Translate

Jumat, 22 Juli 2016

Tidak Ada Paksaan Dalam Beragama Bukan Berarti Tidak Waspada

Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam, hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.

Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,

كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِىٌّ يَخْدُمُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَرِضَ ، فَأَتَاهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ « أَسْلِمْ » . فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهْوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَسْلَمَ ، فَخَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ

“Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 1356)

Walau boleh mendakwahi, namun haram memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) 

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqoroh Ayat 256)

Firman Allah Swt.:

{لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّين}

Tidak ada paksaan  untuk  (memasuki)  agama  (Islam).  (Al-Baqarah: 256)

Yakni janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang, dan gamblang dalil-dalil dan bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya. Bahkan Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya, dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh kesadaran. Barang siapa yang hatinya dibutakan oleh Allah, pendengaran dan pandangannya dikunci mati oleh-Nya, sesungguhnya tidak ada gunanya bila mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa.

Mereka menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan Ansar, sekalipun hukum yang terkandung di dalamnya bersifat umum.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yasar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita yang selalu mengalami kematian anaknya, maka ia bersumpah kepada dirinya sendiri, "Jika anakku hidup kelak, aku akan menjadikannya seorang Yahudi". Ketika Bani Nadir diusir dari Madinah, di antara mereka ada anak-anak dari kalangan Ansar. Lalu mereka berkata, "Kami tidak akan menyeru anak-anak kami (untuk masuk Islam)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. (Al-Baqarah: 256)

Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini, kedua-duanya meriwayatkannya dari Bandar dengan lafaz yang sama. Sedangkan dari jalur-jalur yang lain diriwayatkan hal yang semakna, dari Syu'bah.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama. Hal yang sama disebutkan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad Al-Jarasyi, dari Zaid ibnu Sabit, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Al-Baqarah: 256). Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi Saw., "Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. As-Saddi meriwayatkan pula hal yang semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Keduanya telah masuk agama Nasrani di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa zabib (anggur kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang Syam itu, maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan meminta kepada Rasulullah Saw. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya agar pulang kembali. Maka turunlah ayat ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Abu Hilal, dari Asbaq yang menceritakan, "Pada mulanya aku memeluk agama mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia membacakan firman-Nya:'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).' (Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu masuk Islam, niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi sebagian urusan kaum muslim'."

Golongan yang cukup banyak dari kalangan ulama berpendapat bahwa ayat ini diinterpretasikan dengan pengertian tertuju kepada kaum Ahli Kitab dan orang-orang yang termasuk ke dalam kategori mereka sebelum (mengetahui adanya) pe-nasakh-an dan penggantian, tetapi dengan syarat bila mereka membayar jizyah.

Ulama lain mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat qital (perang). Wajib menyeru semua umat untuk memasuki agama Al-Hanif, yaitu agama Islam. Jika ada seseorang di antara mereka menolak untuk masuk ke dalam agama Islam serta tidak mau tunduk kepada peraturannya atau tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi hingga titik darah penghabisan. Yang demikian itulah makna ikrah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

سَتُدْعَوْنَ إِلى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ

Kalian akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kalian akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). (Al-Fath: 16)
Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah: 73)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ  

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripada kalian; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah: 123)
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:

«عَجِبَ رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ»

Tuhanmu kagum kepada suatu kaum yang digiring masuk ke surga dalam keadaan dirantai.

Makna yang dimaksud ialah para tawanan yang didatangkan ke negeri Islam dalam keadaan terikat oleh rantai dan belenggu. Sesudah itu mereka masuk Islam dan memperbaiki amal perbuatan serta hati mereka. Maka mereka kelak termasuk ahli surga.

Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu: 

حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: "أَسْلِمْ" قَالَ: إِنِّي أَجِدُنِي كَارِهًا. قَالَ: "وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"

Telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari sahabat Abas r.a. yang menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada seorang lelaki, "Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya masih belum menyukainya." Nabi Saw. bersabda, "Sekalipun kamu belum menyukainya."

Hadis ini merupakan salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang, tetapi sahih. Hanya saja tidak termasuk ke dalam bab ini karena pada kenyataannya Nabi Saw. tidak memaksanya untuk masuk Islam, melainkan beliau menyerunya untuk masuk Islam, lalu lelaki itu menjawab bahwa ia masih belum mau menerimanya, bahkan masih tidak suka untuk masuk Islam. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah, sekalipun hatimu tidak suka, karena sesungguhnya Allah pasti akan menganugerahimu niat yang baik dan ikhlas."

Firman Allah Swt.:

{فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}

Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 256)

Yakni barang siapa yang melepaskan semua tandingan dan berhala-berhala serta segala sesuatu yang diserukan oleh setan berupa penyembahan kepada selain Allah, lalu ia menauhidkan Allah dan menyembah-Nya semata serta bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, berarti ia seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat. (Al-Baqarah: 256)

Yaitu berarti perkaranya telah mapan dan berjalan lurus di atas tuntunan yang baik dan jalan yang lurus.

Abul Qasim Al-Bagawi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas (yaitu Salam ibnu Salim), dari Abu Ishaq, dari Hassan (yaitu Ibnu Qaid Al-Absi) yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan tagut adalah setan. 

Sesungguhnya sifat berani dan sifat pengecut ada di dalam diri kaum lelaki; orang yang pemberani berperang membela orang yang tidak dikenalnya, sedangkan orang yang pengecut lari tidak dapat membela ibunya sendiri. Sesungguhnya kehormatan seorang lelaki itu terletak pada agamanya, sedangkan kedudukannya terletak pada akhlaknya, sekalipun ia seorang Persia atau seorang Nabat."

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui riwayat As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Hassan ibnu Qaid Al-Abdi, dari Umar.
Makna ucapan Umar tentang tagut —bahwa tagut adalah setan— sangat kuat, karena sesungguhnya pengertian tersebut mencakup semua bentuk kejahatan yang biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah, seperti menyembah berhala dan meminta keputusan hukum kepadanya serta membelanya.

Firman Allah Swt.:

{فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى}

Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)

Yakni sesungguhnya ia telah berpegang kepada agama dengan sarana yang sangat kuat. Hal itu diserupakan dengan buhul tali yang kuat lagi tak dapat putus. Pada kenyataannya tali tersebut dipintal dengan sangat rapi, kuat lagi halus, sedangkan ikatannya pun sangat kuat. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang . amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)

Mujahid mengatakan bahwa al-'urwatil wusqa artinya iman. Menurut As-Saddi artinya agama Islam, sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak artinya ialah kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah." '

Menurut sahabat Anas ibnu Malik, al-'urwatul wusqa artinya Al-Qur'an. Menurut riwayat yang bersumber dari Salim ibnu Abul Ja'd, yang dimaksud adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Semua pendapat di atas benar, satu sama lainnya tidak bertentangan. 

Sahabat Mu'az ibnu Jabal mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Bahwa yang dimaksud dengan terputus ialah tidak dapat masuk surga.

Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan pengertian yang ada di dalam firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Kemudian membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11)

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَجَاءَ رَجُلٌ فِي وَجْهِهِ أَثَرٌ مِنْ خُشُوعٍ، فَدَخَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أَوْجَزَ فِيهِمَا فَقَالَ الْقَوْمُ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. فَلَمَّا خَرَجَ اتَّبَعْتُهُ حَتَّى دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَدَخَلْتُ مَعَهُ فَحَدَّثْتُهُ فَلَمَّا اسْتَأْنَسَ قُلْتُ لَهُ: إِنَّ الْقَوْمَ لَمَّا دَخَلْتَ قَبْلُ الْمَسْجِدَ قَالُوا كَذَا وَكَذَا. قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَقُولَ مَا لَا يَعْلَمُ وَسَأُحَدِّثُكَ لِمَ: إِنِّي رَأَيْتُ رُؤْيَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ: رَأَيْتُ كَأَنِّي فِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: فَذَكَرَ مِنْ خُضْرَتِهَا وَسِعَتِهَا-وَسَطُهَا عَمُودُ حَدِيدٍ أَسْفَلُهُ فِي الْأَرْضِ وَأَعْلَاهُ فِي السَّمَاءِ فِي أَعْلَاهُ عُرْوَةٌ، فَقِيلَ لِيَ: اصْعَدْ عَلَيْهِ فَقُلْتُ: لَا أَسْتَطِيعُ. فَجَاءَنِي مِنْصَف -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: هُوَ الْوَصِيفُ -فَرَفَعَ ثِيَابِي مِنْ خَلْفِي، فَقَالَ: اصْعَدْ. فَصَعِدْتُ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ بِالْعُرْوَةِ. فَاسْتَيْقَظْتُ وَإِنَّهَا لَفِي يَدِي فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: "أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعُرْوَةُ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى، أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى تَمُوتَ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah yang menceritakan bahwa ketika ia berada di dalam masjid, datanglah seorang lelaki yang pada roman mukanya ada bekas kekhusyukan. Lalu lelaki itu salat dua rakaat dengan singkat. Maka kaum yang ada di dalam masjid itu berkata, "Lelaki ini termasuk ahli surga." Ketika lelaki itu keluar (dari masjid), maka aku (Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah) mengikutinya hingga ia memasuki rumahnya. Aku ikut masuk bersamanya, dan aku mengobrol dengannya. Setelah kami saling berkenalan, aku katakan kepadanya, "Sesungguhnya kaum yang ada di masjid tadi ketika engkau masuk ke dalam masjid, mereka mengatakan anu dan anu." Lelaki itu menjawab, "Mahasuci Allah, tidak layak bagi seseorang mengatakan apa yang tidak diketahuinya. Aku akan menceritakan kepadamu mengapa demikian. Sesungguhnya aku pernah bermimpi sesuatu di masa Rasulullah, lalu aku ceritakan mimpi itu kepadanya. Aku melihat diriku berada di sebuah taman yang hijau —Ibnu Aun mengatakan bahwa lelaki itu menggambarkan suasana kesuburan taman dan luasnya—. Di tengah-tengah kebun itu terdapat sebuah tiang besi yang bagian bawahnya berada di bumi, sedangkan bagian atasnya berada di langit, dan pada bagian atasnya ada buhul tali-nya. Kemudian dikatakan kepadaku, 'Naiklah ke tiang itu.' Aku menjawab, 'Aku tidak dapat.' Lalu datanglah seorang yang memberi nasihat kepadaku —Ibnu Aun mengatakan bahwa orang tersebut adalah penjaga taman tersebut—. Orang itu mengangkat bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!' Maka aku naik hingga dapat memegang tali tersebut. Orang tersebut berkata, 'Berpeganglah kepada tali ini.' Aku terbangun, dan sesungguhnya tali itu benar-benar masih berada dalam pegangan kedua tanganku. Aku datang kepada Rasulullah Saw., lalu kuceritakan kepadanya mimpi tersebut. Maka beliau bersabda: 'Adapun taman tersebut adalah. taman Islam, sedangkan tiang tersebut adalah tiang Islam; dan tali itu adalah tali yang kuat, artinya engkau tetap berada dalam agama Islam hingga mati'."
Perawi mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah sahabat Abdullah ibnu Salam.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain melalui riwayat Abdullah ibnu Aun, maka aku (perawi) berdiri menghormatinya. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui jalur lain, dari Muhammad ibnu Sirin dengan lafaz yang sama.

Jalur yang lain dan teks yang lain: 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ رَافِعٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الحُرِّ قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَجَلَسْتُ إِلَى مَشْيَخَةٍ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجَاءَ شَيْخٌ يَتَوَكَّأُ عَلَى عَصًا لَهُ فَقَالَ الْقَوْمُ: مَنْ سَرَّهُ أَنَّ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا. فَقَامَ خَلْفَ سَارِيَةٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَقُمْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتُ لَهُ: قَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: الْجَنَّةُ لِلَّهِ يُدخلها مَنْ يَشَاءُ وَإِنِّي رَأَيْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُؤْيَا، رَأَيْتُ كَأَنَّ رَجُلًا أَتَانِي فَقَالَ: انْطَلِقْ. فَذَهَبْتُ مَعَهُ فَسَلَكَ بِي مَنْهَجًا عَظِيمًا فَعَرَضَتْ لِي طَرِيقٌ عَنْ يَسَارِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَسْلُكَهَا. فَقَالَ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا. ثُمَّ عَرَضَتْ لِي طريق عن يَمِينِي فَسَلَكْتُهَا حَتَّى انْتَهَتْ إِلَى جَبَلٍ زَلَقٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ فَإِذَا أَنَا عَلَى ذُرْوَتِهِ، فَلَمْ أَتَقَارَّ وَلَمْ أَتَمَاسَكْ فَإِذَا عَمُودُ حَدِيدٍ فِي ذُرْوَتِهِ حَلْقَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ. فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَضَرَبَ الْعَمُودَ بِرِجْلِهِ فَاسْتَمْسَكْتُ بِالْعُرْوَةِ، فَقَصَصْتُهَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: "رَأَيْتَ خَيْرًا أَمَّا الْمَنْهَجُ الْعَظِيمُ فَالْمَحْشَرُ، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَسَارِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ النَّارِ، وَلَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَمِينِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَأَمَّا الْجَبَلُ الزَّلَقُ فَمَنْزِلُ الشُّهَدَاءِ، وَأَمَّا الْعُرْوَةُ الَّتِي اسْتَمْسَكْتَ بِهَا فَعُرْوَةُ الْإِسْلَامِ فَاسْتَمْسِكْ بِهَا حَتَّى تَمُوتَ". قَالَ: فَإِنَّمَا أَرْجُو أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. قَالَ: وَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلَامٍ

Imam Ahmad berkata: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa dan Usman. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Kharsyah ibnul Hur yang menceritakan hadis berikut: Aku tiba di Madinah, lalu aku duduk (bergabung) dengan halqah salah seorang guru di Masjid Nabawi. Lalu datanglah seorang syekh (guru) yang bertopang pada sebilah tongkat, maka kaum yang ada berkata, "Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari kalangan ahli surga, hendaklah ia memandang syekh ini." Kemudian syekh itu berdiri di belakang sebuah tiang dan melakukan salat dua rakaat. Lalu aku berkata kepadanya, "Sebagian dari kaum mengatakan anu dan anu." Maka ia menjawab, "Surga adalah milik Allah, Dia memasukkan ke dalamnya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya aku pernah mengalami sebuah mimpi di zaman Rasulullah Saw. Aku melihat dalam mimpiku itu seakan-akan ada seorang lelaki datang kepadaku, lalu lelaki itu berkata, 'Berangkatlah.' Maka aku berangkat bersamanya, dan ia menempuh sebuah jalan yang besar bersamaku. Lalu ada sebuah jalan di sebelah kiriku; ketika aku hendak menempuhnya, lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya kamu bukan termasuk ahlinya.' Kemudian tampak sebuah jalan di sebelah kananku, dan aku langsung menempuhnya hingga sampai di sebuah bukit yang licin. Lalu ia memegang tanganku dan mendorongku, tiba-tiba diriku telah berada di puncak bukit tersebut; aku merasa diriku tidak tetap dan tiada pegangan. Kemudian muncullah sebuah tiang besi yang di puncaknya terdapat tali emas. Maka ia memegang tanganku dan mendorongku hingga aku dapat memegang tali tersebut, lalu ia berkata, 'Berpeganglah.' Aku menjawab, 'Ya.' Lalu ia memanjatkan kakinya ke tiang tersebut, dan aku berpegang dengan tali itu. Lalu aku kisahkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka beliau menjawab: 'Kamu telah melihat kebaikan; adapun jalan yang besar itu adalah padang mahsyar, adapun jalan yang tampak di sebelah kirimu adalah jalan ahli neraka, sedangkan kamu bukan termasuk ahlinya. Dan adapun jalan yang tampak di sebelah kananmu adalah jalan ahli surga, dan adapun mengenai bukit yang licin itu adalah kedudukan para syuhada, sedangkan tali yang menjadi peganganmu itu adalah tali Islam. Maka berpeganglah kepadanya hingga kamu mati.' Lalu Syekh itu berkata, 'Sesungguhnya aku hanya berharap semoga diriku ini termasuk ahli surga'." Perawi mengatakan, ternyata Syekh itu adalah Abdullah ibnu Salam.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari Affan dan Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Al-Hasan ibnu Musa Al-Asyyab. Keduanya meriwayatkannya pula dari Hammad ibnu Salimah dengan lafaz yang semisal.

Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Mishar, dari Kharsyah ibnul Hur Al-Fazari dengan lafaz yang sama.

Islam menjadikan kehendak dan pilihan sebagai prinsip dasar. Islam membangun semua muamalatnya di atas asas tersebut. Karena itu, perbuatan yang dilakukan dengan terpaksa tidak dilihat dan tidak diterima, entah itu dalam persoalan akidah, ibadah, ataupun muamalat, karena berbenturan dan tidak sesuai dengan prinsip “perbuatan itu dengan niat.”

Sebagaimana tidak membolehkan adanya paksaan dalam muamalat, Islam juga tidak membolehkan pemaksaan terhadap orang lain untuk masuk dalam agama Islam. Itu karena Islam lebih mengutamakan berbicara kepada manusia ketika mereka merdeka. Misalnya, setelah ahluzimah membayar jizyah dan pajak, Islam menjamin kelangsungan hidup mereka. Cakrawala Islam dalam hal toleransi demikian luas.

Selanjutnya, agama ini bukanlah tatanan yang diterapkan dengan kekuatan dan paksaan, sebab unsur terpentingnya adalah keimanan. Iman adalah persoalan hati dan perasaan murni. Tidak ada kekuatan yang bisa memaksa hati dan perasaan. Karena itu, tidak mungkin manusia menerima keimanan kecuali dengan dorongan kejiwaan dari dalam. Jadi, inilah arti tidak ada paksaan dalam agama.

Sejak zaman Nabi Adam a.s. hingga saat ini tidak ada agama yang berusaha memaksa seseorang. Pemaksaan justru datang dari pihak kafir yang berusaha menjauhkan manusia dari agama dengan kekuatan dan paksaan. Sebaliknya, tidak seorang muslim pun memaksa orang kafir untuk masuk dalam Islam. Di sini ada pertanyaan yang terlintas dalam benak kita. Dalam Al-Quran terdapat sejumlah ayat yang mendorong untuk berperang dan berjihad, tidakkah ini merupakan pemaksaan?

Tidak. Dalam hal tersebut tidak ada pemaksaan, karena jihad dilakukan justru untuk membendung pemaksaan yang dilakukan musuh. Demikianlah, tidak seorang pun masuk dalam agama Islam kecuali dengan bebas dan atas kemauannya sendiri. Jihad yang ditetapkan Islam adalah demi melindungi kebebasan ini. Kebebasan tidak dapat tegak kecuali dengan jihad.

Kita bisa menilai persoalan ini dari sisi lain. Hukum sejumlah ayat terbatas pada periode tertentu. Periode itu bisa berlangsung antara era-era kemajuan dan era-era kemunduran. Namun, yang jelas hukumnya terbatas pada era itu. 

‎Periode itu adalah periode pemaparan masalah dan penemuan solusinya. Penjelasan tentang masalah dan solusinya ini serta upaya untuk meyakinkan harus dilakukan dengan ucapan, nasihat, dan pengarahan tanpa menggunakan kekuataan atau paksaan, tanpa mengindahkan penyimpangan dan kesesatan orang lain, tanpa membangkitkan permusuhan mereka, serta dengan memfokuskan perhatian pada keselamatan diri dan penerapan agama dalam kehidupan pribadi secara individu. Hukum-hukum yang terkait dengan periode semacam itu tidak berlaku untuk semua periode secara sama, namun bukan berarti hukum-hukum itu tidak bisa diterapkan pada suatu saat nanti; Ini adalah pemahaman yang keliru. Periode tersebut telah sering terjadi dalam Islam. Kita sekarang juga berada dalam periode ini.

Akan tetapi, ada hukum lain dari ayat yang sama yang mencakup seluruh periode dan masa serta terus berlaku, yaitu hukum tentang kaum minoritas yang tinggal di negara-negara Islam: tidak boleh seorang pun memaksa mereka untuk masuk Islam; Semua orang harus merdeka dalam hal akidah.

Kalau kita melihat sejarah, kita bisa menyaksikan secara jelas bagaimana kaum Nasrani dan Yahudi senantiasa tinggal bersama kita. Barat mengakui bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak berada dalam kondisi aman dan selamat di negara mereka sendiri sebagaimana ketika mereka berada di tengah-tengah kita. Mereka mau membayar jizyah dan mau menerima perlindungan kita. Kita pun melakukan tugas kita dengan menjaga mereka dan tidak seorang pun memaksa mereka untuk masuk Islam. Bahkan, sampai kemarin pun mereka memiliki sekolah khusus, mendirikan syiar-syiar mereka, serta memeliharanya. Orang-orang yang masuk ke lingkungan mereka dalam wilayah kita—bahkan pada masa keemasan kita—merasa seolah-olah sedang hidup di Eropa. Artinya, kebebasan mereka begitu luas sedemikian rupa. Satu-satunya belenggu yang menghalangi mereka adalah belenggu yang mencegah mereka untuk mendorong kita berbuat menyimpang. Itulah syarat dan keharusan dalam memelihara keselamatan masyarakat kita.

Hukum dan aturan yang mencegah penyimpangan dalam agama bukan berarti pemaksaan. Itu hanya berlaku bagi mereka yang masuk dalam agama dengan pilihan dan kemauan sendiri. Dengan menerima hukum-hukum itu, mereka memeluk Islam. Misalnya, jika seseorang keluar dari Islam, ia dianggap murtad lalu diberi waktu untuk kembali kepada Islam. Jika tidak kembali, ia akan dibunuh. Ini adalah hukuman yang setimpal dengan sikapnya yang melanggar perjanjian sebelumnya. Ini terkait dengan pemeliharaan tatanan masyarakat. Negara dikelola dengan aturan tertentu. Seandainya keinginan setiap orang menjadi landasan, tentu tidak akan ada tatanan dan aturan dalam pengelolaan negara. Karena itu, untuk menjaga hak-hak semua kaum muslim, Islam tidak melindungi dan tidak menjaga kehidupan seorang murtad.

Orang yang masuk dalam agama Islam menanggung sendiri akibat pelaksanaan sebagian amal dan penghindaran sebagian amal lainnya. Ini tidak terkait dengan pemaksaan. Orang yang tertawa—sementara ia berakal dan balig—saat salat mendapat sangsi dengan tertolaknya salat. Orang yang mengerjakan ibadah haji dan berihram tapi memakai pakaian berjahit atau membunuh serangga, mendapatkan sangsi tertentu. Padahal, bila orang itu tertawa di luar salat atau membunuh serangga di luar pelaksanaan ibadah haji dan ihram, ia tidak akan mendapat hukuman dan sangsi. Demikianlah, meskipun tidak memaksa orang untuk masuk Islam, ia tidak membiarkan begitu saja orang yang sudah masuk dalam agama ini dengan kehendak dan kemauannya sendiri. Tentu saja ada perintah dan larangan dalam Islam. Adalah wajar kalau Islam meminta para pengikutnya untuk mematuhi perintah dan larangan itu. Ia memerintahkan para pengikutnya untuk melakukan salat, puasa, zakat, dan haji serta melarang mereka dari minuman keras, judi, zina, dan mencuri. Ia akan menghukum orang yang melanggar larangan dengan hukuman yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Ini juga tidak termasuk dalam dan tidak berkaitan dengan pemaksaan.

Jika kita berpikir sejenak, kita akan mengetahui bahwa semua aturan yang ditetapkan itu adalah untuk kepentingan manusia. Dengan pengaturan itu, kebahagiaan dunia dan akhirat setiap individu dan masyarakat akan terpelihara. Dengan pengertian ini, ada paksaan dalam agama, yaitu pemberantasan berbagai kesulitan untuk masuk ke surga.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus