Translate

Rabu, 10 Agustus 2016

Wajib Mengikuti Keputusan Alloh Dan Rosul-Nya

Pengakuan menjadi Muslim, meniscayakan sejumlah konsekuensi. Di antaranya adalah kewajiban mengikuti semua keputusan Allah SWT dan Rasul-Nya. Tidak boleh memiliki pilihan lain dalam perkara yang telah diputuskan-Nya. Sengaja memilih pilihan lain, berarti telah berbuat durhaka terhadap keduanya. Dan tentu saja, itu tidak layak dilakukan seseorang yang mengaku dirinya Muslim dan Muslimah. Lebih jelasnya, dapat disimak penjelasan berikut. 

Wajib Mengikuti Keputusan Allah SWT dan Rasul-Nya

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا (36)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesalan yang nyata. (QS Al-Ahzab Ayat 36)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak(pula) bagi perempuan yang mukmin. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat. Pada mulanya Rasulullah Saw. pergi untuk melamar buat pelayan laki-lakinya yang bernama Zaid ibnu Harisah. Maka beliau masuk ke dalam rumah Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah r.a., dan beliau Saw. langsung melamarnya buat Zaid. Tetapi Zainab binti Jahsy menjawab, "Aku tidak mau menikah dengannya." Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak, bahkan kamu harus menikah dengannya." Zainab binti Jahsy berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau mengatur diriku?" Ketika keduanya sedang berbincang-bincang mengenai hal tersebut, Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan. (Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat. Akhirnya Zainab binti Jahsy bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau rela menikahkan dia denganku?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Zainab berkata, "Kalau demikian, saya tidak akan menentang perintah Rasulullah Saw. Saya rela dinikahkan dengannya."

Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Abu Amrah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. melamar Zainab binti Jahsy untuk Zaid ibnu Harisah r.a., tetapi Zainab menolak dinikahkan dengannya dan mengatakan, "Saya berketurunan lebih baik daripada dia, sedangkan Zainab adalah seorang wanita yang keras. Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin.(Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Zainab binti Jahsy r.a. ketika dilamar oleh Rasulullah Saw. untuk menjadi istri maulanya yang bernama Zaid ibnu Harisah r.a. Lalu Zainab menolak lamarannya, tetapi pada akhirnya menerima lamaran itu.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ayat ini, diturunkan berkenaan dengan Ummu Kalsum binti Uqbah ibnu Abu Mu'it r.a. Dia adalah seorang wanita yang mula-mula berhijrah, yakni sesudah Perjanjian Hudaibiyyah. Lalu ia menyerahkan dirinya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda, "Aku terima penyerahan dirinya." Lalu Nabi Saw. mengawinkannya dengan Zaid ibnu Harisah r.a. Yakni —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— kisah ini terjadi sesudah Zaid ibnu Harisah bercerai dengan Zainab binti Jahsy. Maka Zainab dan saudara lelakinya marah seraya berkata, "Sesungguhnya kami menghendaki diri Rasulullah Saw., tetapi ternyata beliau mengawinkan kami dengan bekas budaknya." Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan.(Al-Ahzab: 36), hingga akhir ayat.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa telah diturunkan pula suatu perintah yang lebih mencakup artinya ketimbang ayat ini, yaitu firman Allah Swt.: Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri. (Al-Ahzab: 6)

Ayat di atas mengandung pengertian khusus, sedangkan ayat ini mengandung pengertian yang lebih umum.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ ثَابِتٍ البُنَاني، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جُلَيْبيب امْرَأَةً مِنَ الْأَنْصَارِ إِلَى أَبِيهَا، فَقَالَ: حَتَّى أَسْتَأْمِرَ أُمَّهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَنَعَمْ إِذًا. قَالَ: فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ إِلَى امْرَأَتِهِ، [فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهَا] ، فَقَالَتْ: لَاهَا اللَّهُ ذَا ، مَا وَجَدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا جلَيبيبا، وَقَدْ مَنَعْنَاهَا مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانٍ؟ قَالَ: وَالْجَارِيَةُ فِي سِتْرِهَا تَسْمَعُ. قَالَ: فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ يُرِيدُ أَنْ يُخْبِرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ. فَقَالَتِ الْجَارِيَةُ: أَتُرِيدُونَ أَنْ تَرُدّوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْرَهُ؟ إِنْ كَانَ قَدْ رَضِيَهُ لَكُمْ
فَأَنْكِحُوهُ. قَالَ: فَكَأَنَّهَا جَلَّت عَنْ أَبَوَيْهَا، وَقَالَا صَدَقْتِ. فَذَهَبَ أَبُوهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ رَضِيتَهُ فَقَدْ رَضِينَاهُ. قَالَ: "فَإِنِّي قَدْ رَضِيتُهُ". قَالَ: فَزَوَّجَهَا، ثُمَّ فَزِعَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ، فَرَكِبَ جُلَيْبيب فَوَجَدُوهُ قَدْ قُتِلَ، وَحَوْلُهُ نَاسٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَدْ قَتَلَهُمْ، قَالَ أَنَسٌ: فَلَقَدْ رَأَيْتُهَا [وَإِنَّهَا] لَمِنْ أَنْفَقِ بَيْتٍ بِالْمَدِينَةِ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. melamar seorang wanita dari kalangan Ansar kepada ayahnya untuk beliau kawinkan dengan Julaibib. Maka ayah si wanita itu berkata, "Saya akan bermusyawarah dahulu dengan ibunya." Nabi Saw. menjawab, "Kalau begitu, silakan." Maka lelaki itu berangkat menemui istrinya dan menceritakan kepada istrinya tentang lamaran Nabi Saw. itu. Istrinya berkata, "Tidak, demi Allah, kalau memang Rasulullah Saw. tidak menemukan pasangan lain kecuali Julaibib. Sesungguhnya kita telah menolak lamaran si Fulan bin Fulan sebelum itu." Tetapi anak perawannya yang ada di balik kain penutup pintu kamarnya mendengar ucapan tersebut. Lalu lelaki itu bermaksud menemui Rasulullah Saw. untuk menceritakan hal tersebut, tetapi si anak perawannya berkata menghalang-halanginya, "Apakah ayah hendak menolak lamaran yang telah diajukan oleh Rasulullah Saw.? Jika beliau rela si Julaibib sebagai menantu ayah, maka kawinkanlah dia (denganku)." Ternyata si anak perawan itu menyanggah keinginan kedua orang tuanya. Akhirnya keduanya berkata, "Dia memang benar." Kemudian ayahnya berangkat menemui Rasulullah Saw. dan mengatakan kepadanya, "Jika engkau rela kepada si Julaibib, maka kami pun demikian pula." Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya aku rida (rela)kepadanya. Maka Rasulullah Saw. mengawinkan anak perawan lelaki itu dengan Julaibib. Sesudah itu penduduk Madinah mengalami kegemparan karena diserang oleh musuh, maka Julaibib menaiki kudanya (maju melabrak musuh). Ternyata mereka menjumpai jenazah Julaibib ditemukan bersama jenazah sejumlah orang dari kaum musyrik yang telah dibunuhnya (sebelum ia gugur). Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya ia melihat bekas istri Julaibib itu benar-benar termasuk wanita yang paling dermawan di Madinah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ -يَعْنِي: ابْنَ سَلَمَةَ -عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ كِنَانَةَ بْنِ نُعَيْمٍ الْعَدَوِيِّ،
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ أَنَّ جُلَيْبِيبًا كَانَ امْرَأً يَدْخُلُ عَلَى النِّسَاءِ يَمُرّ بِهِنَّ وَيُلَاعِبُهُنَّ، فَقُلْتُ لِامْرَأَتِي: لَا
يَدْخُلْنَ الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ جُليبيبُ، فَإِنَّهُ إِنْ دَخَلَ عَلَيْكُمْ لَأَفْعَلَنَّ وَلَأَفْعَلَنَّ. قَالَ: وَكَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا كَانَ لِأَحَدِهِمْ أَيِّمٌ لَمْ يُزَوِّجْهَا حَتَّى يَعْلَمَ: هَلْ لِنَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا حَاجَةٌ أَمْ لَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ: "زَوِّجْنِي ابْنَتَكَ". قَالَ: نَعَمْ، وَكَرَامَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ونُعْمَة عَيْنٍ. فَقَالَ: إِنِّي لَسْتُ أُرِيدُهَا لِنَفْسِي. قَالَ: فَلِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قال: لجليبيب. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أُشَاوِرُ أُمَّهَا. فَأَتَى أُمَّهَا فَقَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ ابْنَتَكِ؟ فَقَالَتْ: نَعَمْ ونُعمة عَيْنٍ. فَقَالَ: إِنَّهُ لَيْسَ يَخْطُبُهَا لِنَفْسِهِ، إِنَّمَا يَخْطُبُهَا لِجُلَيْبِيبٍ. فَقَالَتْ: أَجُلَيبيب إِنِيهِ ؟ أَجُلَيْبِيبٌ إنيِه ؟ لَا لَعَمْرُ اللَّهِ لَا تزَوّجُه. فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَقُومَ لِيَأْتِيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُخْبِرُهُ بِمَا قَالَتْ أُمُّهَا، قَالَتِ الْجَارِيَةُ: مَنْ خَطَبَنِي إِلَيْكُمْ؟ فَأَخْبَرَتْهَا أُمُّهَا. قَالَتْ: أَتَرُدُّونَ على رسول الله صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُ؟! ادْفَعُونِي إِلَيْهِ، فَإِنَّهُ لَنْ يُضَيِّعَنِي. فَانْطَلَقَ أَبُوهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: شأنَك بِهَا. فَزَوّجها جُلَيْبِيبًا. قَالَ: فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ لَهُ، فَلَمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ قَالَ لِأَصْحَابِهِ: "هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ"؟ قَالُوا: نَفْقِدُ فَلَانًا وَنَفْقِدُ فَلَانًا. قَالَ: "انْظُرُوا هَلْ تَفْقِدُونَ مِنْ أَحَدٍ؟ " قَالُوا: لَا. قَالَ: "لَكِنِّي أَفْقِدُ جُلَيْبِيبًا". قَالَ: "فَاطْلُبُوهُ فِي الْقَتْلَى". فَطَلَبُوهُ فَوَجَدُوهُ إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُمَّ قَتَلُوهُ. [قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَا هُوَ ذَا إِلَى جَنْبِ سَبْعَةٍ قَدْ قَتَلَهُمْ ثُمَّ قَتَلُوهُ]. فَأَتَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: قَتَلَ سَبْعَةً [وَقَتَلُوهُ] ، هَذَا مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ. مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ وَضَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سَاعِدَيْهِ [وَحَفَرَ لَهُ، مَا لَهُ سَرِيرٌ إِلَّا سَاعِدُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ]. ثُمَّ وَضَعَهُ فِي قَبْرِهِ، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ غَسَلَهُ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ. قَالَ ثَابِتٌ: فَمَا كَانَ فِي الْأَنْصَارِ أَيِّمٌ أَنْفَقَ مِنْهَا. وَحَدَّثَ إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ ثَابِتًا: هَلْ تَعْلَمُ مَا دَعَا لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فقال: "اللَّهُمَّ، صَبَّ عَلَيْهَا [الْخَيْرَ] صَبًّا، وَلَا تَجْعَلْ عَيْشَهَا كَدًّا" كَذَا قَالَ، فَمَا كَانَ فِي الْأَنْصَارِ أَيِّمٌ أَنْفَقَ مِنْهَا.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad (yakni Ibnu Salamah), dari Sabit, dari Kinanah ibnu Na'im Al-Adawi, dari Abu Barzah Al-Aslami yang menceritakan bahwa Julaibib adalah seorang lelaki yang dikenal sering menjumpai kaum wanita, melatih mereka, dan bermain-main dengan mereka. Lalu aku berkata kepada istriku, "Jangan sekali-kali kalian memasukkan Julaibib ke dalam rumah kalian. Karena sesungguhnya jika kamu coba-coba berani memasukkan Julaibib, maka aku akan menghukum kamu." Dan merupakan suatu kebiasaan bagi orang-orang Ansar apabila seseorang dari mereka mempunyai seorang janda, ia tidak berani mengawinkannya sebelum memberitahukan kepada Nabi Saw., apakah beliau mempunyai keperluan terhadapnya ataukah tidak. Maka Nabi Saw. bersabda kepada seorang lelaki dari kalangan Ansar, "Kawinkanlah aku dengan anak perempuanmu." Lelaki itu mejawab, "Ya, ini merupakan suatu kehormatan dan kebahagiaan bagiku, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku menginginkannya bukan untuk diriku." Lelaki itu bertanya, "Buat siapakah wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Untuk Julaibib." Lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, saya akan berunding dahulu dengan ibunya." Lelaki itu mendatangi istrinya (ibu anak perempuannya itu), lalu menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah melamar putrinya. Maka istrinya menjawab, "Baiklah, itu merupakan suatu kebahagiaan." Lelaki itu berkata menjelaskan, "Tetapi beliau melamar putri kita bukan untuk dirinya, melainkan untuk Julaibib." Istrinya bertanya, "Apakah Julaibib itu anaknya, apakah Julaibib itu anaknya? Tidak, demi usia Allah, kami tidak akan mengawinkannya dengan Julaibib." Ketika lelaki itu hendak pergi menemui Rasulullah Saw. guna memberitahukan kepadanya hasil musyawarah dia dengan istrinya, tiba-tiba anak perempuannya itu berkata, "Siapakah yang melamarku kepada kalian sehingga perlu memberitahukannya kepada ibunya?" Perempuan itu melanjutkan perkataannya, "Apakah kalian menolak lamaran Rasulullah Saw.? Sesungguhnya dia tidak akan menyia-nyiakan diriku." Akhirnya ayahnya pergi menemui Rasulullah Saw. dan berkata kepadanya, "Saya serahkan dia kepadamu, kawinkanlah dia dengan Julaibib." Rasulullah Saw. pergi ke medan perang. Ketika Allah memberikan kemenangan kepadanya, maka beliau bersabda kepada para sahabatnya, "Apakah kalian merasa kehilangan seseorang? Mereka menjawab, "Kami kehilangan si Fulan dan kami kehilangan si Anu." Rasulullah Saw. kembali bersabda, "Periksalah, apakah kalian kehilangan seseorang." Mereka menjawab, "Tidak ada lagi." Rasulullah Saw. bersabda, "Akan tetapi, saya kehilangan Julaibib." Rasulullah Saw. bersabda,"Carilah dia di antara orang-orang yang telah gugur!" Maka mereka mencarinya, dan mereka menjumpainya tergeletak mati di samping jenazah tujuh orang (musuh) yang telah dia bunuh, kemudian mereka (musuh) membunuhnya. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, inilah dia, berada di sebelah jenazah tujuh orang yang pasti dialah yang telah membunuh mereka, kemudian mereka (musuhnya) membunuhnya." Maka Rasulullah Saw. mendatanginya, lalu berdiri di dekat jenazahnya dan bersabda: Dia telah membunuh tujuh orang dan mereka telah mem­bunuhnya. Orang ini termasuk golonganku dan aku termasuk golongannya. sebanyak dua atau tiga kali. Kemudian Rasulullah Saw. meletakkan jenazahnya pada kedua lengannya, lalu menguburkannya. Jenazahnya tidak memakai katil selain dari kedua lengan Nabi Saw. yang memanggulnya, kemudian diletakkan di dalam kuburnya. Tiada suatu riwayat pun yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. memandikannya. Sabit r.a. mengatakan bahwa sesudah itu tiada seorang janda pun di kalangan orang-orang Ansar yang lebih dermawan daripada janda Julaibib itu. Ishaq ibnu Abdullah Abu Talhah bertanya kepada Sabit, "Apakah engkau mengetahui apa yang telah didoakan oleh Rasulullah Saw. buat wanita itu?" Sabit menjawab, bahwa Rasulullah Saw. memanjatkan doa berikut buatnya: Ya Allah, curahkanlah kepadanya nikmat-Mu sederas-derasnya, dan janganlah engkau jadikan penghidupannya sengsara. Doa beliau dikabulkan oleh Allah. Maka tiada seorang janda pun di kalangan Ansar yang lebih dermawan daripada wanita itu.

Hal yang sama telah diketengahkan oleh Imam Ahmad secara panjang lebar, dan Imam Muslim serta Imam Nasai telah mengetengahkan sebagiannya di dalam Kitabul Fada'il dalam kisah terbunuhnya Julaibib.

Al-Hafiz Abu Umar ibnu Abdul Bar telah menyebutkan di dalam kitab Al-Isti'ab, bahwa ketika wanita itu berkata di dalam kemahnya, "Apakah kalian menolak lamaran Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Al-Ahzab: 36)

Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Amir ibnu Mus'ab, dari Tawus yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya dia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dua rakaat yang dilakukan sesudah salat Asar. Maka Ibnu Abbas melarangnya (mengerjakannya), dan Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Al-Ahzab: 36)

Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup semua urusan, yang garis besarnya menyatakan bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara, maka seorang pun tidak diperkenankan menentangnya, dan tidak boleh ada pilihan lain atau pendapat lain atau ucapan lain selain dari apa yang telah ditetapkan itu. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

{فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا}

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya)tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:

"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ"

Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sebelum kesenangannya mengikuti apa yang disampaikan olehku.

Karena itulah maka diperingatkan dengan keras bagi orang yang menentang hal ini melalui firman Allah Swt.:

{وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا}

Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36)
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63)

Firman-Nya 

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا (37) 

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS Al-Ahzab Ayat 37)

Allah Swt. berfirman menceritakan perihal Nabi-Nya, bahwa dia pernah mengatakan kepada bekas budaknya, yaitu Zaid ibnu Harisah r.a., "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah." Zaid ibnu Harisah adalah orang yang telah mendapat limpahan nikmat dari Allah Swt. yang telah menjadikannya masuk Islam dan mengikuti Rasul-Nya.

{وَأَنْعَمْتَ عَلَيْه}

dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya.(Al-Ahzab: 37)

Yakni telah memerdekakannya dari perbudakan, sehingga jadilah ia seorang yang terhormat, terkemuka, dan disegani lagi dicintai oleh Nabi Saw. Dia mendapat julukan nama Al-Hibbu(kecintaan Rasulullah Saw.), dan dikatakan kepada anaknya julukan nama Al-Hibbu ibnul Hibbi, yang artinya orang yang disayangi Rasulullah Saw. putra orang yang disayangi Rasulullah Saw.

Siti Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa tidak sekali-kali Rasulullah Saw. mengirimnya dalam suatu pasukan khusus, melainkan pasti beliau mengangkatnya sebagai komandannya. Dan seandainya Zaid ibnu Harisah hidup sesudah Nabi Saw., pastilah Nabi Saw. akan mengangkatnya menjadi khalifah. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Sa'id ibnu Muhammad Al-Warraq dan Muhammad ibnu Ubaid, dari Wa'il ibnu Daud, dari Abdullah Al-Bahi, dari Siti Aisyah r.a.

قَالَ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانة (ح) ، وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَعْمَر، حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، أَخْبَرَنِي عِمْرَانُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِيهِ: حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ، فَأَتَانِي الْعَبَّاسُ وَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، فَقَالَا يَا أُسَامَةَ، اسْتَأْذِنْ لَنَا على رسول الله صلى الله عليه وسلم. قَالَ: فأتيتُ رسولَ اللَّهِ فَأَخْبَرْتُهُ، فَقُلْتُ: عَلِيٌّ وَالْعَبَّاسُ يَسْتَأْذِنَانِ؟ فَقَالَ: "أَتَدْرِي مَا حَاجَتُهُمَا؟ " قُلْتُ: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ: "لَكِنِّي أَدْرِي"، قَالَ: فَأَذِنَ لَهُمَا. قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، جِئْنَاكَ لِتُخْبِرَنَا: أيُّ أَهْلِكَ أحبُّ إِلَيْكَ؟ فَقَالَ: "أَحَبُّ أَهْلِي إليَّ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ" قَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا نَسْأَلُكَ عَنْ فَاطِمَةَ. قَالَ: "فَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ، الَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتُ عَلَيْهِ"

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Usamah ibnu Zaid r.a. pernah bercerita kepadanya, bahwa ketika ia berada di dalam masjid tiba-tiba datang kepadanya Al-Abbas dan Ali ibnu Abu Talib r.a., lalu keduanya bertanya, "Hai Usamah, mintakanlah izin kepada Rasulullah buat kami untuk menemuinya." Usamah menceritakan, bahwa lalu ia masuk dan menemui Rasulullah Saw. serta menceritakan kepadanya hal tersebut, bahwa Ali dan Al-Abbas meminta izin untuk masuk. Maka Nabi Saw. betanya, "Tahukah kamu apa keperluan keduanya?"Aku menjawab, "Tidak, ya Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda,"Tetapi aku mengetahuinya." Lalu keduanya diizinkan untuk masuk, dan keduanya bertanya, "Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu untuk mendapat berita darimu, siapakah di antara keluargamu yang paling engkau cintai?" Rasulullah Saw. menjawab, "Keluargaku yang paling kucintai adalah Fatimah binti Muhammad." Keduanya berkata, "Ya Rasulullah, kami tidak menanyakan kepadamu tentang Fatimah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kalau begitu Usamah ibnu Zaid orang yang telah Allah limpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya.

Rasulullah Saw. telah mengawinkannya dengan anak perempuan bibinya, yaitu Zainab binti Jahsy Al-Asadiyah r.a. Ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muttalib. Nabi Saw. memberinya maskawin sepuluh dinar dan enam puluh dirham, lalu kain kerudung, milhafah (kasur), sebuah baju besi, dan lima puluh mud makanan, dan sepuluh mud kurma. Demikianlah menurut Muqatil ibnuHayyan.

Lalu Zainab tinggal bersama suaminya selama satu tahun atau lebih dari setahun, lalu terjadilah pertengkaran di antara keduanya (Zaid ibnu Harisah dan Zainab binti Jahsy). Maka Zaid datang menghadap kepada Rasulullah Saw. mengadukan perkaranya. Rasulullah Saw. menasihatinya melalui sabdanya:

"أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ، وَاتَّقِ اللَّهَ"

Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.
Disebutkan oleh firman-Nya:

{وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ}

sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (Al-Ahzab: 37)

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir dalam bab ini telah menceritakan beberapa asar dari sebagian ulama Salaf radiyallahu 'anhum, tetapi kami lebih suka tidak mengetengahkannya, karena sanadnya tidak sahih.

Imam Ahmad telah meriwayatkan sehubungan dengan bab ini sebuah hadis melalui riwayat Hammad ibnu Zaid, dari Sabit, dari Anas r.a., tetapi di dalam konteksnya terkandung kegariban (keanehan), maka kami tinggalkan pula.

Imam Bukhari telah meriwayatkan pula sebagiannya secara ringkas, Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, dari Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini, yaitu firman-Nya: dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya. (Al-Ahzab: 37) diturunkan berkenaan dengan peristiwa Zainab binti Jahsy dan Zaid ibnu Harisah r.a.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an yang menceritakan bahwa Ali ibnul Husain r.a. pernah bertanya kepadaku tentang apa yang telah dikatakan oleh Al-Hasan mengenai firman Allah Swt.: dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya. (Al-Ahzab: 37) Maka kuceritakan kepadanya bahwa Al-Hasan mengatakan, tidak demikian, tetapi Allah Swt. telah memberitahukan kepada Nabi-Nya sebelum Nabi Saw. mengawininya bahwa kelak Zainab akan menjadi salah seorang istrinya. Ketika Zaid datang kepada Nabi Saw. mengadukan sikap Zainab yang membangkang, maka Nabi Saw. bersabda kepada Zaid: Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah. Maka Allah Swt. berfirman, "Aku telah memberitahukan kepadamu bahwa aku akan mengawinkannya denganmu, dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya." Hal yang sama telah diriwayatkan dari As-Saddi, bahwa Al-Hasan mengatakan hal yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Syahid, telah menceritakan kepadaku Khalid, dari Daud, dari Amir, dari Aisyah r.a.; ia pernah mengatakan bahwa seandainya Muhammad Saw. menyembunyikan sesuatu dari apa yang diwahyukan kepadanya dari Kitabullah,tentulah ia menyembunyikannya, yaitu: dan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedangkan Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. (Al-Ahzab: 37)

Adapun firman Allah Swt.:

{فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا}

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia. (Al-Ahzab: 37)

Al-watar artinya keperluan dan hajat, yakni setelah Zaid selesai dari keperluannya dengan Zainab, lalu ia menceraikannya, maka Kami kawinkan kamu dengan Zainab. Dan yang mengawinkan Nabi Saw. dengan Zainab adalah Allah Swt. secara langsung. Dengan kata lain, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya dan memerintahkan kepadanya agar mengawini Zainab tanpa wali, tanpa akad, tanpa mahar, dan tanpa saksi manusia, melainkan semuanya ditangani oleh Allah Swt.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, dari Sabit, dari Anas r.a. yang menceritakan bahwa setelah idah Zainab habis, Rasulullah Saw. bersabda kepada Zaid ibnu Harisah, "Pergilah kamu dan ceritakanlah kepadanya tentang diriku." Maka Zaid berangkat hingga sampai ke rumah Zainab yang saat itu sedang membuat adonan roti. Ketika aku (Zaid) melihatnya, keadaannya berbeda, sehingga aku tidak kuasa memandangnya. Lalu aku katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. menyebut-nyebutnya. Kemudian aku memalingkan punggungku dan berbicara kepadanya dengan membalikkan tubuh, "Hai Zainab, bergembiralah, Rasulullah Saw. telah mengutusku untuk menyampaikan kepadamu bahwa beliau menyebut-nyebutmu." Zainab menjawab, "Aku tidak akan melakukan suatu tindakan apa pun sebelum beristikharah kepada Tuhanku." Zainab bangkit menuju ke masjid, lalu turunlah ayat ini, dan Rasulullah Saw. langsung masuk menemuinya tanpa izin. Sesungguhnya saya menyaksikan peristiwa itu saat saya masuk ke dalam rumah Rasulullah Saw. Beliau menjamu kami roti dan daging sebagai walimah perkawinannya dengan Zainab. Sesudah itu orang-orang pulang dan masih ada beberapa orang lelaki yang sedang berbincang-bincang sesudah jamuan makanan itu. Rasulullah Saw. keluar dan aku mengikutinya, lalu Rasulullah Saw. memasuki kamar-kamar istri-istri lainnya satu demi satu seraya bersalam kepada mereka, dan mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah keadaan istri barumu?" Zaid ibnu Harisah melanjutkan kisahnya, bahwa ia tidak ingat lagi apakah ia telah memberitahukan kepada Nabi Saw. bahwa kaum telah pulang semuanya, ataukah beliau telah mendapat berita tentang itu. Tetapi beliau langsung masuk ke dalam rumah dan aku hendak ikut masuk pula, tetapi beliau menurunkan kain penutup pintu rumahnya yang menghalang-halangi antara aku dan beliau, lalu turunlah ayat hijab. Setelah itu Nabi Saw. menyampaikannya kepada kaum melalui nasihat-nasihatnya, yaitu firman Allah Swt.: janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. (Al-Ahzab: 53), hingga akhir ayat.

Imam Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sulaiman ibnul Mugirah dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari rahimahullah telah meriwayatkan melalui sahabat Anas r.a. yang menceritakan bahwa sesungguhnya Zainab binti Jahsy r.a. merasa berbangga diri atas istri-istri Nabi Saw. yang lainnya dengan mengatakan kepada mereka:Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit ketujuh.

Dalam tafsir Surat An-Nur telah kami sebutkan suatu riwayat dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Jahsy yang telah menceritakan bahwa Zainab dan Aisyah saling berbangga diri. Zainab mengatakan, "Akulah wanita yang dikawinkan melalui wahyu yang diturunkan dari langit." Sedangkan Aisyah r.a. mengatakan, "Akulah istri yang pembersihan namanya diturunkan dari langit." Akhirnya Zainab r.a. mengakui keunggulan Siti Aisyah r.a.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya’bi yang mengatakan bahwa sesungguhnya Zainab binti Jahsy pernah berkata kepada Nabi Saw., "Sesungguhnya aku benar-benar diberati olehmu karena tiga perkara; tidak ada seorang wanita pun dari kalangan istri-istrimu yang mempunyai keistimewaan itu, yaitu sesungguhnya kakekku dan kakekmu adalah sama (yakni Abdul muttalib), dan sesungguhnya aku dikawinkan denganmu oleh Allah Swt. dari langit dan yang menjadi mak comblangnya adalah Jibril a.s.

Firman Allah Swt.:

{لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا}

supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. (Al-Ahzab: 37)

Sesungguhnya Kami perbolehkan bagimu mengawininya, tidak lain Kami lakukan hal itu agar tidak ada lagi rasa keberatan bagi orang-orang mukmin dalam mengawini wanita-wanita yang telah diceraikan oleh anak-anak angkat mereka.

Demikian itu karena Rasulullah Saw. di masa sebelum kenabian telah mengangkat Zaid ibnu Harisah sebagai anak angkatnya, sehingga Zaid dikenal sebagai putra Muhammad. Setelah itu Allah memutuskan nisbat atau kaitan ini melalui firman-Nya:

{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ}

dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). (Al-Ahzab: 4) sampai dengan firman-Nya: Panggillah mereka(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah. (Al-Ahzab: 5)

Kemudian ditambahkan kejelasan dan kekukuhannya dengan peristiwa kawinnya Rasulullah Saw. dengan Zainab binti Jahsy r.a. setelah dicerai oleh Zaid ibnu Harisah r.a. anak angkat Rasulullah Saw. karena itulah di dalam ayat At-Tahrim disebutkan oleh firman-Nya:

{وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُم}

(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu). (An-Nisa: 23)
Hal ini tiada lain untuk menghindarkan kesalahpahaman terhadap anak angkat, karena istri anak angkat bukan mahram. Sebab tradisi adopsi anak angkat di kalangan mereka saat itu banyak terjadi.

Firman Allah Swt.:

{وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا}

Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (Al-Ahzab: 37)

Yakni perkara yang telah terjadi ini bersumber dari apa yang telah ditakdirkan dan telah dipastikan oleh Allah, maka tidak dapat dielakkan lagi. Takdir tersebut menyatakan bahwa Zainab binti Jahsy, menurut pengetahuan Allah Swt. kelak akan menjadi salah seorang dari istri-istri Nabi Saw.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar