Bagi para missionaris, mengkristenkan kaum Muslim adalah keharusan. Dalam laporan tentang Konferensi Seabad Misi-misi Protestan Dunia (Centenary Conference on the Protestant Missions of the World) di London (1888), tercatat ucapan Dr George F Post, “Kita harus menghadapi Pan-Islamisme dengan Pan-Evangelisme. Ini merupakan pertarungan hidup dan mati.” Selanjutnya, dia berpidato, “… kita harus masuk ke dalam Arabia; kita harus masuk ke Sudan; kita harus masuk ke Asia Tengah; dan kita harus mengkristenkan orang-orang ini atau mereka akan berbaris mengarungi gurun-gurun, dan mereka akan menyapu laksana api melahap kekristenan kita dan melahapnya.”
Ringkasnya, misionaris ini menyatakan: Kristenkan orang Islam, atau mereka akan mengganyang Kristen!”
Kekuatan “kata” yang dipadu dengan “kasih” seperti yang diungkapkan Henry Martyn perlu mendapat catatan serius. Konon, “orang Jawa” – sebagaimana huruf Jawa — akan mati jika “dipangku”.
Jika seseorang dibantu, dibiayai, diberi perhatian yang besar (kasih), maka hatinya akan luluh. Pendapatnya bisa goyah. Bisa, tapi tidak selalu.
Ketika kaum Muslim tidak lagi memahami Islam dengan baik, tidak meyakini Islam, dan menderita penyakit mental minder terhadap peradaban Barat, maka yang terjadi kemudian adalah upaya imitasi terhadap apa saja yang dikaguminya. Abdullah Cevdet, seorang tokoh Gerakan Turki Muda menyatakan, “Yang ada hanya satu peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawarnya mau pun durinya sekaligus.”
Socrates, seperti diceritakan muridnya, Plato (427-347 SM), dalam karyanya The Republic, memandang demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang tidak ideal; lebih rendah nilainya dibandingkan aristokrasi (negara dipimpin para pecinta hikmah/kebenaran), ‘timokrasi’ (negara dipimpin para ksatria pecinta kehormatan), dan oligarchi (negara dipimpin oleh sedikit orang). Di negara demokrasi (pemerintahan oleh rakyat – the rule of the people), kata Socrates, semua orang ingin berbuat menurut kehendaknya sendiri, yang akhirnya menghancurkan negara mereka sendiri. Kebebasan menjadi sempurna. Ketika rakyat lelah dengan kebebasan tanpa aturan, maka mereka akan mengangkat seorang tiran untuk memulihkan aturan. (… when men tire of the lawlessness of a liberty… they appoint a strong man to restore order).
Sebagai umat Islam tentu kita harus waspada terhadap semua orang kafir dan tidak boleh terjerumus ke dalam tipu daya dan propaganda sesat mereka. Bagaimanapun juga orang-orang kafir adalah orang-orang zhalim dan salah satu kezhaliman terbesar mereka adalah perbuatan syirik mereka.
Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (32) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (33)
Mereka berkehendak memadamkan cahaya(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk(Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS At-Taubah Ayat 32-33)
Allah Swt. berfirman menceritakan perihal orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab:
{أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ}
Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah.(At-Taubah: 32)
Yakni petunjuk dan agama yang hak yang Allah turunkan melalui Rasulullah Saw. Mereka bermaksud memadamkannya dengan bantahan dan kedustaan yang mereka buat-buat. Allah mengumpamakan perbuatan mereka itu dengan seseorang yang berkeinginan memadamkan sinar matahari atau cahaya rembulan dengan tiupan. Dengan kata lain hal ini jelas tidak mungkin dan tidak ada jalan untuk itu. Maka demikian pula apa yang disampaikan oleh Allah melalui Rasul-Nya, pasti akan sempurna dan akan menang. Karena itulah Allah Swt. menjawab niat dan kehendak mereka itu melalui firman-Nya:
{وَيَأْبَى اللَّهُ إِلا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ}
dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (At-Taubah: 32)
Istilah kafir menurut pengertian bahasa ialah 'orang yang menutupi sesuatu dan menyembunyikannya'. Karena itu, maka malam hari dinamakan kafir, sebab ia menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. Seorang petani dinamakan pula kafir menurut istilah bahasa, karena ia mengubur biji (benih) tanaman ke dalam tanah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya (menurut salah satu qiraat), yaitu: {أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ}"Menyenangkan hati penanam-penanamnya". Kemudian Allah Swt. berfirman:
{هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ}
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33)
Petunjuk ialah apa yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. berupa berita-berita yang benar, iman yang benar, dan ilmu yang bermanfaat. Dan agama yang hak ialah amal-amal yang benar lagi bermanfaat di dunia dan akhirat.
{لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ}
untuk dimenangkan-Nya atas segala agama. (At-Taubah: 33)
Yakni atas semua agama lain, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw., bahwa beliau Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَسَيَبْلُغُ مُلْكُ أُمَّتِي مَا زُوي لِي مِنْهَا"
Sesungguhnya Allah melipatkan bumi untukku bagian barat dan bagian timurnya, dan kelak kerajaan umatku akan mencapai semua bagian yang dilipatkan bagiku darinya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ: سَمِعْتُ شَقِيقَ بْنَ حَيَّانَ يُحَدِّثُ عَنْ مَسْعُودِ بْنِ قَبِيصة -أَوْ: قَبِيصَةَ بْنِ مَسْعُودٍ -يَقُولُ: صَلَّى هَذَا الْحَيُّ مِنْ "مُحَارب" الصُّبْحَ، فَلَمَّا صَلَّوْا قَالَ شَابٌّ مِنْهُمْ: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: "إِنَّهُ سَيُفْتَحُ لَكُمْ مَشَارِقُ الْأَرْضِ وَمَغَارِبُهَا، وَإِنَّ عُمَّالَهَا فِي النَّارِ، إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Muhammad ibnu Abu Ya'qub, bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Hayyan menceritakan hadis berikut dari Mas'ud ibnu Qubaisah atau Qubaisah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa suatu kabilah dari Bani Muharib melakukan salat Subuh. Setelah mereka menyelesaikan salatnya, salah seorang pemuda mereka berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kelak akan dibukakan bagi kalian belahan timur dan belahan barat bumi ini, dan sesungguhnya orang-orang yang menguasainya dimasukkan ke dalam neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan menunaikan amanat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الأمرُ مَا بَلَغَ الليلُ وَالنَّهَارُ، وَلَا يَتْرُكُ اللَّهُ بَيْتَ مَدَر وَلَا وَبَر إِلَّا أَدْخَلَهُ هَذَا الدِّينَ، بعِزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ، عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ الْإِسْلَامَ، وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْكُفْرَ"،
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Tamim Ad-Dari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya perkara ini (agama Islam) akan mencapai apa yang dicapai oleh malam dan siang hari. Dan Allah tidak akan membiarkan suatu kota pun —tidak pula suatu kampung pun— melainkan dimasuki oleh agama ini. Agama ini memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina; ia menjadi mulia karena Allah memuliakannya melalui agama Islam, dan menjadi terhina karena Allah menghinakan orang kafir melaluinya.
Tamim Ad-Dari mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah mengenal dengan baik semua orang yang ada di lingkungan keluarganya. Orang yang masuk Islam dari kalangan mereka memperoleh kebaikan, kemuliaan, dan kehormatan; dan orang yang kafir di antara mereka tertimpa oleh kehinaan, dipandang remeh, dan dikenakan jizyah.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ جَابِرٍ، سَمِعْتُ سُلَيْمَ بْنَ عَامِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَر وَلَا وَبَر، إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ كَلِمَةَ الْإِسْلَامِ بعزِّ عَزِيزٍ، أَوْ بذلِّ ذَلِيلٍ، إِمَّا يُعِزُّهُمُ اللَّهُ فَيَجْعَلُهُمْ مِنْ أهلها، وإما يذلهم فيدينون لها"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepadaku Ibnu Jabir; ia pernah mendengar Salim ibnu Amir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Miqdad ibnul Aswad mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tiada yang tersisa dimuka bumi ini suatu rumah pun, baik di kota maupun di kampung melainkan dimasuki oleh kalimah Islam. Islam memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina. Adapun orang yang ditakdirkan mulia oleh Allah, maka Allah menjadikannya termasuk ahlinya; dan orang yang ditakdirkan hina oleh Allah, maka mereka dihinakan oleh kalimah Islam (yakni tidak mau masuk Islam).
Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad disebutkan pula bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَدِيّ، عَنْ ابْنِ عَوْنٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ سَمِعَهُ يَقُولُ: دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "يَا عَدِيُّ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ". فَقُلْتُ: إِنِّي مِنْ أَهْلِ دِينٍ. قَالَ: "أَنَا أَعْلَمُ بِدِينِكَ مِنْكَ". فَقُلْتُ: أَنْتَ أَعْلَمُ بِدِينِي مِنِّي؟ قَالَ: "نَعَمْ، أَلَسْتَ مَنِ الرَّكُوسِيَّة، وَأَنْتَ تَأْكُلُ مِرْبَاعَ قَوْمِكَ؟ ". قُلْتُ: بَلَى. قَالَ: "فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ لَكَ فِي دِينِكَ". قَالَ: فَلَمْ يَعْدُ أَنْ قَالَهَا فَتَوَاضَعْتُ لَهَا، قَالَ: "أَمَا إِنِّي أَعْلَمُ مَا الَّذِي يَمْنَعُكَ مِنَ الْإِسْلَامِ، تَقُولُ: إِنَّمَا اتَّبَعَهُ ضَعَفَةُ النَّاسِ وَمَنْ لَا قُوَّةَ لَهُ، وَقَدْ رَمَتْهم الْعَرَبُ، أَتَعْرِفُ الْحِيرَةَ؟ " قُلْتُ: لَمْ أَرَهَا، وَقَدْ سَمِعْتُ بِهَا. قَالَ: "فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لِيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى تَخْرُجَ الظَّعِينة مِنَ الْحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَتَفْتَحُنَّ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ". قُلْتُ: كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ؟. قَالَ: "نَعَمْ، كِسْرَى بْنُ هُرْمُزَ، وليُبْذَلنَّ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ". قَالَ عَدِيُّ بْنُ حَاتِمٍ: فَهَذِهِ الظَّعِينَةُ تَخْرُجُ مِنْ الْحِيرَةِ، فَتَطُوفُ بِالْبَيْتِ فِي غَيْرِ جِوَارِ أَحَدٍ، وَلَقَدْ كُنْتُ فِيمَنْ فَتَحَ كُنُوزَ كِسْرَى بْنِ هُرْمُزَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَكُونَنَّ الثَّالِثَةَ؛ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قد قَالَهَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Abu Huzaifah, dari Addi ibnu Hatim. Abu Huzaifah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Addi ibnu Hatim menceritakan hadis berikut bahwa ia masuk menemui Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Addi, masuk Islamlah kamu, maka selamatlah kamu." Addi menjawab, "Saya telah memeluk suatu agama." Rasulullah Saw. bersabda, "Aku lebih mengetahui agamamu daripada kamu." Addi bertanya, "Benarkah engkau lebih mengetahui agamaku daripada aku sendiri?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bukankah kamu dari kalangan Raksawiyyah, dan kamu biasa memakan (memungut) upeti kaummu?" Addi ibnu Hatim menjawab, "Memang benar." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya hal itu tidak dihalalkan menurut agamamu." Addi ibnu Hatim mengatakan bahwa Nabi Saw. tidak mengulangi ucapannya itu sehingga ia merasa rendah diri dan malu kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku mengetahui hal yang menghambatmu untuk masuk Islam. Kamu menduga bahwa agama Islam hanyalah diikuti oleh orang-orang yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan, dan memang dugaan yang serupa telah dilontarkan pula oleh orang-orang Arab. Tahukah kamu Hirah?' Addi ibnu Hatim menjawab, "Saya belum pernah melihatnya, tetapi saya pernah mendengarnya." Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, sesungguhnya Allah akan menyempurnakan urusan ini (agama Islam) sehingga seorang wanita bepergian dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun (yakni keadaan atau situasi masa itu sangat aman). Dan sesungguhnya kelak perbendaharaan kerajaan Persia benar-benar akan dibuka (dikuasai oleh kaum muslim). Addi ibnu Hatim berkata, "Apakah yang dimaksud adalah kerajaan Kisra Ibnu Hurmuz?, Nabi SAW Bersabda : Ya, Kisra ibnu Hurmuz; dan sesungguhnya harta benda akan diberikan hingga tidak ada lagi seseorang yang mau menerimanya.Addi ibnu Hatim mengatakan, "Musafir wanita itu memang telah berangkat dari Hirah, lalu melakukan tawaf di Baitullah tanpa ditemani oleh seorang lelaki pun. Dan sesungguhnya aku termasuk salah seorang yang ikut membuka perbendaharaan Kisra ibnu Hurmuz. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, akan terjadi hal yang ketiga, karena Rasulullah Saw. telah menyebutkannya (yakni saat harta benda diberikan, kemudian tiada seorang pun yang mau menerimanya; yang dimaksud ialah dekat hari kiamat. Pent.)."
قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْنٍ زَيْدُ بْنُ يَزِيدَ الرّقَاشِيّ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَد اللاتُ والعُزّى". فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ كُنْتُ لَأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ: {هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ} أَنَّ ذَلِكَ تَامٌّ، قَالَ: "إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا طَيِّبَةً [فَيَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّة خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ] فَيَبْقَى مَنْ لَا خَيْرَ فِيهِ، فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ"
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'an Zaid ibnu Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Al-Aswad ibnul Ala, dari Abu Salamah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Malam dan siang hari tidak akan lenyap sebelum Lata dan 'Uzza disembah (kembali) Aku (Siti Aisyah r.a.) bertanya.”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menduga bahwa ketika Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 'Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk(Al-Qur’an ) dan agama yang benar. (At-Taubah: 33), hingga akhir ayat." Hal tersebut memberikan pengertian bahwa segala sesuatunya telah sempurna."Rasulullah Saw. bersabda:Sesungguhnya kelak sebagian dari hal itu(penyembahan kepada berhala) akan terjadi menurut apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian Allah mengirimkan angin yang harum, maka matilah semua orang yang di dalam kalbunya terdapat iman (walau) seberat zarrah, dan yang masih hidup adalah orang-orang yang di dalam dirinya tidak terdapat suatu kebaikan pun, maka mereka kembali kepada agama nenek moyang mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha’ kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka” (QS. al-Baqarah: 120).
Makna ayat di atas sejatinya sungguh gamblang, jelas dan terang benderang bagi orang yang hatinya bersih dan mau menerima Al Qur’an dengan tasliim. Bisa dipahami orang yang awam sekalipun. Namun orang yang di dalam hatinya ada penyakit, senantiasa berusaha menimbulkan kerancuan dan keraguan. Sehingga dari ayat di atas, dimunculkan tiga pertanyaan dan kerancuan yang disebarkan sebagian orang di internet belakangan ini.
Pertanyaan 1: Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata “kepadamu..” pada ayat tersebut? Apakah maksudnya adalah bahwa ayat ini hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja? Sehingga maknanya ketidak-senangan kaum Yahudi dan Nasrani bukan kepada kaum Muslimin secara umum?
Pertanyaan 2: Apakah benar bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang Yahudi dan Nashrani” pada ayat di atas adalah hanya orang-orang Yahudi dan Nashrani yang ada di zaman Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukanlah kaum Yahudi dan Nashrani secara umum?
Pertanyaan 3: Apa makna kata “millah” pada ayat di atas? Apakah maknanya adalah “agama”, atau maknanya adalah “jalan”, seperti yang disebutkan oleh Imam al-Baghawiy rahimahullahdalam kitab tafsirnya? Sehingga menyatakan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani selalu berusaha mengajak kaum Muslimin ke agama mereka itu tidak benar?
Mari kita bahas pertanyaan-pertanyaan ini, insyaAllah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiqNya.
Kaidah ilmu tafsir: memahami ayat dengan keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab
Sebuah metode yang telah diajarkan oleh para ulama’ agar kita terhindar dari salah tafsir atau salah dalam memahami makna ayat/hadits adalah dengan mengumpulkan dalil-dalil yang berbicara tentang permasalahan tersebut, kemudian baru menarik kesimpulan. Janganlah hanya membaca satu ayat/hadits, kemudian langsung menyimpulkan. Ini karena bisa saja ada dalil lain yang menjelaskan makna ayat/hadits tersebut, atau bisa saja keumuman lafazhnya dikhususkan, atau kekhususan lafazhnya diumumkan, dsb.
Dalam permasalahan ini, dalil lain yang bisa membantu kita memahami surat Al Baqarah ayat 120 di atas, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,,
وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintahNya. Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109).
Dalam kitab tafsirnya, Ibn Katsir rahimahullah menukil beberapa atsar yang menyebutkan tentang asbaabun-nuzuul (sebab turunnya) ayat ini, yaitu bahwa ayat tersebut turun dengan sebab satu atau dua orang Yahudi. Namun demikian, ternyata beliau tetap menafsirkan ayat ini dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan asbaabun-nuzuul-nya. Perhatikan perkataan beliau berikut,
يحذر تعالى عباده المؤمنين عن سلوك طرائق الكفار من أهل الكتاب، ويعلمهم بعداوتهم لهم في الباطن والظاهر وما هم مشتملون عليه من الحسد للمؤمنين، مع علمهم بفضلهم وفضل نبيهم. ويأمر عباده المؤمنين بالصفح والعفو والاحتمال، حتى يأتي أمر الله من النصر والفتح. ويأمرهم بإقامة الصلاة وإيتاء الزكاة. ويحثهم على ذلك ويرغبهم فيه، كما قال محمد بن إسحاق: حدثني محمد بن أبي محمد ، عن سعيد بن جبير، أو عكرمة، عن ابن عباس، قال: كان حيي بن أخطب وأبو ياسر بن أخطب من أشد يهود للعرب حسدا، إذ خصهم الله برسوله صلى الله عليه وسلم، وكانا جاهدين في رد الناس عن الإسلام ما استطاعا، فأنزل الله فيهما: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) الآية.
“Allah Ta’ala memperingatkan para hambaNya untuk tidak berjalan di atas jalan orang kafir dari kalangan ahli kitab, dan mengabarkan kepada mereka (yaitu, para hambaNya) tentang permusuhan ahli kitab (kepada kaum muslimin) baik secara bathin maupun zhahir, dan (mengabarkan juga) tentang hasad/dengki yang mereka miliki kepada kaum mukminin, padahal mereka tahu keutamaan kaum mukminin dan keutamaan Nabi. Allah juga memerintahkan para hambaNya, yaitu orang-orang yang beriman, untuk membiarkan, memaafkan, dan menoleransi mereka hingga datang ketetapan dari Allah berupa pertolongan dan kemenangan. Allah juga memerintahkan mereka untuk menegakkan shalat dan membayar zakat. Allah menyemangati dan memotivasi mereka untuk melakukannya. Muhammad ibn Ishaq berkata: Telah mengabarkan kepadaku Muhammad ibn Abi Muhammad, dari Sa’id ibn Jubair, atau ‘Ikrimah, dari Ibn ‘Abbas, bahwa beliau berkata: Huyay ibn Akhthab dan Abu Yasir ibn Akhthab adalah termasuk orang-orang Yahudi yang paling dengki kepada orang Arab karena Allah mengistimewakan mereka dengan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berdua itu sangat berusaha semampu mereka untuk menjauhkan manusia dari Islam. Maka Allah menurunkan ayat ini tentang mereka, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran.’”
Ibn Katsir rahimahullah kemudian melanjutkan,
وقال عبد الرزاق، عن معمر عن الزهري، في قوله تعالى: (ود كثير من أهل الكتاب) قال: هو كعب بن الأشرف. وقال ابن أبي حاتم: حدثنا أبي، حدثنا أبو اليمان، حدثنا شعيب، عن الزهري، أخبرني عبد الرحمن بن عبد الله بن كعب بن مالك، عن أبيه: أن كعب بن الأشرف اليهودي كان شاعرا، وكان يهجو النبي صلى الله عليه وسلم. وفيه أنزل الله: (ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم) إلى قوله: (فاعفوا واصفحوا)
“‘Abdur-Razzaq berkata, ‘Dari Ma’mar, dari az-Zuhriy, tentang firman Allah Ta’ala, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab,’ (maka ‘Abdur-Razzaq berkata) ia adalah Ka’b ibn al-Asyraf.’ Ibn Abi Hatim berkata: Ayahku telah mengabarkan kepada kami, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Abul-Yaman, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepada kami Syu’aib, dari az-Zuhriy, (di mana beliau berkata) telah mengabarkan kepadaku ‘Abdur-Rahman ibn ‘Abdillah ibn Ka’b ibn Malik, dari ayahnya, bahwa Ka’b ibn al-Asyraf, seorang Yahudi, adalah seorang penyair, dan bahwa dia ini mengolok-ngolok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Allah menurunkan ayat tentangnya, ‘Banyak dari kalangan ahli kitab yang menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran,’ hingga firmanNya, ‘Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka.’”
Perhatikanlah bagaimana Ibn Katsir rahimahullah, yang telah mengetahui bahwa asbaabun-nuzuul dari ayat ini adalah tentang satu atau dua orang Yahudi, tetap mengambil pelajaran dari keumuman lafazh ayat. Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kita harus memaknai ayat sesuai dengan keumuman lafazhnya, bukan dengan kekhususan sebab turunnya. Misalnya, pada ayat di atas, tentu tidak diragukan lagi bahwa Huyay ibn Akhthab, Abu Yasir ibn Akhthab, dan Ka’b ibn al-Asyraf tercakup dalam makna ayat. Namun, ini tidak berarti bahwa ayat itu hanya mencakup mereka. Jika ayat tersebut menggunakan lafazh umum, kita tidak boleh menyempitkannya pada makna khusus kecuali jika ada dalil atau qarinah (petunjuk) yang mendukung.
Jika kita bersikeras bahwa yang dimaksud oleh ayat ini hanyalah satu atau dua orang Yahudi tersebut, maka itu justru bertentangan dengan lafazh “katsir” (banyak) yang digunakan pada ayat di atas. ath-Thabariy rahimahullah telah menjelaskan dalam kitab tafsirnya kemungkinan lain dari makna “katsir” ini, di mana beliau kemudian menegaskan bahwa makna yang benar untuk kata tersebut adalah “banyak secara jumlah”
Dari ayat ini kita ketahui para ulama memaknai bahwa secara umum kaum Yahudi dan Nasrani berusaha mengajak kaum Muslimin kepada kekafiran, bukan hanya dilakukan oleh sebagian oknum di antara mereka.
Keumuman lafazh menunjukkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum
Dalil lain yang juga bisa membantu kita memahami masalah ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَـٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا * أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّـهُ ۖ وَمَن يَلْعَنِ اللَّـهُ فَلَن تَجِدَ لَهُ نَصِيرًا * أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَّا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا * أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِ ۖ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُم مُّلْكًا عَظِيمًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari alkitab? Mereka beriman kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dilaknat oleh Allah. Barangsiapa yang dilaknat oleh Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan menemukan penolong baginya. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia. Ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? Sungguh Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan yang besar.” (QS. an-Nisa’: 51-54)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa karena dengkinya kepada kaum muslimin, kaum ahli kitab sampai mengatakan bahwa orang-orang kafir, yang di antara mereka adalah para penyembah berhala, lebih benar jalannya daripada kaum Muslimin.
Ath-Thabariy rahimahullah menyebutkan perbedaan pendapat tentang makna kata “an-naas” (manusia) pada potongan ayat, “ataukah mereka (kaum Ahli Kitab) dengki kepada manusia”. Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya yang membuat mereka dengki hanyalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Arab, dan ada juga yang berkata bahwa maknanya adalah orang-orang Quraisy. Namun, ath-Thabariy rahimahullah menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, yang tercermin pada perkataan beliau,
وأولى الأقوال في ذلك بالصواب أن يقال: إنّ الله عاتب اليهودَ الذين وصف صفتهم في هذه الآيات، فقال لهم في قيلهم للمشركين من عبدة الأوثان إنهم أهدى من محمد وأصحابه سبيلا على علم منهم بأنهم في قيلهم ما قالوا من ذلك كذَبة: أتحسدون محمدًا وأصحابه على ما آتاهم الله من فضله. وإنما قلنا ذلك أولى بالصواب، لأن ما قبل قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، مضى بذّم القائلين من اليهود للذين كفروا: (هؤلاء أهدىَ من الذين آمنوا سبيلا)، فإلحاق قوله: (أم يحسدون الناس على ما آتاهم الله من فضله)، بذمهم على ذلك، وتقريظ الذين آمنوا الذين قيل فيهم ما قيل، أشبهُ وأولى، ما لم تأت دلالة على انصراف معناه عن معنى ذلك.
“Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah bahwa Allah mencela kaum Yahudi yang sifat mereka dijelaskan pada ayat ini. Maka Allah berkata kepada mereka tentang perkataan mereka kepada kaum musyrikin dari kalangan para penyembah berhala yaitu bahwa mereka lebih benar jalannya daripada Nabi Muhammad dan para sahabatnya padahal mereka (kaum Yahudi) tahu bahwa ada kedustaan dalam perkataan mereka tersebut: (Maka Allah berkata kepada kaum Yahudi tersebut) Apakah kalian dengki kepada Muhammad dan para sahabatnya karena karunia yang telah Allah berikan kepada mereka? (Kemudian ath-Thabariy rahimahullah melanjutkan) Kami berpendapat bahwa perkataan inilah yang paling mendekati kebenaran karena sebelum ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ adalah celaan Allah kepada kaum Yahudi yang berkata kepada orang-orang kafir dengan perkataan, ‘Mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.’ Maka memaknai ayat, ‘Ataukah mereka dengki kepada manusia lantaran karunia yang telah Allah berikan kepada mereka?’ dengan celaan kaum Yahudi kepada kaum mukminin, dan memaknai ayat ini dengan pujian kepada kaum mukminin yang telah dicela oleh kaum Yahudi tersebut, adalah pendapat yang lebih utama, selama tidak ada dalil yang memalingkan makna ayat ini dari makna tersebut.”
Maka, lihatlah bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak memaknai kata “an-naas” (manusia) tersebut dengan makna zhahirnya yang umum, yaitu seluruh manusia, karena ada qarinah(petunjuk) yang menunjukkan bahwa maknanya hanya mencakup kaum mukminin. Lihatlah juga bagaimana ath-Thabariy rahimahullah tidak lebih menyempitkan lagi kata “an-naas” ini dari makna “kaum mukminin” karena tidak ada dalil yang dapat memalingkan maknanya ke makna yang lebih sempit.
Sampai di sini, kita dapat menyimpulkan bahwa ahli kitab itu dengki kepada kaum mukminin disebabkan karena keutamaan dan karunia yang Allah berikan kepada mereka, berupa risalah dan din. Kesimpulan ini kita dapat dari analisis terhadap dua kelompok ayat, yaitu ayat 109 surat al-Baqarah dan ayat 51-54 surat an-Nisa’. Masih banyak ayat-ayat lain yang menegaskan kesimpulan ini, di mana akan kami bawakan secara ringkas agar pembahasan kita tidak terlalu panjang. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut,
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَـٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَـٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) jika mereka sanggup. Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 217).
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّـهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّـهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ * هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Akan tetapi Allah justru menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus RasulNya dengan membawa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, agar Dia memenangkannya di atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya.”(QS. Ash-Shaff: 8-9).
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka kafir, sehingga kalian menjadi sama (dengan mereka)” (QS. an-Nisa’: 89).
Dari seluruh dalil-dalil yang tegas dan gamblang ini, dapat kita simpulkan bahwa kaum kafir secara umum dengki kepada kaum muslimin secara umum, dan mereka (kaum kafir) ingin dan terus berusaha untuk menjerumuskan kaum muslimin kepada kekafiran.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar