Translate

Minggu, 03 Juli 2016

Kisah Perang Hunain Di Zaman Rosululloh

Kenapa kami sering mengawali penulisan dengan penafsiran ayat-ayat alquran? Karena disaat kita berkumpul di salah satu rumah Allah kemudian membaca dan mempelajari ayat-ayat Allah, melainkan Allah akan menurunkan rahmat-Nya. Sebab Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda:

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), mereka membaca kitab Allah dan bersama-sama mempelajari isinya, melainkan akan turun ketenangan ke dalam jiwa mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan nama-nama mereka disebutkan Allah di hadapan para malaikat yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

Ayat-ayat yang terkait perang Hunain itu adalah firman Allah Ta’ala:

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ{25} ثُمَّ أَنَزلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُوداً لَّمْ تَرَوْهَا وَعذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَذَلِكَ جَزَاء الْكَافِرِينَ{26} ثُمَّ يَتُوبُ اللّهُ مِن بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَن يَشَاءُ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ{27}

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (Ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada RasulNya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At Taubah: 25-27)

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini merupakan ayat pertama dari surat Bara’ah yang diturunkan oleh Allah Swt. Di dalamnya disebutkan kemurahan dan kebajikan Allah yang dilimpahkan kepada kaum mukmin, Dia telah menolong mereka di berbagai medan pertempuran mereka bersama Rasulullah Saw. Pertolongan itu datangnya dari sisi Allah dan merupakan bantuan dari-Nya yang sudah ditakdirkan oleh-Nya. Dan kemenangan itu bukanlah karena banyaknya bilangan mereka, bukan pula karena perlengkapan senjata mereka.

Allah Swt. mengingatkan bahwa kemenangan itu datang dari sisi­Nya, tanpa memandang apakah jumlah pasukan itu banyak atau sedikit. Di saat Perang Hunain, kaum muslim merasa kagum dengan jumlah mereka yang banyak. Tetapi sekalipun demikian, jumlah yang banyak itu tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka, karena pada akhirnya mereka lari mundur, kecuali sebagian kecil dari mereka yang tetap bertahan dengan Rasulullah Saw.

Kemudian Allah menurunkan pertolongan dan bantuan-Nya kepada Rasul-Nya dan kaum mukmin yang bersamanya, kisahnya akan kami jelaskan kemudian. Hal tersebut merupakan pemberitahuan dari Allah kepada mereka, bahwa kemenangan itu hanyalah dari sisi-Nya semata dan berkat pertolongan dan bantuan-Nya, sekalipun jumlah pasukan sedikit; karena sesungguhnya berapa banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan seizin Allah, dan Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، سَمِعْتُ يُونُسَ يُحَدِّثُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ الصَّحَابَةِ أَرْبَعَةٌ، وَخَيْرُ السَّرَايَا أَرْبَعُمِائَةٍ، وَخَيْرُ الْجُيُوشِ أَرْبَعَةُ آلَافٍ، وَلَنْ تُغْلَبَ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا مِنْ قِلَّةٍ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Yunus bercerita, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sebaik-baik sahabat ada empat orang, sebaik-baik sariyyah (pasukan khusus) ada empat ratus, sebaik-baik bala tentara adalah berjumlah empat ribu orang, dan empat ribu tidak akan dapat mengalahkan dua belas ribu karena jumlahnya yang sedikit.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib jiddan,tidak ada seorang pun yang meng-isnad-kannya selain Jarir ibnu Hazim. Sesungguhnya dia meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Nabi Saw. hanyalah secara mursal. Ibnu Majah dan Imam Baihaqi serta lain-lainnya telah meriwayatkan pula hal yang semisal dari Aksarh ibnul Jun, dari Rasulullah Saw.

Perang Hunain terjadi sesudah kemenangan atas kota Mekah ,yaitu pada bulan Syawwal tahun delapan Hijriah. Setelah Rasulullah Saw. selesai dari membuka kota Mekah dan membenahi urusannya serta mayoritas penduduknya telah masuk Islam, lalu Rasulullah Saw. membebaskan mereka. Maka setelah itu sampailah berita kepada Rasulullah Saw. bahwa orang-orang Hawazin telah mempersiapkan bala tentara untuk memeranginya di bawah pimpinan amir mereka (yaitu Malik ibnu Auf An-Nadri) dengan dibantu oleh semua orang Saqif. Bani Jusym. Bani Sa'd ibnu Bakr, dan beberapa puak dari Bani Hilal yang jumlahnya tidak banyak, serta sejumlah orang dari kalangan Bani Amr ibnu Amri dan Aun Ibnu Amir.

Mereka datang membawa kaum wanita, anak-anaknya, dan semua ternak kambing serta ternak lainnya milik mereka; mereka datang dengan segala sesuatunya tanpa ada yang ketinggalan.

Maka Rasulullah Saw. berangkat untuk menghadapi mereka dengan pasukannya yang terdiri atas orang-orang yang ikut bersamanya dalam membuka kota Mekah. Jumlah mereka terdiri atas sepuluh ribu orang personel dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar serta kabilah-kabilah Arab lainnya. Dan ikut bergabung dengan pasukan Nabi Saw. orang-orang yang telah masuk Islam dari kalangan penduduk Mekah yang disebut sebagai kaum Tulaqa (orang-orang yang dibebaskan), mereka berjumlah dua ribu orang.

Rasulullah Saw. membawa mereka menuju daerah musuh. Akhirnya mereka bersua di Lembah Hunain, yaitu sebuah lembah yang terletak di antara Mekah dan Taif. Pertempuran terjadi di lembah itu pada pagi-pagi benar, yaitu di saat pagi buta (hitam).

Mereka menuruni lembah itu. sedangkan orang-orang Hawazin telah memasang perangkap buat pasukan kaum muslim. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, maka pasukan kaum muslim merasa terkejut karena mereka dibokong secara mendadak. Musuh melempari mereka dengan anak-anak panahnya, dan mereka menghunus pedangnya masing-masing, lalu secara beramai-ramai menyerang pasukan kaum muslim, sesuai dengan perintah raja mereka.

Menghadapi serangan dari dua arah itu pasukan kaum muslim terpukul mundur, lalu mereka lari, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. tadi. Sedangkan Rasulullah Saw. sendiri tetap bertahan seraya mengendarai hewan bagalnya yang berwarna merah, dan beliau maju terus menuju jantung pertahanan musuh. Paman Rasul Saw. (yaitu Al-Abbas) memegang kendalinya di sebelah kanan, sedangkan yang memegang kendali di sebelah kirinya adalah Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. Keduanya sedikit mengekang tali begal Nabi Saw. agar jalannya tidak terlalu cepat. Saat itu Rasulullah Saw. menyebutkan namanya sendiri seraya menyerukan kepada pasukan kaum muslim untuk kembali ke medan perang. Beliau Saw. bersabda:

" أَيْنَ يَا عِبَادَ اللَّهِ؟ إليَّ أَنَا رَسُولُ اللَّهِ"

Hai hamba-hamba Allah, kemarilah kepadaku. Hai hamba-hamba Allah, kembalilah kepadaku. Aku adalah utusan Allah.
Saat itu Rasulullah Saw. bersabda pula:

أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ ... أَنَا ابْنُ عَبدِ الْمُطَّلِبْ ...

Aku adalah seorang nabi yang tidak pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib (yakni seorang pemberani).

Ikut bertahan bersama Rasulullah Saw. sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabatnya yang jumlahnya kurang lebih seratus orang, tetapi ada yang mengatakan delapan puluh orang. Di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Al-Abbas, Ali, Al-Fadl ibnu Abbas, Abu Sufyan ibnul Haris, Aiman ibnu Ummu Aiman, Usamah ibnu Zaid, dan sahabat-sahabat lainnya; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.

Kemudian Nabi Saw. memerintahkan pamannya (yaitu Al-Abbas) yang terkenal mempunyai suara yang keras untuk menyerukan kata-kata. 'Hai orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon." dengan sekeras suaranya. Pohon tersebut adalah pohon tempat Baiat Ridwan dilaksanakan. Kaum muslim dari kalangan Muhajirin dan Ansar berbaiat kepada Nabi Saw. di tempat itu, bahwa mereka tidak akan lari meninggal­kan Nabi Saw. dalam keadaan apa pun.

Maka Al-Abbas menyeru mereka dengan kata-kata, "Hai As-habus Samrah” Adakalanya pula ia menyerukan, "Hai orang-orang yang memiliki surat Al-Baqarah!" Maka kaum muslim menjawabnya dengan ucapan, "Labbaika, ya labbaika.”

Pasukan kaum muslim berbalik dan bergabung dengan Rasulullah Saw. sehingga seorang lelaki yang untanya menolak berbalik turun dari untanya dan memakai baju besinya, lalu melepaskan untanya dan bergabung dengan Rasulullah Saw.

Setelah sejumlah pasukan dari kalangan kaum muslim bergabung dengan Rasulullah Saw., maka beliau memerintahkan untuk mulai membalas serangan dengan sungguh-sungguh. Lalu beliau mengambil segenggam pasir setelah berdoa kepada Tuhannya dan meminta pertolongan kepada-Nya, lalu beliau bersabda;

"اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي"

Ya Allah, tunaikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku.

Kemudian beliau Saw. melempar pasukan kaum musyrik dengan pasir itu. Maka tidak ada seorang pun dari pasukan musuh melainkan kedua mata dan mulutnya terkena pasir itu yang membuatnya sibuk dengan keadaan dirinya sehingga lupa kepada peperangan yang dihadapinya. Akhirnya mereka terpukul mundur, dan kaum muslim mengejar mereka dari belakang seraya membunuh dan menawan mereka. Sehingga ketika seluruh pasukan kaum muslim telah bergabung, mereka melihat para tawanan telah digelarkan di hadapan Rasulullah Saw.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan. telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah mencerita­kan kepada kami Ya" la ibnu Ata, dari Ubaidillah ibnu Yasar, dari Abu Hammam, dari Abu Abdur Rahman Al-Fihri yang namanya adalah Yazid ibnu Usaid; menurut pendapat lain namanya adalah Yazid ibnu Unais. sedangkan menurut pendapat lainnya lagi adalah Kurz. Dia mengatakan.”Ketika aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, pasukan kaum muslim berangkat di hari yang sangat terik dan panas. Lalu kami (pasukan kaum muslim) turun istirahat di bawah naungan pepohonan. Setelah matahari bergeser dari pertengahan langit, aku memakai baju besi dan menaiki kuda kendaraanku. Maka aku berangkat menuju kepada Rasulullah Saw. yang saat itu  berada di dalam kemah kecilnya, lalu aku berucap,'Assalamu 'a'laika wahai Rasulullah,warahmatullahi wabarakatuh, telah tiba masa keberangkatan.' Rasulullah Saw. menjawab,'Benar.' Lalu Rasulullah Saw. bersabda, 'Hai Bilal.' Maka bangkitlah Bilal dengan cepat dari bawah sebuah pohon samurah yang naungannya seakan-akan seperti sarang burung. Bilal berkata,'Labbaika wasa daika, diriku menjadi tebusanmu.' Rasulullah Saw. bersabda.”Pelanailah kudaku!' Maka Bilal mengeluarkan sebuah pelana yang terbuat dari anyaman serat yang tampak sederhana, tidak mewah Setelah pelana dipasang. Nabi Saw. Menaiki kudanya kamipun menaiki kendaraan kami. Kami berhadapan dengan musuh pada petang hari dan malam harinya. Pasukan berkuda masing-masing pasukan berhadapan dan bertempur. Ternyata pasukan kaum muslim terpukul mundur, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) Maka Rasulullah Saw. berseru: Hai hamba-hamba Allah, aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya! Kemudian Rasulullah Saw. berseru pula: Hai golongan orang-orang Muhajirin, aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Lalu Nabi Saw. turun dari kudanya dan mengambil segenggam pasir. Telah menceritakan kepadaku (perawi) orang yang berada lebih dekat kepada Rasulullah Saw. daripada aku, bahwa beliau Saw. melempar wajah mereka (musuh) dengan pasir itu seraya bersabda: Semoga wajah-wajah itu kemasukan pasir. Maka Allah Swt. mengalahkan mereka."

Ya'la ibnu Ata mengatakan, telah menceritakan kepadaku anak-anak orang-orang Hawazin dari bapak-bapak mereka, bahwa mereka mengatakan, "Tidak ada seorang pun dari kami melainkan kedua mata dan mulutnya dipenuhi pasir, dan kami mendengar suara gemerencing bel antara langit dan bumi seperti suara besi yang dipukulkan kepada lonceng besi."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi di dalam kitab Daldilun Nubuwwah melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, dari Abdur Rahman ibnu Jabir, dari ayahnya (yaitu Jabir ibnu Abdullah) yang mengatakan bahwa Malik ibnu Auf keluar bersama para pengikutnya menuju Lembah Hunain, hingga ia mendahului kedatangan Rasulullah Saw. di tempat itu. Kemudian mereka mempersiapkan diri dan berjaga-jaga di semua jalan yang sempit dan seluruh kawasan lembah itu. Ketika Rasulullah Saw. dan pasukannya tiba, mereka datang menyerang bagaikan air bah dari atas lembah di suasana pagi hari yang masih gelap. Manakala pasukan musuh datang menyerang, kuda-kuda yang dinaiki oleh pasukan kaum muslim mogok, sehingga menghambat mereka (yang berjalan kaki). Maka pasukan kaum muslim terpukul, mundur, tidak ada seorang pun yang berhadapan dengan musuhnya. Sedangkan Rasulullah Saw. tersisihkan ke sebelah kanan seraya bersabda: Hai manusia, kemarilah kalian kepadaku, aku adalah utusan Allah, aku adalah utusan Allah, aku adalah Muhammad ibnu Abdullah. Tetapi suaranya tenggelam ke dalam suara hiruk pikuk, dan keadaan unta-unta kendaraan saat itu sangat kacau. Ketika melihat situasi yang dialami oleh pasukannya itu, maka beliau bersabda: Hai Abbas, serukanlah, "Hai golongan Ansar, hai orang-orang yang telah berbaiat di bawah pohon samurah!" Setelah kalimat itu diserukan, maka mereka menjawab, "Labbaika, labbaika.” Maka salah seorang dari mereka membelokkan (membalikkan) unta kendaraannya, tetapi ia tidak mampu melakukannya. Lalu ia memakai baju besinya, mengambil pedang serta busur panahnya (dan turun dari untanya), lalu berjalan menuju arah suara seruan itu, akhirnya bergabung dengan Rasulullah Saw. sebanyak seratus orang dari kalangan pasukan kaum muslim, dan mereka maju menghadang musuh. Maka terjadilah pertempuran yang seru. Seruan itu pada mulanya ditujukan kepada semua orang Ansar. kemudian secara khusus ditujukan kepada orang-orang Khazraj, karena mereka dikenal sebagai orang-orang yang teguh dan sabar dalam peperangan. Rasulullah Saw. datang dengan mengendarai hewan kendaraannya seraya memandang kepada medan pertempuran, lalu beliau bersabda: Sekarang pertempuran berlangsung sangat sengit.

Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa tidaklah semua pasukan kaum muslim bergabung dengan Nabi Saw. melainkan para tawanan telah di­hadapkan di hadapan Rasulullah Saw. Allah membunuh sebagian dari pasukan musuh yang telah ditakdirkan-Nya harus terbunuh, sedangkan yang lainnya lari meninggalkan medan perang. Dan Allah memberikan harta rampasan dari harta benda dan anak-anak mereka kepada Rasulullah Saw.

Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Syu'bah, dari Abu Ishaq. dari Al-Barra ibnu Azib r.a. disebutkan bahwa seorang lelaki bertanya kepadanya, "Wahai Abu Imarah, apakah engkau lari meninggalkan Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain?" Al-Barra ibnu Azib menjawab, "Tetapi Rasulullah Saw. tidak lari."

Al-Barra melanjutkan kisahnya, "Sesungguhnya orang-orang Hawazin itu (musuh) adalah suatu kaum yang dikenal ahli dalam me­manah. Ketika kami berhadapan dengan mereka dan menyerang mereka, maka mereka terpukul mundur. Maka pasukan kaum muslim menjarah harta rampasan, tetapi pasukan musuh menghadang kami dengan panah-panah mereka: akhirnya pasukan kaum muslim terpukul mundur. Dan sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW bersama Abu Sufyan Ibnul Haris yang memegang tali kendali begal yang dikendarainya, sedangkan Nabi Saw. mengucapkan: 'Aku adalah nabi. tidak pernah dusta, aku adalah anak Abdul Muttalib'.”

Menurut kami, dari kisah ini dapat ditarik kesimpulan keberanian Nabi Saw. yang terperikan. Dalam situasi seperti itu —di mana pertempuran sedang sengitnya— pasukan beliau telah mundur dan lari meninggalkan dirinya. Tetapi beliau tetap berada di atas begal kendaraannya, padahal kendaraan begal tidak cepat larinya dan tidak layak untuk lari atau untuk menyerang, tidak layak pula untuk melarikan diri. Sekalipun demikian, beliau memacunya menuju arah jantung musuh seraya mengisyaratkan nama dirinya, agar orang yang tidak mengenalnya menjadi kenal kepadanya, semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya sampai hari pembalasan. Sikap seperti itu tiada lain hanyalah karena percaya kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya, bahwa Allah pasti akan menolongnya dan akan menyempurnakan risalah yang diembannya, serta pasti meninggikan agama-Nya di atas semua agama lain. Karena itulah Allah Swt. berfirman:

(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ)

Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya. (At-Taubah: 26)
Artinya, ketenangan dan keteguhan hati kepada Rasul-Nya.

(وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ)

dan kepada orang-orang yang beriman. (At-Taubah: 26)
Yakni orang-orang mukmin yang bersamanya.

(وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا)

dan Allah menurunkan bala bantuan tentara yang kalian tiada melihatnya. (At-Taubah: 26)
mereka adalah para malaikat.

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Arafah, telah menceritakan kepadaku Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Auf (yaitu Ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi) bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman maula Ibnu Bursun mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang bersama kaum musyrik dalam Perang Hunain. Ia mengatakan bahwa ketika kami berhadapan dengan sahabat-sahabat Rasulullah dalam Perang Hunain, para sahabat itu berperang dengan kami dalam waktu yang singkat. Setelah kami berhasil memukul mundur para sahabat, maka kami mengejar para sahabat itu dari belakang, hingga sampailah kami kepada seseorang yang mengendarai begal putihnya. Ternyata dia adalah Rasulullah Saw. sendiri. Ketika kami sampai di dekatnya, tiba-tiba kami dihadang oleh banyak kaum lelaki yang semuanya berpakaian putih dengan wajah yang tampan-tampan, lalu kaum lelaki itu berkata kepada kami, 'Semoga wajah-wajah itu terkena pasir, kembalilah kalian!' Maka pada akhirnya kami terpukul mundur, dan orang-orang itu menaiki pundak-pundak kami. Ternyata orang-orang tersebut adalah para malaikat."

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ahmad ibnu Balawaih, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Hadirah, telah mencerita­kan kepada kami Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud r.a. pernah menceritakan, "Aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, saat pasukan kaum muslim lari meninggalkan beliau. Ketika itu aku dan beliau ditemani oleh delapan puluh orang dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Kami maju menerjang musuh dan tidak membelakangi mereka. Orang-orang yang bersama Rasulullah Saw. saat itu adalah orang-orang yang diturunkan ketenangan oleh Allah kepada mereka." Ibnu Mas'ud.r.a. melanjutkan kisahnya, "Saat itu Rasulullah Saw. dengan mengendarai bagal pun ia menerjang musuh. Bagalnnya miring sehingga Nabi Saw bergeser dari pelananya, maka aku katakan, 'Tegaklah kamu, semoga Allah menegakkanmu.' Nabi Saw. bersabda,'Ambilkanlah segenggam pasir untukku!' Maka aku mengambilnya, dan pasir itu beliau Saw. gunakan untuk memukul wajah mereka, sehingga mata mereka dipenuhi pasir. Lalu Nabi Saw. bersabda,'Di manakah kaum Muhajirin dan kaum Ansar?' Aku menjawab, 'Di sana.' Nabi Saw. bersabda,'Serulah mereka!' Maka aku menyeru mereka, dan mereka segera datang dengan pedang-pedang yang ada di tangan kanan masing-masing, pedang mereka berkilauan bagaikan bintang-bintang meteor. Maka pasukan kaum musyrik lari membelakangi pasukan kaum muslim."
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Musnad-nya melalui Affan dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.

Al-Walid ibnu Muslim mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Mubarak, dari Abu Bakar Al-Huzali, dari Ikrimah maula ibnu Abbas, dari Syaibah ibnu Usman yang menceritakan bahwa ketika ia melihat Rasulullah Saw. di medan Perang Hunain dalam keadaan tidak bersenjata, maka ia teringat ayah dan pamannya yang telah dibunuh oleh Ali dan Hamzah. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Sekarang aku menemui kesempatan untuk melampiaskan dendamku kepadanya." Lalu ia pergi mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kanannya. Tiba-tiba ia bersua dengan Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib yang sedang berdiri melindunginya dengan memegang tameng perisai putih: kilauan cahayanya seperti perak, menembus debu yang beterbangan. Maka ia berkata (kepada dirinya sendiri), "Al-Abbas adalah paman Nabi Saw., pasti beliau membelanya sampai mati." Lalu ia mendatangi Nabi Saw. dari sebelah kirinya, tiba-tiba ia bersua dengan Abu Sufyan ibnul Haris ibnu Abdul Muttalib. Maka ia berkata, "Abu Sufyan adalah anak pamannya, pasti ia mempertahankannya sampai tetes darah penghabisan " Kemudian ia mendatangi Nabi Saw. dari arah belakangnya, sehingga jarak antara Nabi Saw dan dia cukup untuk memukulkan pedang kepadanya. Tetapi tiba-tiba muncullah kilatan api yang menghalang-halangi antara ia dan Nabi Saw.. seakan-akan seperti kilat yang menyambar sehingga  ia mundur karena takut api itu mengenainya. Kemudian ia meletakkan tangannya di matanya karena silau, lalu mundur. Saat itu Rasulullah Saw. menoleh ke arahnya, lalu bersabda: Hai Syaibah, hai Syaibah, mendekatlah kepadaku. Ya Allah, lenyapkanlah setan dari dirinya. Syaibah ibnu Usman melanjutkan kisahnya, lalu ia mengangkat pandangannya ke arah Nabi Saw., dan pada saat itu juga ia merasakan bahwa Nabi Saw. lebih ia cintai daripada pendengaran dan penglihatannya. Dan Nabi Saw. bersabda memerintahkan kepadanya, "Hai Syaibah, perangilah orang-orang kafir itu.'

Imam Baihaqi meriwayatkan hadis ini melalui Al-Walid, lalu ia mengetengahkan hal yang semisal.

Kemudian Imam Baihaqi meriwayat­kan melalui hadis Ayyub ibnu Jabir, dari Sadaqah ibnu Sa'id ibnu Syaibah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia berangkat bersama Nabi Saw. dalam Perang Hunain. Syaibah mengatakan, "Demi Allah, saya mau keluar bukanlah karena Islam, bukan pula karena mengetahui tentang Islam, tetapi saya sedang menunggu-nunggu kesempatan dengan harapan semoga orang-orang Hawazin menang atas kaum Quraisy." Aku (Syaibah) yang sedang dalam keadaan berdiri bersama Rasulullah Saw. berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat kuda yang berwarna hitam keputih-putihan (abu-abu)," yakni pasukan berkuda yang semua warnanya abu-abu (pasukan malaikat). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Syaibah, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya kecuali orang kafir. Maka Nabi Saw. mengusapkan tangannya ke dadaku seraya berdoa, "Ya Allah, berilah hidayah kepada Syaibah." Nabi Saw. mengusap dadaku kedua kalinya seraya berdoa, "Ya Allah, berilah Syaibah petunjuk." lalu mengusap dadaku lagi ketiga kalinya seraya berdoa, "Ya Allah, berilah Syaibah petunjuk”.  Syaibah melanjutkan kisahnya, "Demi Allah, sebelum tangan beliau terangkat dari dadaku dalam usapannya yang ketiga, terasa dalam diriku bahwa tiada seorang pun dari makhluk Allah yang lebih aku cintai daripada Nabi Saw."

Kemudian Imam Baihaqi melanjutkan hadisnya yang menceritakan perihal bertemunya dua pasukan, terpukul mundur­nya pasukan kaum muslim, lalu seruan Al-Abbas, dan doa Rasulullah Saw. guna memohon pertolongan Allah hingga Allah Swt. mengalahkan pasukan kaum musyrik.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Ishaq ibnu Yasar, dari orang yang menceritakan hadis ini kepadanya, dari Jubair ibnu Mut'im r.a. yang menceritakan, "Ketika kami bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, saat orang-orang bertempur dengan sengitnya, tiba-tiba aku melihat sesuatu seperti gumpalan hitam yang jatuh dari langit, lalu terjatuh di antara kami dan musuh. Tiba-tiba gumpalan itu menebarkan semut yang memenuhi lembah, maka tidak lama kemudian pasukan musuh pun terpukul mundur. Kami tidak meragukan lagi bahwa hal itu adalah para malaikat."

Sa'id ibnus Saib ibnu Yasar telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa ayahnya pernah mendengar Yazid ibnu Amir As-Sawa-i, seseorang yang ikut dalam Perang Hunain bersama kaum musyrik, lalu masuk Islam sesudahnya, "Kami menanyakan kepadanya tentang rasa takut dan gentar yang ditimpakan oleh Allah Swt. ke dalam hati orang-orang musyrik pada Perang Hunain. Maka ia mengambil sebuah batu kerikil, lalu melemparkannya ke dalam sebuah piala, dan terdengarlah suara lentingan. Lalu ia berkata, 'Kami dahulu mendengar suara seperti ini terngiang-ngiang di telinga kami (saat Perang Hunain)'."

Dalam hadis terdahulu telah disebutkan syahid yang menguatkannya yang diriwayatkan melalui Al-Fihri Yazid ibnu Usaid.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang pernah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami. Rasulullah Saw. telah bersabda:

"نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَأُوتِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ"

Aku diberi pertolongan melalui rasa gentar (yang mencekam hati musuh) dan aku dianugerahi jawami'ul kalim.
Karena itulah Allah Swt. berfirman:

(ثُمَّ أَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ)

Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (At-Taubah: 26)

{ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27) }

Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 27)

Allah mengampuni sisa-sisa orang-orang Hawazin karena mereka pada akhirnya masuk Islam dan datang menghadap kepada Nabi Saw. dalam keadaan menyerahkan dirinya.

Mereka menyusul Nabi Saw. yang saat itu telah berada di dekat Mekah, yaitu di Ja'ranah, sesudah kurang lebih dua puluh hari setelah Perang Hunain. Maka pada saat itu Rasulullah Saw. menyuruh mereka memilih antara tawanan atau harta benda mereka. Akhirnya mereka memilih tawanan mereka yang jumlah seluruhnya ada enam ribu orang termasuk anak-anak dan wanitanya. Lalu Rasulullah saw. mengembali­kan para tawanan itu kepada mereka, dan membagi-bagikan ganimah kepada kaum muslim yang ikut dalam perang itu. Bahkan Nabi Saw. memberikan hadiah kepada sejumlah orang dari golongan orang-orang Tulaqa (mereka yang dibebaskan) untuk menjinakkan hati mereka agar mau masuk Islam. Rasulullah Saw. memberi masing-masing dari mereka sebanyak seratus ekor unta. Termasuk di antara yang beroleh hadiah itu adalah Malik Ibnu Auf' An-Nadri. Kemudian Nabi SAW, mengangkatnya menjadi pemimpin kaumnya seperti keadaan semula. Maka Malik memuji Nabi Saw. melalui kasidah gubahannya yang antara lain adalah sebagai berikut:

مَا إنْ رَأيتُ وَلَا سَمعتُ بمثْلِه ...فِي النَّاس كُلّهم بِمِثْلِ مُحَمَّد ...
أوْفَى وأعْطَى لِلْجَزِيلِ إِذَا اجتُدى ...ومَتى تَشَأ يُخْبرْكَ عَمّا فِي غَد ...
وإذَا الْكَتِيبَةُ عَرّدَتْ أنيابُها ...بالسَّمْهَريّ وَضَرْب كُلّ مُهَنَّد ...
فَكَأنَّه لَيْثٌ عَلَى أشْبَاله ... وَسْطَ الهَبَاءة خَادر فِي مَرْصَد

Aku belum pernah melihat dan belum pernah mendengar di kalangan manusia seluruhnya orang seperti Muhammad.
Dia adalah orang yang selalu menepati janjinya dan selalu memberi dengan pemberian yang berlimpah bila memberi; dan jika dia menghendaki, ia dapat menceritakan kepadamu apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Dan apabila pasukan melemparkan tombak-tombaknya dan memukulkan pedang-pedangnya, maka dia bagaikan singa yang berada di tengah-tengah anak-anaknya di tengah medan perang, selalu waspada dan mengincar musuhnya.

Diantara tujuan mengkaji sirah nabawiyah adalah untuk mengambil pelajaran-pelajaran penting dalam perjalanan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya Ridhwanullah Alaihim. Diantara sirah nabi tersebut adalah perang Hunain.

Perang Hunain terjadi pada 10 Syawal 8H atau sekitar bulan Februari 630 M. Hunain adalah suatu Lembah di jalan menuju Thaif yang letaknya bersebelahan dengan Dzulmajaz. Jaraknya dari Makkah sejauh tiga hari perjalanan kaki. Perang Hunain disebut juga Perang Authas karena terjadi di Lembah Authas. Perang ini terjadi antara kaum Muslimin dan Kaum Hawazin yang bersatu dengan Kaum Tsaqif sehingga perang ini disebut juga Perang Hawazin. Perang ini disebut-sebut sebagai perang di masa Rosulullah dengan harta rampasan perang terbesar dan dengan jumlah bala tentara dari Kaum Muslimin yang banyak juga.

Penyebab Terjadinya Perang

Sebelum perang Hunain ada peristiwa besar yang dikenal dengan penaklukan kota Makkah. Jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum Muslimin menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Makkah belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa kabilah yang memusuhi Rasulullah masih bercokol di kawasan selatan Makkah. Itulah kabilah-kabilah yang pernah menolak ajakan Rasulullah (dalam thalab an-nushrah) ketika beliau masih berdakwah di kota Makkah. Kabilah-kabilah tersebut pernah menolak seruan Nabi dan mengusir beliau dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang diperoleh Rasulullah dan kaum Muslimin tampaknya tidak menyenangkan para pemuka kabilah yang berada di sekitar Makkah, yang masih musyrik. Kekhawatiran mereka terhadap pertumbuhan kekuatan kaum Muslimin bukan lagi sekadar ilusi, melainkan kenyataan yang harus mereka hadapi.

Bangsa ‘Arab mulai tunduk kepada Islam, dan mereka berduyun-duyun masuk ke dalamnya. Suku Hawazin yang mendengar peristiwa itu, merasa khawatir jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan mengerahkan pasukan kepada mereka. Mereka pun bersatu untuk menyerang beliau. Peristiwa ini pun meletus di Hunain, sebuah lembah yang terletak antara Makkah dan Thaif, pada bulan Syawwal tahun ke-8 Hijriyah.

Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik bin Auf an-Nashari, berhasil memprovokasi beberapa kabilah lainnya, dan bersiap-siap menghadapi pasukan kaum Muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang sangat besar di daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif).

Kaum Hawazin adalah kekuatan terbesar setelah kaum Quraisy. Kaum Hawazin dan Quraisy saling berlomba dalam hal kekuatan. Hawazin tidak tunduk kepada sesuatu, yaitu Islam yang Quraisy telah takluk padanya. Hawazin ingin menjadi kekuatan yang utama dengan mencoba mencabut Islam dari akarnya.

Maka kemudian, di bawah pimpinan Malik bin Auf An-Nashary, salah seorang tokoh Hawazin, mereka menghimpun kekuatan dimana bergabung bersamanya seluruh Bani Tsaqif, Bani Nashr, Bani Jusyam, juga Said bin Bakr. Said bin Abi Bakr ini adalah kabilah dimana Rasulullah pernah disusui. Sedangkan Bani Ka’ab dan Bani Kilab menentang Kaum Hawazin dan bergabung bersama Rasulullah.

Mereka disertai pula seorang bernama Duraid bin Ash-Shammah, pemimpin dan orang termuka di kalangan Bani Jutsam. Dia dikenal sebagai seorang tua yang pemberani dan berpengalaman. Usianya saat itu sudah 120 tahun, bahkan ada yang mengatakan lebih. Dia juga buta sehingga dia hanya dimintai pendapat dan pengetauhuannya saja mengenai perang. Adapun panglima kaum Tsaqif saat itu adalah Kinanah bin ‘Abdu Yalil –yang dikemudian hari memeluk Islam –.

Persiapan dan Kekuatan Musuh

Malik bin Auf, panglima perang, memerintahkan agar segala sesuatu dibawa saat perang seperti seluruh harta kekayaan, binatang ternak, kaum wanita dan anak-anak mereka dengan harapan agar pasukannya tetap tegar dan tidak lari meninggalkan medan perang.

Ketika hal ini didengar oleh Duraid, dia bertanya kepada Malik: ”Ada apa ini, saya mendengar suara anak-anak, kaum wanita, dan binatang ternak dalam pasukanmu?”

Kata Malik: ”Saya ingin menempatkan di belakang setiap laki-laki ada anak, istri, dan harta mereka agar dia berperang mempertahankannya.”

Duraid berkata mencemooh: ”(Itulah) penggembala kambing, demi Allah. Bukan untuk perang. Apakah itu akan dapat membela orang yang kalah? Sungguh, kalau kau menang itu semua tidak berguna bagimu selain laki-laki dan senjata. Kalau kau kalah, berarti kau telah mempermalukan keluarga dan hartamu”. Akan tetapi, Malik tidak menerima sarannya dan tetap menjalankan rencananya.

Akhirnya mereka pun berangkat membawa serta puluhan ribu ekor unta. Malik memerintahkan agar kaum wanita dan anak-anak diletakkan di atas unta-unta tersebut. Dengan cara ini, Malik sudah menjatuhkan mental lawan yang melihatnya karena mereka akan mengira di belakangnya ada ratusan ribu pasukan. Taktik ini adalah salah satu sebab kemenangan Hawazin pada awal pertempuran.

Malik membawa pasukannya hingga tiba di lembah Hunain. Daerah ini sudah sangat dikenal oleh Malik sehingga dia dengan mudah menempatkan pasukannya untuk memusnahkan kaum muslimin dengan sekali serangan.

Malik mulai membagi pasukannya. Lembah dan bukit-bukit di sekitarnya menjadi tempat persembunyian dan jebakan yang sangat kuat. Apabila lawan terpancing masuk ke perut lembah, maka pasukannya yang ada di kanan kiri bukit akan menghujani mereka dengan panah dan batu. Apalagi prajurit Hawazin terkenal ahli panah dan tombak.

Jumlah orang yang terhimpun dari Bani Sa’ad dan Tsaqif ada 4.000 orang hingga selanjutnya mencapai 30.000 orang karena kabilah-kabilah Arab lainnya ikut bergabung. Ada pula yang mengatakan hanya 20.000 personil. Selain jumlah yang banyak, Kaum Hawazin dikenal sebagai pemanah yang ulung.

Persiapan Dan Kekuatan Kaum Muslimin

Sebelum berangkat, Rasulullah menunjuk ‘Attab bin Usaid bin Abil ‘Uaish bin Umayyah yang ketika itu berusia sekitar 20 tahun tinggal di kota Makkah sebagai kepala pemerintahan dan Mu’adz bin Jabal sebagai pengajar bagi penduduk Makkah.

Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mendengar rencana penyerangan Hawazin ini, beliau mengirim ‘Abdullah bin Abi Hadrad Al Aslami sebagai mata-mata mengintai sejauh mana kesiapan orang-orang kafir tersebut. Lalu berangkatlah ‘Abdullah dan tinggal di tengah-tengah mereka sehari semalam atau lebih.

Tak lama, ‘Abdullah kembali menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan apa yang dilihatnya. Tetapi bisa jadi informasi yang disampaikannya tidak lengkap. Ada beberapa hal yang tidak tersampaikan oleh ‘Abdullah kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam termasuk taktik perang yang akan dilancarkan oleh Malik. Sehingga ketidaktahuan akan hal ini menjadi salah satu sebab mundurnya pasukan muslimin pada awal pertempuran.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mulai menyiapkan pasukan. Terkumpullah 10.000 orang yang sebelumnya ikut bersama beliau dari Madinah untuk membebaskan Makkah. Kemudian ditambah 2.000 orang dari penduduk Makkah yang baru masuk Islam. Jumlah ini terhitung sangat banyak sehingga ada yang mengatakan “Hari ini kita tidak akan dikalahkan karena jumlah yang sedikit”.

Perkataan tersebut justru membebani Rasulullah. Pada petang harinya, datanglah salah seorang penunggang kuda memberi tahu Rasulullah bahwa Hawazin telah berangkat dengan membawa unta dan hewan ternak mereka. Beliau tersenyum dan berkata, “Itu adalah harta rampasan (ghanimah) milik kaum muslimin besok hari, Insya Allah..”

Beliau juga meminjam beberapa puluh baju besi dan senjata kepada Shafwan bin Umayyah dan Naufal bin Al-Harits yang ketika itu masih musyrik.

Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berangkat menuju Hunain, mereka melewati sebatang pohon yang dipuja oleh kaum musyrikin bernama Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan di atasnya senjata-senjata mereka.

Maka mereka pun berkata: “Ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.”

Mendengar perkataan ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berseru: ”Allahu Akbar, yang kalian katakan ini, demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman-Nya, sebagaimana yang dikatakan bani Israil kepada Musa, ”jadikan untuk kami Ilah, sebagaimana mereka punya ilah”, sesungguhnya itu adalah tradisi, sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang sebelum kalian”.(HR. Tirmidzi, Kitabul Fitan)

Dalam persiapan menghadapi peperangan ini, dikatakan kepada Rosulullah bahwa Shafwan bin Umayyah – yang waktu itu masih musyrik – memiliki sejumlah baju besi dan senjata. Akhirnya Shawan meminjamkan kepda Rosulullah seratus baju besi dan sejumlah senjata.

Rosulullah pergi meninggalkan Makkah pada hari Sabtu, 6 Syawwal 8 H atau 28 Januari 630 M.

Ada yang berkendaraan serta ada juga yang berjalan kaki. Bahkan kaum wanita dan orang-orang ayng belum sempurna Islamnya juga ikut. Saat itu beliau mempercayakan Makkah keapda Uttab bin Usaid bin Al-Ish yang saat itu muda. Adapun untuk menjadi guru, beliau tinggalkan di Makkah Mu’adz bin Jabal Al-Anshari Al-Khazraji untuk mengajari mengenai ukum dan syariat Islam karena dia adalah orang yang pandai membaca Al-Qur’an dan sangat mendalam ilmu agamanya.

Syaikh Mubarakfuri dalam bukunya menulis bahwa di tengah perjalanan, pasukan muslimin melihat pohon bidara besar yang biasa digunakan orang-orang Arab untuk menggantungkan senjatanya dan menyembelih kurban di dekatnya. Pohon tersebut biasa disebut Dzatu Anwath. Sebagian kaum muslimin berkata kepada Rosulullah SAW,”Buatkan untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath”

Maka Rosulullah SAW bersabda,” Allah Maha Besar, sungguh kalian telah mengatakan seperti yang dikatakan kaum Nabi Musa: “ Buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala). Musa menjawab, “ Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Itu adalah jalan kehidupan. Kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian.” Karena melihat banyaknya jumlah pasukan, sebagian dari kaum muslimin berkata, “ Kali ini kita tidak mungkin bisa dikalahkan.” Perkataan tersebut justru membebani Rosulullah. Pada petang harinya, datanglah salah seorang penunggang kuda memberi tahu Rosulullah bahwa Hawazin telah berangkat dengan membawa unta dan hewan ternak mereka. Beliau tersenyum dan berkata, “Itu adalah harta rampasan (ghanimah) milik kaum muslimin besok hari, Insya Allah..”

Berlangsungnya Pertempuran

Setelah mengetahui keberangkatan Rosulullah, Malik segera menempatkan pasukannya di lembah Hunain dan meyebarkan mereka di lorong persembunyian lembah guna melancarkan serangan mendadak dan serempak. Semua ini atas petunjuk Duraid.

Ketika Rasululah sampai di Hunain, lalu menuruni lembah dan waktu itu masih gelap, kaum musyrikin dari pasukan Hawazin dan Tsaqif mendadak melancarkan serangan dari berbagai lorong dan tempat persembunyian lembah sehingga kuda-kuda mereka berlarian dan orang-orang pun mundur tunggang langgang. Sehingga secara umum, pasukan kaum Muslimin menderita kekalahan,

Mengetahui hal itu, kaum musyrikin begitu bergembira. Abu Sufyan kemudian berkata, ”Kekalahan mereka tidak akan sampai ke Laut (Laut Merah).

Sementara itu, Rasulullah minggir ke arah kanan kemudian memanggil dengan suara keras, “Kemarilah, wahai Hamba-Hamba Allah! Sesungguhnya, aku seorang Nabi yang tidak berdusta. Aku adalah putra (cucu) Abdul Muthalib”.

Abu Sufyan Ibn Al-Harits segera memegangi tali kendali baghal Rasulullah dan Al Abbas memegangi pelananya berusaha menahannya agar tidak terburu-buru melesat ke arah musuh. Belaiu pun turun dari baghal itu, lalu berdoa dan memohon portolongan Allah.

Rasulullah kemudian memerintahkan Al-Abbas orang yang suaranya paling keras untuk menyeru para sahabat. Al Abbas berteriak dengan suara kerasnya, “Wahai Ash-habus Samroh! (para sahabat yang pernah melakukan Bai’at Ridhwan pada tahun Hudaibiyah”.

Abbas berkata, “Demi Allah, begitu mendengar teriakan itu, mereka segera kembali seperti sapi yang datang memenuhi panggilan anaknya, seraya berkata, ”Kami sambut seruanmu, kami sambut seruanmu!” Hingga akhirnya terkumpul sekitar seratus orang yang siap menerjang musuh dan berperang mempertaruhkan nyawa.

Seruan seperti itu kemudian juga ditujukan kepada kalangan Anshar dan Bani Al-Harits ibn Al-Khazraj. Maka bergabunglah berbagai pasukan satu demi satu. Sehingga di sekeliling Rasulullah terhimpun sekumpulan pasukan kaum muslimin dalam jumlah besar.

Allah menurunkan ketenangan kepada Rasulullah dan orang-orang beriman. Allah juga menurunkan bala tentara yang tidak terlihat secara kasat mata. Pasukan Muslimin pun kembali berlaga di medan perang dan peperangan pun berkobar kembali. Rasulullah berkata, “Authas telah berkecamuk”.

Beliau kemudian memungut segenggam pasir dan melemparkannya ke arah wajah pasukan musuh seraya berseru,“Terhinalah wajah kalian”. Sementara dalam Kitab Sirah Nabawiyah Karangan Dr. Al-Buthy seruan Rasulullah berbunyi,”Musnahlah kalian demi Rabb Muhammad”.

Kemudian, kedua mata kaum musyrikin menjadi dipenuhi debu dan mereka pun mundur serta melarikan diri. Kaum muslimin lalu mengejar pasukan musuh dan membunuh serta menawan kaum musyrikin, termasuk wanita dan anak-anak mereka. Ada sebagian kaum muslimin yang membunuh anak-anak musuh, maka Rosulullah kemudian melarang membunuh anak-anak dan wanita.

Dalam perang ini, Duraid bin Ash-Shammah terbunuh sementara Khalid bin Al Walid menderita luka-luka yang cukup parah. Tatkala musuh mengalami kekalahan, beberapa orang kafir Makkah menyatakan diri masuk Islam.

Harta Rampasan Perang

Rasulullah memerintahkan untuk mengumpulkan harta rampasan perang dan tawanan dan dibawa ke Ju’ranah serta disimpan disana. Semuanya ada 6.000 orang tawanan, 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing dan 4.000 untai emas. Bahkan ada yang mengatakan ini merupakan rampasan perang yang terbesar bagi kaum muslimin.

Sikap Kaum Anshar

Menanggapi kebijakan Rasulullah yang membagikan ghanimah kepada mu’allaf untuk mengikatkan hati mereka pada Islam, membuat sebagian orang Anshar menggurutu. Setelah mendengar hal tersebut, Rasulullah lantas memerintahkan orang-orang Anshar untuk dikumpulkan di suatu tempat khusus untuk menyampaikan khutbah Khususnya yang intinya adalah menegaskan dan mengingatkan bahwa Kaum Anshar harus bersyukur mendapatkan kemuliaan berupa Allah dan Rasulullah dibandingkan memperebutkan kambing dan unta. Ucapan Rasulullah tersebut membuat kaum Anshar menangis hingga jenggot mereka basah karena air mata. Subhanallah..

Beberapa pelajaran penting dan ibroh yang dapat diambil dari Perang Hunain kurang lebih sebagai berikut:

      Menyusupkan mata-mata ke dalam Barisan Lawan merupakan strategi yang diperbolehkan
      Imam diperbolehkan meminjam senjata kaum Musyrikin untuk memerangi musuh kaum Muslimin
      Keberanian Rosulullah dalam peperangan
      Larangan membunuh wanita, anak-anak dan budak
      Jihad Tidak berarti iri hati kepada kaum kafir
      Kebijaksanaan Islam tentang orang-orang mu’allaf
      Keutamaan kaum Anshar dan kecintaan Nabi pada mereka. 

Hal ini tergambar dari keikhlasan dan kerelaan Kaum Anshar   dalam menanggapi kebijakan Rosulullah yang memberikan sebagian besar ghanimah kepada mu’allaf, walaupun sebagian   sempat menggerutu. Dan jelas bahwa tiada kaum yang seikhlas dan serela   Anshar dalam menyayangi saudaranya yang sering tergambar dari ketulusan mereka membantu Kaum Muhajirin.                       Subhanallah..

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar