Mengetahui nasab merupakan sesuatu yang sangat penting. Setiap orang diharuskan memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang mulia. Karena tidaklah mudah untuk menjaga nasab, sebagai ikatan penyambung keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya.
Bukan persolan remeh status nasab pada seorang anak. Dari segi agama hal ini penting untuk menentukan masalah hukum waris, wali pernikahan, kafaah suami terhadap istri dalam pernikahan dan masalah wakaf. Sedangkan dari sisi kepemerintahan, persoalan ini mampu merusak kestabilan pemerintah. Pemerintah akan merasa kesulitan menentukan status kewarganegaraanya, karena tidak jelasnya status orang tua.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasabnya tidak bisa mempercepatnya”.
Hadits ini diriwayatkan melalui jalan :
1. ‘Abdurrahmaann bin Maghraa’ Ad-Dausiy.
Diriwayatkan oleh As-Sahmiy dalamTaariikh Jurjaan hal.136-137.
2. ‘Abdullah bin Numair Al-Hamdaaniy, Abu Hisyaam Al-Kuufiy.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 2699, Ahmad no. 2/252, Al-Baihaqiy dalam Al-Arba’uun Ash-Shughraa no. 2 & Syu’abul-Iimaan no. 1823 & Az-Zuhd Al-Kabiir no. 764 & Al-Aadaab no. 116, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 1/272-273 no. 127, Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy 1/293-294, Abu ‘Aliy Ash-Shawaaf dalam Juuz-nya no. 20, dan Abu Thaahir As-Silafiy dalam Kitaabul-‘Ilm no. 1 & 2.
3. ‘Aliy bin Shaalih Al-Makkiy, Abul-Hasan Al-‘Aabid.
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 4/126 no. 3780.
4. Hammaad bin Usaamah Al-Qurasyiy, Abu Usaamah.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 2699, At-Tirmidziy no. 2945, dan As-Sajriy dalamAl-Amaaliy no. 2513.
5. Jariir bin ‘Abdil-Hamiid Adl-Dlabbiy, Abu ‘Abdillah Ar-Raaziy.
Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalamAl-‘Ilm no. 25, Al-Aajurriy dalam Akhlaaq Hamalatil-Qur’aan hal. 33, dan Ar-Raaziy dalam Fadlaailul-Qur’aan no. 74,
6. Maalik bin Su’air Al-Khams At-Taimiy, Abu Muhammad.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dalam Qadlaaul-Hawaaij no. 97 &Ishthinaa’ Al-Ma’ruuf no. 156, Abu Thaahir Al-Mukhlish dalam At-Taasi’ min Hadiits Abi Thaahir no. 77, dan Al-Irquuhiy dalam Mu’jamu Syuyuukh Al-Irquuhiy no. 415.
7. Muhaadlir bin Al-Muwarri’ Al-Hamdaaniy, Abul-Muwarri’ Al-Kuufiy.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 768 dan Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah1/274.
8. Muhammad bin Khaazim At-Taimiy, Abu Mu’aawiyyah.
Diriwayatkan oleh Muslim no. 2699, Ahmad no. 2/252, Ibnu Maajah no. 225, Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilm no. 25, Ibnu Hibbaan no. 84, Al-Baihaqiy dalamSyu’abul-Iimaan no. 1572 & Al-Aadaab no. 1180, Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy 1/293-294, Abu ‘Aliy Ash-Shawaaf dalam Juuz-nya no. 20 & 26, Abu Thaahir As-Silafiy dalam Kitaabul-‘Ilm no. 1 & 2, Abu Ishaaq Al-Ghassaaniy dalam Juuz-nya no. 1, Musaafir bin Muhammad Ad-Dimasyqiy dalam Al-Arba’uun Al-Buldaaniyyah no. 1, dan Al-Mubaarah bin Ahmad Al-Khummiy dalam At-Taariikh 1/256.
9. Al-Mundzir bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dun-yaa dalam Ishthinaa’ Al-Ma’ruuf no. 92.
10. Al-Wadldlaah bin ‘Abdillah Al-Yasykuuriy, Abu ‘Awaanah.
Diriwayatkan oleh Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah no. 2344.
11. Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Syaahiin dalam At-Targhiib fii Fadlaailil-A’maal no. 547.
12. Zaaidah bin Qudaamah Ats-Tsaqafiy.
Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 3643, Ad-Daarimiy no. 356, Al-Qadlaa’iy dalamMusnad Asy-Syihaab 1/245-246 no. 393-394, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 1/88, Al-Jauhariy dalam Musnad Al-Muwaththa’ no. 16, Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayaanil-‘Ilmi wa Fadllih no. 45, Abul-Husain bin Al-Muhtadiy billah dalam Masyaikhah-nya no. 72, Abu ‘Abdillah Al-Farraa’ dalam Al-Fawaaid no. 19, ‘Aliy bin Al-Hasan Al-Khal’iy dalam Ar-Raabi’ minal-Khal’iyyaat no. 24, ‘Abdullah bin ‘Umar Al-Latiy dalam Masyaikhah Ibnil-Latiy 3/489, dan ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy dalam Al-Mashaabih no. 57.
semuanya dari Al-A’masy, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam secara marfuu’.
Hadits ini shahih.
Al-A’masy dengan ketinggian kedudukannya di mata muhadditsiin, namun ia disifati dengantadliis. Ibnu Hajar dalam Ta’riifu Ahlit-Taqdiismemasukkannya dalam thabaqah ke-2, akan tetapi dalam An-Nukat ia memasukkannya dalamthabaqah ke-3 – dan inilah yang benar, insya Allah (karena kadang ia melakukan tadlis daridlu’afaa’). Dalam riwayat ini ia meriwayatkan dengan shighah ‘an’anah. Meskipun begitu,‘an’anah-nya dari Abu Shaalih diterima dan dianggap bersambung, karena ia termasuk di antara syuyuukh-nya yang banyak diambil riwayatnya oleh Al-A’masy. Selain Abu Shaalih, juga Ibraahiim An-Nakhaa’iy dan Ibnu Abi Waail [lihat : Miizaanul-I’tidaal, 2/224 no. 3517].
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu mempunyai syaahid dari :
1. Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Wakii’ bin Al-Jarraah dalam Az-Zuhd no. 517, Ad-Daarimiy no. 357 & 368, Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 661, dan Al-Khathiib dalam Talkhiish Al-Mutasyaabih fir-Rasm no. 846 & Maudlihul-Auhaam no. 1087.
2. ‘Abdullah bin Az-Zubair radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayaanil-‘Ilmi wa Fadllih no. 48.
Faedah Ringkas Hadits :
An-Nawawiy rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits di atas :
مَنْ كَانَ عَمَلُهُ نَاقِصًا ، لَمْ يُلْحِقْهُ بِمَرْتَبَةِ أَصْحَابِ الْأَعْمَالِ ، فَيَنْبَغِي أَلَّا يَتَّكِلَ عَلَى شَرَفِ النَّسَبِ ، وَفَضِيلَةِ الْآبَاءِ ، وَيُقَصِّرَ فِي الْعَمَلِ
“Barangsiapa yang defisit amalnya, maka tidaklah bisa dicapai dengan kedudukan orang yang beramal. Sudah seharusnya seseorang tidak bersandar dengan kemuliaan nasab dan keutamaan nenek moyangnya, lalu kurang dalam amalnya” [Syarh Shahiih Muslim, 17/22-23].
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” [QS. Al-Hujuraat : 13].
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa orang-orang Himyar menisbatkan dirinya kepada sukunya masing-masing, dan orang-orang Arab Hijaz menisbatkan dirinya kepada kabilahnya masing-masing.
قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عِيسَى الثَّقَفِيِّ، عَنْ يَزِيدَ -مَوْلَى الْمُنْبَعِثِ-عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ؛ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ، مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ، مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ".
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Abdul Malik ibnu Isa As-Saqafi, dari Yazid Mula Al-Munba'is, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Pelajarilah nasab-nasab kalian untuk mempererat silaturahmi (hubungan keluarga) kalian, karena sesungguhnya silaturahmi itu menanamkan rasa cinta kepada kekeluargaan, memperbanyak harta, dan memperpanjang usia.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, ia tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13)
Yakni sesungguhnya kalian berbeda-beda dalam keutamaan di sisi Allah hanyalah dengan ketakwaan, bukan karena keturunan dan kedudukan. Sehubungan dengan hal ini banyak hadis Rasulullah Saw. yang menerangkannya.
قَالَ الْبُخَارِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَكْرَمُ؟ قَالَ: "أَكْرَمُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ" قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَأَكْرَمُ النَّاسِ يُوسُفُ نَبِيُّ اللَّهِ، ابْنُ نَبِيِّ اللَّهِ، ابْنِ خَلِيلِ اللَّهِ". قَالُوا: لَيْسَ عَنْ هَذَا نَسْأَلُكَ. قَالَ: "فَعَنْ مَعَادِنِ الْعَرَبِ تَسْأَلُونِي؟ " قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: "فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقِهُوا"
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidillah, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id r.a., dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai orang yang paling mulia, siapakah dia sesungguhnya? Maka Rasulullah Saw. menjawab: Orang yang paling mulia di antara mereka di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Mereka mengatakan, "Bukan itu yang kami maksudkan." Rasulullah Saw. bersabda:Orang yang paling mulia ialah Yusuf Nabi Allah, putra Nabi Allah dan juga cucu Nabi Allah, yaitu kekasih Allah. Mereka mengatakan, "Bukan itu yang kami maksudkan." Rasulullah Saw. balik bertanya, "Kamu maksudkan adalah tentang kemuliaan yang ada di kalangan orang-orang Arab?" Mereka menjawab, "Ya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Jahiliah adalah juga orang-orang yang terhormat dari kalian di masa Islam jika mereka mendalami agamanya.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini bukan hanya pada satu tempat melainkan melalui berbagai jalur dari Abdah ibnu Sulaiman. Imam Nasai meriwayatkannya di datem kitab tafsir, dari Ubaidah ibnu Umar Al-Umari dengan sanad yang sama.
Hadis lain.
قَالَ مُسْلِمٌ، رَحِمَهُ اللَّهُ: حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا كَثِير بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ".
Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr An-Naqid, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian.
Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Ahmad ibnu Sinan, dari Kasir ibnu Hisyam dengan sanad yang sama.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي هِلَالٍ، عَنْ بَكْرٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: "انْظُرْ، فَإِنَّكَ لَسْتَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلَا أَسْوَدَ إِلَّا أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Abu Hilal, dari Bakar, dari Abu Zarr.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. pernah bersabda kepadanya: Perhatikanlah, sesungguhnya kebaikanmu bukan karena kamu dari kulit merah dan tidak pula dari kulit hitam, melainkan kamu beroleh keutamaan karena takwa kepada Allah.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
Hadis lain.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلة، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ حُنَيْنٍ الطَّائِيُّ، سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ حَبِيبِ بْنِ خِرَاش العَصَرِيّ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ: أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: الْمُسْلِمُونَ إِخْوَةٌ، لَا فَضْلَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ إِلَّا بِالتَّقْوَى
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Abdul Waris ibnu Ibrahim Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Ibnu Jabalah, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Hunain At-Ta'i bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Habib ibnu Khirasy Al-Asri menceritakan hadis berikut dari ayahnya yang pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Orang-orang muslim itu bersaudara, tiada keutamaan bagi seseorang atas lainnya kecuali dengan takwa.
Hadis lain.
قَالَ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الْحُسَيْنِ، حَدَّثَنَا قَيْسٌ -يَعْنِي ابْنَ الرَّبِيعِ-عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَة، عَنِ الْمُسْتَظِلِّ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّكُمْ بَنُو آدَمَ. وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ، وَلَيَنْتَهِيَنَّ قَوْمٌ يَفْخَرُونَ بِآبَائِهِمْ، أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنَ الجِعْلان".
Al-Bazzar telah mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Qais (yakni Ibnur Rabi'), dari Syabib ibnu Urqudah, dari Al-Mustazil ibnu Husain, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kamu sekalian adalah anak-anak Adam, dan Adam diciptakan dari tanah; untuk itu hendaklah suatu kaum tidak lagi membangga-banggakan orang-orang tuanya, atau benar-benar mereka lebih rendah dari serangga tanah menurut Allah Swt.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya bersumberkan dari Huzaifah kecuali melalui jalur ini.
Hadis lain.
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعِ بْنِ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: طَافَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ عَلَى نَاقَتِهِ القَصْواء يَسْتَلِمُ الْأَرْكَانَ بِمِحْجَنٍ فِي يَدِهِ، فَمَا وَجَدَ لَهَا مُنَاخًا فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى نَزَلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَيْدِي الرِّجَالِ، فَخَرَجَ بِهَا إِلَى بَطْنِ الْمَسِيلِ فَأُنِيخَتْ. ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَهُمْ عَلَى رَاحِلَتِهِ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْلٌ ثُمَّ قَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّية الْجَاهِلِيَّةِ وَتُعَظُّمَهَا بِآبَائِهَا، فَالنَّاسُ رَجُلَانِ: رَجُلٌ بَرٌّ تَقِيٌّ كَرِيمٌ عَلَى اللَّهِ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ هَيِّنٌ عَلَى اللَّهِ. إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} ثُمَّ قَالَ: "أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Asad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa di hari penaklukkan kota Mekah Rasulullah Saw. melakukan tawaf di Baitullah dengan mengendarai untanya yang bernama Qaswa, beliau mengusap rukun dengan tongkat yang dipegangnya. Maka beliau tidak menemukan ruangan bagi unta Qaswa di dalam Masjidil Haram itu (karena penuh sesak dengan orang-orang). Akhirnya beliau turun dari untanya dan menyerahkan untanya kepada seseorang yang membawanya ke luar masjid, lalu mengistirahatkannya di lembah tempat sa'i. Kemudian Rasulullah Saw. berkhotbah kepada mereka di atas unta kendaraannya itu, yang dimulainya dengan membaca hamdalah dan memuji-Nya dengan pujian yang pantas untuk-Nya. Setelah itu beliau bersabda: Hai manusia, sesungguhnya Allah Swt. telah melenyapkan dari kalian keaiban masa Jahiliah dan tradisinya yang selalu membangga-banggakan orang-orang tua. Manusia itu hanya ada dua macam, yaitu orang yang berbakti, bertakwa, lagi mulia di sisi Allah Swt.; dan orang yang durhaka, celaka, lagi hina menurut Allah Swt. Kemudian Nabi Saw. membaca firman Allah Swt.: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13) Setelah itu beliau Saw. mengucapkan istigfar seperti berikut: Aku akhiri ucapan ini seraya memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan kalian.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid, dan Abu Asim Ad Dahhak, dari Makhlad, dari Musa ibnu Ubaidah dengan sanad yang sama.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ أَنْسَابَكُمْ هَذِهِ لَيْسَتْ بِمِسَبَّةٍ عَلَى أَحَدٍ، كُلُّكُمْ بنو آدم طَفَّ الصاع لم يملؤه، لَيْسَ لِأَحَدٍ عَلَى أَحَدٍ فَضْلٌ إِلَّا بِدِينٍ وَتَقْوًى، وَكَفَى بِالرَّجُلِ أَنْ يَكُونَ بَذِيّا بَخِيلًا فَاحِشًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kam, Ibnu Lahi’ah, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amr ra yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda. Sesungguhnya nasab kalian ini bukanlah (sarana) untuk merendahkan siapa pun. Kamu sekalian adalah anak-anak Adam yang mempunyai martabat yang sama tiada bagi seseorang keutamaan atas yang lainnya kecuali dengan agama dan takwa. Cukuplah (keburukan) bagi seseorang bila dia menjadi orang yang tercela, kikir, lagi buruk kata-katanya.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi'ah dengan sanad yang sama, yang bunyi teksnya seperti berikut:
"النَّاسُ لِآدَمَ وَحَوَّاءَ، طَفَّ الصَّاعُ لَمْ يَمْلَئُوه، إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْأَلُكُمْ عَنْ أَحِسَابِكُمْ وَلَا عَنْ أَنْسَابِكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عند الله أتقاكم".
Manusia itu berasal dari Adam dan Hawa mempunyai martabat yang sama. Sesungguhnya Allah tidak menanyai kedudukan kalian dan tidak pula nasab kalian di hari kiamat nanti. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Tetapi teks hadis ini tidak terdapat di dalam keenam kitab Sittah melalui jalur ini.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِمَاك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمِيرة زَوْجِ دُرَّةَ ابْنَةِ أَبِي لَهَبٍ، عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "خَيْرُ النَّاسِ أَقْرَؤُهُمْ، وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَآمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umrah (suami Durrah binti Abu Lahab),' dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan bahwa seorang lelaki berdiri, lalu berjalan menuju kepada Nabi Saw. Saat itu beliau berada di atas mimbar, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling baik itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Sebaik-baik manusia ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an, paling bertakwa kepada Allah Swt., paling gencar memerintahkan kepada kebajikan dan paling tekun melarang perbuatan mungkar, serta paling gemar bersilaturahmi.
Hadis lain.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَسْوَدِ، عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَا أَعْجَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ مِنَ الدُّنْيَا، وَلَا أَعْجَبَهُ أَحَدٌ قَطُّ، إِلَّا ذُو تُقًى
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan. telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Abul Aswad, dari Al-Qasim ibnu Muhammad, dari Aisyah r.a. yang mengatakan: Tiada sesuatu pun dari duniawi ini yang dikagumi oleh Rasulullah Saw. dan tiada seorang pun yang dikagumi oleh beliau kecuali orang yang mempunyai ketakwaan.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ}
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13)
Yakni Dia Maha Mengetahui kalian dan Maha Mengenal semua urusan kalian, maka Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya, merahmati siapa yang dikehendaki-Nya dan mengazab siapa yang dikehendaki-Nya, serta mengutamakan siapa yang dikehendaki-Nya atas siapa yang dikehendakinya. Dia Mahabijaksana, Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal dalam semuanya itu.
Ada sebagian ulama yang dengan berdasarkan ayat yang mulia ini berpendapat bahwa kafa'ah(sepadan) dalam masalah nikah bukan merupakan syarat, dan tiada syarat dalam pernikahan kecuali hanya agama, karena firman Allah Swt.:
{إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ}
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13)
Sedangkan sebagian ulama lainnya berpegangan kepada dalil-dalil lain yang keterangannya secara rinci disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih, kami telah mengutarakan sebagian darinya di dalamKitabul Ahkam.
Imam Tabrani telah meriwayatkan dari Abdur Rahman, bahwa ia telah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Hasyim mengatakan, "Aku adalah orang yang paling utama terhadap Rasulullah Saw." Maka orang lain mengatakan, "Aku lebih utama terhadapnya daripadamu, karena aku memiliki hubungan dengannya."
Dengan ayat ini Allah ta’ala menegaskan kepada kita bahwa ukuran kemuliaan seseorang di sisi-Nya hanya diukur melalui timbangan ketaqwaan. Bukan harta, bukan pula nasab. Ini adalah kaedah penting dalam syari’at bahwa kemuliaan sejati hanyalah diraih dengan iman dan amal shaalih dengan mengikuti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang sedikit amalnya, dan bahkan mendurhakai beliau dengan bermaksiat atau melakukan kebid’ahan, kemuliaan nasab tidak akan menjadikannya selamat. Allah ta’alaberfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” [QS. An-Najm : 39].
Kita dapat melihat bagaimana pertalian nasab dengan seorang utusan Allah, tidak membuat anak Nuuh ‘alaihis-salaam selamat dari murka-Nya.
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ * قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan” [QS. Huud : 42-43].
Oleh karena itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
إِنَّ أَهْلَ بَيْتِي هَؤُلاءِ يَرَوْنَ أَنَّهُمْ أَوْلَى النَّاسِ بِي، وَلَيْسَ كَذَلِكَ، إِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْكُمُ الْمُتَّقُونَ، مَنْ كَانُوا وَحَيْثُ كَانُوا....
“Sesungguhnya ahlul-baitku memandang bahwa mereka adalah orang yang paling berhak terhadapku. Padahal tidak seperti itu. Sesungguhnya wali-waliku di antara kalian adalah orang-orang yang bertaqwa, dimanapun mereka berada…” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 212 & 1011, dan Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiiir 20/120-121 no. 241; shahih].
يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ اللَّهِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ اللَّهِ يَا أُمَّ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ اشْتَرِيَا أَنْفُسَكُمَا مِنْ اللَّهِ لَا أَمْلِكُ لَكُمَا مِنْ اللَّهِ شَيْئًا سَلَانِي مِنْ مَالِي مَا شِئْتُمَا
“Wahai Bani ‘Abdi Manaaf, belilah diri-diri kalian dari Allah !. Wahai Bani ‘Abdil-Muthallib, belilah diri-diri kalian dari Allah !. Wahai Ummuz-Zubair bin Al-‘Awwaam bibi Rasulullah, wahai Faathimah bintu Muhammad, belilah diri kalian dari Allah. Aku tidak berkuasa melindungi diri kalian dari murka Allah. Mintalah kepadaku harta sesuka kalian” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3527].
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ: مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ، وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ: أَنْتُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ مِنْ تُرَابٍ لَيَدَعَنَّ رِجَالٌ فَخْرَهُمْ بِأَقْوَامٍ، إِنَّمَا هُمْ فَحْمٌ مِنْ فَحْمِ جَهَنَّمَ، أَوْ لَيَكُونُنَّ أَهْوَنَ عَلَى اللَّهِ مِنَ الْجِعْلَانِ الَّتِي تَدْفَعُ بِأَنْفِهَا النَّتِنَ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah menghilangkan dari kalian kesombongan Jahiliyyah dan membangga-banggakan nenek moyang. Yang ada adalah orang beriman yang bertaqwa dan orang jahat yang celaka. Kalian ini anak cucu Adam, dan Adam berasal dari tanah. Oleh karena itu, hendaknya seseorang meninggalkan kebanggaan mereka terhadap kaumnya, karena ia hanyalah arang dari arang-arang Jahannam. Atau, ia di sisi Allah lebih hina daripada kumbang yang mendorong-dorong kotoran dengan hidungnya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5116; hasan – sebagaimana dalam Shahih Sunan Abi Daawud 3/258].
Allah ta’ala berfirman tentang keadaan manusia hari kiamat :
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلا يَتَسَاءَلُونَ * فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ * وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam”
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلا يَسْتَطِيعُونَ * خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan.Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera” [QS Al-Qolam Ayat 42-43]
Nasab mulia seharusnya menuntut seseorang untuk giat beramal. Kebaikan akan semakin bercahaya jika muncul dari orang yang bernasab mulia. Sebaliknya, keburukan akan semakin menjadi buruk dan busuk jika sampai muncul dari orang yang bernasab mulia.
أن بعض الشرفاء من آل البيت في بلاد خراسان كان أقرب الناس إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، غير أنه كان فاسقاً ظاهر الفسق، وكان هناك مولى أسود تقدم في العلم والعمل، فأكب الناس على تعظيمه، فاتفق أن خرج يوماً من بيته يقصد المسجد فاتبعه خلق كثير يتبركون بمصاحبته وبعلمه، فلقيه الشريف وهو سكران، فكان الناس يطردونه عن طريقه، فغلبهم وتعلق بأطراف الشيخ وقال: يا أسود الحوافر والمشافر! يا كافر ابن كافر! أنا ابن رسول الله أذل وأنت تجل! وأهان وأنت تعان! فهم الناس بضربه، فقال الشيخ: لا تفعلوا، هذا محتمل منه لجده رسول الله عليه الصلاة والسلام، ومعفو عنه وإن خرج عن حده، ولكن أيها الشريف! بيضت باطني وسودت باطنك، فغلب بياض قلبي سواد وجهي فحسنت، وغلب سواد قلبك بياض وجهك فقبحت، وأخذتُ سيرة أبيك، وأخذتَ سيرة أبي، فرآني الخلق في سيرة أبيك ورأوك في سيرة أبي، فظنوني ابن أبيك، وظنوك ابن أبي، فعملوا معك ما يعمل مع أبي، وعملوا معي ما يعمل مع أبيك
“Ada sebagian orang terhormat/mulia dari keturunan keluarga Ahlul-Bait di negeri Khurasaan yang merupakan orang yang paling dekat pertaliannya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sayangnya, ia seorang yang fasiq yang nampak kefasiqannya. Dan di sana juga ada seorang maulaa (bekas budak) berkulit hitam yang unggul dalam ilmu dan amal. Orang-orang sangat menaruh hormat kepadanya. Kebetulan, pada suatu harimaulaa itu keluar dari rumahnya hendak menuju masjid. Lalu banyak orang mengikutinya untuk ber-tabarruk(mendapatkan barakah) dengan kebershahabatannya dan ilmunya. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan orang mulia itu dalam keadaan mabuk. Maka orang-orang pun hendak menyingkirkannya dari jalan. Namun, mereka gagal dan malah orang tersebut dapat memegang tangan Syaikh (yaitu maulaatersebut), lalu berkata : “Wahai budak hitam jelek, wahai kafir anaknya orang kafir ! Aku adalah cucu Rasulullah yang sedang dihina, sedangkan engkau malah diagungkan. Aku direndahkan namun engkau ditinggikan !”. Mengetahui itu, orang-orang hendak memukulnya (karena dianggap kurang ajar). Namun Syaikh berkata : “Jangan kalian lakukan. Kita harus memaklumi dan memaafkannya dikarenakan kakeknya, yaitu Rasulullah ‘alaihish-shalaatu was-salaam, meskipun perbuatannya sudah melampaui batas”. Syaikh melanjutkan : “Akan tetapi wahai orang mulia, aku putihkan batinku, sedangkan engkau hitamkan batinmu. Putihnya hatiku mengalahkan hitamnya wajahku, hingga aku pun menjadi baik; sedangkan hitamnya hatimu telah mengalahkan putihnya wajahmu, hingga engkaupun menjadi buruk. Aku mengambil sirah ayahmu, sedangkan engkau mengambil sirah ayahku; sehingga orang-orang melihatku dalam sirah ayahmu dan melihatmu dalam sirah ayahku. Mereka menyangkaku anak ayahmu dan menyangkamu anak ayahku. Oleh karenanya, mereka memperlakukanmu sebagaimana memperlakukan ayahku, dan memperlakukanku sebagaimana memperlakukan ayahmu” [‘Uluwwul-Himmah, hal. 100-101].
Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah radliyallaahu ‘anhu pernah berkata:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي امْرُؤٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَحْمَرَ وَلا أَسْوَدَ يَفْضُلُنِي بِتَقْوَى إِلا وَدِدْتُ أَنِّي فِي مِسْلاخِهِ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah orang Quraisy. Siapa saja di antara kalian baik yang berkulit merah ataupun hitam yang mengungguliku dalam ketaqwaan, maka aku suka seandainya berada di bawah kulitnya itu” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d 3/219-220 dan Ibnu Abi Syaibah 7/116; shahih].
Sebagai penutup dan pemberi semangat, mari kita perhatikan hadits berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا، وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا، وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا "
Dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Bersegeralah kalian mengerjakan amal-amal (shalih) sebelum datangnya fitnah yang menyerupai potongan-potongan malam yang gelap gulita. Dimana seseorang di waktu shubuh masih dalam keadaan beriman, namun sore harinya telah kafir; atau sore harinya masih beriman, namun keesokannya telah kafir. Ia menjual agamanya demi secuil (keuntungan) dunia” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 118 & , Ahmad 2/302 & 523, Abu Ya’laa no. 6515, dan yang lainnya].
عَنْ ابْن عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Apabila engkau berada di waktu sore, jangan menunggu datangnya pagi. Dan jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6416, Ahmad 2/24 & 41, At-Tirmidziy no. 2333, dan yang lainnya].
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar