Melalui ayat ini Allah ta’ala menjelaskan kepada kita tentang kewajiban seorang muslim untuk :
a. Berhukum dengan syari’at Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam segala urusan yang diperselisihkan.
b. Bersikap ridla serta tidak sedikitpun merasa sempit dan berat dengan syari’at Allah yang akan/telah memutuskan segala urusannya.
Tentang kafir tidaknya orang yang berhukum dengan selain syari’at Allah ta’ala, maka ini membutuhkan perincian, sebagaimana telah dikatakan oleh para ulama salaf dan khalaf.
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
من جحد ما أنزل الله فقد كفر. ومن أقرّ به ولم يحكم، فهو ظالم فاسقٌ.
“Barangsiapa yang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah, maka ia kafir. Barangsiapa yang mengikrarkannya namun tidak berhukum dengannya, maka ia dhalim lagi fasiq” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Tafsir-nya 6/166 dan Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 4/1142 no. 6426 & 4/1146 no. 6450;hasan lighiarihi].
Adapun Ayat Tersebut adalah Firman Allah Swt.:
فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65)
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya.
Semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
{ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapkan olehku.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ: فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah yang telah menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok, kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini, yakni di dalam kitab tafsir, bagian kitab sahihnya, dengan melalui hadis Ma'mar.
Dalam kitab yang membahas masalah minuman ia riwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, juga melalui Ma'mar.
Sedangkan di dalam kitab yang membahas masalah suluh (perdamaian) ia meriwayatkannya melalui hadis Syu'aib ibnu Abu Hamzah. Ketiga-tiganya (yakni Ma'mar, Ibnu Juraij, dan Syu'aib) bersumber dari Az-Zuhri, dari Urwah. Lalu Imam Bukhari mengetengahkan hadis ini.
Menurut lahiriahnya hadis ini berpredikat mursal, tetapi secara maknawi berpredikat muttasil.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui sanad ini, maka ia menyebutkan dengan jelas perihal ke-mursal-annya. Untuk itu ia mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ: أَنَّ الزُّبَيْرَ كَانَ يُحَدِّثُ: أَنَّهُ كَانَ يُخَاصِمُ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهَا كِلَاهُمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: "اسْقِ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" فَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ سَعَةً لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، قَالَ عُرْوَةُ: فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللَّهِ مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair; Az-Zubair pernah menceritakan hadis berikut kepadanya, bahwa dirinya pernah bersengketa dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar yang pernah ikut Perang Badar, yaitu dalam masalah pengairan lahan di Syarajul Harrah. Ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepada Az-Zubair: Siramilah lahanmu, kemudian alirkanlah airnya ke tetanggamu! Tetapi orang Ansar itu marah dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah karena ia saudara sepupumu?" Maka wajah Rasulullah Saw. memerah, kemudian beliau bersabda: Airilah lahanmu, hai Zubair, kemudian tahanlah airnya hingga berbalik ke tembok Kali ini Nabi Saw. memperhatikan kepentingan Az-Zubair, padahal pada mulanya beliau memberikan saran kepada Az-Zubair suatu pendapat yang di dalamnya mengandung keleluasaan bagi orang Ansar. Akan tetapi, setelah orang Ansar itu hanya mementingkan kepentingan dirinya, maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan yang di dalamnya jelas terkandung pemeliharaan terhadap hak Az-Zubair. Az-Zuhri mengatakan, "Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa Az-Zubair mengatakan, 'Demi Allah, aku yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut'," yakni firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadis ini dalam sanadnya terdapat mata rantai yang terputus antara Urwah dan ayahnya (yaitu Az-Zubair), karena sesungguhnya Urwah belum pernah menerima hadis dari ayahnya.
Tetapi dapat dipastikan bahwa Urwah mendengar hadis ini dari saudara lelakinya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair, karena sesungguhnya Abu Muhammad alias Abdur Rahman ibnu Abu Hatim meriwayatkannya seperti itu dalam kitab tafsirnya.
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ وَيُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عُرْوَةَ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ حَدَّثَهُ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ: أَنَّهُ خَاصَمَ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فِي شِرَاجٍ فِي الحَرة، كَانَا يَسْقِيَانِ بِهِ كِلَاهُمَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّح الْمَاءَ يَمُر. فَأَبَى عَلَيْهِ الزُّبَيْرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلْ إِلَى جَارِكَ" فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتك؟ فتلوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجَدْر" وَاسْتَوْعَى رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ ذَلِكَ أَشَارَ عَلَى الزُّبَيْرِ بِرَأْيٍ أَرَادَ فِيهِ السَّعَةَ لَهُ وَلِلْأَنْصَارِيِّ، فَلَمَّا أَحْفَظَ الْأَنْصَارِيُّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْعَى لِلزُّبَيْرِ حَقَّهُ فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ فَقَالَ الزُّبَيْرُ: مَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يَؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}
Ibnu Abu Hatim menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Al-Lais dan Yunus, dari Ibnu Syihab, bahwa Urwah ibnuz Zubair pernah menceritakan kepadanya bahwa saudaranya yang bernama Abdullah ibnuz Zubair pernah menceritakan hadis berikut dari ayahnya (yaitu Az-Zubair ibnul Awwam). Disebutkan bahwa Az-Zubair pernah bertengkar dengan seorang lelaki Ansar yang telah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi Saw. Lalu Az-Zubair mengadukan perkaranya itu kepada Rasulullah Saw. Masalah yang dipersengketakan mereka berdua adalah mengenai parit yang ada di Al-Harrah. Keduanya mengairi kebun kurmanya dari parit tersebut. Orang Ansar itu berkata, "Lepaskanlah air parit itu biar mengaliri kebunnya." Tetapi Az-Zubair menolak. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah kebunmu terlebih dahulu, kemudian kirimkanlah air itu untuk mengairi tetanggamu!Orang Ansar itu salah tanggap dan marah, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah anak bibimu bukan?" Maka roman muka Rasulullah Saw. berubah marah, lalu bersabda: Airilah kebunmu, hai Zubair, kemudian bendunglah airnya agar kembali lagi hulunya! Dalam keputusannya kali ini Rasulullah Saw. berpihak kepada Az-Zubair. Pada mulanya beliau Saw. sebelum ada sanggahan dari orang Ansar itu, berupaya untuk memelihara hak keduanya dan memberikan keluasan bagi orang Ansar, juga bagi Az-Zubair. Tetapi setelah orang Ansar itu membandel, tidak mau tunduk kepada putusan Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. memihak kepentingan Az-Zubair dalam keputusan berikutnya secara terang-terangan. Maka Az-Zubair berkata bahwa dia merasa yakin ayat berikut diturunkan berkenaan dengan kasusnya, yaitu firman Allah Swt.: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang me¬reka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam had mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui hadis Ibnu Wahb dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya, begitu pula semua jamaah, melalui hadis Al-Lais dengan lafaz yang sama. Hadis ini dikategorikan oleh murid-murid Al-Atraf ke dalam musnad Abdullah Ibnuz Zubair. Hal yang sama dikatakan pula oleh Imam Ahmad, yaitu dimasukkan ke dalam musnad Abdullah ibnuz Zubair.
Hal yang sangat aneh dari Imam Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi ialah dia meriwayatkan hadis ini melalui jalur keponakanku (yaitu Ibnu Syihab), dari pamannya, dari Urwah, dari Abdullah ibnuz Zubair, dari Az-Zubair, lalu ia menyebutkan hadis ini, kemudian mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, padahal keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Kukatakan demikian karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seorang pun yang menyandarkan sanad ini kepada Az-Zuhri dengan menyebutkan Abdullah ibnuz Zubair selain keponakanku, sedangkan dia berpredikat daif.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali Abu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Salamah (seorang lelaki dari kalangan keluarga Abu Salamah) yang menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki di hadapan Nabi Saw. Maka Nabi Saw. memutuskan untuk kemenangan Az-Zubair. Kemudian lelaki itu berkata, "Sesungguhnya dia memutuskan untuk kemenangannya karena dia adalah saudara sepupunya." Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Haiwah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab sehubungan dengan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Az-Zubair ibnul Awwam dan Hatib ibnu Abu Balta'ah; keduanya bersengketa dalam masalah air. Maka Nabi Saw. memutuskan agar air disiramkan ke tempat yang paling tinggi terlebih dahulu, kemudian tempat yang terbawah. Hadis ini mursal, tetapi mengandung faedah, yaitu dengan disebutkannya nama lelaki Ansar tersebut secara jelas.
Penyebab lain yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, berdasarkan riwayat yang garib jiddan (aneh sekali)
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى قِرَاءَةً، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ لَهِيعة، عَنْ أَبِي الْأُسُودِ قَالَ: اخْتَصَمَ رَجُلَانِ إِلَى رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فقضى بَيْنَهُمَا، فَقَالَ الَّذِي قُضِيَ عَلَيْهِ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "انْطَلِقَا إِلَيْهِ" فَلَمَّا أَتَيَا إِلَيْهِ قَالَ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ الْخَطَّابِ، قَضَى لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا، فَقَالَ: رُدَّنَا إِلَى عُمَرَ. فَرَدَّنَا إِلَيْكَ. فَقَالَ: أَكَذَاكَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ فَقَالَ عُمَرُ: مَكَانَكُمَا حَتَّى أَخْرُجَ إِلَيْكُمَا فَأَقْضِيَ بَيْنَكُمَا. فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا مُشْتَمِلًا عَلَى سَيْفِهِ، فَضَرَبَ الَّذِي قَالَ رُدَّنا إِلَى عُمَرَ فَقَتَلَهُ، وَأَدْبَرَ الْآخَرُ فَارًّا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَتَلَ عُمَر وَاللَّهِ صَاحِبِي، وَلَوْلَا أَنِّي أعجزتُه لَقَتَلَنِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا كُنْتُ أَظُنُّ أَنْ يَجْتَرِئَ عُمَر عَلَى قَتْلِ مُؤْمِنٍ" فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ} الْآيَةَ، فَهَدَرَ دَمَ ذَلِكَ الرَّجُلِ، وَبَرِئَ عُمَرُ مِنْ قَتْلِهِ، فَكَرِهَ اللَّهُ أَنْ يُسَنَّ ذَلِكَ بَعْدُ، فَقَالَ: {وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوهُ إِلا قَلِيلٌ مِنْهُمْ وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا}
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la secara qiraah, telah menceritakan kepada kami Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Al-Aswad yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki mengadukan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memberikan keputusan peradilan yang seimbang di antara keduanya. Kemudian pihak yang dikalahkan mengatakan, "kembalikanlah perkara kami ini kepada Umar ibnul Khattab." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Baiklah," lalu keduanya berangkat menuju tempat Umar ibnu Khattab. Ketika keduanya sampai pada Umar, maka lelaki yang mempunyai usul tadi mengatakan, "Hai Ibnul Khattab, Rasulullah Saw. telah memutuskan perkara kami untuk kemenangan orang ini. Maka kukatakan, 'Kembalikanlah kami kepada Umar ibnul Khattab.' Maka beliau mengizinkan kami untuk meminta keputusan hukum darimu." Umar bertanya, "Apakah memang demikian?" Si lelaki itu berkata, "Ya." Umar berkata, "Kalau demikian, tetaplah kamu berdua di tempatmu, hingga aku keluar menemuimu untuk memutuskan perkara di antara kamu berdua." Maka Umar keluar menemui keduanya seraya menyandang pedangnya, lalu dengan serta-merta ia memukul pihak yang mengatakan kepada Rasulullah Saw., "Kembalikanlah kami kepada Umar," dengan pedang itu hingga mati seketika itu juga. Sedangkan lelaki yang lain pergi dan datang menghadap Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah Umar telah membunuh temanku. Seandainya saja aku tidak mempunyai kemampuan menghadapinya, niscaya dia akan membunuhku pula." Rasulullah Saw. bersabda,"Aku tidak menduga bahwa Umar berani membunuh seorang mukmin." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) belum beriman hingga menjadikan kamu hakim mereka. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. Dengan demikian, tersia-sialah darah lelaki itu dan bebaslah Umar dari tuntutan membunuh lelaki itu. Akan tetapi, Allah tidak suka bila hal ini dijadikan sebagai teladan nanti. Maka diturunkan-Nyalah firman-Nya: Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka "Bunuhlah diri kalian." (An-Nisa: 66), hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Abul Aswad, dengan lafaz yang sama. Tetapi a'sar ini garib lagi mursal, dan Ibnu Luhai'ah orangnya daif.
Jalur lain.
Al-Hafiz Abu Ishaq Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Ibrahim ibnu Duhaim mengatakan di dalam kitab tafsirnya: telah menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Atabah ibnu Damrah, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ada dua orang lelaki melaporkan persengketaan yang terjadi di antara keduanya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memutuskan perkara untuk kemenangan orang (pihak) yang benar dan mengalahkan pihak yang salah. Maka orang yang dikalahkan berkata, "Aku kurang puas." Lalu lawannya berkata, "Apa lagi kemauanmu?" ia menjawab, "Mari kita berangkat menuju Abu Bakar As-Siddiq," lalu keduanya pergi menghadap Abu Bakar. Maka berkatalah orang yang menang, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memutuskan untuk kemenanganku." Abu Bakar menjawab, "Kamu berdua harus mengikuti apa yang telah diputuskan oleh Rasulullah Saw." Tetapi orang yang dikalahkan menolak dan masih kurang puas. Maka Abu Bakar r.a. memberikan sarannya agar keduanya pergi kepada Umar ibnul Khattab. Sesampainya di tempat Umar ibnul Khattab, orang yang menang mengatakan, "Sesungguhnya kami telah mengadukan perkara kami kepada Nabi Saw., dan beliau memutuskan untuk kemenanganku atas dia, tetapi dia ini menolak dan kurang puas." Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah, "Apakah memang benar demikian?" Dan pihak yang kalah mengatakan hal yang sama. Maka Umar masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi seraya membawa sebilah pedang di tangannya yang dalam keadaan terhunus, lalu ia langsung memenggal kepala pihak yang menolak lagi tidak puas dengan keputusan Nabi Saw. hingga mati seketika itu juga. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman. (An-Nisa: 65)
‘Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah berkata :
"ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون"،"ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الظالمون"،"ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الفاسقون"، قال: كفر دون كفر، وفسق دون فسق، وظلم دون ظلم.
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang faasiq”; (‘Atha’ berkata) : “Kekufuran di bawah kekufuran (yang mengeluarkan dari Islam), kefasiqan di bawah kefasiqan (yang mengeluarkan dari Islam), dan kedhaliman di bawah kedhaliman (yang mengeluarkan dari Islam)” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Iimaan 4/159-160 no. 1417 & 4/161 no. 1422 dan dalam Masaail Abi Dawudhal. 209, Ath-Thabariy dalam Tafsir-nya 6/165-166, Muhammad bin Nashr Al-Marwaziy dalamTa’dhiimu Qadrish-Shalaah 2/522 no. 575, Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah 2/735 no. 1007 & 2/736-737 no. 1011, Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 4/1149 no. 6464, serta Al-Qaadli Wakii’ dalam Akhbaarul-Qudlaat 1/43; shahih].
Al-Imaam Abu Bakr Al-Aajurriy rahimahullah berkata :
ومما يتبع الحرورية من المتشابه قول الله عز وجل { وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} ويقرءون معها {ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ} فإذا رأوا الإمام الحاكم يحكم بغير الحق قالوا: قد كفر ، ومن كفر عدل بربه فقد أشرك، فهؤلاء الأئمة مشركون ، فيخرجون فيفعلون ما رأيت ؛ لأنهم يتأولون هذه الآية
”Di antara ayat-ayat mutasyaabihaat yang diikuti oleh orang-orang Haruuriyyah (Khawaarij) adalah firman Allah ’azza wa jalla : "Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” [QS. Al-Maaidah : 44]. Dan mereka juga menyertakan ayat : ”Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka” [QS. Al-An’aam : 1]. Jika mereka melihat seorang penguasa/hakim yang menghukumi dengan tidak haq maka mereka berkata : ’Dia telah kafir, dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb-nya, maka sungguh ia telah musyrik. Para penguasa ini merupakan orang-orang musyrikin”. Maka mereka memberontak dan melakukan hal yang engkau lihat, karena mereka menakwilkan ayat ini” [Asy-Syarii’ah, 1/144; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1417 H].
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim rahimahullah berkata :
من حكم بِهَا -يعني: القوانين الوضعية- أو حاكم إليها معتقدًا صحة ذلك وجوازه فهو كافر الكفر الناقل عن الملة، وإن فعل ذلك بدون اعتقاد ذلك وجوازه، فهو كافر الكفر العملي الذي لا ينقل عن الملة
“Barangsiapa berhukum dengannya dengannya – yaitu undang-undang buatan - atau berhukum kepadanya, dengan keyakinan hal itu dibenarkan, atau dibolehkan, maka ia kafir dengan kekufuran yang menjadikannya keluar dari agama. Adapun bila ia melakukannya tanpa disertai oleh keyakinan dibenarkannya perbuatan tersebut atau dibolehkannya, maka ia telah kafir dengan kufur amali, yang tidak sampai menjadikannya keluar dari agama” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 1/80].
Itulah perincian dari kalangan salaf dan khalaf tentang masalah tidak berhukum dengan syari’at yang diturunkan Allah. Jika dikatakan bahwa firman Allah ta’ala dalam QS. An-Nisaa’ : 65 {لا يُؤْمِنُونَ} ‘tidaklah mereka beriman’ adalah penafian pokok (ashl) dan hakekat iman yang mengeluarkan dari agama (murtad) secara mutlak (tanpa perincian), maka ini bertentangan dengan sababun-nuzuul ayat :
حدثنا عبد الله بن يوسف: حدثنا الليث قال: حدثني ابن شهاب، عن عروة، عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنهما أنه حدثه: أن رجلا من الأنصار، خاصم الزبير عند النبي صلى الله عليه وسلم في شراج الحرة، التي يسقون بها النخل، فقال الأنصاري: سرح الماء يمر، فأبى عليه، فاختصما عند النبي صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم للزبير: (اسق يا زبير، ثم أرسل الماء إلى جارك). فغضب الأنصاري فقال: أن كان ابن عمتك؟ فتلون وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم، ثم قال: (اسق يا زبير، ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر). فقال الزبير: والله إني لأحسب هذه الآية نزلت في ذلك: {فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم}.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah menceritakan kepada kami Al-Laits, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhumaa bahwasannya ia menceritakan kepadanya : Ada seorang laki-laki dari kalangan Anshaar yang bertengkar dengan Az-Zubair di samping Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang aliran air di daerah Al-Harrah yang mereka gunakan untuk menyirami kebun kurma. Orang Anshaar tersebut berkata : “Bukalah air agar bisa mengalir”. Az-Zubair menolaknya lalu keduanya bertengkar di hadapan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Az-Zubair : “Wahai Az-Zubair, berilah air (untuk kebunmu dulu), kemudian alirkanlah buat tetanggamu”. Orang Anshaar itu marah dan berkata : “Tentu saja kamu bela dia karena dia putra bibimu”. Maka wajah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam memerah kemudian berkata : “Wahai Zubair, (untuk kebunmu dulu) kemudian bendunglah hingga air itu kembali ke dasar kebun". Maka Az-Zubair berkata : “Demi Allah, sungguh aku menganggap bahwa ayat ini turun tentang peristiwa tersebut (yaitu firman Allah QS. An-Nisaa’ : 65) : “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan”… [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2359-2360].
Shahabat Anshaar di atas keberatan dengan keputusan yang diberikan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan membuat beliau marah, sehingga turunlah ayat QS. An-Nisaa’ ayat 65. Tidak ada satu pun riwayat shahih yang menyatakan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkafirkannya atau memintanya bersyahadat ulang. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang bertengkar dengan Az-Zubair tersebut adalah shahabat yang turut serta dalam peperangan Badr Ibnut-Tiin rahimahullah dalam hal ini berkata :
إن كان -يعني: هذا الأنصاري- بدريًّا فمعنى قوله تعالى: لاَ يُؤْمِنُونَ. لا يستكملون الإيمان، والله أعلم
“Seandainya ia – yaitu orang Anshaar tersebut – adalah orang yang turut serta dalam peperangan Badr, maka makna firman-Nya ta’ala : ‘tidaklah mereka beriman’ adalah tidak sempurna keimanan mereka. Wallaahu a’lam” [Fathul-Baariy, 5/44].
Ada beberapa dalil lain yang semakna dengan hadits di atas, satu di antaranya adalah :
حدثنا قتيبة: حدثنا عبد الواحد، عن عمارة بن القعقاع بن شبرمة: حدثنا عبد الرحمن بن أبي نعم قال: سمعت أبا سعيد الخدري يقول: بعث علي بن أبي طالب رضي الله عنه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من اليمن بذهبية في أديم مقروظ، لم تحصل من ترابها، قال: فقسمها بين أربعة نفر: بين عيينة بن بدر، وأقرع بن حابس، وزيد الخيل، والرابع: إما علقمة، وإما عامر بن الطفيل، فقال رجل من أصحابه: كنا نحن أحق بهذا من هؤلاء، قال: فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم فقال: (ألا تأمنونني وأنا أمين من في السماء، يأتيني خبر السماء صباحا ومساء). قال: فقام رجل غائر العينين، مشرف الوجنتين، ناشز الجبهة، كث اللحية، محلوق الرأس، مشمر الإزار، فقال: يا رسول الله اتق الله، قال: (ويلك، أو لست أحق أهل الأرض أن يتقي الله). قال: ثم ولى الرجل. قال خالد بن الوليد: يا رسول الله، ألا أضرب عنقه؟ قال: (لا، لعله أن يكون يصلي). فقال خالد: وكم من مصل يقول بلسانه ما ليس في قلبه، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إني لم أومر أن أنقب قلوب الناس ولا أشق بطونهم). قال: ثم نظر إليه وهو مقف، فقال: (إنه يخرج من ضئضئ هذا قوم يتلون كتاب الله رطبا، لا يجاوز حناجرهم، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية - وأظنه قال - لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل ثمود).
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid, dari ‘Ammaarah bin Al-Qa’qaa’ bin Syubrumah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Abi Na’m, ia berkata : Aku mendengar Abu Sa’iid Al-Khudriy berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib mengirim beberapa emas batangan yang belum dibersihkan dari tanah, dari Yaman kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau shallalaahu ‘alaihi wa sallam membaginya kepada ‘Uyainah bin Badr, Aqra’ bin Haabis, Zaid bin Al-Khail, dan yang keempat : ‘Alqamah atau ‘Aamir bin Ath-Thufail. Lalu berkatalah seorang laki-laki dari shahabatnya : “Kami lebih berhak atas emas tersebut dibandingkan mereka”. Sampailah hal tersebut kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda : “Tidakkah engkau mempercayaiku padahal aku adalah orang yang dipercaya oleh Allah yang berada di langit, datang kepadaku khabar dari langit setiap pagi dan petang ?”. Tiba-tiba berdirilah seorang laki-laki yang mempunyai mata cekung, tulang pipi tinggi, dahi menonjol, jenggot tebal, kepala botak, dan menggunakan ikat pinggang berdiri; kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, bertaqwalah kepada Allah !”. Beliau bersabda : “Celaka engkau – atauBukankah aku orang yang paling bertaqwa kepada Allah di kalangan penduduk bumi ?”. Orang itu pun berpaling/pergi dari tempat itu. Khaalid bin Waliid berkata : “Wahai Rasulullah, tidakkah aku penggal saja leher orang itu ?”. Beliau bersabda : “Jangan, barangkali ia masih mengerjakan shalat”. Khaalid berkata : “Betapa banyak orang yang melakukan shalat berkata dengan lisannya apa-apa yang tidak ada dalam hatinya ?”. Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk menyelidiki hati-hati manusia dan membelah perut-perut mereka”. Kemudian beliau melihat kepadanya ketika ia hendak pergi : “Sesungguhnya akan keluar dari keturunannya satu kaum yang membaca Kitabullah namun tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama (Islam) sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya”. Perawi berkata : “Aku mengira beliau bersabda : ‘Apabila aku bertemu dengan mereka, sungguh aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum Tsamuud telah dibinasakan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4351].
Orang tersebut keberatan dengan ketetapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak serta-merta mengkafirkannya, dan tidak pula memerintahkan untuk membunuhnya. Bahkan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam masih berhusnudhdhan kepadanya saat Khaalid ingin sekali membunuhnya.
Walhasil, tidak berhukumnya seseorang dengan hukum Allah membutuhkan perincian, baik bagi amir (penguasa) maupun ma’muur (rakyat). Bisa jadi ia kafir, dhalim, ataupun faasiq [bukan kafir secara mutlak yang mengeluarkan dari agama sebagaimana diyakini oleh takfiriy]. Oleh karenanya, Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahuullah berkomentar tentang pemahaman Khawaarij atas QS. An-Nisaa’ ayat 65 :
فمن لم يلتزم تحكيم الله ورسوله فيما شجر بينهم فقد أقسم الله بنفسه أنه لا يؤمن ، وأما من كان ملتزماً لحكم الله ورسوله باطناً وظاهراً ، لكن عصى واتبع هواه ، فهذا بمنزلة أمثاله من العصاة . وهذه الآية (فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ ...) مما يحتج بها الخوارج على تكفير ولاة الأمر الذين لا يحكمون بما أنزل الله ، ثم يزعمون أن اعتقادهم هو حكم الله. وقد تكلم الناس بما يطول ذكره هنا ، وما ذكرته يدل عليه سياق الآية
“Barangsiapa yang tidak beriltizam dalam berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya dalam apa yang mereka perselisihkan, sungguh Allah telah bersumpah dengan diri-Nya bahwasannya ia tidak beriman. Adapun orang yang beriltizam dengan hukum Allah dan Rasul-Nya secara lahir dan batin, akan tetapi ia bermaksiat dan mengikuti hawa nafsunya, maka orang ini kedudukannya sama dengan orang yang bermaksiat. Dan ayat ini : ‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman …’ (QS. An-Nisaa’ : 65) termasuk ayat yang digunakan hujjah oleh Khawaarij untuk mengkafirkan penguasa (wulaatul-amr) yang tidak berhukum dengan syari’at yang diturunkan Allah, kemudian mereka (Khawaarij) mengira bahwa keyakinan/i’tiqadmereka adalah hukum Allah” [Minhaajus-Sunnah, 5/131].
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar