Translate

Senin, 04 Juli 2016

Kisah Perang Qodisiyyah (Penakhlukan Persia)

Merupakan satu kepastian bahwa kehidupan yang baik membutuhkan perjuangan. Harapan menumbuhkan semangat dan kekuatan, sementara angan-angan hanyalah melalaikan dan menyulut kemalasan.

Allah telah memilih para ksatria yang berjibaku dalam jihad fi sabilillah. Sekumpulan manusia yang mendambakan syahid di jalan-Nya. Mereka meninggalkan kelezatan dan kemegahan dunia, bergegas menuju gelanggang pertempuran. Tak lain, berjuang demi tegaknya Islam di muka bumi. Upaya menapaki bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan aksi brutal mengatasnamakan agama.‎

Mereka tak menghiraukan jauhnya diri dari keluarga, sabetan pedang, luka yang menganga, maupun gugurnya teman seperjuangan. Sedari dulu, perjuangan membutuhkan pengorbanan. Teguh di saat menghadapi beratnya perjuangan, sabar di kala musibah mendera. Mereka benar-benar yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah lebih baik dan kekal.

Dalam riwayat Ahmad dan An-Nasa`i, dari Abu Sukainah radhiyallahu ‘anhu dari salah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya dengan sanad yang jayyid, disebutkan:

لَمَّا أَمَرَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَفْرِ الْخَنْدَقِ عَرَضَتْ لَهُمْ صَخْرَةٌ حَالَتْ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْحَفْرِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ الْمِعْوَلَ وَوَضَعَ رِدَاءَهُ نَاحِيَةَ الْخَنْدَقِ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ ثُلُثُ الْحَجَرِ وَسَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ قَائِمٌ يَنْظُرُ فَبَرَقَ مَعَ ضَرْبَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرْقَةٌ ثُمَّ ضَرَبَ الثَّانِيَةَ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ الثُّلُثُ اْلآخَرُ فَبَرَقَتْ بَرْقَةٌ فَرَآهَا سَلْمَانُ ثُمَّ ضَرَبَ الثَّالِثَةَ وَقَالَ: تَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَ مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. فَنَدَرَ الثُّلُثُ الْبَاقِي وَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ وَجَلَسَ، قَالَ سَلْمَانُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ رَأَيْتُكَ حِيْنَ ضَرَبْتَ مَا تَضْرِبُ َرْبَةً إِلاَّ كَانَتْ مَعَهَا بَرْقَةٌ. قَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا سَلْمَانُ، رَأَيْتَ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: إِي، وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَإِنِّي حِيْنَ ضَرَبْتُ الضَّرْبَةَ اْلأُولَى رُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ كِسْرَى وَمَا حَوْلَهَا وَمَدَائِنُ كَثِيْرَةٌ حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالَ لَهُ مَنْ حَضَرَهُ مِنْ أَصْحَابِهِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، ادْعُ اللهَ أَنْ يَفْتَحَهَا عَلَيْنَا وَيُغَنِّمَنَا دِيَارَهُمْ وَيُخَرِّبَ بِأَيْدِيْنَا بِلاَدَهُمْ. فَدَعَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. ثُمَّ ضَرَبْتُ الضَّرْبَةَ الثَّانِيَةَ فَرُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ قَيْصَرَ وَمَا حَوْلَهَا حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ ادْعُ اللهَ أَنْ يَفْتَحَهَا عَلَيْنَ وَيُغَنِّمَنَا دِيَارَهُمْ وَيُخَرِّبَ بِأَيْدِيْنَا بِلاَدَهُمْ. فَدَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. ثُمَّ ضَرَبْتُ الثَّالِثَةَ فَرُفِعَتْ لِي مَدَائِنُ الْحَبَشَةِ وَمَا حَوْلَهَا مِنَ الْقُرَى حَتَّى رَأَيْتُهَا بِعَيْنَيَّ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: دَعُوا الْحَبَشَةَ مَا وَدَعُوْكُمْ، وَاتْرُكُوا التُّرْكَ مَا تَرَكُوْكُمْ

“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan penggalian khandaq, ternyata ada sebongkah batu sangat besar menghalangi penggalian itu. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit mengambil kapak tanah dan meletakkan mantelnya di ujung parit, dan berkata: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Terpecahlah sepertiga batu tersebut. Salman Al-Farisi ketika itu sedang berdiri memandang, dia melihat kilat yang memancar seiring pukulan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau memukul lagi kedua kalinya, dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Pecah pula sepertiga batu itu, dan Salman melihat lagi kilat yang memancar ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul batu tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul sekali lagi dan membaca: “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al-Qur`an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Dan untuk ketiga kalinya, batu itupun pecah berantakan. Kemudian beliau mengambil mantelnya dan duduk. Salman berkata: “Wahai Rasulullah, ketika anda memukul batu itu, saya melihat kilat memancar.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai Salman, engkau melihatnya?” Kata Salman: “Demi Dzat Yang mengutus anda membawa kebenaran. Betul, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika saya memukul itu, ditampakkan kepada saya kota-kota Kisra Persia dan sekitarnya serta sejumlah kota besarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat yang hadir ketika itu berkata: “Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumahrumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa. “Kemudian saya memukul lagi kedua kalinya, dan ditampakkan kepada saya kota-kota Kaisar Romawi dan sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar membukakannya untuk kami dan memberi kami ghanimah rumah-rumah mereka, dan agar kami hancurkan negeri mereka dengan tangan-tangan kami.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa. “Kemudian pada pukulan ketiga, ditampakkan kepada saya negeri Ethiopia dan desa-desa sekitarnya hingga saya melihatnya dengan kedua mata saya.” Lalu beliau berkata ketika itu: “Biarkanlah Ethiopia (Habasyah) selama mereka membiarkan kalian, dan tinggalkanlah Turki selama mereka meninggalkan kalian.‎

SEKILAS TENTANG PERANG QADISIYYAH (Penaklukan Persia)‎

Qadisiyyah merupakan sebuah daerah di sebelah timur sungai Eufrat. Memiliki banyak kebun kurma dan aliran irigasi. Pintu gerbang kerajaan Persia Majusi (penyembah api) pada masa lampau. Adapun saat ini, Qadisiyyah terletak di barat daya Hillah dan Kufah, bagian tengah negara Irak.

Perang ini merupakan pertempuran terbesar yang belum pernah terjadi sebelumnya di Irak. Sejumlah kisah keberanian dan pengorbanan yang mendebarkan hati menghiasi insiden bersenjata ini. Peristiwa monumental tersebut berlangsung pada tahun 14 H, pada masa khalifah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

LATAR BELAKANG PEPERANGAN

Setelah gugurnya panglima Abu ‘Ubaid pada pertempuran di jembatan sungai Eufrat, ditambah dengan pengkhianatan kaum kafir Irak pada masa itu, ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertekad memimpin ekspansi militer menuju Irak. Di tengah perjalanan, digelar majelis musyawarah militer. Para sahabat senior menyetujui kepemimpinan ‘Umar, kecuali ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berujar: “Aku khawatir apabila engkau kalah, maka kaum muslimin di seluruh penjuru bumi akan melemah. Aku mengusulkan agar engkau menunjuk seorang panglima, sementara engkau kembali ke Madinah.”

Kemudian ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Menurut pendapatmu, siapa orang yang tepat sebagai panglima perang di Irak?”, ‘Abdurrahman  radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Aku telah menemukannya.” ‘Umar radhiyallahu ‘anhu kembali bertanya: “Siapa dia?”, “Singa yang menerkam dengan kukunya, Sa’ad bin Malik Az-Zuhri!”, tegas ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu. ‘Umar pun membenarkan hal itu, lalu segera mengutus Sa’ad beserta bala tentaranya menuju Irak yang termasuk teritorial imperium Persia. Sa’ad bin Malik sendiri lebih dikenal dengan nama Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.

STRATEGI PASUKAN ISLAM

Dengan sigap, Sa’ad mengerahkan tentaranya, untuk bergabung dengan pasukan Al-Mutsanna bin Haritsah di sana. Namun, sebelum kedua pasukan bertemu telah terdengar berita meninggalnya Al-Mutsanna. Lengkaplah jumlah pasukan Islam menjadi 30.000 prajurit. Di dalamnya terdapat 70 veteran perang Badar 300 sahabat nabi yang mengikuti Fathu Mekkah, dan 700 putra sahabat nabi.

Garda depan dipimpin oleh Zahrah bin ‘Abdullah, sayap kanan di bawah komando Jarir bin ‘Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dan sayap kiri diatur oleh Qais bin Maksyuh radhiyallahu ‘anhu. Bertindak sebagai panglima tertinggi seluruh pasukan Islam adalah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu. ‘Umar mengomentari: “Demi Allah, aku akan mempertemukan para raja non Arab dengan raja-raja Arab.”

STRATEGI PASUKAN KAFIR PERSIA

Sampailah pasukan Islam di Qadisiyyah dan menetap selama satu bulan. Maka rakyat Persia segera melaporkan tindakan kaum muslimin tersebut kepada Yazdigird, raja Persia kala itu. Kemudian, Yazdigird mengirim parade militer berskala besar ke Qadisiyyah. Bataliyon gabungan artileri-kavaleri ini di bawah komando panglima senior yang bernama Rustum.

Mereka berangkat membawa 12.000 personil. Garda depan dipimpin Jalinius, pertahanan belakang diatur oleh Al-Bairuzan, sayap kanan dipimpin Hurmuzan, adapun sayap kiri dipegang oleh Mihran. Persia semakin congkak tatkala diperkuat oleh 33 gajah. Setiap gajah menarik gerbong yang membawa 20 serdadu beserta peti persenjataan. Musuh menempatkan 18 gajah pada lini tengah pasukan, di antaranya seekor gajah putih milik raja yang paling besar di garis terdepan. Adapun 15 gajah lainnya pada posisi sayap kanan dan kiri pasukan. Sebuah taktik tempur yang membahayakan.

SATUAN INTAI DAN TEMPUR

Satuan intelijen dikirim guna menjalankan misi spionase atas musuh. Di antara mereka adalah Thulaihah Al-Asadi. Beliau memacu kudanya menempuh perjalanan sejauh enam mil menyusup ke dalam barisan musuh, dan mendapatkan data akurat. Thulaihah berhasil menewaskan dua komandan senior Persia, yang mana kekuatan masing-masingnya setara dengan 1.000 serdadu. Beliau juga menawan seorang komandan senior lainnya untuk dihadapkan kepada Sa’ad. Tawanan tersebut justru menceritakan sepak terjang Thulaihah yang menakjubkan, lalu menginformasikan bahwa musuh berkekuatan 120.000 personil dan di belakangnya terdapat jumlah pasukan yang sama. Setelah itu tawanan tersebut masuk Islam dan Sa’ad memberinya nama Muslim.

PERUNDINGAN SEBELUM MELETUSNYA PERTEMPURAN

Di zaman itu, kaum muslimin melakukan penyerangan terhadap kerajaan Majusi (Persia) yang kala itu dipimpim oleh Raja Yazdajir. Sang Raja mengirim seorang panglima perang mereka yang bernama Rustum. Adapun kaum muslimin saat itu dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab -radhiyallahu ‘anhu- dengan mengirim bala tentara yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqosh, salah seorang calon penghuni surga -radhiyallahu anhu-.

Sekarang mari kita dengarkan kisah selengkapnya:

Tatkala dua pasukan akan berhadapan, maka Rustum mengirim pesan kepada Sa’ad -radhiyallahu anhu-, “Tolong kirim seorang yang cerdik kepadaku karena ada suatu hal yang aku akan tanyakan kepadanya”. Akhirnya, Sa’ad mengutus Al-Mughiroh bin Syu’bah -radhiyallahu anhu-.

Ketika Al-Mughiroh datang kepadanya, mulailah Rustum berkata kepadanya, “Sesungguhnya kalian adalah tetangga kami. Kami telah berbuat baik kepada kalian dan menahan gangguan dari kalian. Karenanya, kembalilah ke negeri kalian. Kami tak akan menghalangi para pedagang kalian dari memasuki negeri kami”.

Sahabat Al-Mughiroh -radhiyallahu anhu- menjawab,

إِنَّا لَيْسَ طَلَبُنَا الدُّنْيَا، وَإِنَّمَا هَمُّنَا وَطَلَبُنَا الْآخِرَةُ، وَقَدْ بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْنَا رَسُولًا قَالَ لَهُ: إِنِّي قَدْ سَلَّطْتُ هَذِهِ الطَّائِفَةَ عَلَى مَنْ لَمْ يَدِنْ بِدِينِي، فَأَنَا مُنْتَقِمٌ بِهِمْ مِنْهُمْ، وَأَجْعَلُ لَهُمُ الْغَلَبَةَ مَا دَامُوا مُقِرِّينَ بِهِ، وَهُوَ دِينُ الْحَقِّ لَا يَرْغَبُ عَنْهُ أَحَدٌ إِلَّا ذَلَّ، وَلَا يَعْتَصِمُ بِهِ إِلَّا عَزَّ.
“Sesungguh bukanlah tujuan kami adalah dunia!! Hanyalah tujuan dan cita-cita kami adalah akhirat!!! Sungguh Allah telah mengutus kepada kami seorang Rasul; Allah berpesan kepadanya, “Sungguh Aku telah kuasakan (tolong) kelompok ini (yakni, kaum muslimin) atas orang-orang yang tak mau menganut agama-Ku. Akulah yang akan menghukum mereka dengan perantaraan kaum muslimin dan akan Aku berikan kemenangan bagi mereka selama mereka mengakui agama ini, yaitu agama kebenaran; tak ada yang benci kepadanya kecuali ia akan terhina dan tak ada yang berlindung dengannya, kecuali ia akan mulia”.

Rustum bertanya, “Agama apa itu?”

Al-Mughiroh menjawab,

 أَمَّا عَمُودُهُ الَّذِي لَا يَصْلُحُ شَيْءٌ مِنْهُ إِلَّا بِهِ، فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَالْإِقْرَارُ بِمَا جَاءَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
“Adapun pilar-pilarnya yang tak akan baik sesuatu dari agama ini, kecuali dengannya, maka ia adalah persaksian bahwa tak ada sembahan yang haq, melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah serta mengakui semua yang datang dari sisi Allah!!”

“Oh, alangkah indahnya agama ini! Apalagi selain itu?”, tanya Rustum

Al-Mughiroh -radhiyallahu anhu- menjawab,

وَإِخْرَاجُ الْعِبَادِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ. قَالَ: وَحَسَنٌ أَيْضًا، وَأَيُّ شَيْءٍ أَيْضًا ؟ قَالَ: وَالنَّاسُ بَنُو آدَمَ، فَهُمْ إِخْوَةٌ لِأَبٍ وَأُمٍّ.
“Mengeluarkan para hamba dari penyembahan terhadap hamba menuju penyembahan kepada Allah”.

“Ini juga bagus”, tutur Rustum seraya berkata,“Bagaimana menurut kalian jika kami masuk ke dalam agama kalian, apakah kalian akan pulang (pergi) dari negeri kami?”

Al-Mughiroh menjawab, “Demi Allah, ya kami tak akan mendekati negeri kalian, kecuali untuk dagang dan suatu hajat”.

“Ini juga bagus”, tegas Rustum.

Tatkala Al-Mughiroh -radhiyallahu anhu- keluar dari sisinya, maka Rustum mengajak para pemimpin kaumnya untuk berunding tentang Islam. Mereka amat benci hal itu dan enggan masuk Islam. Akhirnya, Allah memberikan keburukan dan kehinaan kepada mereka dan sungguh Allah telah melakukan hal itu.

Beberapa saat kemudian, Sa’ad -radhiyallahu anhu- mengutus lagi utusan lain karena permintaan Rustum, yaitu sahabat Rib’iy bin Amir -radhiyallahu anhu-.

Utusan ini pun masuk menemui Rustum. Sementara itu mereka telah menghiasi majelis Rustum dengan bantal-bantal berhias emas dan permadani sutra. Dia juga menampakkan permata yaquth, mutiara-mutiara berharga dan perhiasan yang hebat. Rustum mengenakan mahkota dan perlengkapan yang berharga. Waktu itu, ia duduk di tahta emas.

Kemudian masuklah sahabat Rib’iy -radhiyallahu anhu- dengan mengenakan pakaian yang kasar bersamanya pedang, perisai dengan menunggangi seekor kuda yang pendek. Dia terus mengendarai kudanya sampai ia menginjakkan kudanya pada ujung permadani. Lalu ia turun dari kendaraannya dan menambatnya pada sebagian bantal-bantal tersebut.

Rib’iy menghadap sambil mengenakan pedang, baju besi dan topi baja pada kepalanya. Mereka (pasukan Persia) berkata, “Ayo letakkan senjatamu!!”. Rib’iy berkata,“Sebenarnya aku tak mau datang kepada kalian. Hanya saja aku datang saat kalian mengundangku. Jika kalian membiarkan aku demikian, maka aku akan masuk. Tapi jika tidak, maka aku akan kembali!!”

Rustum berkata, “Mendekatlah kepadanya”.

Lalu menghadaplah Ri’biy -radhiyallahu anhu- sambil bertelekan pada tombaknya di atas permadani sehingga robeklah permadani itu. Mereka bertanya, “Apa yang menyebabkanmu datang?”

Rib’iy menjawab,

اللَّهُ ابْتَعَثْنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ إِلَى عِبَادَةِ اللَّهِ، وَمِنْ ضِيقِ الدُّنْيَا إِلَى سِعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ الْأَدْيَانِ إِلَى عَدْلِ الْإِسْلَامِ، فَأَرْسَلَنَا بِدِينِهِ إِلَى خَلْقِهِ لِنَدْعُوَهُمْ إِلَيْهِ، فَمَنْ قَبِلَ ذَلِكَ قَبِلْنَا مِنْهُ وَرَجَعْنَا عَنْهُ، وَمَنْ أَبَى قَاتَلْنَاهُ أَبَدًا حَتَّى نُفْضِيَ إِلَى مَوْعُودِ اللَّهِ
“Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan kalian dari penyembahan kepada hamba menuju penyembahan kepada Allah, dan dari kesempitan dunia menuju kelapangannya, dari kelaliman agama-agama menuju keadilan Islam. Jadi, Allah mengirim kami dengan membawa agama-Nya kepada seluruh makhluk agar kami mengajak mereka kepadanya. Barangsiapa yang menerimanya, maka kami pun menerima hal itu darinya dan kami akan pulang (pergi) darinya. Barangsiapa yang enggan (tak mau menerimanya), maka kami akan memeranginya selama-lamanya sampai kami tiba pada sesuatu yang  Allah janjikan!!”.

“Apa yang Allah janjikan?” tanya mereka. Rib’iy menjawab, “yaitu surga bagi orang yang mati dalam memerangi orang-orang yang enggan dan kemenangan bagi orang-orang yang masih tetap hidup”.

Rustum berkata, “Aku telah mendengarkan komentar kalian. Apakah kalian bisa menangguhkan perang ini sampai kami memikirkannya dan kalian pun berpikir?”

Rib’iy berkata, “Ya, boleh. Berapa waktu yang kalian inginkan? Sehari atau dua hari?!” “Bukan, bahkan biarkan kami menyurati dulu para pemikir dan pemimpin kaum kami”, kata Rustum. “Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- tak pernah mencontohkan bagi kami untuk memberi penangguhan kepada musuh ketika sudah bertemu dalam waktu lebih dari tiga hari. Ayo, pikirkan urusanmu dan urusan mereka dan pilihlah salah satu dari tiga perkara setelah penangguhan itu”,tegas Rib’iy -radhiyallahu anhu-.

Rustum bertanya, “Apakah engkau adalah pimpinan mereka?” Rib’iy menjawab, “Bukan, akan tetapi kaum muslimin itu ibarat sebuah jasad, orang yang rendah diantara mereka memberikan perlindungan bagi orang-orang yang tinggi diantara mereka”.

Kemudian Rustum rapat bersama dengan para pemimpin kaumnya seraya berkata, “Apakah kalian pernah melihat yang lebih hebat dan lebih kuat dibanding ucapan lelaki ini?” Mereka menjawab,“Na’udzu billah kalau sampai engkau condong kepadanya dan engkau pun mau meninggalkan agamamu lantaran si anjing ini!! Tidakkah engkau lihat bajunya?!”

“Celaka kalian, jangan perhatikan pakaian mereka, tapi perhatikanlah pikiran, ucapan dan jalan hidupnya!! Sesungguhnya orang-orang Arab itu tidak terlalu memperhatikan soal pakaian dan makanan, namun mereka amat menjaga harkat dan martabat”.‎

BERKOBARNYA API PERTEMPURAN

Menjelang pecahnya pertempuran, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu tertimpa penyakit bisul di sekujur tubuhnya. Keadaan ini menghalangi beliau untuk memacu kudanya.

Pintu benteng sendiri tidak ditutup menunjukkan keberanian Sa’ad. Dari atas benteng, beliau mengatur pasukan dalam keadaan bersandar di atas dadanya yang terletak di atas bantal. Sa’ad radhiyallahu ‘anhu menghadirkan para pemuka kaum, jagoan perang, dan penyair sebagai upaya mengobarkan ruh jihad tentara Islam.

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga memerintahkan agar dibacakan ayat-ayat jihad dari surat Al-Anfal. Hal ini membawa ketenangan bagi pejuang Islam. Mereka mengetahui kemenangan bukan dinilai dari kekuatan pasukan. Kemenangan adalah karunia dan pertolongan Allah ‎subhanahu wa ta’ala.

Di sisi lain, Persia mempersiapkan 30.000 tentara khusus yang diikat dengan rantai besi agar tidak melarikan diri. Rustum sendiri mengenakan dua lapis baju besi. Rustum sempat mengalami mimpi buruk tentang kekalahan pasukannya. Dia adalah seorang dukun yang mengetahui ilmu perbintangan. Dia pun bersedih, namun ia menyembunyikan hal itu.

Seusai shalat zhuhur, Sa’ad radhiyallahu ‘anhu mengumandangkan takbir pertama, seluruh prajurit bertakbir dan menyiapkan diri. Takbir kedua, mereka kembali bertakbir dan bersiap dengan senjatanya. Takbir ketiga dikumandangkan, merekapun serempak bertakbir sembari bersiap memacu kuda-kuda. Dan setelah pekikan takbir keempat, seluruh prajurit menggempur barikade Persia hingga malam tiba, ibarat singa-singa garang yang memburu mangsanya. Bahkan singa saja tidak segarang mereka. Di hari itu, banyak korban berjatuhan dari pihak Islam. Gajah-gajah Persia membuat takut kuda-kuda Arab hingga lari darinya.

Pertempuran berkobar pada pagi hari kedua hingga larut malam. Al-Qa’qa’ bin ‘Amr memerintahkan agar memberikan kostum menyeramkan pada sejumlah unta Arab. Hal ini membuat kuda Persia ketakutan.

Sementara itu, bantuan pasukan Islam datang dari Syam sebanyak 6.000 personil. Tentara Islam benar-benar bertempur dengan gagah berani hingga larut malam. Di saat pergantian hari, kaum muslimin mengubur jenazah pejuang dan memindahkan prajurit yang terluka parah. Adapun mayat-mayat serdadu Persia dibiarkan bergelimpangan.

Pada pagi hari ketiga, mereka kembali berperang hingga sore hari. Tak terdengar pada hari itu melainkan suara pedang-pedang yang beradu. Sampailah pertempuran pada hari keempat. Milisi militan Islam berhasil melukai dan membunuh sejumlah gajah pasukan Persia.

AKHIR DARI PERTEMPURAN

Permukaan bumi Qadisiyyah bersimbah darah. Api perang terus berkobar. Para pejuang Islam terus maju menggempur barikade musuh. Matahari tergelincir siang itu, tiba-tiba berhembus angin kencang memporak-porandakan tenda-tenda Persia, termasuk tenda milik Rustum. Suasana menjadi samar tak jelas dipenuhi debu. Rustum hendak melarikan diri namun tewas terbunuh. Nasib serupa juga menimpa Jalinius.

Akhirnya, pasukan penyembah api itu mengalami kekalahan telak dan lari tercerai-berai. Para pejuang Islam dengan leluasa membunuh dan mengejar ke mana pun mereka menuju, baik ke arah sungai, gunung maupun lembah. Jumlah pasukan Persia yang terbunuh pada perang ini sebanyak 40.000 tentara. Adapun jumlah pasukan Islam yang gugur sebanyak 2.500 tentara.

Itulah para mujahidin sejati yang berupaya menaati Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka sibuk memperbaiki anak panah dan meruncingkan ujung tombak. Barisan ksatria yang selalu bergemuruh membaca Al-Qur’an ketika malam tiba. Adapun di siang hari, mereka adalah para penunggang kuda yang tangguh tak terkalahkan. Berjuang sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan ikhlas mengharap ridho Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga Allah subhanahu wa ta’ala turunkan pertolongan untuk mereka dan memberi mereka kemenangan. 

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar