beribadah tapi seorang yang bodoh, dan fitnah orang yang mempunyai banyak ilmu tapi tidak mempunyai akhlak terpuji.”

Untaian mutiara hikmah Syaikh Sufyan Ats-Tsauri

Tsabit bin Muhammad berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika kamu mampu untuk tidak menggaruk kepala kecuali apabila dilandasi dengan atsar/riwayat maka lakukanlah.”
Beliau adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri. Imam Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa Sufyan ats-Tsauri dilahirkan pada tahun 97 H. Beliau mulai menimba ilmu sejak kecil. Yazid bin Harun berkata, “Orang-orang telah mengambil ilmu dari Sufyan ats-Tsauri pada saat beliau berumur 30 tahun.”

Dikatakan bahwa beliau bertemu dengan 130 orang tabi’in dan berguru/mengambil riwayat dari 600 orang lebih. Adapun ulama yang mengambil riwayat dari beliau diantaranya Ibnu Juraij, al-Auza’i, Abu Hanifah, Ibnul Mubarak, Waki’, Abdurrahman bin Mahdi, dan lain-lain.

Berikut ini sebagian diantara nasehat dan pelajaran yang bisa kita petik dari ucapan dan kisah perjalanan hidup beliau. Semoga bermanfaat.

Beliau berkata, “Pada awalnya, aku menuntut ilmu dalam keadaan belum memiliki niat, kemudian Allah pun memberikan rizki kepadaku niat tersebut.”

Apa yang beliau ucapkan senada dengan perkataan Imam ad-Daruquthni. Imam ad-Daruquthni berkata, “Kami dahulu menimba ilmu bukan karena Allah, namun ia enggan kecuali harus dituntut karena Allah.” (lihat Ma’alim fi Thariq Thalab al-’Ilmi)

Sufyan bin ‘Uyainah berkata tentang Sufyan ats-Tsauri, “Adalah Sufyan ats-Tsauri sosok ulama yang ilmu seolah-olah senantiasa terpampang di hadapannya, sehingga dia bisa mengambil apa pun yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia kehendaki.”

Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Tidaklah aku melihat seorang ahli hadits yang lebih kuat hafalannya daripada Sufyan ats-Tsauri.”

Sufyan ats-Tsauri pernah ditanya, “Dengan apa kamu bisa mengenal Rabbmu?”. Maka beliau menjawab, “Dengan tekad yang memudar dan cita-cita yang gagal tercapai.”

Abu Nu’aim berkata: Aku mendengar Sufyan mengatakan, “Iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang.”

Ibnul Mubarak berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang meyakini Qul huwallahu ahad adalah makhluk, maka dia telah kafir kepada Allah.”

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa ‘Ali -bin Abi Thalib- lebih berhak memegang kekuasaan (khalifah setelah nabi, pent) daripada Abu Bakar dan ‘Umar maka dia telah menyalahkan Abu Bakar dan ‘Umar bahkan segenap kaum Muhajirin dan Anshar. Aku pun tidak tahu apakah ada amalnya yang terangkat ke langit ataukah tidak.”

Sufyan ats-Tsauri juga berpesan, “Hendaklah kalian saling berpesan kepada Ahlus Sunnah dengan kebaikan, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang asing.”

Tsabit bin Muhammad berkata: Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, “Jika kamu mampu untuk tidak menggaruk kepala kecuali apabila dilandasi dengan atsar/riwayat maka lakukanlah.”

Waki’ berkata: Aku mendengar Sufyan mengatakan, “Tidaklah aku mengetahui suatu amalan yang lebih utama daripada menuntut ilmu; yaitu bagi orang yang lurus niatnya.”

Sufyan juga mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu dimuliakan di atas selainnya karena dia menjadi sarana untuk bertakwa.”

Beliau juga mengatakan, “Tidak ada suatu amalan yang lebih utama daripada menimba hadits, yaitu apabila lurus niatnya.”

Beliau juga mengatakan, “Tahapan awal menimba ilmu adalah diam. Yang kedua adalah mendengarkan dan menghafalkannya. Yang ketiga adalah mengamalkannya. Yang keempat yaitu menyebarkan dan mengajarkannya.”

Sufyan juga berkata, “Sudah semestinya seorang ayah untuk memaksa anaknya menimba ilmu dan belajar hadits, karena kelak dia harus mempertanggungjawabkan hal itu.”

Sufyan berkata, “Para malaikat adalah penjaga langit, sedangkan as-habulhadits adalah penjaga bumi.”

Beliau berkata, “Seandainya as-habul hadits tidak mendatangiku niscaya akulah yang akan mendatangi rumah-rumah mereka.”

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barangsiapa yang pelit dengan ilmunya pasti akan tertimpa tiga bentuk musibah; bisa jadi dia lupa terhadapnya, atau dia mati dalam keadaan ilmunya tidak bermanfaat bagi orang lain, atau hilang buku-bukunya.”

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi umat manusia daripada hadits.”

Beliau juga berkata, “Fitnah/cobaan yang ditimbulkan oleh hadits lebih dahsyat daripada fitnah akibat emas dan perak.”

Sufyan berkata, “Sungguh kenikmatan Allah atas diriku akibat perkara dunia yang aku dipalingkan darinya itu lebih utama daripada kenikmatan yang ada pada apa-apa yang diberikan Allah kepadaku.”

Beliau juga berkata, “Kalian bisa mempercayaiku menjaga Baitul Mal, tetapi jangan mempercayakan kepadaku untuk menjaga budak perempuan berkulit hitam.”

Khalaf bin Tamim berkata: Aku melihat Sufyan ats-Tsauri di Mekah dan pada saat itu banyak sekali penimba ilmu hadits yang berkumpul untuk belajar kepadanya. Maka dia berkata, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun. Aku khawatir Allah telah menyia-nyiakan umat ini; sampai-sampai umat manusia membutuhkan orang seperti diriku.”

‘Ali bin Tsabit berkata, “Aku sama sekali tidak pernah melihat Sufyan berada di bagian depan majelis. Akan tetapi dia sering duduk di pinggir tembok seraya memeluk kedua lututnya.”

Ahmad bin Hanbal berkata: Dahulu apabila dilaporkan kepada Sufyan ats-Tsauri bahwa ada yang bermimpi melihat beliau -dalam keadaan mendapatkan kemuliaan- maka beliau berkata, “Aku lebih mengenali diriku daripada para pemilik mimpi itu.”

Abu Usamah menceritakan: Orang yang senantiasa memperhatikan keadaan Sufyan niscaya dia akan melihat seolah-olah Sufyan sedang berada di atas kapal yang dia khawatir kapal itu akan tenggelam. Betapa seringnya kami mendengar belliau berkata, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”

Qobishoh berkata tentang Sufyan, “Tidaklah aku melihat orang yang lebih banyak mengingat kematian daripada beliau.”

Abu Nu’aim berkata, “Adalah Sufyan apabila telah mengingat kematian, maka orang-orang pun tidak bisa belajar darinya selama berhari-hari.”

Muzahim bin Zufar berkata, “Suatu saat Sufyan mengimami kami sholat maghrib. Tatkala beliau sampai pada ayat Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, maka beliau pun menangis, kemudian beliau mengulangi bacaannya dari Alhamdulillah, dst.”

al-Firyabi berkata, “Suatu ketika Sufyan sedang sholat, lalu dia berpaling kepada seorang pemuda. Kemudian beliau berkata kepadanya, “Jika kamu tidak sholat sekarang -di dunia- lantas kapan lagi?”.”

Sufyan juga mengatakan, “Aku terhalang dari sholat malam selama lima bulan gara-gara sebuah dosa yang pernah aku lakukan.”

Ibnu Rahawaih berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi menyebut nama  Sufyan, Syu’bah, Malik dan Ibnul Mubarak. Lalu beliau berkata, “Orang yang paling berilmu diantara mereka adalah Sufyan.”

Yahya bin Ma’in berkata, “Sufyan ats-Tsauri adalah amirul mukminin fil hadits.”

Abu ‘Ashim berkata: Aku pernah bertanya kepada Sufyan, “Siapakah manusia yang sejati?” Beliau menjawab, “Para ulama.” Aku berkata, “Siapakah raja yang sebenarnya?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang zuhud.” Aku berkata, “Siapakah orang-orang yang rendah?”. Beliau menjawab, “Orang yang tidak peduli dengan apa pun yang dia ucapkan dan tidak peduli dengan kritikan orang kepada dirinya.”

Abdurrahman bin Mahdi berkata: Sufyan mengatakan, “Tidak boleh taat kepada kedua orang tua dalam perkara-perkara syubhat.”

Sufyan juga mengatakan, “Barangsiapa yang kelaparan lalu tidak mau meminta -kepada orang- sampai akhirnya mati, maka dia masuk neraka.”
Wafatnya Imam  Sufyan Ats-Tsauri

Imam Sufyan Ats-Tsauri meninggal dunia di usia 84 tahun dan masih dalam suasana persembunyian. Ulama yang begitu wara’ ini pun meninggal dunia dengan masih mengenakan sebuah pakaian yang banyak coretan peta.

Adz-Dzahabi berkata, “Menurut pendapat yang benar, Sufyan meninggal pada bulan Sya’ban tahun161 H, Al-Waqidi juga mengatakan demikian, sedangkan Khalifah meragukannya dan dia berkata bahwa meninggalnya Sufyan adalah pada tahun 162 H.

Imam Sufyan rahimahullah memberikan wasiat kepada Abdurrahman bin Abdul Malik, agar menyalatinya. Dan ketika beliau meninggal Abdurrahman pun memenuhi wasiatnya tersebut dengan menyalatinya bersama penduduk Bashrah. Mereka telah menjadi saksi meninggalnya Sufyan.

Abdurrahman bin Abdul Malik bersama Khalid bin Al-Haritsah dan dibantu penduduk Bashrah menguburkan Sufyan. Setelah acara pemakaman selesai, dia bergegas ke Kufah dan memberitahu keluarga Sufyan perihal meninggalnya Syaikh Sufyan.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar