Rambut yang ada di kepala boleh dibiarkan ataupun dihilangkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, seperti disebutkan oleh Anas bin Malik, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki rambut hingga mencapai setengah telinganya. [HR Muslim].
Bila ingin membiarkan rambut di kepala, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memuliakannya, sebagaimana sabdanya:
مَنْ كَانَ لَهُ شَعْرٌ فَلْيُكْرِمْهُ رواه أبو داود
“Barangsiapa yang memiliki rambut, hendaknya dia memuliakannya”. [HR.Abu Dawud dari Abu Huraira.
Imam Al Munawi berkata,”Memuliakan rambut maksudnya merapikannya, membersihkannya dengan cara membilasnya, memberinya minyak rambut dan menyisirnya. Jangan membiarkan acak-acakan sehingga kelihatan kusut. Karena kebersihan dan penampilan yang baik termasuk yang dicintai dan diperintahkan (oleh agama), selama tidak berlebih-lebihan.””
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi w asallam dalam kesibukannya sebagai seorang Nabi (Rasul), pemimpin negara sekaligus pemimpin rumah tangga, senantiasa memperhatikan kerapian rambutnya. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ nيُكْثِرُ دُهْنَ رَأْسِهِ وَتَسْرِيْحَ لِحْيَتِهِ وَيُكْثِرُ الْقَنَاعَ حَتَّى كَأَنَّ ثَوْبَهُ ثَوْبُ زَيَّاتٍ
“Rasulullah sering meminyaki rambutnya dan menyisir jenggotnya dan sering memakai tutup kepala, hingga bajunya seperti baju penjual minyak”. [HR Baihaqi dan Syarhu As Sunnah, no. 3.164].
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata:
كُنْتُ أُرَجِّلُ رَأْسَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا حَائِضٌ رواه البخاري و مسلم
“Saya tarjil rambut Rasulullah dan saya sedang haid”. [HR Bukhari no. 5.925 dan Muslim no. 297]
Men-tarjil rambut, maksudnya menyisirnya, merapikannya, meluruskannya dan memberinya minyak rambut. Semua ini bermakna tarjil atau tarajjul.
Berdasarkan beberapa hadits di atas, para ulama menganjurkan untuk merawat rambut dan merapikannya, karena ia termasuk kebersihan dan kebersihan bagian dari agama.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm tidak suka melihat rambut panjang, acak-acakan dan tidak terurus. Wa’il bin Hijr berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِي شَعْرٌ طَوِيلٌ فَلَمَّا رَآنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذُبَابٌ ذُبَابٌ قَالَ فَرَجَعْتُ فَجَزَزْتُهُ ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ الْغَدِ فَقَالَ إِنِّي لَمْ أَعْنِكَ وَهَذَا أَحْسَنُ رواه أبو داود
“Saya menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rambut saya panjang. Ketika melihat saya seperti itu, Beliau bersabda: “Zabaabun (jelek).” Saya pulang dan mencukurnya. Keesokannya saya kembali menemui Beliau. Beliau bersabda: “Saya bukan bermaksud (menjelek-jelekan) dirimu, (penampilanmu) ini lebih baik.” [HR Abu Dawud].
Rambut di kepala juga boleh dicukur dengan syarat memotong semua bagian-bagiannya. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang bayi yang dicukur sebagian rambutnya dan membiarkan sebagiannya memanjang. Beliau melarangnya dan bersabda:
احْلِقُوْا كُلَّهُ أَوْ اتْرُكُوْا كُلَّهُ رواه أبو داود
“Cukurlah semuanya atau biarkan semuanya”. [HR Abu Dawud dengan sanad shahih sesuai dengan syarat Muslim].
Hukum gundul atau botak atau mencukur habis rambut kepala tergantung maksudnya. Jika maksudnya adalah untuk tahallul haji dan umrah, itu diperintahkan. Jika maksudnya karena hajat (kebutuhan), lalu menggundul habis rambut kepala, juga dibolehkan. Sedangkan jika maksudnya sebagai syiar ibadah atau menganggap hal itu sebagai ibadah, maka termasuk dalam bid’ah. Adapun selain tujuan tadi, maka dibolehkan.
Hukum gundul menjadi empat macam:
1- Menggundul habis rambut kepala ketika haji dan umrah, ini termasuk yang diperintahkan. Hal itu diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, didukung dengan dalil Al Quran dan Hadits serta ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Allah Ta’ala berfirman,
لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ
“(Yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut.” (QS. Al Fath: 27).
Telah ada hadits yang mutawatir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau menggundul rambutnya saat haji dan umrahnya. Begitu pula hal ini dilakukan oleh para sahabat beliau. Di antara mereka ada yang menggundul habis saat tahallul, ada pula yang memendekkannya. Namun menggundul habis saat tahallul lebih utama daripada memendekkan. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan,
{ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : وَالْمُقَصِّرِينَ }
“Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau cuma sekedar memendekkan?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat balik bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cuma sekedar memendekkan?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang menggundul habis.” Para sahabat kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cuma sekedar memendekkan?” Baru beliau menjawab, “Dan juga bagi yang memendekkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada para sahabat yang tidak membawa hadyu (hewan sembelihan) saat haji wada’ agar memendekkan rambut kepalanya selepas umrah yaitu saat itu melakukan thawaf keliling Ka’bah dan bersa’i dari Shafa dan Marwah. Kemudian selepas melakukan haji, barulah mereka menggundul habis rambut kepalanya. Jadi ketika itu digabunglah antara memendekkan dan menggundul habis.
2- Menggundul rambut kepala karena ada hajat atau kebutuhan seperti untuk tujuan berobat. Ini juga dibolehkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepatan para ulama). Karena Allah Ta’ala memberikan keringanan bagi orang yang berihram yang pada asalnya dilarang menggundul rambut, namun boleh jika memang ada gangguan di kepalanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
“Dan janganlah kalian mencukur kepala kalian, sebelum korban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (QS. Al Baqarah : 197).
Sebagaimana disebut pula dalam hadits Ka’ab bin ‘Ujrah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat, ada kutu-kutu yang jatuh dari kepalanya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah kutu-kutu itu mengganggumu?” Dia menjawab, “Iya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukurlah rambutmu kemudian sembelihlah seekor kambing atau berpuasalah selama tiga hari atau berilah makan seukuran satu faroq untuk enam orang miskin.” (HR. Bukhari dan Muslim, hadits ini diterima validnya oleh para ulama).
3- Menggundul karena sebab ibadah dan zuhud bukan karena sedang haji atau umrah. Misalnya yang dilakukan oleh sebagian orang yang ingin bertaubat dengan menggundul rambutya, atau menjadikan mencukur atau menggundul rambut sebagai syiar agama (seperti yang kita saksikan pada pendeta Budha, -pen), maka ini termasuk perbuatan bid’ah. Juga menjadikan gundul sebagai tanda kesempurnaan zuhud atau sempurna dalam ibadah, sampai menganggap afdhol antara yang menggundul dari yang tidak menggundul, termasuk pula menganggap taubat itu mesti dengan menggundul rambut, ini semua termasuk bid’ah yang tidak diperintahkan oleh Allah. Seperti itu tidak dianggap wajib atau sunnah oleh para ulama. Seperti itu tidak pernah dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan para ulama yang zuhud dan giat ibadah. Barangsiapa yang meyakini bid’ah itu sebagai suatu yang wajib atau sunnah padahal tidak demikian, dan itu mengantarkan pada ketaatan pada Allah dan dijadikan tanda sebagai sempurnanya agama, tanda taubat yang sempurna, atau tanda zuhud dan ahli ibadah, anggapan seperti ini adalah anggapan sesat yang sudah keluar dari jalan Allah, hanya sekedar mengikuti jalan setan.
4- Menggundul rambut kepala bukan untuk nusuk (haji/umrah), bukan karena kebutuhan, bukan pula untuk mendekatkan diri pada Allah atau menunjukkan syiar agama, untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.
Pertama, hukumnya makruh dan ini adalah pendapat madzhab Maliki dan selainnya.
Kedua, hukumnya mubah atau boleh dan ini pendapat makruf dalam madzab Abu Hanifah dan Syafi’iyah. Karena Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang anak yang mencukur sebagian rambutnya, maka beliau berkata,
احْلِقُوهُ كُلَّهُ أَوْ دَعُوهُ كُلَّهُ
“Cukurlah semua atau tinggalkan semua.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun didatangkan bayi yang berusia tiga hari lantas beliau menggundul habis rambutnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari qaza’. Yang dimaksud qaza’ adalah menggundul sebagian rambut kepala dan membiarkan yang lain. Jika demikian berarti menggundul seluruh rambut kepala itu boleh.
Di masa silam, menggundul habis rambut kepala adalah syiar ahli bid’ah karena Khawarij biasa menggundul habis rambut kepala mereka. Sebagian mereka menganggap bahwa menggundul seperti itu adalah tanda sempurnanya taubat dan ibadah. Dalam hadits yang shahih riwayat shahihain bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat bersumpah tentang orang Khawarij maka datanglah seseorang pada tahun penaklukkan kota Makkah dalam keadaan berjenggot lebat namun rambutnya gundul. (Majmu’atul Fatawa, 21: 116-119).
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar