Hal yang sangat penting untuk diketahui setiap muslim ialah bahwa harta yang dimiliki dalam bentuk apapun yang ada di sekitarnya adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala. Tidaklah dia mendapatkan harta dan semua yang menjadi miliknya kecuali dengan izin Allah, manusia tidaklah berkuasa sepenuhnya pada harta tersebut. Status harta itu hanya amanah atau titipan dari Allah saja. Sebagaimana dalam hadits:
يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِيْ أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِيْ أَكْسُكُمْ
“Wahai para hamba-Ku, kalian semua pada asalnya lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka mohonlah makanan pada-Ku. Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian pada asalnya telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian, maka mohonlah kepada-Ku pakaian.” (HR Muslim)
Gambaran hadits di atas menguatkan bahwa manusia tidaklah memiliki apa-apa semua kebutuhan hidupnya dicukupi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan perlu diingat, manakala lahir di dunia manusia tidaklah membawa apapun walau sehelai benang, lalu Allah berikan rizki kepadanya berupa pakaian dengan berbagai aneka ragam jenis dan jumlahnya.
Lalu dengan hikmah-Nya yang mulia, Allah telah memerintahkan kepada kita selaku penerima nikmat untuk menunaikan hak harta tersebut dengan zakat, infaq dan shadaqah sehingga kita menjadi orang yang dermawan karena kedermawanan adalah salah satu jalan menuju surga. Dan Allah melarang dari sifat bakhil (kikir atau pelit) yang merupakan lawan dari sifat dermawan.
Bakhil adalah sifat yang tercela karena sifat ini terlahir dari godaan syaithan. Bakhil dijadikan oleh syaithan sebagai jalan untuk menuju jalan ke neraka. Definisi bakhil adalah perbuatan seorang hamba untuk menahan harta yang ada pada kepemilikannya tanpa menunaikan hak dan kewajiban yang terkait dengan harta tersebut. Dalil yang melarang dari perbuatan bakhil di antaranya adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هِيَ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالشُّحُّ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ»
“Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasullullahshallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Jauhillah tujuh kehancuran yang dapat menimpa kalian.’ Lalu (shahabat) bertanya, ‘Apakah itu wahai Rasulullah?’ Lalu beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, kikir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh zina wanita mukminat yang suci.” (HR. an-Nasa`i)
Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhil. Salah satunya adalah Qarun sebagai raja kebakhilan yang pernah muncul di muka bumi ini. Di mana Allah akhirnya menenggelamkannya beserta pengikut dan hartanya. Kisah detailnya bisa dibaca dalam Al-Qur`an pada surah Al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhil dapat membawa kehancuran di dunia dan di akhirat.
Sifat bakhil muncul diakibatkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya.
Sudah sepantasnya bagi hamba-hamba yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjauhi sifat yang tercela ini, agar tidak menyesal kelak di kemudian hari.
Adapun bakhil ialah menahan harta yang seharusnya dia keluarkan. Sebagai contoh, dia mempunyai kemampuan untuk membayar zakat tapi dia tahan (tidak menunaikannya), atau dia seorang yang memiliki banyak harta tapi manakala datang fakir miskin untuk meminta haknya justru tidak dia beri.
Apapun posisi dan kedudukan kita, janganlah berbuat bakhil, bila kita sebagai suami janganlah bakhil pada istri dan anak-anak tentu dengan tidak mengajari sifat boros kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، وَيُقَالُ لَهُ : أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ، دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»
“Dari sahabat Abu Abdillah atau terkadang dipanggil Abu Abdirrahman Tsauban berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah.” (HR. Muslim)
Atau jika kita seorang pejabat janganlah kita bakhil pada bawahan. Bila menjadi seorang pedagang janganlah bakhil pada karyawannya, karena bila bakhil maka ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkannya yaitu:
لَا يَسْأَلُ رَجُلٌ مَوْلَاهُ مِنْ فَضْلٍ هُوَ عِنْدَهُ، فَيَمْنَعُهُ إِيَّاهُ، إِلَّا دُعِيَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَضْلُهُ الَّذِيْ مَنَعَهُ شُجَاعًا أَقْرَعَ
“Tidaklah seseorang meminta kelebihan harta yang dimiliki tuannya lalu dia tidak memberinya kecuali akan didatangkan ketika hari kiamat kelebihan harta itu berupa ular gundul.”(HR. Abu Dawud)
Agar kita terhindar dari sifat kikir para ulama telah memberikan solusi. Di antaranya dengan banyak bersedekah dan berinfak, memikirkan tentang kehinaan dan kerendahan harta di sisi Allah, memikirkan balasan yang besar di sisi Allah, memahami hakekat keberadaan harta yang ada di sekitarnya,banyak bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhi orang-orang yang mempunyai sifat bakhil.
Firman Allah Swt.:
{وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ}
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. (Ali Imran: 180)
Maksudnya, janganlah sekali-kali orang yang kikir mengira bahwa harta yang dikumpulkannya itu bermanfaat bagi dirinya, bahkan harta itu merupakan mudarat bagi agamanya, dan adakalanya mudarat pula bagi kehidupan dunianya.
Kemudian Allah Swt. memberitahukan kepada kita apa yang akan terjadi dengan harta benda orang yang kikir kelak di hari kiamat. Untuk itu Allah Swt. Berfirman:
سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (Ali Imran: 180)
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ، سَمِعَ أَبَا النَّضْرِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ -هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ-عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُريرة قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ شُجَاعًا أقرعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ، يُطَوّقُه يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَأْخُذُ بلِهْزِمَتَيْه -يَعْنِي بشدقَيْه-يَقُولُ: أَنَا مَالُكَ، أَنَا كَنزكَ" ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ} إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Munir yang telah mendengar dari Abun Nadr. telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yaitu ibnu Abdullah ibnu Dinar), dari ayahnya, dari Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa dianugerahi oleh Allah sejumlah harta, lalu ia tidak menunaikan zakat hartanya, kelak hartanya itu akan berubah ujud menjadi ular yang botak yang memiliki dua buah taring membelitnya kelak di hari kiamat. Ular itu menelannya dengan kedua rahangnya seraya mengatakan, "Akulah hartamu, akulah harta timbunanmu." Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. (Ali Imran: 180), hingga akhir ayat.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tanpa Imam Muslim bila ditinjau dari segi ini.
Ibnu Hibban meriwayatkannya di dalam kitab sahih melalui jalur Al-Lais ibnu Sa'd, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Abu Saleh dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا حُجَين بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عمَر، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "إِنَّ الَّذِي لَا يُؤَدِّي زَكَاةَ مَالِهِ يُمَثِّلُ اللهُ لَهُ مَالَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبتَان، ثُمَّ يُلْزِمهُ يطَوّقه، يَقُول: أنَا كَنزكَ، أنَا كَنزكَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hujain ibnul Musanna, telah mence-ritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah ibnu Abu Salamah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Sesungguhnya orang yang tidak menunaikan zakai hartanya, kelak di hari kiamat hartanya itu diubah ujudnya menjadi ular yang botak dengan memiliki dua buah taring, kemudian ular itu menggigitinya dan membelitnya seraya mengatakan, "Akulah hartamu, akulah timbunanmu."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Al-Fadl ibnu Sahl, dari Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dari Abdul Aziz ibnu Abdullah ibnu Abu Salamah dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Nasai mengatakan bahwa riwayat Abdul Aziz, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar lebih kuat daripada riwayat Abdur Rahman, dari ayahnya Abdullah ibnu Dinar, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah.
Menurut kami, tidak ada pertentangan di antara kedua riwayat tersebut, karena barangkali riwayat yang ada pada Abdullah ibnu Dinar bersumber dari dua jalur. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengetengahkannya melalui berbagai jalur dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah; juga dari hadis Muhammad ibnu Humaid. dari Ziyad Al-Khatmi, dari Abu Hurairah.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ جَامِعٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ قَالَ: " مَا مِنْ عَبْدٍ لَا يُؤَدِّي زَكَاةَ مَالِهِ إِلَّا جُعِلَ لَهُ شُجَاعٌ أقْرَعُ يَتْبَعُهُ، يَفِرّ مِنْهُ وَهُوَ يَتْبَعُه فَيقُولُ: أنَا كَنْ ". ثُمَّ قَرَأَ عَبْدُ اللَّهِ مِصْدَاقَهُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ: {سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jami', dari Abu Wa-il, dari Abdullah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang hamba tidak menunaikan zakat hartanya, melainkan dijadikan baginya ular botak yang selalu mengejarnya. Bila ia lari, maka ular bolak itu mengejarnya dan mengatakan, "Akulah timbunanmu (simpananmu)." Kemudian Abdullah ibnu Dinar membacakan ayat Kitabullah yang semakna dengannya, yaitu: Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (ali Imran: 180)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dari Jami' ibnu Abu Rasyid, Imam Turmuzi, dan Abdul Malik ibnu A'yun menambahkan bahwa keduanya dari Abu Wa-il Syaqiq ibnu Salamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis adalah hasan sahih.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Abu Bakar ibnu Iyasy dan Sufyan As-Sauri, keduanya dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abu Wa-il, dari Ibnu Mas'ud dengan lafaz yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud secara mauquf.
Hadis lain diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la,
حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطام، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْع، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، عَنْ ثَوْبَانَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ قَالَ: " مَنْ تَرَكَ بَعْدَهُ كَنزا مُثِّلَ لَهُ شُجُاعًا أَقْرَعَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَهُ زَبِيبَتَان، يَتْبَعُه ويَقُولُ: مَنْ أَنْتَ؟ وَيْلَكَ. فيقُولُ: أنَا كَنزكَ الَّذِي خَلَّفتَ بَعْدَكَ فَلا يَزَالُ يَتْبَعُه حَتَّى يُلْقِمَه يَدَه فَيقْضِمَها، ثُمَّ يَتْبَعه سَائِر جَسَ".
telah menceritakan kepada kami Umayyah ibnu Bustam, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Ma'dan ibnu Abu Talhah, dari Sauban, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa sesudah matinya meninggalkan harta simpanan, maka diserupakan baginya ular yang botak memiliki dua buah taring, ular botak itu terus mengejarnya.Maka dia bertanya, "Celakalah, siapakah kamu?" Ular botak itu menjawab, "Aku-lah harta simpanan yang kamu tinggalkan sesudah kamu mati." Ular botak itu terus mengejarnya hingga dapat menangkap tangannya, lalu dikunyahnya, kemudian menyusul seluruh tubuhnya.
Sanad hadis dinilai jayyid lagi kuat, tetapi mereka tidak mengetengahkannya. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Tabrani dari Jarir ibnu Abdullah Al-Bajali.
Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari hadis Bahz ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
"لَا يَأْتِي الرَّجُلُ مَولاهُ فيَسْأله مِنْ فَضْلِ مَالِهِ عِنْدَهُ، فَيَمْنَعهُ إيَّاهُ، إِلَّا دُعِي لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجاعٌ يَتَلَمَّظُ فَضْلَهُ الَّذِي مَنَعَ"
Tidak sekali-kali seorang lelaki datang kepada tuan (majikan)nya, lalu ia meminta sebagian dari lebihan harta yang ada padanya, tetapi si majikan menolaknya, melainkan dipanggilkan baginya kelak di hari kiamat seekor ular yang (diperintahkan) menelan lebihan harta yang tidak ia berikan itu.
Demikianlah menurut lafaz Ibnu Jarir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا دَاوُدُ، عَنْ أَبِي قَزَعة، عَنْ رَجُلٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَا مِنْ ذِي رَحِمٍ يَأْتِي ذَا رَحِمه، فيَسْأله مِنْ فَضْلٍ جَعَلَهُ اللهُ عِنْدَهُ، فَيَبْخَلُ بِهِ عَلَيْه، إِلَّا أخُرِج لَهُ مِنْ جَهَنَّم شُجَاعٌ يَتَلَمَّظ، حَتَّى يُطوّقه".
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Abu Quza’ah, dari seorang lelaki (sahabat), dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang datang kepada familinya. kemudian meminta kepadanya sebagian dari lebihan harta yang diberikan oleh Allah kepadanya, lalu ia kikir tidak memberikannya. melainkan dikeluarkan untuknya dari neraka Jahannam seekor ular yang menelan dan membelitnya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur lain dari Abu Quza'ah yang nama aslinya adalah Hajar ibnu Bayan, dari Abu Malik Al-Abdi secara mauquf. Tetapi ia meriwayatkannya pula melalui jalur lainnya lagi dari Abu Qaza'ah secara mursal.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab yang kikir dengan kitab-kitab yang ada di tangan mereka, dalam arti kata mereka tidak mau menerangkannya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Tetapi pendapat pertamalah yang benar, sekalipun pendapat terakhir termasuk ke dalam pengertiannya. Adakalanya dikatakan bahwa justru pendapat yang terakhir inilah yang lebih diprioritaskan. Hanya Allah Yang Mengetahui.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar