Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Makhluk yang Allah SWT sempurnakan dalam penciptaannya. Allah SWT telah mengutus manusia di dunia ini untuk senantiasa memakmurkan dunia, sehingga terciptalah kehidupan. Harus kita sadari bahwa sifat manusia itu mencakup dua sisi, yaitu sisi baik (sebagaimana mewarisi sifat malaikat) dan sisi buruk (sebagaimana mewarisi sifat setan yang suka membangkang). Apabila manusia mengikuti sifat malaikat, maka ia berpotensi untuk menjadi makhluk terbaik di sisi Allah SWT, namun sebaliknya jika ia mewarisi sifat setan maka ia berpotensi lebih buruk dari hewan sekalipun.
Allah Swt. menceritakan perihal manusia dan watak-watak buruk yang telah menjadi pembawaannya.
{إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا}
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. (Al-Ma'arij: 19)
Yang hal ini ditafsirkan oleh firman selanjutnya:
{إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا}
Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah.(Al-Ma'arij: 20)
Yakni apabila tertimpa kesusahan, ia kaget dan berkeluh kesah serta hatinya seakan-akan copot karena ketakutan yang sangat, dan putus asa dari mendapat kebaikan sesudah musibah yang menimpanya.
Fenomena yang sering terjadi adalah banyak orang yang mengeluhkan problemnya kepada orang lain…bahkan terkadang keluhan tersebut mereka cantumkan dalam status facebook mereka, atau Blackberry atau Twitter, mereka terkadang melakukan demikian karena mengharapkan belas kasih dari sahabat-sahabat mereka yang membaca status mereka tersebut.
Mereka mengeluhkan kondisi mereka, kemiskinan mereka, kesulitan yang mereka hadapi kepada orang lain. Bahkan diantara mereka tidak jarang yang mengeluh sambil menunjukkan “nada protes” dengan keputusan Allah yang Allah taqdirkan kepadanya.
Seorang salaf tatkala melihat ada seseorang yang mengeluhkan kondisinya kepada orang lain maka ia berkata :
وَإِذَا شَكَوْتَ إِلَى ابْنِ آدَمَ إِنَّمَا ... تَشْكُو الرَّحِيْمَ إِلَى الَّذِي لاَ يَرْحَمُ
Jika engkau mengeluhkan (kondisimu) kepada anak Adam maka sesungguhnya…
Engkau sedang mengeluhkan Allah Yang Maha Penyayang kepada anak Adam yang bukan penyayang…
Keluh, kesah, gundah, resah dan gelisah ini adalah suatu sifat tercela (madzmumah) yang mengotori hati manusia pada daging yang segumpal di dalamnya, yang sebagai gambaran isi hati yang di rundung derita yang tak kunjung sirna akibat menjalani proses pada kehidupan ini, keluh kesah dalam jiwa manusia adalah hal yang wajar, sifat ini mempunyai kehendak yang selalu pada mulanya di motori oleh iblis dan syetan, sifat keluh kesah ini sama sekali tidak boleh di turuti kehendaknya, ia akan senantiasa menggambarkan ketidak berdayaan dalam mengarungi kehidupan dan berarti tidak percaya atas kehendak dan ketentuan Allah Swt pada dirinya, jika ingin merubah ketentuan dan kehendak pengaturan Allah Swt ini, maka hadapkanlah hati hanya kepada Allah Swt dan sampaikan kepada-Nya melalui shalat sebagaimana firman Allah Swt di atas, bukan kepada sesama makhluk, karena hal ini akan menjauh dari nilai-nilai kesabaran dan kepribadian yang qana’ah, jika di ikuti kemauannya maka stress dan putus asa akan selalu menghantuinya, lakukanlahshalat dan do’a, karena ini adalah sarana yang menghubungkan langsung antara hamba dengan Khaliq-Nya, juga sebagai penolong dan alat kontrol diri, dan ini hanya dapat di rasakan oleh mereka yang shalatnya sejalan dengan anjuran dan ukuran Rasulullah Saw serta di barengi keikhlasan dan kekhusyuan yang mantap, adapun do’a merupakan isyarat permohonan seorang hamba kepada Rab-Nya atas segala apa yang di timpakan-Nya termasuk keluh, kesah, gundah, resah dan gelisah atas segala bentuk persoalan hidup, bukan kepada sesama makhluk, karena tiada satupun makhluk yang akan mampu untuk memberikan pertolongan terhadap manusia, apalagi untuk memberikan pertolongan yang berbentuk ketentuan dan pengaturan Allah Swt terhadap perjalanan kehidupan dunia ini.
Agama Islam tidak tertutup dalam menangani permasalahan keluh dan kesah ini, hukum membolehkan untuk melakukan keluh kesah kepada sesama makhluk hanya terbatas kepada mahramnya saja, jika di luar mahramnya sehubungan peringatan Rasulullah Saw pada hadist ini : "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahramnya." (H.R. Bukhari dan Muslim), dari ucapan Rasulullah Saw ini sudah jelas pula hukumnya untuk jangan melakukan “CURAHAN HATI” kepada yang bukan mahramnya, pengertian “KHALWAT” di atas adalah berbicara hanya berdua tanpa adanya saksi saat itu atau adanya kehadiran mahramnya yang ikut mendengar, namun hukum telah mengatur segala bentuk keresahan, kegundahan, kesusahan hati yang tercurah hanya sampaikan kepada Allah Swt saja dan kepada ahli keluarga yang memang mahramnya, jika sebaliknya yang di lakukan akan menjadi petaka baginya karena bertentangan dengan aturan yang telah di gariskan Allah Swt dan Dia akan menghukum hamba-Nya yang melakukan ini, pada dasarnya ini adalah penyakit hati dan kalbu pada manusia yang merongrong akan keimanan hamba tersebut.
Makna mendasar firman Allah Swt di atas adalah, hendaknya manusia menyadari diri dan menghinakan diri dalam sesuatu persoalan yang menimpanya dalam kehidupan dunia ini kepada makhluk lain kecuali hanya kepada Allah Swt, berkeluh kesah ini pada sesama makhluk hanya boleh di lakukan kepada mahramnya, sampaikanlah kepada ahli keluarga atau para mahramnya atas segala bentuk penderitaan atau apa saja yang mengakibatkan diri pribadi secara bathiniah dan rohaniah mengeluh, kalau memang harus di lakukan juga jika mengalami sesuatu persoalan yang pelik, baik itu tentang kehidupan dunia (penghidupan), pergaulan sehari-hari, akibat hubungan sesama manusia dan lain sebagainya, setelah itu bagi orang-orang yang beriman hendaklah untuk meningkatkan kesabaran dan ketaqwaannya kepada Allah Swt dan melakukan tafakkur serta muhasabah terhadap diri sendiri melalui ibadah shalat sunat istikharah yang memang telah di anjurkan dan di turunkan gunanya untuk hal ini sebagai sarana dan prasarana penyampaian atas segala bentuk keresahan, kegelisahan dan lain sebagainya atau sebagai curahan hati, sehingga hal sedemikian dapat menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menghela kepada kemaksiatan, keingkaran, kemungkaran dan kejahatan lainnya.
Jika di lakukan kepada sesama makhluk maka akan berpotensi kepada hal-hal yang negatif yang dapat menghela kepada kerusakan yang lebih kepada diri sendiri, berakibat kurangnya percaya diri, kurangnya keimanan dan ketaqwaan, karena ia hanya melakukan keluh kesahnya kepada sesama makhluk, sementara yang menciptakan keluh kesah itu adalah Allah Swt, jadi hanya kepada Allah Swt sajalah tempat untuk mengadukan segala kesusahan hati, keresahan hati, kegundahan hati dan lain sebagainya yang menyangkut tentang hati dan perasaan yang sebagai sumber timbulnya rasa keluh dan kesah ini.
Istiqomah dan optimislah yang dapat menjaga eksistensi keberlangsungan iman dan Islam seorang mu’minin dan mu’minat (orang-orang yang beriman), ia tidak akan surut walau di terjang maut sekalipun atas akibat dari segala bentuk keluh dan kesah, ia akan senantiasa berpegang teguh pada aqidah yang menguncinya aturan perjalanan hidupnya sebagai wujud bahwa dirinya memenuhi janji dan syahadat yang di ikrarkannya, apabila istiqamah dan optimisme ini mampu membeku dalam qalbu, terpatri dalam hati, maka konsekuensinya rasa ridha, syukur dan ketenangan akan terlahir darinya atas karunia dan hidayah Allah Swt.
Haram melakukan perkara-perkara yang bisa menghela kepada timbulnya perbuatan yang mungkar, seperti hawa, nafsu dan syahwat, timbulnya fitnah karena dan yang bisa membangkitkan hawa dan nafsu, contohnya yang berlaku pada kebanyakan umat manusia sekarang, di mana sms, e-mail, chat atau facebook atau jejaring sosial lainnya, bisa dengan mudahnya untuk menjadi alat sebagai dasar perantara perjanjian memadu kasih yang memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing melunaskan keinginan dan kesenangannya semata-mata, membicarakan perkara-perkara yang tiada guna, melakukan pembicaraan yang maksiat karena hanya terhubung berdua secara pribadi, ajang bercerita tentang aib keluarga, aib hati atau aib perasaannya kepada orang lain yang bukan mahramnya, yang mana hal ini adalah sangat berpotensi menimbulkan fitnah lucah lebih-lebih lagi hukumnya adalah haram.
Boleh saja beraktifitas mengikuti pada teknologi perkembangan dunia, karena semua ini di ciptakan Allah Swt hanya untuk kenikmatan umatnya juga, namun sikapi dan lakukanlah hanya untuk kebaikan dan bukan untuk menebar kemaksiatan, kemungkaran dan keingkaran melalui postingan porno, ucapan-ucapan atau kata-kata yang tidak perlu dan tiada manfaatnya dan lain sebagainya, namun lakukanlah hanya untuk yang baik-baik saja, seperti pendidikan, komunikasi penting dan berguna, bisnis untuk perekonomian, hal-hal keagamaan yang bersifat syi’ar dan lain sebagainya, tebarlah manfaat selagi sempat, jangan tebar kemaksiatan, kemungkaran dan keingkaran dalam waktu yang singkat ini.
{وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا}
dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.(Al-Ma'arij: 21)
Yaitu apabila ia mendapat nikmat dari Allah Swt., berbaliklah ia menjadi orang yang kikir terhadap orang lain, dan tidak mau menunaikan hak Allah yang ada padanya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُلَيّ بنُ رَباح: سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مَرْوَانَ بن الحكم قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيرة يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "شَرُّ مَا فِي رَجُلٍ شُحٌ هَالِعٌ، وَجُبْنٌ خَالِعٌ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ali ibnu Rabah, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Abdul Aziz ibnu Marwan ibnul Hakam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sifat terburuk yang ada pada diri seorang lelaki ialah kikir yang keterlaluan dan sifat pengecut yang parah.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abdullah ibnul Jarah, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama, dan ia tidak mempunyai hadis dari Abdul Aziz selain dari hadis ini.
Hal yang sangat penting untuk diketahui setiap muslim ialah bahwa harta yang dimiliki dalam bentuk apapun yang ada di sekitarnya adalah milik Allah subhanahu wa ta’ala. Tidaklah dia mendapatkan harta dan semua yang menjadi miliknya kecuali dengan izin Allah, manusia tidaklah berkuasa sepenuhnya pada harta tersebut. Status harta itu hanya amanah atau titipan dari Allah saja. Sebagaimana dalam hadits:
يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِيْ أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِيْ كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِيْ أَكْسُكُمْ
“Wahai para hamba-Ku, kalian semua pada asalnya lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka mohonlah makanan pada-Ku. Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian pada asalnya telanjang, kecuali orang yang Kuberi pakaian, maka mohonlah kepada-Ku pakaian.” (HR Muslim)
Gambaran hadits di atas menguatkan bahwa manusia tidaklah memiliki apa-apa semua kebutuhan hidupnya dicukupi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dan perlu diingat, manakala lahir di dunia manusia tidaklah membawa apapun walau sehelai benang, lalu Allah berikan rizki kepadanya berupa pakaian dengan berbagai aneka ragam jenis dan jumlahnya.
Lalu dengan hikmah-Nya yang mulia, Allah telah memerintahkan kepada kita selaku penerima nikmat untuk menunaikan hak harta tersebut dengan zakat, infaq dan shadaqah sehingga kita menjadi orang yang dermawan karena kedermawanan adalah salah satu jalan menuju surga. Dan Allah melarang dari sifat bakhil (kikir atau pelit) yang merupakan lawan dari sifat dermawan.
Bakhil adalah sifat yang tercela karena sifat ini terlahir dari godaan syaithan. Bakhil dijadikan oleh syaithan sebagai jalan untuk menuju jalan ke neraka. Definisi bakhil adalah perbuatan seorang hamba untuk menahan harta yang ada pada kepemilikannya tanpa menunaikan hak dan kewajiban yang terkait dengan harta tersebut. Dalil yang melarang dari perbuatan bakhil di antaranya adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هِيَ؟ قَالَ: «الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالشُّحُّ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ»
“Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Jauhillah tujuh kehancuran yang dapat menimpa kalian.’ Lalu (shahabat) bertanya, ‘Apakah itu wahai Rasulullah?’ Lalu beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, kikir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh zina wanita mukminat yang suci.” (HR. an-Nasa`i)
Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhil. Salah satunya adalah Qarun sebagai raja kebakhilan yang pernah muncul di muka bumi ini. Di mana Allah akhirnya menenggelamkannya beserta pengikut dan hartanya. Kisah detailnya bisa dibaca dalam Al-Qur`an pada surah Al-Qashash. Hal ini perlu kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhil dapat membawa kehancuran di dunia dan di akhirat.
Sifat bakhil muncul diakibatkan kecintaan yang berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-sebab lainnya.
Sudah sepantasnya bagi hamba-hamba yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menjauhi sifat yang tercela ini, agar tidak menyesal kelak di kemudian hari.
Apapun posisi dan kedudukan kita, janganlah berbuat bakhil, bila kita sebagai suami janganlah bakhil pada istri dan anak-anak tentu dengan tidak mengajari sifat boros kepada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، وَيُقَالُ لَهُ : أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ، دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»
“Dari sahabat Abu Abdillah atau terkadang dipanggil Abu Abdirrahman Tsauban berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dia infakkan kepada keluarganya dan dinar yang diinfakkan untuk membeli kendaraan perang di jalan Allah, serta dinar yang diinfakkan untuk saudaranya untuk perang di jalan Allah.” (HR. Muslim)
Atau jika kita seorang pejabat janganlah kita bakhil pada bawahan. Bila menjadi seorang pedagang janganlah bakhil pada karyawannya, karena bila bakhil maka ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkannya yaitu:
لَا يَسْأَلُ رَجُلٌ مَوْلَاهُ مِنْ فَضْلٍ هُوَ عِنْدَهُ، فَيَمْنَعُهُ إِيَّاهُ، إِلَّا دُعِيَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَضْلُهُ الَّذِيْ مَنَعَهُ شُجَاعًا أَقْرَعَ
“Tidaklah seseorang meminta kelebihan harta yang dimiliki tuannya lalu dia tidak memberinya kecuali akan didatangkan ketika hari kiamat kelebihan harta itu berupa ular gundul.”(HR. Abu Dawud)
Agar kita terhindar dari sifat kikir para ulama telah memberikan solusi. Di antaranya dengan banyak bersedekah dan berinfak, memikirkan tentang kehinaan dan kerendahan harta di sisi Allah, memikirkan balasan yang besar di sisi Allah, memahami hakekat keberadaan harta yang ada di sekitarnya,banyak bergaul dengan orang-orang shaleh dan menjauhi orang-orang yang mempunyai sifat bakhil.
Eits tapi tunggu dulu. Ternyata nggak semua manusia itu biasa berkeluh kesah dan kikir. Ternyata Allah masih memberikan eksepsi, nggak semua orang itu suka berkeluh kesah dan kikir. Mari kita baca ayat selanjutnya.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
{إِلا الْمُصَلِّينَ}
kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. (Al-Ma'arij: 22)
Yakni manusia itu ditinjau dari segi pembawaannya menyandang sifat-sifat yang tercela, terkecuali orang yang dipelihara oleh Allah dan diberi-Nya taufik dan petunjuk kepada kebaikan dan memudahkan baginya jalan untuk meraihnya. Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan salat.
{الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ}
yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang memelihara salat dengan menunaikannya di waktunya masing-masing dan mengerjakan yang wajib-wajibnya. Demikianlah menurut Ibnu Mas'ud, Masruq, dan Ibrahim An-Nakha'i. Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan tetap dalam ayat ini ialah orang yang mengerjakan salatnya dengan tenang dan khusyuk, semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 1-2)
Demikianlah menurut Uqbah ibnu Amir. Dan termasuk ke dalam pengertian ini kalimat al-ma-ud da-im, artinya air yang tenang dan diam, tidak beriak dan tidak bergelombang serta tidak pula mengalir. Makna ini menunjukkan wajib tuma-ninah dalam salat, karena orang yang tidak tuma-ninah dalam rukuk dan sujudnya bukan dinamakan orang yang tenang dalam salatnya, bukan pula sebagai orang yang menetapinya, bahkan dia mengerjakannya dengan cepat bagaikan burung gagak yang mematuk, maka ia tidak beroleh keberuntungan dalam salatnya.
Menurut pendapat yang lain, apabila mereka mengerjakan suatu amal kebaikan, maka mereka menetapinya dan mengukuhkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis sahih diriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a., dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
"أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلّ"
Amal yang paling disukai oleh Allah ialah yang paling tetap, sekalipun sedikit.
Menurut lafaz yang lain disebutkan:
«مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ»
yang paling tetap diamalkan oleh pelakunya
Selanjutnya Aisyah r.a. mengatakan, Rasulullah Saw. adalah seorang yang apabila mengamalkan suatu amalan selalu menetapinya. Menurut lafaz yang lain disebutkan selalu mengukuhkannya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij: 23), Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Danial a.s. menyebutkan sifat umat Muhammad Saw. Maka ia mengatakan bahwa mereka selalu mengerjakan salat yang seandainya kaum Nuh mengerjakannya, niscaya mereka tidak ditenggelamkan; dan seandainya kaum 'Ad mengerjakannya, niscaya mereka tidak tertimpa angin yang membinasakan mereka; atau kaum Samud, niscaya mereka tidak akan tertimpa pekikan yang mengguntur. Maka kerjakanlah salat, karena sesungguhnya salat itu merupakan akhlak orang-orang mukmin yang baik.
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ}
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (Al-Ma'arij: 24-25)
Yakni orang-orang yang di dalam harta mereka terdapat bagian tertentu bagi orang-orang yang memerlukan pertolongan. Masalah ini telah diterangkan di dalam tafsir surat Az-Zariyat.
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ}
Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. (Al-Ma'arij: 26)
Yaitu meyakini adanya hari kiamat, hari penghisaban, dan pembalasan; maka mereka mengerjakan amalnya sebagaimana orang yang mengharapkan pahala dan takut akan siksaan. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:
{وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}
dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (Al-Ma'arij:27)
Maksudnya, takut dan ngeri terhadap azab Allah Swt.:
{إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ}
Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). (Al-Ma'arij: 28)
Yakni tiada seorang pun yang merasa aman dari azab-Nya dari kalangan orang yang mengetahui akan perintah Allah Swt. kecuali hanya bila mendapat jaminan keamanan dari Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ}
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,(Al-Ma'arij: 29)
Yaitu mengekangnya dari melakukan hal yang diharamkan baginya dan menjaganya dari meletakkannya bukan pada tempat yang diizinkan oleh Allah Swt. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ}
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki. (Al-Ma'arij: 30)
Maksudnya, budak-budak perempuan yang dimiliki oleh mereka.
{فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ}
maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampauibatas. (Al-Ma'arij: 30-31)
Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam permulaan surat Al-Mu’minun, yaitu pada firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1), hingga beberapa ayat berikutnya. sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam surat ini.
Firman Allah Swt.:
{وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ}
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (Al-Ma'arij: 32)
Yakni apabila mereka dipercaya, mereka tidak khianat; dan apabila berjanji, tidak menyalahinya. Demikianlah sifat orang-orang mukmin dan kebalikannya adalah sifat-sifat orang-orang munafik, sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih yang mengatakan:
«آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ»
Pertanda orang munqfik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, menyalahi; dan apabila dipercaya, khianat.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
«إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خاصم فجر»
Apabila berbicara, dusta; dan apabila berjanji, melanggar; dan apabila bertengkar, melampaui batas.
Firman Allah Swt:
{وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ}
Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. (Al-Ma'arij: 33)
Yakni bersikap hati-hati dalam bersaksi, tidak menambahi dan tidak mengurangi, tidak pula menyembunyikan sesuatu.
وَمَنْ يَكْتُمْها فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya. (Al-Baqarah: 283)
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ}
Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34)
Yakni waktu-waktunya, rukun-rukunnya, wajib-wajibnya, dan sunat-sunatnya. Pembicaraan dimulai dengan menyebutkan salat dan diakhiri dengan menyebutkannya pula, hal ini menunjukkan perhatian yang besar terhadap masalah salat dan mengisyaratkan tentang kemuliaannya.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam permulaan surat Al-Mu’minun melalui firman-Nya:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1)
Maka di penghujung pembahasannya disebutkan hal yang sama dengan di sini, yaitu firman-Nya:
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيها خالِدُونَ
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni ) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun: 10-11)
Dan dalam surat Al-Ma'arij ini disebutkan oleh firman-Nya:
{أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ}
Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. (Al-Ma'arij: 35)
Yakni dimuliakan dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan surgawi.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
BalasHapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau