Translate

Jumat, 15 Juli 2016

Kisah Perang Hamra-Ul Asad

Banyak orang yang tahu tentang kisah Uhud. Tentang kekalahan yang dialami oleh kaum muslimin di bukit itu. Tentang darah yang mengalir dari pelipis Nabi dan remuknya geraham beliau. Ya. Tentang pasukan yang tidak taat dengan arahan komandan mereka di medan perang. Dan tentang sahabat-sahabat mulia yang berguguran menjadi syuhada, diimami oleh paman Nabi tercinta, Hamzah bin Abdul Muththalib.

Satu babak baru dari kehidupan heroik sang Nabi beserta para sahabatnya yang mulia. Hari yang disebut oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an dengan kisah orang-orang yang tiada peduli dengan perih luka mereka saat panggilan Allah dan Rasul-Nya. Itulah perang Hamra’ul Asad. Episode baru, sehari setelah kekalahan uhud yang banyak orang tidak tahu.

Setelah hari Uhud berlalu, dengan segala kepiluan dan luka, di mana di medan itu terbunuh tujuh puluh sahabat Nabi yang mulia. Kaum Musyrikin merasa mereka telah meluluhlantakkan pondasi-pondasi kekuatan kaum muslimin. Di saat itu Nabi saw merasa sangat khawatir kaum musyrikin akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menggempur Madinah yang di sana ada anak-anak, kaum wanita dan harta benda mereka.

Setelah menunaikan shalat shubuh bersama para sahabat, Nabi saw memerintahkan Bilal untuk mengumumkan kepada para sahabat yang kemarin ikut berperang untuk mengejar kaum musyrikin. Untuk aksi ini, yang boleh ikut serta hanya mereka yang kemarin bergabung bersama pasukan Uhud, kata sang Nabi. Anda bisa membayangkan betapa beratnya tugas ini. Mereka baru melepas penat, darah masih basah dan perih itu masih terasa lekat di tubuh mereka, tiba-tiba mereka mendapat perintah untuk angkat senjata kembali. Allahu Akbar..

Saat mendengar perintah Nabi saw yang dikumandang Bilal itu, Sa’ad bin Muadz segera beranjak menuju kaumnya untuk memberitahu mereka agar memakai kembali pakaian perang. Sa’ad berkata, “Aku menyaksikan darah di tubuh mereka masih merah. Mayoritas Bani Asyhal terluka, bahkan semuanya.” Ketika itu juga, Usaid bin Hudhair yang sedang didera tujuh luka bangkit dan berkata, “Aku menyambut seruan Allah dan RasulNya” lalu ia ambil senjatanya tanpa peduli dengan perih luka yang ia derita. Sa’ad bin Ubadah juga segera mendatangi kaumnya, dan mereka pun menyambut dengan sigap. Demikian juga Abu Ubadah, datang kepada kaumnya yang sedang mengobati luka-luka mereka, dan mereka pun bersegera menyambut panggilan Allah dan rasulNya tanpa peduli luka-luka yang menganga itu.

Salah seorang perawi kisah ini menyebutkan, dari Bani Salimah keluar empat puluh orang yang sedang mengalami cedera berat, ada Thufail bin Nu’man yang membawa tiga belas lukanya, ada Bakhrasy bin ash-Shamah dengan derita sepuluh luka, Ka’b bin Malik mengalami belasan luka, begitu juga Quthbah bin Amir ada sembilan luka. Mereka berkumpul bershaf menghadap Nabi saw di Bi’r Abi ‘Anabah di puncak Tsaniyah, lengkap dengan pedang dan semangat mereka yang membara. Ketika melihat kondisi mereka, dengan darah yang masih basah dan luka yang masih merah, sang Nabi bersabda dengan penuh rasa, “Ya Allah, sayangilah Bani Salimah.”

Saat menyampaikan doa Nabi di atas, Khatib terhenti. Tak kuat beliau membendung isak tangis. Demikian juga sesiapa yang mengerti betapa manusia-manusia mulia itu sangat sigap dengan panggilan Allah dan rasulNya akan terisak. Ya Allah.. sayangilah kami dan sebagaimana Engkau menyayangi sahabat nabiMu.

Al-Waqidi juga menceritakan tentang manusia-manusia hebat itu. Mereka adalah dua bersaudara Abdullah bin Sahl dan Rafi’ bin Sahl bin Abdul Asyhal. Keduanya pulang dari Uhud dengan luka serius. Namun, ketika besoknya mereka mendengar kabar jihad dikumandangkan kembali, berkata salah seorang di antara keduanya kepada yang lain, “Demi Allah, jika kita tidak ikut berperang bersama Rasulullah sungguh kita sangat merugi. Namun apa daya kita tidak punya tunggangan, lalu bagamana ini?” saudaranya berkata “Mari kita berangkat” yang lain menjawab, “Demi Allah, Aku tidak dapat berjalan dengan baik.” Saudaranya berkata, “Baiklah, kita berjalan pelan-pelan” maka mereka berdua berjalan tertatih-tatih. Ketika Rafi’ merasa tidak kuat, saudaranya menggendongnya. Dan ketika Abdullah merasakan payah, maka giliran Rafi’ yang menggendong, hingga mereka sampai di camp Nabi di waktu isya. Ketika melihat dua sahabatnya ini, beliaupun mendoakan kebaikan bagi mereka. subhanallah...

Nabi keluar bersama mereka dalam kondisi masih cedera berat, tubuh beliau terluka, kening beliau masih bersimbah luka dan geraham beliau hancur. Beliau dan para sahabat membuat camp di daerah Hamra’ul Asad dengan perbekalan yang seadanya. Namun demikian, semangat yang terpancar dari aura sang Nabi dapat ditangkap jelas oleh para sahabat bahwa itu pertanda kemenangan yang semakin dekat. Di suatu kesempatan beliau bertutur kepada Thalhah, “Wahai Thalah, sunggu mereka tidak akan mampu menaklukkan kita seperti kemarin sampai Allah mengizinkan kita menaklukkan Mekah kelak.”

Hamra’ul Asad adalah saksi sejarah tentang keahlian Nabi saw dalam merancang strategi perang. Siang hari, beliau perintahkan para sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar. Kemudia pada malam hari, setiap prajurit harus membuat api unggun. Maka pada malam itu, terjadilah parade api unggun yang jumlahnya sampai lima ratus api unggun. Kepulan asap dan nyala api yang dahsyat ini yang dikirim oleh Allah sehingga menggentarkan kaum musyrikin yang sejak kemarin masih beristirahat di daerah Rauha’. Menyaksikan kobaran api itu, kaum musyrikin yang sama sekali tidak pernah berpikir akan dikejar dan dalam kondisi sangat tidak siap, akhirnya melarikan diri ke Mekkah.

Hamra’ul Asad, kisah keberanian dan keteguhan. Hamra’ul Asad adalah cerita tentang pengorbanan dan kesigapan. Hamra’ul Asad adalah riwayat tentang strategi dan ketawakkalan. Hamra’ul asad, di sana ada manusia-manusia mulia yang jauh lebih mencintai Akhirat dibanding dunia yang fana. 

Firman Allah Swt.:

الَّذِينَ اسْتَجابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصابَهُمُ الْقَرْحُ

(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). (Ali Imran: 172)

Hal ini terjadi dalam Perang Hamra-ul Asad. Pada mulanya setelah kaum musyrik beroleh kemenangan atas kaum muslim (dalam Perang Uhud) dan mereka kembali ke negeri tempat tinggal mereka, maka ketika mereka sampai di pertengahan jalan, mereka merasa menyesal, mengapa mereka tidak meneruskan pengejaran sampai ke Madinah, kemudian segala sesuatunya diselesaikan sehingga tidak ada masalah lagi bagi mereka? Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tersebut, beliau menyerukan kepada semua kaum muslim untuk berangkat mengejar mereka (kaum musyrik) guna menakut-nakuti mereka dan sekaligus memperlihatkan kepada mereka bahwa kaum muslim masih memiliki kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi mereka. Kali ini Rasulullah Saw. tidak memberi izin untuk tidak berangkat kepada seseorang pun di antara mereka yang mengikuti Perang Uhud selain Jabir ibnu Abdullah r.a. karena alasan yang akan kami terangkan kemudian. Maka kaum muslim pun bersiap-siap. Sekalipun di antara mereka ada yang luka dan keberatan, tetapi demi taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka berangkat pula.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik kembali dari Perang Uhud, mereka mengatakan, "Muhammad tidak sempat kalian bunuh, dan kaki tangannya tidak kalian tawan. Alangkah buruknya apa yang telah kalian lakukan itu, sekarang kembalilah kalian." Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tersebut, maka beliau menyerukan kepada kaum muslim untuk siap berperang lagi, lalu mereka bersiap-siap dan berangkat. Ketika sampai di Hamra-ul Asad atau di Bi-r Abu Uyaynah (ragu dari pihak Sufyan), maka kaum musyrik berkata (kepada sesama mereka), "Kita kembali lagi tahun depan saja." Maka Rasulullah Saw. kembali pula ke Madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu peperangan (perang urat syaraf, pent.). Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya:  

{الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ}

(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Ali Imran: 172)

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Muhammad ibnu Mansur, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, lalu ibnu Murdawaih menuturkan hadis ini.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal. Pada keesokan harinya —yaitu pada hari Ahad, tanggal enam belas bulan Syawwal— Rasulullah Saw. menyerukan melalui juru serunya kepada kaum muslim agar bersiap-siap mengejar musuh. Juru seru Rasulullah Saw. mengumumkan, "Tidak boleh ada yang berangkat bersama kami seseorang pun kecuali orang-orang yang ikut bersama kami kemarin (dalam Perang Uhud). Lalu Jabir ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak ikut. Untuk itu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah meninggalkan di belakangku tujuh orang saudara perempuanku." Rasulullah Saw. bersabda, 'Wahai anakku, tidak layak bagiku dan bagimu juga bila meninggalkan wanita-wanita tersebut tanpa laki-laki di antara mereka yang menjaganya. Aku bukanlah orang yang lebih mementingkan kamu untuk berjihad bersama Rasulullah Saw. ketimbang diriku sendiri. Sekarang engkau boleh tetap tinggal menjaga saudara-saudara perempuanmu." Maka ia tetap tinggal di Madinah menjaga saudara-saudara perempuannya. Nabi Saw. memberikan izin kepada Jabir untuk tidak ikut, sedangkan beliau Saw. berangkat bersama mereka. Sesungguhnya Rasulullah Saw. kali ini berangkat hanya semata-mata untuk menakut-nakuti musuh, agar sampai kepada mereka bahwa beliau Saw. berangkat untuk mengejar mereka, hingga mereka mengira bahwa Nabi Saw. masih memiliki kekuatan, bahwa apa yang dialami oleh kaum muslim dalam Perang Uhud tidak membuat mereka lemah dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari Abus Saib maula Aisyah binti Usman, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. dari kalangan Bani Abdul Asyhal pernah mengikuti Perang Uhud, ia menceritakan bahwa kami ikut dalam Perang Uhud bersama Rasulullah Saw.”Dalam peperangan Uhud, aku dan saudara laki-lakiku mengalami luka-luka. Ketika juru seru Rasulullah Saw. mengumumkan berangkat lagi mengejar musuh, aku berkata kepada saudaraku, atau saudaraku berkata kepadaku, 'Apakah peperangan bersama Rasulullah Saw. kali ini akan terlewatkan oleh kami?' Demi Allah, kala itu kami tidak mempunyai seekor unta kendaraan pun, sedangkan kami dalam keadaan luka berat. Tetapi pada akhirnya kami tetap bertekad berangkat bersama Rasulullah Saw. Keadaanku saat itu lebih ringan lukanya ketimbang saudaraku. Di tengah jalan saudaraku jatuh pingsan atau lemas digendong oleh Uqbah, hingga kami pun sampai di tempat pasukan kaum muslim sampai (yaitu Hamra-ul Asad)."

Imam Bukhari mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam. telah menceritakan kepada kami Ahu Mu'awiyah, dari Hisyam, dari ayahnya. dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya:  (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat. Aku (Siti Aisyah) berkata kepada Urwah.”Hai anak lelaki saudara perempuanku, ayahmu termasuk salah seorang di antara mereka, yaitu Az-Zubair, juga Abu Bakar r.a. Ketika Nabi Saw. mengalami musibah dalam Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik pulang meninggalkan beliau Saw., maka beliau Saw. merasa khawatir bila mereka kembali lagi menyerang. Lalu beliau Saw. bersabda, "Siapakah yang mau mengejar mereka? " Maka beliau memilih tujuh puluh orang lelaki, di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Az-Zubair.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara menyendiri dengan konteks yang sama.
Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab mustadrak-nya melalui Al-Asam, dari Abul Abbas Ad-Dauri. dari Abun Nadi dari  Abu Said Al-Muaddib, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dan Hudbah ibnu Abdul Wahhab, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafaz yang sama.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Mansur dan Abu Bakar Al-Humaidi di dalam kitab musnadnya, dari Sufyan.

Imam Hakim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Abu Khalid, dari At-Taimi, dari Urwah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah berkata kepadanya: Sesungguhnya ayahmu termasuk di antara orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud).

Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ مِنْ أَصْلِ كِتَابِهِ، أَنْبَأَنَا سَمويه، أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ، أَنْبَأَنَا هِشَامٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنْ كَانَ أبَواك لَمن الَّذِينَ اسْتَجَابُوا للهِ والرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ القَرْحُ: أَبُو بَكْرٍ وَالزُّبَيْرُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا"

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far dari pokok kitabnya, telah menceritakan kepada kami Samuwaih, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Zubair, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya kedua orang tuamu benar-benar termasuk orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka, yaitu Abu Bakar dan Az-Zubair.

Predikat marfu' hadis ini merupakan suatu kekeliruan yang besar bila ditinjau dari segi sanadnya, karena sanadnya bertentangan dengan riwayat orang-orang yang siqah yang menyatakan bahwa hadis ini mauquf hanya sampai kepada Siti Aisyah r.a. (dan tidak sampai kepada Nabi Saw.), seperti yang disebutkan di atas. Bila ditinjau dari segi' maknanya, sesungguhnya Az-Zubair bukan merupakan orang tua Siti Aisyah. Sesungguhnya yang mengatakan demikian tiada lain adalah Aisyah, kepada Urwah ibnuz Zubair yang merupakan anak lelaki saudara perempuannya, Asma binti Abu Bakar r.a.


قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، [حَدَّثَنِي] عَمي، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ قَذَفَ فِي قَلْب أَبِي سُفْيَانَ الرُّعْب يَوْمَ أُحُدٍ بَعْدَ مَا  كَانَ مِنْهُ مَا كَانَ، فَرَجَعَ إِلَى مَكَّةَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ أبَا سُفْيَانَ قَدْ أَصَابَ مِنْكُمْ طَرَفًا، وَقَدْ رَجَعَ، وَقَذَفَ اللهُ فِي قَلْبِهِ الرُّعْبَ". وَكَانَتْ وقعةُ أُحُدٍ فِي شَوَّالٍ، وَكَانَ التُّجَّارُ يَقْدَمون الْمَدِينَةَ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، فَيَنْزِلُونَ بِبَدْرٍ الصُّغْرَى فِي كُلِّ سَنَةٍ مَرة، وَإِنَّهُمْ قَدِمُوا بَعْدَ وَقْعَةِ أُحُدٍ وَكَانَ أَصَابَ الْمُؤْمِنِينَ الْقَرْحُ، وَاشْتَكَوْا ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَاشْتَدَّ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَصَابَهُمْ. وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَدَب النَّاسَ لِيَنْطَلِقُوا مَعَهُ، وَيَتَّبِعُوا مَا كَانُوا مُتَّبعين، وَقَالَ: "إنَّمَا يَرْتَحِلُونَ الآنَ فَيَأْتُونَ الْحَجَّ وَلَا يَقْدرُونَ عَلَى مِثْلِهَا حَتَّى عَامٍ مُقْبِلٍ". فَجَاءَ الشَّيْطَانُ فَخَوَّفَ أَوْلِيَاءَهُ فَقَالَ: إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَأَبَى عَلَيْهِ النَّاسُ أَنْ يَتْبَعُوهُ، فَقَالَ: "إنَّي ذَاهِبٌ وإنْ لمْ يَتْبَعْنِي أحَدٌ". لِأَحْضُضَ النَّاسَ، فَانْتَدَبَ مَعَهُ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَالزُّبَيْرُ، وَسَعْدٌ، وَطَلْحَةُ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ، وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ، وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَّرَّاحِ فِي سَبْعِينَ رَجُلًا فَسَارُوا فِي طَلَبِ أَبِي سُفْيَانَ، فَطَلَبُوا حَتَّى بَلَغُوا الصَّفْرَاءَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ [عَزَّ وَجَلَّ] {الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ [الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ] }

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menanamkan ke dalam hati Abu Sufyan rasa takut dalam Perang Uhud sesudah ia berhasil meraih kemenangan yang diperolehnya. Karena itu, ia kembali ke Mekah. Dan Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Abu Sufyan telah memperoleh suatu kemenangan dari kalian, dan sekarang ia pulang karena Allah menanamkan rasa takut dalam hatinya. Perang Uhud terjadi dalam bulan Syawwal, sedangkan pada waktu itu merupakan kebiasaan setahun sekali para pedagang datang ke Madinah pada bulan Zul Qa'dah, lalu mereka menggelarkan dagangannya di Badar Sugra. Mereka tiba (di Madinah) sesudah peperangan Uhud. Saat itu kaum muslim mendapat luka dari Perang Uhud, lalu mereka mengadu kepada Nabi Saw. dan mereka merasa berat dengan luka yang baru mereka alami itu. Sesungguhnya Rasulullah Saw. menyerukan kepada orang-orang agar berangkat bersamanya, sekalipun keadaan mereka tidak mendorong mereka untuk mengikutinya. Lalu Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya mereka sekarang berangkat (pulang ke Mekah) untuk menunaikan hajinya. dan mereka tidak akan mampu melakukan semisal dengan apa yang mereka lakukan dalam peperangan Uhud kecuali tahun depan nanti."Akan tetapi, setan menakut-nakuti kekasih-kekasih Allah. ia mengatakan, "Sesungguhnya manusia (kaum musyrik) telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian." Maka orang-orang tidak mau mengikuti Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku tetap akan berangkat, sekalipun tidak ada seorang pun yang mengikutiku untuk menggerakkan orang-orang yang mau ikut." Maka ikutlah bersamanya Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Az-Zubair, Sa'd, Talhah, Abdur Rahman ibnu Auf, Abdullah ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman. dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama tujuh puluh orang, lalu mereka berangkat hingga sampai di As-Safra, dan Allah menurunkan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka. (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat.

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rasulullah Saw. akhirnya berangkat hingga sampai di Hamra-ul Asad yang jauhnya kurang lebih delapan mil dari Madinah.


Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengangkat Ibnu Ummi Maktum menjadi amir di Madinah (selama kepergian Rasulullah Saw.). Nabi Saw. tinggal selama tiga hari di Hamra-ul Asad, yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, setelah itu kembali ke Madinah - Menurut apa yang diceritakan kepadaku oleh Abdullah ibnu Abu Bakar - Nabi Saw. bersua dengan Ma'bad ibnu Abu Ma'bad Al-Khuza'i. Kabilah Khuza'ah, baik yang muslim maupun yang masih musyrik, bersikap netral. Mereka mempunyai hubungan erat dengan Rasulullah Saw. sejak mereka melakukan transaksi perdagangan dengan beliau di Tihamah, dan mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Ma'bad saat itu masih musyrik: ketika bersua dengan Nabi Saw., ia mengatakan, "Hai Muhammad, demi Allah, kami berbelasungkawa atas musibah yang menimpa dirimu sehubungan dengan luka yang dialami oleh sahabat-sahabatmu, dan kami berharap mudah-mudahan Allah menyelamatkan engkau bersama mereka." Kemudian Ma'bad melanjutkan perjalanannya, sedangkan Rasulullah Saw. tetap berada di Hamra-ul Asad, hingga Ma'bad bersua dengan Abu Sufyan ibnu Harb bersama pasukannya di Rauha. Saat itu mereka sepakat kembali memerangi Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabatnya. Mereka mengatakan, "Kita telah mengalami kemenangan atas Muhammad dan sahabat-sahabatnya, juga para pemimpin dan orang-orang terhormat kaum muslim, apakah kita kembali sebelum memberantas mereka? Kita benar-benar harus kembali untuk mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka hingga kita benar-benar aman dari mereka." Ketika Abu Sufyan melihat Ma'bad, ia bertanya.”Hai Ma'bad. apakah yang ada di belakangmu?" Ma'bad menjawab.”Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang memburu kalian bersama sejumlah pasukan yang belum pernah kulihat sebanyak itu. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian. Telah bergabung bersamanya orang-orang yang tadinya tidak ikut berperang, dan mereka menyesal atas ketidakberangkatan mereka. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian sehingga membawa pasukan yang kekuatannya tidak pernah aku lihat sebelumnya." Abu Sufyan berkata, "Celakalah kamu ini, apa maksudmu dengan kata-katamu itu?" Ma'bad berkata, "Demi Allah, menurutku engkau masih belum pulang sebelum engkau melihat pasukan berkuda mereka." Abu Sufyan berkata, "Demi Allah, sesungguhnya kami sepakat kembali menyerang mereka guna mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka." Ma'bad menjawab, "Sesungguhnya aku melarangmu melakukan hal tersebut. Demi Allah, sesungguhnya telah mendorongku untuk mengatakan beberapa bait syair yang menggambarkan kekuatan mereka (kaum muslim) sesudah aku melihatnya." Abu Sufyan bertanya, "Apakah yang engkau katakan itu?" Ma'bad menjawab, "Rahilah (pelana) untaku hampir jatuh karena getaran ketika kuda-kuda Ababil mengalir bergerak di bumi membawa para pendekar yang gagah berani lagi pantang mundur dalam peperangan dan tidak pernah mundur barang setapak pun. Maka aku memacu kendaraanku karena aku mengira bahwa bumi ini seakan-akan berguncang, mereka berada di bawah pimpinan seorang pemimpin yang tidak pernah terhina. Maka aku katakan, 'Celakalah, hai Ibnu Harb, bila bersua dengan kalian,' mengingat Lembah Batha bergetar karena pasukan berkuda. Sesungguhnya aku memberikan peringatan kepada penduduk lembah, janganlah mereka mengorbankan nyawanya, yaitu kepada setiap orang yang ragu dan memakai akal pikirannya di antara mereka. Hati-hatilah kalian terhadap pasukan Ahmad yang tidak terkalahkan itu. Apa yang aku peringatkan ini bukan berdasarkan berita (melainkan aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri)." Maka Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya merasa berterima kasih kepada Ma'bad atas berita itu. Lalu Abu Sufyan berpapasan dengan kafilah dari Abdul Qais. Abu Sufyan bertanya, "Hendak ke manakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami hendak ke Madinah." Abu Sufyan bertanya, "Untuk apa?" Mereka menjawab, "Kami hendak mencari makanan." Abu Sufyan berkata, "Maukah kalian menyampaikan pesanku kepada Muhammad melalui surat yang akan kukirimkan melalui kalian? Sebagai imbalannya aku akan membawakan barang ini buat kalian (yakni zabib) di Ukaz bila kalian bersua dengan kami nanti." Mereka menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Apabila kalian bertemu dengan Muhammad, 'sampaikanlah kepadanya bahwa kami telah bersiap-siap untuk menyerang dia dan sahabat-sahabatnya dan mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka." Lalu rombongan kafilah Abdul Qais itu bersua dengan Rasulullah Saw. di Hamra-ul Asad, kemudian mereka menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Sufyan dan teman-temannya. Maka Nabi dan para sahabatnya berkata,"Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, Dia sebaik-baik Pelindung."

Ibnu Hisyam meriwayatkan melalui Abu Ubaidah yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika disampaikan kepadanya berita yang mengatakan bahwa pasukan kaum musyrik kembali datang menyerang:

"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ سُوِّمَتْ لَهُمْ حِجَارَةٌ لَوْ صُبِّحُوا بَها لَكَانُوا كَأَمْسِ الذَّاهِبِ"

Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku telah memberi tanda buat mereka pada sebuah batu. Seandainya mereka pada pagi harinya berada di situ, niscaya keadaan mereka seperti kemarin yang telah lalu.

قَالَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ [فِي قَوْلِهِ] {الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ} إِنَّ أَبَا سفيِان وَأَصْحَابَهُ أَصَابُوا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مَا أَصَابُوا وَرَجَعُوا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ أبَا سُفْيَانَ قَدْ رَجَعَ وَقَدْ قَذَفَ اللهُ فِي قَلْبِهِ [الرُّعْبَ] فَمَنْ يَنْتَدبُ فِي طَلَبِهِ؟ " فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ وعُمَر، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَنَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَبَلَغَ أَبَا سُفْيَانَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَطْلُبُهُ فَلَقِيَ عِيرًا مِنَ التُّجَّارِ فَقَالَ: ردُّوا مُحَمَّدًا وَلَكَمْ مِنَ الجُعْل كَذَا وَكَذَا، وأخْبروهم أَنِّي قَدْ جَمَعْتُ لَهُمْ جُمُوعًا، وَأَنَّنِي رَاجِعٌ إِلَيْهِمْ. فَجَاءَ التُّجَّارُ فَأَخْبَرُوا بِذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ} فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). (Ali Imran: 172) Bahwa Abu Sufyan dan teman-temannya berhasil memperoleh kemenangan atas pasukan kaum muslim, lalu mereka kembali. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Abu Sufyan kembali (ke Mekah), sedangkan Allah telah menanamkan rasa takut di dalam hatinya. Maka siapakah yang mau ikut mengejarnya? Ternyata yang mau melakukannya adalah Nabi Saw. sendiri, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan sejumlah sahabat Rasulullah Saw.; lalu mereka berangkat mengejar Abu Sufyan dan pasukannya. Ketika sampai berita kepada Abu Sufyan bahwa Nabi Saw. sedang mengejarnya dan ia bersua dengan suatu iringan kafilah pedagang, maka ia berkata (kepada mereka), "Kembalikanlah Muhammad, nanti kalian akan kuberi persen sekian, dan sampaikanlah kepadanya bahwa aku telah menghimpun sejumlah besar pasukan, dan aku akan kembali memerangi mereka." Ketika rombongan pedagang itu datang dan menyampaikan berita tersebut kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung. Lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini.

Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, semuanya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Hamra-ul Asad.

Menurut pendapat lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar yang dijanjikan, tetapi pendapat yang benar adalah pendapat pertama.

Firman Allah Swt.:

الَّذِينَ قالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزادَهُمْ إِيماناً

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kalian kepada mereka." Maka perkataan itu menambah keimanan mereka. (Ali Imran: 173), hingga akhir ayat.

Yakni mereka yang diperingatkan oleh orang-orang bahwa ada pasukan besar yang akan menyerang mereka, dan ditakut-takuti akan kedatangan musuh yang banyak jumlah pasukannya. Akan tetapi, mereka tidak menghiraukan berita tersebut, bahkan mereka bertawakal kepada Allah serta meminta pertolongan kepada-Nya. 


{وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ}

dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Ali Imran: 173)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus; yang menurut Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. (Ali Imran: 173) Doa inilah yang dibaca oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api. Nabi Muhammad Saw. mengucapkannya pula ketika orang-orang berkata kepadanya, "Kaum musyrik telah menghimpun pasukannya untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kalian kepada mereka." Tetapi keimanan Nabi Saw. dan para sahabatnya bertambah kuat dan mengatakan: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung.

Imam Nasai meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim dan Harun ibnu Abdul'ah yang keduanya menerima hadis ini dari Yahya ibnu Abu Bakar, dari Abu Bakar (yakni Ibnu Iyasy) dengan lafaz yang sama.

Tetapi hal yang mengherankan ialah Imam Hakim Abu Abdullah telah meriwayatkannya melalui hadis Ahmad ibnu Yunus dengan lafaz yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya melalui Abu Gassan Malik ibnu Ismail, dari Israil, dari Abu Husain, dari Abud Duha, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ucapan terakhir Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api ialah:Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung.

Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Zakaria, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ayat ini merupakan doa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika dilemparkan ke dalam api. Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa As-Sauri, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahim ibnu Muhammad ibnu Ziyad As-Sukari, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Humaid At-Tawil, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Saw. Pernah dikatakan kepadanya seusai Perang Uhud, "Pasukan kaum musyrik telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian lagi, maka takutlah kalian kepada mereka." Lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini.

Ibnu Murdawaih meriwayatkan pula berikut sanadnya melalui Muhammad ibnu Abdullah Ar-Rafi'i, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abu Rafi'), bahwa Nabi Saw. mengirimkan sahabat Ali bersama sejumlah pasukan untuk mengejar Abu Sufyan. Lalu di tengah jalan mereka bersua dengan seorang Badui dari Khuza'ah, dan lelaki Badui itu berkata, "Sesungguhnya kaum musyrik telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian." Maka sahabat Ali dan teman-temannya mengatakan: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah se-baik-baik Pelindung. lalu turunlah ayat ini, sehubungan dengan mereka.

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا دَعْلَجَ بْنُ أَحْمَدَ، أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، أَنْبَأَنَا أَبُو خَيْثَمَة مُصْعَب بْنُ سَعِيدٍ، أَنْبَأَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إذَا وَقَعْتُمْ فِي الأمْرِ العظيمِ فَقُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ"

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Da'laj ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah ibnu Mus'ab ibnu Sa'd, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu A'yan, dari Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian mengalami suatu urusan yang besar, maka ucapkanlah,"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik- Pelindung."
Hadis ini dinilai garib bila ditinjau dari segi ini.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَيْوَة بْنُ شُرَيح وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ أَبِي الْعَبَّاسِ قَالَا حَدَّثَنَا بَقِيَّة، حَدَّثَنَا بَحِير بْنُ سَعْد، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدان، عَنْ سَيْفٍ، عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُمْ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ فَقَالَ الْمَقْضِيُّ عَلَيْهِ لَمَا أَدْبَرَ: حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رُدُّوا عَلَيَّ الرَّجُلَ". فَقَالَ: "مَا قلتَ؟ ". قَالَ: قلتُ: حسبي الله ونعم الوكيل. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ يَلُومُ عَلَى الْعَجْزِ، وَلَكِنْ عَلَيْكَ بِالْكَيْسِ، فَإِذَا غَلَبَكَ أَمْرٌ فَقُلْ: حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syuraih dan Ibrahim ibnu Abul Abbas. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah. telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Khalid ibnu Ma’dan. dari Saif, dari Auf ibnu Malik yang menceritakan kepada mereka bahwa Nabi Saw. pernah memutuskan peradilan di antara dua orang lelaki. Lalu lelaki yang kalah urusannya ketika pergi mengucapkan, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Penolong." Maka Nabi Saw. bersabda, "Panggillah kembali lelaki itu untuk menghadap kepadaku." Lalu beliau bersabda, "Apa tadi yang baru kamu katakan?" Lelaki itu menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Penolong." Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mencela (tidak menyukai) sikap lemah, tetapi kamu harus bersikap cerdik. Untuk itu apabila terkalahkan oleh suatu urusan, maka ucapkanlah, "Cukuplah Allah menjadi Penolongku, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai melalui hadis Baqiyyah, dari Yahya ibnu Khalid, dari Saif (yakni Asy-Syami), tetapi tidak disebutkan dari Auf ibnu Malik, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ، حَدَّثَنَا مُطَرِّف، عَنْ عَطية، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ [فِي قَوْلِهِ: {فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ} [الْمُدَّثِّرِ: 8] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كَيْفَ أَنْعَمُ وَصَاحِبُ الْقَرْنِ قَدْ الْتَقَمَ الْقَرْنَ وَحَنَى جَبْهَتَهُ، يَسْمَعُ مَتَى يُؤْمَرُ فَيَنْفُخُ". فَقَالَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَمَا نَقُولُ ؟ قَالَ: "قُولُوا: حَسْبُنَا اللَّهُوَنِعْمَ الْوَكِيلُ عَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْنَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Asbat, telah menceritakan kepada kami Mutarrif, dari Atiyyah, dari ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Mana mungkin aku merasa enak, sedangkan malaikat pemegang sangkakala telah bersiap-siap meniup sangkakalanya dan mengerutkan dahinya menunggu perintah (dari Allah), lalu ia akan meniup(nya)." Maka sahabat-sahabat Rasulullah Saw. bertanya, "Lalu apakah yang harus kami ucapkan?" Nabi Saw. bersabda.”Ucapkanlah oleh kalian, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, hanya kepada Allah-lah kami bertawakal'."
Hadis ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur. Hadis ini berpredikat jayyid.

Telah diriwayatkan kepada kami melalui Ummul Mukminin Zainab dan Siti Aisyah r.a., bahwa keduanya saling membanggakan dirinya. Siti Zainab berkata, "Allah telah menikahkan diriku, sedangkan kalian dinikahkan oleh orang-orang tua kalian." Siti Aisyah berkata, "Pembebasanku diturunkan dari langit di dalam Al-Qur'an." Pada akhirnya Siti Zainab menyerah kepada Siti Aisyah, kemudian ia bertanya, "Apakah yang engkau ucapkan ketika engkau mengendarai unta Safwan ibnul Mu'attal?" Siti Aisyah menjawab, "Aku mengucapkan, 'Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung'." Siti Zainab berkata, "Engkau telah mengucapkan kalimah yang biasa diucapkan oleh orang-orang mukmin." 

Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: 

{فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ}

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa. (Ali Imran: 174)

Yakni ketika mereka bertawakal kepada Allah, maka Allah memberikan kecukupan kepada mereka dari semua masalah yang menyusahkan mereka dan menolak dari mereka rencana orang-orang yang hendak berbuat makar terhadap mereka. Akhirnya mereka kembali ke tempat tinggalnya: dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa. (Ali Imran: 174)
Yaitu bencana yang telah direncanakan oleh musuh-musuh mereka terhadap diri mereka.

{وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ}

mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Ali Imran: 174)

Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Daud Az-Zahid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Na'im, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Hakam, telah menceritakan kepada kami Mubasysyir ibnu Abdullah ibnu Razin, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Husain, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah Swt.: Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah. (Ali Imran: 174) Yang dimaksud dengan nikmat ialah mereka kembali dengan selamat. Yang dimaksud dengan karunia ialah ada serombongan kafilah yang lewat pada hari-hari musim, maka Rasulullah Saw. membelinya (dan menjualnya kembali di Madinah) hingga mendapat keuntungan yang cukup banyak, lalu beliau membagi-bagikannya di antara sahabat-sahabatnya.

Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka." (Ali Imran: 173) Yang dimaksud adalah Abu Sufyan. ia mengatakan kepada Nabi Muhammad Saw., "Kalian kami tunggu di Badar tempat kalian telah membunuh teman-teman kami." Nabi Saw. berkata, "Baiklah." Maka berangkatlah Rasulullah Saw. memenuhi janji Abu Sufyan, hingga turun istirahat di Badar dan secara kebetulan beliau menjumpai pasar yang sedang menggelarkan barang dagangannya, maka beliau berbelanja di pasar tersebut. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya: Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa. (Ali Imran; 174)

Menurutnya peristiwa ini terjadi dalam Perang Badar kecil (yakni sebelum Perang Badar Kubra). 

Ibnu Jarir meriwayatkannya, dan dia meriwayatkannya pula dari Al-Qasim, dari Al-Husain, dari Hajjaj, dari Abu Juraij yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menuju tempat yang telah dijanjikan oleh Abu Sufyan, maka beliau dan para sahabatnya setiap bersua dengan orang-orang musyrik selalu menanyakan kepada mereka apa yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy. Maka mereka yang ditanya menjawab, ”Orang-orang Quraisy telah menghimpun pasukan untuk menghadapi kalian." Mereka menjawab demikian dengan maksud untuk menakut-nakuti Nabi Saw. dan pasukan kaum muslim. Akan tetapi, orang-orang mukmin menjawabnya dengan ucapan, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." Hingga mereka tiba di Badar dan ternyata mereka menjumpai pasar-pasarnya dalam keadaan aman, tidak seorang pun yang menyaingi mereka.

Lalu datanglah seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah tentang pasukan berkuda Nabi Muhammad Saw. ia mengatakan hal tersebut kepada mereka melalui bait-bait syairnya seperti berikut:

نَفَرَتْ قَلُوصِي مِنْ خُيول مُحَمَّدٍ ...وَعَجْوَةٍ منْثُورةٍ كالعُنْجُدِ ...
واتَّخَذَتْ مَاءَ قُدَيْدٍ مَوْعدي

"Unta kendaraanku menjadi lari ketakutan karena pasukan berkuda Muhammad. Dan pasukan untanya yang sangat banyak, maka aku mengambil Qadid sebagai tempat tujuanku."'

Ibnu Jarir mengatakan bahwa demikianlah apa yang dikatakan oleh Al-Qasim. Sebenarnya hal ini keliru, Sesungguhnya yang benar adalah seperti berikut: 


قَد نَفَرَتْ مِنْ رفْقَتي مُحَمَّدٍ ...وَعَجْوَة مِنْ يَثْربٍ كَالعُنْجُد ...
تَهْوى عَلَى دِينِ أبِيها الأتْلَد ... قَدْ جَعَلَتْ مَاءَ قُدَيْدٍ مَوْعدي ...

"Aku terpisah dari teman-temanku karena Muhammad, dan pasukan untanya yang dari Yasrib begitu banyak jumlahnya. Mereka membela agama ayahnya yang dahulu (Nabi Ibrahim a.s.), maka aku menjadikan Qadid sebagai tujuanku."

Kemudian Allah Swt. berfirman:


إِنَّما ذلِكُمُ الشَّيْطانُ يُخَوِّفُ أَوْلِياءَهُ

Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya. (Ali Imran: 175)


Yakni meneror kalian dengan kawan-kawannya dan memberikan kesan kepada kalian bahwa mereka adalah pasukan yang mempunyai kekuatan dan keperkasaan. 
Allah Swt. berfirman:


فَلا تَخافُوهُمْ وَخافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka; tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman. (Ali Imran: 175)


Jika setan menggoda kalian dan menakut-nakuti kalian dengan ilusi-nya, maka bertawakallah kalian kepada-Ku dan mohonlah perlindungan kepada-Ku, karena sesungguhnya Aku pasti mencukupi kalian dan menolong kalian dari mereka. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:


أَلَيْسَ اللَّهُ بِكافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ [الزمر: 36] إِلَى قَوْلِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ [الزُّمَرِ: 38]

Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka menakuti kalian dengan (sesembahan-sesembahan) selain Allah? (Az-Zumar: 36) sampai dengan firman-Nya:Katakanlah, "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (Az-Zumar: 38)
Demikian pula firman Allah Swt.:


فَقاتِلُوا أَوْلِياءَ الشَّيْطانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطانِ كانَ ضَعِيفاً

Sebab itu, perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.(An-Nisa: 76)


أُولئِكَ حِزْبُ الشَّيْطانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطانِ هُمُ الْخاسِرُونَ

Mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (Al-Mujadilah: 19) 


كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ

Allah telah menetapkan, "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang." Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Al-Mujadilah: 21) 


وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. (Al-Hajj: 40)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian. (Muhammad: 7), hingga akhir ayat.


نَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَياةِ الدُّنْيا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهادُ. يَوْمَ لَا يَنْفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk. (Al-Mu’min: 51-52)

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar