Translate

Senin, 01 Agustus 2016

Pesantren Al-Khairaat Pencetak Generasi Ulama' Di Indonesia Timur

Profil dan sejarah singkat ponpes Pondok Pesantren Al-Khairaat (Alkhairaat) Palu Donggala Sulawesi Tengah

Ada sebagian orang mengira bahwa Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang adalah cabang dari Pondok Pesantren Al-Khairaat, Palu, Sulteng. Ha itu tentu saja tidak benar. Dari ejaan namanya saja sudah berbeda: Al-Khoirot dan Al-Khairaat. 

Pesantren Al-Khairaat (PA) Palu adalah sebuah pesantren yang sangat terkenal khususnya di Indonesia Timur. Ia memiliki ratusan cabang di berbagai provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia Timur. Saat ini bahkan sudah memiliki cabang di Jawa. Dalam segi dinamisnya pergerakan dan kemajuan PA, ia adalah Pondok Gontor-nya Indonesia Timur.

Berikut profil singkat dari Pondok Pesantren Al-Khairaat Palu, Sulawesi

Nama pesantren: Al-Khairaat
Didirikan: 30 Juni 1930
Alamat: Palu, Donggala, Sulawesi Tengah
Pendiri: Sayyid/Habib Idrus bin Salim Aldjufrie dikenal sebgai Guru Tua
Pendiri wafat: 22 Desember 1969‎
Pengganti: Habib Sayyid Seggaf Aldjufrie, cucu Guru Tua
Sistem pendidikan: TK, SD, SMP,SMA, SMK,MI, MTS, MA, Universitas.
Cabang pesantren: Sulawesi, Maluku, Papua, Halmahera, pulau Bunyu Kalimantan Timur, Condet, DKI Jakarta.
21 Agustus 1956, Al-Khairaat yang juga menjadi lembaga sosial kemasyarakatan
Pada tanggal 11 Januari 1942 M: ditutup oleh Jepang
Pada tanggal 17 Agustus 1945: Al-Khairaat dibuka kembali.
Pada tahun 1964 M: perguruan tinggi dengan nama Universitas Islam Al-Khairaat dengan tiga fakultas di dalamnya, yaitu: Fakultas Sastra, Fakultas Tarbiyah, dan Fakultas Syariah.
Pada tahun 1965: G30S PKI, perguruan tinggi Al-Khairaat dinonaktifkan untuk sementara pada tahun 1969 dibuka kembali.


PROFIL HABIB IDRUS BIN SALIM ALDJUFRIE (GURU TUA)

Nama: Habib Idrus bin Salim Aldjufrie
Tempat kelahiran: Taris, 4 km dari ibu kota Seiwun, Hadramaut, Yaman pada 
Tanggal lahir: 14 Sya’ban 1309 H / 15 Maret 1881 M.
Guru: Salim Aldjufrie (ayah sendiri), Al-Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, Al-Habib Abdurrahman bin Alwi bin Umar Assegaf, Al-Habib Muhammad bin Ibrahim bilfaqih, Al-Habib Abdullah bin Husein bin Sholeh Al-Bahar, Al-Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi. Dan Al-Habib Abdullah bin Umar As-Syathiri di Rubath Tarim.
Naik haji: tahun 1327 H./1909 M
Putra istri pertama: Habib Salim, Habib Muhammad dan Syarifah Raguan
Putra istri kedua: Syarifah Lulu’ (ibu dari Dr. Salim Al-Jufri Menteri Sosial era SBY dan politisi PKS) dan Syarifah Nikmah
Nasab garis keturunan: Habib Idrus bin Salim bin Alwi bin Segaf bin Alwi bin Abdullah bin Husein bin Salim bin Idrus bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Abu Bakar Aljufri bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ali bin Muhammad Faqqqih Al-Muqaddam bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa An-Naqib bin Ali AL-‘Uraidhi bin Jakfar As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Azzahrah binti Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.

Ke Indonesia pertama: tahun 1327 H./ 1909 M
Ke Indonesia kedua: tahun 1925 M Habib Idrus. Tinggal di Pekalongan, Jateng.
Menikah dengan Syarifah Aminah Al-Jufri

Karir: 
- Pendiri Pondok Pesantren Al-Khairaat Donggala, Palu, Suletng.
- Mufti dan Qadhi di kota Taris, Hadramaut, tahun 1334 H /1906 saat berusia 25 Tahun.
- Tahun 1926 M: pindah ke kota Jombang, mengajar dan berdagang.
- Tahun 1928 M: pindah ke Solo mengajar saja berhenti berdagang.
- Tahun 1928 M 27 Desember: bersama beberapa Habaib mendirikan Madrasah Rabithah Alawiyah di kota Solo.
- Pada akhir tahun 1929 M: hijrah Sulawesi 
- Pada awal 1930 ke Palu
- 30 Juni 1930 M pendirian Madrasah Al-Khairaat di Kota Palu.
- Pada tahun 1964 Rektor Universitas Islam Al-Khairaat

Warisan:
Ketika wafat pada hari senin 12 Syawwal 1389 H betepatan dengan 22 Desember 1969 M., Habib Idrus telah mewariskan 25 cabang Alkhairaat dan ratusan sekolah, serta beberapa madrasah 

KESAKSIAN TENTANG GURU TUA 

Warisan besar dan berharga yang ditinggalkan Guru Tua adalah lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Sampai saat ini Alkhairaat telah mengukir suatu prestasi yang mengagumkan. Dari sebuah sekolah sederhana yang dirintisnya, kini lembaga ini telah berkembang menjadi 1.561 sekolah dan madrasah.

Selain itu, Alkhairaat juga memiliki 34 pondok pesantren, 5 buah panti asuhan, serta usaha-usaha lainnya yang tersebar di kawasan Timur Indonesai (KTI). Sedangkan di bidang pendidikan tinggi, yakni universitas, Alkhairaat memiliki lima fakultas definitif dan dua fakultas administratif atau persiapan, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan dan Fakultas Kedokteran dengan 11 program studi pada jenjang strata satu dan diploma dua.

Kitab Tarikh Madrasatul Khiratul Islamiyyah karya salah seorang santri generasi pertama Habib Idrus, menyebut makna secara etimologis Alkhairaat berasal dari kata khairun yang artinya kebaikan. Semangat menebar kebaikan itulah yang diusung Guru Tua, julukannya.

Ia memancangkan tonggak Alkhaeraat selama 26 tahun (1930-1956). Ia membesarkan lembaga pendidikan yang didirikannya hingga pada akhirnya, tahun 1956, menjangkau seluruh wilayah Indonesia timur.

CIRI KHAS PONPES AL-KHAIRAAT

Tak banyak pondok pesantren memasukkan pelajaran kesenian dalam kurikulumnya. Pelajaran nasyid, samrah atau jepeng oleh pengurus Pondok Pesantren Al Khairat, Palu, Donggala, Sulawesi Tengah, dijadikan penyeimbang pelajaran agama dan umum. Tak heran alumninya menduduki beragam posisi penting dan menjadi da'i handal di kawasan Indonesia Timur.

Bila anda ingin menikmati keindahan jepeng --tarian ala Timur Tengah-- cukup datang ke Pesantren Al-Khairaat. Terutama di Bulan Syawal. Sebab, pada bulan itulah biasanya Al-Khairaat menggelar bulan kesenian. Ada lomba membaca syair, nasyid, juga jepeng.

Anda tentu heran, ada juga pagelaran kesenian di pesantren? Maklum kesenian unik itu diajarkan sebagai pelajaran tambahan di pesantren ini. Al-Khairaat yang sangat populer di mata masyarakat Indonesia Timur, memang tak hanya mengajarkan ilmu-ilmu Agama dan pengetahuan umum.

Kesenian dan olah raga pun mendapat perhatian setara di pesantren ini. Bahkan, kurikulum ilmu Agama yang diajarkan di sini lebih mengacu pada diniah (lembaga pendidikan) di Mesir, daripada merujuk kurikulum Departemen Agama (Depag).

Misal, jika kurikulum Depag menyebut pelajaran Al-Quran dan hadits, Al-Khairaat memasukkan istilah itu menjadi Pelajaran Al-Quran, Tajwid dan Tafsir. Sementara hadits, dimasukan ke pelajaran Mustalahul Hadis.

Sedangkan pelajaran umum meliputi matematika, bahasa Inggris, fisika, biologi dan beberapa pelajaran lain sesuai ketentuan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Bagaimana dengan pelajaran kesenian? Pesantren yang memiliki 7.000 staf pengajar dan 1.400 unit pendidikan itu mengajarkan nasyid, syair, samrah, dan jepeng.

Sementara di bidang olah raga, para santri tak hanya diajari karate dan pencak silat. Tapi, juga ilmu prana--olah nafas. Dengan dibekali beragam ilmu tersebut, tak mengherankan bila para santri memiliki kekuatan fisik, mental, dan spiritual serta olah rasa yang bagus. 

Tak banyak pondok pesantren memasukkan pelajaran kesenian dalam kurikulumnya. Pelajaran nasyid, samrah atau jepeng oleh pengurus Pondok Pesantren Al Khairat, Palu, Donggala, Sulawesi Tengah, dijadikan penyeimbang pelajaran agama dan umum. Tak heran alumninya menduduki beragam posisi penting dan menjadi da'i handal di kawasan Indonesia Timur.

Bila anda ingin menikmati keindahan jepeng --tarian ala Timur Tengah-- cukup datang ke Pesantren Al-Khairaat. Terutama di Bulan Syawal. Sebab, pada bulan itulah biasanya Al-Khairaat menggelar bulan kesenian. Ada lomba membaca syair, nasyid, juga jepeng. Anda tentu heran, ada juga pagelaran kesenian di pesantren? Maklum kesenian unik itu diajarkan sebagai pelajaran tambahan di pesantren ini. Al-Khairaat yang sangat populer di mata masyarakat Indonesia Timur, memang tak hanya mengajarkan ilmu-ilmu Agama dan pengetahuan umum.

Kesenian dan olah raga pun mendapat perhatian setara di pesantren ini. Bahkan, kurikulum ilmu Agama yang diajarkan di sini lebih mengacu pada diniah (lembaga pendidikan) di Mesir, daripada merujuk kurikulum Departemen Agama (Depag). Misal, jika kurikulum Depag menyebut pelajaran Al-Quran dan hadits, Al-Khairaat memasukkan istilah itu menjadi Pelajaran Al-Quran, Tajwid dan Tafsir. Sementara hadits, dimasukan ke pelajaran Mustalahul Hadis.

Sedangkan pelajaran umum meliputi matematika, bahasa Inggris, fisika, biologi dan beberapa pelajaran lain sesuai ketentuan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Bagaimana dengan pelajaran kesenian? Pesantren yang memiliki 7.000 staf pengajar dan 1.400 unit pendidikan itu mengajarkan nasyid, syair, samrah, dan jepeng. Sementara di bidang olah raga, para santri tak hanya diajari karate dan pencak silat. Tapi, juga ilmu prana--olah nafas. Dengan dibekali beragam ilmu tersebut, tak mengherankan bila para santri memiliki kekuatan fisik, mental, dan spiritual serta olah rasa yang bagus.

Dan, berbekal ilmu-ilmu itu para santri senantiasa siap untuk ditugaskan melakukan siar Islam ke daerah-daerah terpencil di kawasan Indonesia Timur. Para santri tidak berani kembali sebelum tugasnya beres, atau sebelum ada perintah dari pusat. Dengan kesabaran dan kegigihan seperti itulah, Al-Khairaat yang kini memiliki sekitar 210 ribu santri dan mahasiswa, sukses membangun basis pengembangan di Sulawesi, Maluku, Papua, Halmahera, dan pulau Bunyu di Kalimantan Timur. Bahkan sekarang Al-Khairaat telah memiliki basis pengembangan di Condet, DKI Jakarta. Kesuksesan tersebut tak lepas dari suri tauladan pendiri Al-Khairaat, Sayyid Idrus bin Salim Aldjufrie seorang mufti dari hadramaut. Sosok yang biasa disapa Guru Tua itu mendirikan Al-Khairaat pada 30 Juni 1930.

Awal keberadaan PA sempat dilarang pemerintah Belanda karena ajaran Guru Tua, khususnya yang bersumber dari kitab Izhatun Nasyi`in, karya Musthafa Al-Ghalayani. Kitab itu dianggap berbahaya karena dapat membangkitkan semangat juang rakyat untuk melakukan perlawanan. Perlakuan seperti itu masih tetap diberlakukan oleh Pemerintah Jepang juga ketika itu.

Meskipun dilarang, Guru Tua tak pernah patah semangat. Ia terus bergerilya sambil mengajar. Dan selama berpindah-pindah tempat selama 15 tahun, Guru Tua berhasil mendirikan 400 madrasah yang meliputi ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah dan mualimmin (setingkat diploma).

Setelah Proklamasi kemerdekaan, Al-Khairaat terus berkembang. Pada 21 Agustus 1956, Al-Khairaat yang juga menjadi lembaga sosial kemasyarakatan menyelenggarakan Muktamar Besar pertama. Muktamar berhasil menetapkan 10 pasal anggaran dasar pondok.

Setelah muktamar, Guru Tua mulai mempercayakan pengelolaan pendidikan kepada sejumlah santri yang lulus terbaik sampai 1964. Pada 1964 digelar Muktamar II.

Pada masa G 30 S/PKI, beberapa kegiatan Al-Khairaat terpaksa tutup, para santri PA banyak yang turut turun langsung membantu rakyat memerangi PKI. Pada 1969, cucu Guru Tua, Habib Sayyid Seggaf Aldjufrie, kembali membuka madrasah dan kampus-kampus milik Al-Khairaat, sekaligus memegang kendali Al-Khairaat. Sebab, 22 Desember 1969, Guru Tua wafat. Dalam Genggaman Seggaf, Al-Khairaat terus mekar hingga memiliki ratusan cabang di berbagai daerah. Dan posisi Al-Khairaat pun makin kuat di kawasan Indonesia Timur karena banyak alumninya menjabat posisi penting. Seperti menjadi gubernur, walikota bupati, camat, lurah dan tentu saja beberapa lembaga keagamaan semacam Majelis Ulama Indonesia. Melihat itu semua, dari alam ruh, Guru Tua mungkin tersenyum bangga menyaksikan kesuksesan yang diraih Pesantren Alkhairaat.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar