Translate

Senin, 01 Agustus 2016

Khilafiyah Hukum Sholat Di Kuburan

Sebagian tempat di negeri kita apalagi di daerah Jawa sering kita jumpai beberapa masjid yang di dalamnya terdapat kubur atau kuburan. Ada yang kuburnya berada di samping kanan dan kiri masjid, ada pula yang berada di arah kiblat bersambungan dengan masjid. Padahal shalat di masjid yang ada kubur seperti ini terlarang berdasarkan nash (dalil). Jika kita sudah terlanjur shalat di masjid semacam itu dan baru mengetahui setelah shalat bahwa di masjid tersebut terdapat kubur, apakah shalat kita tadi sah atau shalat tersebut perlu diulang?
Larangan Shalat di Kubur
Seluruh tempat di muka bumi ini bisa dijadikan tempat untuk shalat, itulah asalnya. Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ
“Seluruh bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut” (HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).‎

Salah satu  hadits yang sering digunakan oleh pihak yang kurang memahami dalil-dalil agama adalah hadits yang berbunyi

 لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد, 

Artinya “Semoga  Allah  melaknat Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid", atau hadits yang semisalnya.

Imam Nawawi rahimahullah (w. 676 H) menyimpulkan, “Hadits ini menegaskan terlarangnya shalat menghadap ke arah kuburan. Imam Syâfi’i rahimahullah mengatakan, ‘Aku membenci tindakan pengagungan makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid. Khawatir mengakibatkan fitnah atas dia dan orang-orang sesudahnya."

al-‘Allâmah al-Munawi rahimahullah (w. 1031 H) menambahkan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan; dalam rangka mengingatkan umatnya agar tidak mengagungkan kuburannya, atau kuburan para wali selain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab bisa jadi mereka akan berlebihan hingga menyembahnya.”‎

Benarkah hadits tersebut melarang dan mengharamkan shalat di sekitar kuburan dan membuat kuburan di dalam masjid sebagaimana dipahami oleh Ibnu Bazz dan para pentaqlidnya? atau seperti yang diikuti oleh pengikut-pengikut wahhabi?. 

Dengan mereka melarang sholat atau melarang membaca Al Qur’an di sisi kuburan maka mereka dapat termasuk orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah At Tamim An Najdi  yang pernah menghardik Rasulullah karena mereka secara tidak langsung telah menghardik atau melarang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang melaksanakan sholat jenazah di sisi kuburan dan tentunya membaca Al Fatihah yang termasuk bacaan Al Qur’an.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَاتَ إِنْسَانٌ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَمَاتَ بِاللَّيْلِ فَدَفَنُوهُ لَيْلًا فَلَمَّا أَصْبَحَ أَخْبَرُوهُ فَقَالَ مَا مَنَعَكُمْ أَنْ تُعْلِمُونِي قَالُوا كَانَ اللَّيْلُ فَكَرِهْنَا وَكَانَتْ ظُلْمَةٌ أَنْ نَشُقَّ عَلَيْكَ فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Abu Ishaq Asy-Syaibaniy dari Asy-Sya’biy dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: Bila ada orang yang meninggal dunia biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melayatnya. Suatu hari ada seorang yang meninggal dunia di malam hari kemudian dikuburkan malam itu juga. Keesokan paginya orang-orang memberitahu Beliau. Maka Beliau bersabda: Mengapa kalian tidak memberi tahu aku? Mereka menjawab: Kejadiannya malam hari, kami khawatir memberatkan anda. Maka kemudian Beliau mendatangi kuburan orang itu lalu mengerjakan shalat untuknya. (HR Bukhari 1170)

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الشَّيْبَانِيُّ عَنْ عَامِرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرًا فَقَالُوا هَذَا دُفِنَ أَوْ دُفِنَتْ الْبَارِحَةَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَصَفَّنَا خَلْفَهُ ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا

Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Bukair telah menceritakan kepada kami Za’idah telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibaniy dari ‘Amir dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi Shallallahu’alaihiwasallam mendatangi kuburan. Mereka berkata; Ini dikebumikan kemarin. Berkata, Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma: Maka Beliau membariskan kami di belakang Beliau kemudian mengerjakan shalat untuknya. (HR Bukhari 1241)

Begitupula diriwayatkan Umar ra mengetahui bahwa Anas ra sholat di atas kuburan sehingga beliau menginjak kuburan. Lalu Umar berkata, “Al-qabr, al-qabr! (Kuburan, Kuburan!)” maka Anas ra melangkah (menghindari menginjak dalam batas kuburan), lalu meneruskan shalatnya. [Lihat Fathul Bari libni Hajar I:524, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379].

Dikarenakan batas kuburan sudah tidak jelas sehingga terinjak oleh Anas ra ketika sholat dan beliau hanya melangkah menghindari menginjak dalam batas kuburan lalu meneruskan sholatnya. Batas kuburan yang tidak boleh diduduki , diinjak , dikapur dan dibangun sesuatu di atasnya adalah sebatas tanah yang ditinggikan satu jengkal.

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban)

Dari Sufyan at Tamar, dia berkata, “Aku melihat makam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3)

Perlu diketahui mengenai Asbabu wurudil hadits tersebut, yakni sebagai berikut:

فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد

Ummu Salamah ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulua ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholih dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashara yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid".

Dari sebagi mufradat :

اتخذ : جعل (Menjadikan)
قبر :مدفن الميت  

(Tempat pendaman/memendam mayat)

مسجد : الموضع الذي يُسجَد و يُتَعَبَّد فيِه 

(Tempat untuk bersujud dan beribadah di dalamnya)

Maka makna hadits tersebut dari sisi mufradatnya adalah :

جعلوا مدفن الانبياء موضعا اللذين يسجدون و يتعبدون فيه

"Mereka menjadikan tempat pemendaman (pengkuburan) mayat para Nabi sebagai tempat mereka bersujud dan beribadah di dalamnya"
Dalil-dalil yang kuat dan mutawatir tentang larangan untuk menjadikan kuburan sebagai masjid, dan sebagai tambahan atas dalil-dalil di atas adalah;
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ».

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah memerangi kaum Yahudi yang telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid.”

أَنَّ عَائِشَةَ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالاَ لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ ، فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ ، فَقَالَ وَهْوَ كَذَلِكَ « لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ » . يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا .

Artinya: “Bahwa Aisyah dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Ketika sakit yang diderita Rasulullah bertambah parah, beliau sering meletakkan kain yang beliau miliki di atas wajahnya, jika merasa sesak nafasnya akibat itu, beliau membukanya dari wajahnya, lalu dalam keadaan demikian beliau bersabda: “Laknat Allah atas kaum Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid.” Beliau memperingatkan dari apa yang telah mereka perbuat.”

عَنْ جُنْدَبٌ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ يَقُولُ « ...وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ ».

Artinya: “Jundub radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lima hari sebelum kematian beliau bersabda: “…Dan sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan-kuburan para mani mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid, ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku telah melarang kalian akan hal itu.”

عَنْ أَبِى عُبَيْدَةَ قَالَ آخِرُ مَا تَكَلَّمَ بِهِ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « ...وَاعْلَمُوا أَنَّ شِرَارَ النَّاسِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ ».

Artinya: “Abu ‘Ubaidah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Perkataan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang paling terakhir beliau ucapkan adalah: “Keluarkanlah kaum Yahudi dari bumi Hijaz dan kaum Najran dari Jazirah Arab dan ketauhilah bahwa seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid.”

Dari sisi ini saja sudah bisa dipahami bahwa yang shahih adalah mereka masuk kedalam kubur atau berada di atas kubur dengan tujuan untuk menjadikan kuburan itu sebagai tempat sujud dan tempat beribadah.  Dan inilah yang diperbuat orang Yahudi dan Nashara. Berbeda dengan Uslam umat Islam, tidak seorang pun sejak dulu hingga saat ini yang melakukan seperti itu. Umat Islam ziarah ke makam Nabi, ke makam ulama, dan wali-wali (seperti Wali Songo dan lainnya) tidak  sujud diatas atau di dalamnya.  

Mengarahkan hadits tersebut kepada umat Islam yang ziarah dan datang ke masjid yang disebelahnya ada kuburan shalihin merupakan vonis salah sasaran, sesat menyesatkan, serta membuat fitnah yang akan memecah belah persatuan kaum muslimin. 

Perhatikan pendapat para ulama besar Ahlussunnah Wal Jama'ah tentang hadits diatas berikut ini :

1. Imam al-Baidlawi dan Ibnu Hajar al-Asqalani

ويقول الامام البيضاوى رحمه الله تعالى: فيما نقله عنه الحافظ ابن حجر العسقلانى وغيره من شراح السنن حيث قال البيضاوى: «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء؛ تعظيماً لشأنهم، ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً، لعنهم الله، ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه، أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرته وقصد به الاستظهار بروحه، ووصول أثر من آثار عبادته إليه، لا التعظيم له، والتوجه فلا حرج عليه، ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام ثم الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى بصلاته، والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة» انتهى. فتح البارى، شرح الزرقانى، فيض القدير

"Imam al-Baidhawi berkata yang juga dinukil pendapat beliau oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani dan ulama selainnya dari Syarh al-Sunan, Imam al-Baidlawi berkata: “Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi, menjadikannya arah qiblat, serta mereka pun shalat menghadap kuburan, mereka menjadikannya patung-patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang kaum muslimin melakukan yang seperti itu. Adapun orang yang menjadikan masjid disamping orang shalih atau shalat di pekuburannya dengan tujuan menghadirkan ruhnya dan mendapat bekas dari bekas ibadahnya, bukan karena ta'dhim (pengagungan) kepadanya dan arah kiblat, maka tidak mengapa atas yang demikian. Tidakkah engkau melihat tempat pekuburan (maqbarah) Nabi Ismail berada di dalam Masjidil Haram kemudian Hathim? Kemudian Masjidil Haram tersebut merupakan tempat shalat yang sangat dianjurkan untuk melakukan shalat di dalamnya. Pelarangan shalat di perkuburan adalah tertentu (khusus) pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis" (Lihat: Fathul Bari, Syarh Zarqani, dan Faidhul Qadir)

Dari pendapat Imam al-Baidlawi yang juga dinukil oleh al-Hafidz Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan para imam yang menyarahkan kitab-kitab Sunan, bisa kita pahami bawha hadits tersebut mengandung larangan menjadikan kuburan sebagai tempat sujud (peribadatan), dan larangan menjadikan kuburan sebagai arah qiblat dari arah qiblat yang disyari’atkan (Baitullah). Kedua hal ini, tidak pernah dilakukan oleh umat Islam yang ziarah kubur. 

2. Imam Ibnu 'Abdil Barr

وقال الإمام الحافظ ابن عبد البر رحمه الله تعالى فى “التّمهيد” «فى هذا الحديث إباحة الدّعاء على أهل الكُفر، وتحريم السّجود على قبور الأنبياء، وفى معنى هذا أنّه لا يحل السّجود لغير الله جل وعلا، ويحتمل الحديث أنْ لا تُجعل قبور الأنبياء قِبلة يُصلّى إليها. ثم قال ابن عبد البر: وقد زعـم قـوم أنّ فى هذا الحديث ما يدل على كراهيّة الصّلاة فى المقبرة وإلى المقبرة، وليـس فى ذلك حُجة

"Imam al-Hafidz Ibnu Abdil Barr berkata di dalam kitab 'At-Tamhid": "Di dalam hadits tersebut terdapat pembolehan doa buruk pada orang kafir, pengharaman sujud ke kuburan para nabi. Dan semakna dengan ini, tidak halal (pengharaman) sujud terhadap selain Allah SWT, dan hadits tersebut dibawa atas pengertian bahwa tidak diperbolehkan (haram) menjadikan kuburan para nabi sebagai qiblat untuk shalat menghadapnya".  Ibnu 'Abdil Barr juga berkata: "Sebagian kaum menyangka bahwa hadits tersebut mengandung pengertian pemakruhan shalat di pekuburan (pemakaman) dan menghadap pekuburan, dan hadits itu bukanlah hujjah (dalil) atas hal itu".

3. Imam al-Qadli, dalam Faidul Qadir ala al-Jami' al-Shaghir lil-Imam al-Munawi.

وقال القاضى فى فيض القدير على الجامع الصغير للامام المناوى «لما كانت اليهود يسجدون لقبور الأنبياء تعظيماً لشأنها ويجعلونها قبلة، ويتوجهون فى الصلاة نحوها فاتخذوها أوثاناً لعنهم الله ومنع المسلمين عن مثل ذلك، ونهاهم عنه. أما من اتخذ مسجداً بجوار صالح أو صلى فى مقبرة وقصد به الاستظهار بروحه، أو وصول أثر من آثار عبادته إليه لا التعظيم له، والتوجه نحوه فلا حرج عليه. ألا ترى أن مدفن إسماعيل فى المسجد الحرام عند الحطيم؟ ثم إن ذلك المسجد أفضل مكان يتحرى المصلى لصلاته. والنهى عن الصلاة فى المقابر مختص بالمنبوشة لما فيها من النجاسة». انتهى

"Ketika konon orang-orang Yahudi bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi, menjadikannya arah qiblat, mereka pun shalat menghadap kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang menjadikan masjid disisi kuburan orang shalih atau shalat dipekuburan dan bertujuan menghadirkan ruhnya dan agar tersambung pada bekas ibadahnya, tidak karena pengagungan (tad'him) dan sebagai arah kiblat, maka tidak mengapa atas hal itu.  Tidakkah engkau melihat tempat pekuburan (maqbarah) Nabi Ismail berada di dalam Masjidil Haram kemudian Hathim? Kemudian Masjidil Haram tersebut merupakan tempat shalat yang sangat dianjurkan untuk melakukan shalat di dalamnya. Pelarangan shalat di perkuburan adalah tertentu (khusus) pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis".

4. Imam al-Thusi

روى الشيخ الطوسي بأسناده عن معمر بن خلاد، عن الرضا ـ عليه السَّلام ـ قال: لا بأس بالصلاة بين المقابر ما لم يتخذ القبر قبلة

"Syaikh Ath-Thusi meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu’ammar bin Khallad dari Ridla as. berkata “ Tidaklah mengapa shalat diarea yang berada diantara pekuburan selama tidak menjadikan kuburan sebagai arah kiblat “ (Al-Wasail juz 1)

5. Imam al-Mufassir al-Qurthubi

قال القرطبي: روى الأئمة عن أبي مرصد الغنوي قال: سمعت رسول اللّه ـ صلَّى الله عليه وآله وسلم ـ يقول: لا تصلوا إلى القبور ولا تجلسوا إليها (لفظ مسلم) أي لا تتخذوها قبلة، فتصلوا عليها أو إليها كما فعل اليهود والنصارى

"Para Imam hadits meriwayatkan dari dari Abi Marshad al-Ghanawi, ia berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda “Janganlah kalian shalat kepada kuburan dan juga janganlah kalian duduk padanya (lafadz dalam hadits Muslim)",  maksudnya adalah "janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai arah kiblat, sehingga shalat diatasnya atau kepadanya sebagaimana perbuatan Yahudi dan Nasrani". (Tafsir Qurthubi, 10/380)

Ketika kita teliti dalam al-Quran, tak ada satu pun ayat yang melarang shalat dipekuburan atau membangun kuburan di dalam masjid, bahkan sebaliknya kita akan temui kesesuaian pendapat para ulama di atas dengan al-Quran

Allah SWT berfirman :

 اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا إِلَهاً وَاحِداً لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nashoro) sebagai tuhan selain Allah. Dan orang-orang Nashoro berkata “dan juga Al-Masih putra Maryam“. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Mah Esa. Tidakada Tuhan selain Dia. Maha Dia dari apa yang mereka persekutukan". (QS. At-Taubah : 31)
Dalam ayat diatas telah jelas mengenai maksud sujud tersebut, sujud yang mendapat kecaman dan laknat, atau menjadikan arah qiblat selain qiblat yang disyari’atkan sebagaimana mereka (ahlul Kitab) lakukan, saat shalat mereka mengarah / menghadap kuburan orang alim dan rahib-rahib mereka.

Ada pun fakta didalam kaum umat muslim didalam masjid-masjid mereka tidaklah seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka mengarahkan hadits dan ayat tersebut pada umat muslim sangatlah salah dan sesat, serta merupakan perbuatan kaum Khawarij. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar :

 ذهبوا إلى آيات نزلت في المشركين، فجعلوها في المسلمين

"Mereka kaum khawarij menjadikan ayat-ayat yang turun pada orang msuyrik diarahkan pada umat muslim"
Didalam ayat lain, Allah SWT berfirman:

وَاتَّخِذوا مِنْ مَقَامِ إبْرَاهِيمَ مُصَلّى

"Dan jadikanlah maqam (tempat pijakan) Ibrahim sebagai tempat shalat". (QS. Al-Baqarah : 125)
Dalam ayat tersebut, bahkan Allah memerintahkan untuk menjadikan tempat pijakan Nabi Ibrahim sebagai tempat shalat, bukan berarti shalat pada pijakan nabi Ibrahim tersebut, namun shalat karena Allah dan menghadap qiblat, serta berada di maqam Ibrahim sebagai tabarrukan, bukan ta’dziman (pengagungan) atau sujudan lahu (kepadanya).

Lebih jauh, Allah SWT juga berfirman:

وَكَذَلِكَ أعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أنَّ وَعْدَ اللّهِ حَقٌّ وَأنَّ السّاعَةَ لاَ رَيبَ فيها إذْ يَتنازَعُونَ بَيْنَهُم أمْرَهُم فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَاناً رَبُّهُم أعْلَمُ بِهِم قَالَ الّذينَ غَلَبُوا عَلَى أمْرِهِم لَنَتَّخِذَنّ عَلَيْهِم مَسْجداً

"Dan demikianlah Kami perlihatkan (manusia) dengan mereka agar mereka tahu bahwa janji Allah benar dan bahwa hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika mereka berselisih tentang urusan mereka, maka mereka berkata “ Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka“. Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata “ Kami pasti akan mendirikan masjid di atas kuburan mereka “. (QS. Al-Kahfi : 21)‎‎

Ayat ini jelas menceritakan adanya 2 kaum yang sedang berselisih mengenai makam Ashabul Kahfi. Kaum pertama, berpendapat agar menjadikan sebuah rumah di atas kuburan mereka. Sedangkan kaum kedua, berpendapat agar menjadikan masjid di atas kuburan mereka.

Kedua kaum tersebut bermaksud menghormati sejarah dan jejak mereka menurut manhaj-nya masing-masing. Para ulama ahli tafsir mengatakan bahwa kaum yang pertama adalah orang-orang musyrik, dan kaum yang kedua adalah orang-orang muslim yang mengesakan Allah SWt.  Sebagaimana dikatakan juga oleh Imam al-Syaukani berikut :

يقول الإمام الشوكانى «ذِكر اتخاذ المسجد يُشعر بأنّ هؤلاء الذين غلبوا على أمرهم هم المسلمون، وقيل: هم أهل السلطان والملوك من القوم المذكورين، فإنهم الذين يغلبون على أمر من عداهم، والأوّل أولى». انتهى. ومعنى كلامه أن الأولى أن من قال ابنوا عليهم مسجدا هم المسلمون.

"Penyebutan "menjadikan masjid" dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa mereka yang menguasai urusan adalah orang-orang muslim. Ada juga yang berpendapat bahwa mereka adalah para penguasa dan raja dari kaum muslimin...". Makna ucapan beliau adalah pendapat yang lebih utama adalah bahwa yang berkata bangunlah masjid di atas kuburan mereka adalah kaum muslimin".

Imam Fakhruddin al-Razi berkata:

وقال الإمام الرازى فى تفسير ﴿لنتّخذنّ عليه مسجداً﴾ «نعبد الله فيه، ونستبقى آثار أصحاب الكهف بسبب ذلك المسجد». تفسير الرازى

"Kami akan menjadikan masjid di atasnya", maknanya adalah “Kami akan beribadah kepada Allah di dalam masjid tersebut dan kami akan memelihara bekas-bekas para pemuda ashabul kahfi dengan sebab masjid tersebut".

Didalam sebuah hadits, Nabi Saw bersabda :

أللّهمّ لا تجعل قبري وثناً، لعن اللّه قوماً اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد

"Ya Allah, jangan jadikan kuburanku tempat sesembahan, semoga Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebgaia masjid".

Ini adalah sebuah doa dari Nabi SAW agar Allah tidak menjadikan makam beliau sebagai tempat sesembahan atau masjid. Dan doa Nabi Saw tidak mungkin ditolak oleh Allah SWT. Karena terbukti hingga saat ini tidak ada satu pun kaum muslimin yang menyembah kuburan Nabi SAW.

روى مسلم في صحيحه عن النبي الأكرم أنّه قال حينما قالت أُم حبيبة وأُم سلمة بأنهما رأتا تصاوير في إحدى كنائس الحبشة: إنّ أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات بنوا على قبره مسجداً، وصوروا فيه تلك الصورة أولئك شرار الخلق عند اللّه يوم القيامة

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda ketika Ummu Habibah dan Ummu Salamah berkata, bahwa keduanya pernah melihat patung-patung di salah satu gereja Habasyah: "Sesungguhnya mereka jika ada salah satu orang shalih yang wafat, maka mereka menjadikan kuburannya sebagai masjid dan membuat patungnya  di dalamnya, merekalah seburuk-buruknya manusia di sisi Allah kelak di hari kiamat".

Dalam hadits tersebut jelas bahwa yang divonis Rasulullah sebagai manusia terburuk adalah membuat patung yang ditegakkan di atas kuburan mereka dan mereka sembah atau sujud patung tersebut. Inilah perbuatan orang Nasrani saat itu. Sedangkan umat muslim sejak dulu hingga sekarang tak ada yang melakukan seperti apa yang mereka (Yahudi dan Nasrani) lakukan.
 
Apa kesimpulan yang bisa kita dapat?.

Pertama, tidak mengapa shalat di dalam masjid yang terdapat makam Nabi atau orang shaleh, bahkan itu disyari’atkan, dan hal ini tidak masuk kecaman Nabi tentang menjadikan kuburan sebagai masjid, sungguh sangat jauh perbedaanya. Sebagaimana penjelasan di atas.

Kedua, yang dilarang oleh Nabi, bahkan mendapat laknat adalah menjadikan kuburan Nabi atau orang shaleh sebagai masjid yaitu bersujud padanya, adakalanya di atasnya atau di dalam kubur itu sendiri. Dalam hal ini, kita lihat sendiri bahwa umat muslim tidak satu pun sejak dulu hingga sekrangyang melakukan sperti itu.

Ketiga, para ulama madzhab berbeda pendapat tentang shalat di area pekuburan atau pemakaman :

Terjadi perbedaan pendapat di antara madzhab yang empat dalam ahlu sunnah tentang Hukum Shalat di pekuburan:

Ibnu Abidin dari madzhab hanafi berkata:

 " ولا بأس بالصلاة فيها - أي المقبرة - إذا كان فيها موضع أعد للصلاة ، وليس فيه قبر ولا نجاسة " .

“Tidak  mengapa shalat di dalamnya yaitu kuburan, jika di dalamnya disediakan tempat untuk shalat dan tidak di dalamnya /tempat tersebut kuburan atau najis."

Imam Malik berkata:

لا بأس بالصلاة في المقابر ، وبلغني أن بعض أصحاب النبي - صلى الله عليه وسلم - كانوا يصلون في المقبرة "

“Tidak mengapa shalat dipekuburan dan sampai kepadaku kabar bahwa sebagian para shahabt Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di pekuburan.”

Imam Asy Syafie berkata:

" والمقبرة الموضع الذي يقبر فيه العامة ؛ وذلك كما وصفت مختلطة التراب بالموتى ، وأما صحراء لم يقبر فيها قط ، قبر فيها قوم مات لهم ميت ، ثم لم يحرك القبر فلو صلى رجل إلى جانب ذلك القبر أو فوقه ، كرهته له ولم آمره يعيد ؛ لأن العلم يحيط بأن التراب طاهر ، لم يختلط فيه شيء ، وكذلك لو قبر فيه ميتان أو موتى "

“Dan pekuburan adalah temapat yang dikubur di dalam kaum muslim secara umum, dan hal itu sebagaimana yang telah aku sifati ia adalah tanah bercampur dengan mayat, dan adapun padang pasir tidak pernah di kubur di dalamnya samasekali, telah dikubur di dalamnya suatu kaum yang telah meninggal seorang mayat, kemudian tidak digerakkan kuburan tersebut, jikalau seseorang shalat kea rah samping kuburan tersebut atau atasnya, maka aku membencinya dan aku tidak memerintahkannya untuk mengulangnya, karena ilmu menyebutkan bahwa tanah adalah suci, tidak bercampur dengannya sesuatu apapun, demikian pula jika dikubur di dalamnya dua orang mayat atau satu orang."

Jika kita ingin menyimpulkan apa yang dikatakan Imam Asy Syiafi’ie adalah jika kuburan itu tergali maka shalat pekuburan tersebut najis dan tidak boleh shalat di dalamnya, tetapi jika kuburan itu tidak tergali maka tanahnya suci dan maka shalat padanya shahih.

Inilah pendapat pertama dari pendapat madzhab yang empat yaitu menyatakan hukum shalat di pekuburan (dengan berbagai macam redaksi pernyataan) sah tetapi dimakruhkan serta tidak perlu mengulang.

Ibnu Baththal berkata:

وكل من كره الصلاة من هؤلاء لا يرى على من صلى فيها إعادة

“Dan setiap yang memakruhkan shalat (di dalamnya) dari mereka, tidak berpendapat bahwa yang telah shalat di dalamnya harus diulang.”

Al Mardawi dari madzhab hambali berkata:

قال المرداوي في الإنصاف: (ولا تصح الصلاة في المقبرة والحمام والحش وأعطان الإبل . هذا المذهب . وعليه الأصحاب . قال في الفروع : هو أشهر وأصح في المذهب ، قال المصنف وغيره : هذا ظاهر المذهب ، وهو من المفردات)

Tidak sah shalat di pekuburan, kamar mandi, wc, dan kandang onta, ini adalah (pendapat) madzhab (hambali) dan inilah pendapat para ulama (madzhab). Ia berkata di dalam kitab Al Furu’: “Ia adalah pendapat yang lebih masyhur dan lebih benar di dalam madzhab”, Al Mushannif dan selainnya berkata: “inilah madzhab yang jelas dan ia adalah termasuk kosa kata (madzhab).”

Ibnu Qudamah berkata:

" وعن أحمد رواية أخرى : أن الصلاة في هذه - أي المقبرة والحش والحمام وأعطان الإبل - صحيحة ما لم تكن نجسة "

“Imam Ahmad memiliki riwayat pendapat lain yaitu bahwa shalat di dalamnya, yaitu kuburan, kebun, kamar mandi dan kandang onta adalah sah selama tidak najis.” Tetapi pendapat yang lebih masyhur dari Imam Ahmad dan pendapat madzhab hambali adalah tidak sah shalat di pekuburan dan shalatnya harus diulang.

Dan inilah pendapat kedua dari empat madzhab yaitu hukum shalat di pekuburan shalatnya tidak sah dan jika shalat yang dikerjakan di pekuburan itu adalah shalat wajib, maka belum jatuh kewajibannya dan harus di ulang di tempat selain pekuburan.

DALIL-DALIL:

Dalil Pendapat Pertama:

جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِى ، نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ ، وَأُحِلَّتْ لِىَ الْغَنَائِمُ ، وَكَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً ، وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً ، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ » .

Artinya: “Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diberikan lima perkara, tidak seorangpun nabi-nabi sebelumku diberikan lima hal terserbut; aku diberi kemenangan dengan rasa takut yang dimiliki oleh musuh dalam perjalanan sebulan, dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan suci siapa saja dari umatku yang mendapati shalat maka shalatlah (ditempat itu), dihalalkan untukku kambing, dahulu seorang nabi diutus kepada kaumnnya secara khusus, aku diutus kepada seluruh manusia dan diberikan kepadaku syafaat.”

Yang menjadi inti pendalilan adalah kalimat di dalam hadits:

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

“Dan dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan suci.”

Sisi pendalilan adalah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskn bahwa bumi seluruhnya adalah sebagai masjid untuk beliau, dapat dishalati di dalamnya dan ini termasuk kekhususan bagi umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mari perhatikan perkataan Ibnu Abdil Barr:

: " . . . ففضائله - صلى الله عليه وسلم - لم تزل تزداد إلى أن قبضه الله ، فمن ههنا قلنا : إنه لا يجوز عليها النسخ ، ولا الاستثناء ، ولا النقصان "

“…keutamaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selalu bertambah sampai diwafatkan oleh Allah, dari sinilah kita mengatakan: “Seungguhnya tidak boleh dibawakan hukum naskh atasnya, tidak juga dikecualikan atau dikurangi.”

Jadi bisa disimpulkan bahwa pendapat pertama yang menyatakan bahwa shalat di pekuburan hukumnya makruh tetapi shalatnya tetap sah, karena mereka memandang bahwa sebab larangan shalat adalah jikalau tanah di pekuburan terdapat najis, maka dilarang shalat di dalamnya.

Dalil Pendapat Kedua:

Hadits:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ ».

Artinya: “Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda: “Bumi sleuruhnya adalah masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.”

Yang menjadi inti dalil adalah kalimat di dalam hadits:

إِلاَّ الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ

Sisi pendalilannya adalah: bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengecualikan kuburan dari bumi yang pantas digunakan untuk shalat, dan ini menunjukkan bahwa kuburan tidak sah digunakan shalat di dalamnya selain shalat jenazah.


 Hadits:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « اجْعَلُوا فى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا » .

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jadikalan oleh kalian di dalam rumah-rumah kalian dari shalat-shalat kalian  dan janganlah kalian jadikan ia sebagai kuburan-kuburan.” HR. Bukhari.

Yang menjadi inti dalil adalah kalimat di dalam hadits:

وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا

“dan janganlah kalian jadikan ia sebagai kuburan-kuburan”

Sisi pendalilan, Imam Al baghawi berkata:

فدل على أن محل القبر ليس بمحل للصلاة.

“hal ini menunjukkab bahwa pekuburan bukanlah tempat untuk shalat: “

Dan bisa disimpulkan bahwa pendapat kedua yang menyatakan bahwa shalat di pekuburan hukumnya haram dan shalatnya tidak sah, karena memandang sebab dilarangnya shalat di pekuburan adalah larangan menyerupai kebiasaan kaum Yahudi dan Nashrani, yang mana kaum muslim diperintahkan untuk menyelisihi mereka dan dilarang menyerupakan diri dengan mereka. Dan sebab yang lain adalah karena shalat di kuburan dapat menjadi sarana untuk menyembah kepada selain Allah, karena di dalam shalat terdapat gerakan-gerakan yang tidak dapat ditujukan kecuali kepada Allah Taala, seperti ruku dan sujud.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus