Translate

Senin, 22 Agustus 2016

Orang Tua Tidak Boleh Memaksa Anaknya Dalam Perjodohan

Dewasa ini banyak kita ketahui tentang adanya perilaku yang menyimpang di berbagai kalangan. Hal itu disebabkan karena berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya kepedulian orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua cenderung sibuk dengan karirnya sendiri, sehingga mereka kurang bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua. 
    
Melihat adanya fenomena tersebut, maka sudah selayaknya sebagai orang tua haruslah dapat mendidik anaknya dengan baik, terutama dalam mendidik akhlak anak. Orang tua sebaiknya mendidik anaknya dengan akhlaqul karimah sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
    
Maka dari itu sedikit uraian tentang kewajiban orang tua terhadap anak akan kami jelaskan disini.

Anak adalah amanah Allah SWT kepada ayah dan ibunya, oleh karena tiu harus senantiasa dipelihara, dididik dan dibina dengan sungguh-sungguh agar supaya menjadi orang yang baik, jangan sampai anak tersebut tersesat jalan dalam menempuh jalan hidupnya. Maka kewajiban orang tua terhadap anaknya bukan hanya mencarikan nafkah dan memberinya pakaian, atau kesenangan-kesenangan yang sifatnya duniawi, tetapi lebih dari itu orang tua harus mengarahkan anak-anaknya untuk mengerti kebenaran, mendidik akhlaqnya, memberinya contoh yang baik-baik serta mendoakannya. Firman Allah SWT :

يايُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَ اْلحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ. التحريم:6

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS. At-Tahrim : 6]
Dan sabda Rasulullah SAW :

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. اَلاِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. وَالرَّجُلُ رَاعٍ فيِ اَهْلِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فيِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِى مَالِ سَيّدِهِ وَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلُ عَنْ رَعِيَّتِهِ . البخارى 1: 215
Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamuakan ditanya tentang kepemimpinanmu. Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Orang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Isteri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan akanditanya tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam menjaga harta tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Dan masing-masing dari kamu sekalian adalah pemimpin dan akanditanya tentang kepemimpinannya. [HR Bukhari juz 1, hal. 215]
Dengan ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa orang tua mempunyai tanggungjawab yang berat terhadap anaknya, untuk itu hendaklah kita perhatikan hal-hal sebagai berikut.

* Dalam menyambut kelahiran anak
Orang tua hendaknya bergembira menyambut kelahiran anaknya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Kemudian memberinya nama yang baik dan menyembelih aqiqah (bila ada kemampuan). Sebagaimana riwayat berikut ini :

عَنْ اَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِاَسْمَا ئِكُمْ وَبِاَسْمَاءِ آبَائِكُمْ . فَاَحْسِنُوْا اَسْمَائَكُمْ. ابوداود 4: 287، منقطع، لان عبد الله بن ابى زكرياء لم يدرك ابا الدرداء

Dari Abu Darda', ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari qiyamat dengan namamu dan nama ayahmu, maka baguskanlah nama kalian". [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 287, munqathi’, karena ‘Abdullah bin Abu Zakariya tidak bertemu dengan Abu Darda’]

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. اْلغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ. يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَابِعِ وَ يُسَمَّى وَ يُحْلَقُ رَاْسُهُ. الترمذى 3: 38

Dari Samurah bin Jundab, ia berkata :Rasulullah SAW bersabda, “Anak itu tergadai dengan aqiqahnya, disembelih sebagai tebusannya pada hari ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 38]

عَنْ اُمّ كُرْزٍ اَنَّهَا سَاَلَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص. عَنِ الْعَقِيْقَةِ، فَقَالَ : عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ وَعَنِ اْلجَارِيَةِ وَاحِدَةٌ لاَ يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ اَمْ اِنَاثًا. الترمذى 3: 35

Dari Ummu Kurzin (Al-Ka'biyah), sesungguhnya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang aqiqah, maka Rasulullah SAW bersabda, “Untuk bayi laki-laki (menyembelih) dua ekor kambing dan untuk bayi perempuan (menyembelih) seekor kambing, tidak mengapa bagimu baik kambing itu jantan atau betina". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 35]
* Tentang menyusui‎
Firman Allah SWT :

وَ اْلوَالِدتُ يُرْضِعْنَ اَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يّـُتِمَّ الرَّضَاعَةَ، وَ عَلَى اْلمَوْلُوْدِ لَه رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ، لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلاَّ وُسْعَهَا، لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَ لاَ مَوْلُوْدٌ لَه بِوَلَدِه وَ عَلَى اْلوَارِثِ مِثْلُ ذلِكَ، فَاِنْ اَرَادَا فِصَالاً عَنْ تَرَاضٍ مّنْهُمَا وَ تَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا، وَ اِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْآ اَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اتَيْتُمْ بِاْلمَعْرُوْفِ، وَ اتَّقُوا اللهَ وَ اعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ. البقرة:233

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. [QS. Al-Baqarah : 233]
* Mengkhitankannya

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ اَوْ خَمْسٌ مِنَ اْلفِطْرَةِ. اَلْخِتَانُ وَ اْلاِسْتِحْدَادُ وَ تَقْلِيْمُ اْلاَظْفَارِ وَ نَتْفُ اْلاِبْطِ وَ قَصُّ الشَّارِبِ. مسلم 1: 221

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Fithrah itu ada lima, atau lima dari fithrah, yaitu : 1. khitan, 2. mencukur rambut kemaluan, 3. memotong kuku, 4. mencabut bulu ketiak, dan 5. memotong kumis”. [HR. Muslim juz 1, hal. 221]

* Tentang memberi nafkah
Seorang ayah bertanggungjawab memberikan nafkah bagi anak-anak dan keluarganya, sedang ibu bertanggungjawab mengasuh anak-anak dan mengatur rumah tangga sebagai wakil dari suaminya. Tentang besarnya nafkah untuk anak dan keluarganya ini Islam tidak menentukan besarnya secara khusus, hal ini terserah pada kemampuan masing-masing. Firman Allah SWT :

اَلرّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلى بَعْضٍ وَّ بِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ. النساء : 34
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka ...... . [QS. An-Nisaa' : 34]

وَ عَلَى الْمَوْلُوْدِ لَه رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ. البقرة : 233

Dan bagi ayah berkewajiban memberi nafkah dan memberi pakaian kepada ibu (dan anaknya) dengan cara yang ma'ruf. [QS. Al-Baqarah : 233]

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مّنْ سَعَتِه، وَ مَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُه فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اتهُ اللهُ، لاَ يُكَلّفُ اللهُ نَفْسًا اِلاَّ مَآ اتيهَا ، سَيَجْعَلُ اللهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا. الطلاق : 7

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezqinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang Allah berikan kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. [QS. Ath-Thalaaq : 7]

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. : دِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللهِ. وَدِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ . وَدِيْنَارٌ اَنْفَقْتَهُ عَلَى اَهْلِكَ. اَعْظَمُهَا اَجْرًا الَّذِيْ اَنْفَقْتَهُ عَلَى اَهْلِكَ. مسلم 2: 692

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Satu dinar kamu infaqkan fii sabiilillah, satu dinar kamu pergunakan untuk memerdekakan budak, satu dinar kamu sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya ialah yang kamu belanjakan untuk keluargamu". [HR. Muslim juz 2, hal. 692]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. كَفَى بِالْمَرْءِ اِثْمًا اَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ. ابو داود 2: 132

Dari Abdullah bin 'Amr (bin Al-'Ash), ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah bagi seseorang berdosa, apabila dia mengabaikan orang yang makan dan minumnya menjadi tanggungannya". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 132]

عَنْ اُمّ سَلَمَةَ قَالَتْ : قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ هَلْ لِيْ اَجْرٌ فيِ بَنِيْ اَبِيْ سَلَمَةَ اُنْفِقُ عَلَيْهِمْ وَلَسْتُ بِتَارِكَتِهِمْ هكَذَا وَهكَذَا ؟  اِنَّمَا هُمْ بَنِيَّ فَقَالَ نَعَمْ. لَكِ فِيْهِمْ اَجْرُ مَا اَنْفَقْتِ عَلَيْهِمْ. مسلم 2: 695

Dari Ummu Salamah, ia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, apakah saya mendapat pahala kalau saya membelanjai putra-putranya Abu Salamah, sebab saya tidak dapat membiarkan mereka demikian dan demikian (mencari makan kesana-kemari), karena mereka itu juga sebagai anak-anak saya ?". Jawab Rasulullah SAW, “Ya, kamu mendapat pahala dari apa yang kamu belanjakan kepada mereka". [HR. Muslim juz 2, hal. 695]

* Adil dalam pemberian terhadap anak

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ قَالَ: تَصَدَّقَ عَلَيَّ اَبِى بِبَعْضِ مَالِهِ فَقَالَتْ اُمّى عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ: لاَ اَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُوْلَ اللهِ ص. فَانْطَلَقَ اَبِى اِلَى النَّبِيّ ص لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِىْ، فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَفَعَلْتَ هذَا بِوَلَدِكَ كُلّهِمْ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: اِتَّقُوا اللهَ وَ اعْدِلُوْا فِى اَوْلاَدِكُمْ. فَرَجَعَ اَبِى فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ. مسلم 3: 1242

Dari Nu'man bin Basyir, ia berkata, “Ayahku memberikan sebagian hartanya kepadaku”. Lalu ibuku, yaitu ‘Amrah binti Rawahah berkata, ”Aku tidak rela sehingga kamu minta disaksikan kepada Rasulullah SAW”.Maka ayahku datang kepada Nabi SAW meminta kepada beliau untuk menyaksikan pemberiannya kepadaku. Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kamu juga memberikan seperti ini kepada semuaanakmu ?". Ia menjawab, “Tidak". Nabi SAW bersabda, “Bertaqwalah kepada Allah, dan berbuatlah adil terhadap anak-anakmu".Lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. [HR. Muslim juz 3, hal. 1242].

و فى رواية، قَالَ: فَاَشْهِدْ عَلَى هذَا غَيْرِى، ثُمَّ قَالَ: اَيَسُرُّكَ اَنْ يَكُوْنُوْا اِلَيْكَ فِى اْلبِرّ سَوَاءً؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: فَلاَ اِذًا. مسلم 3: 1244

Dan dalam satu riwayat, Nabi SAW menjawab, “Carilah saksi untuk hal ini kepada selain aku". Kemudian beliau bersabda, “Apakah kamu tidak senang apabila anak-anakmu sama-sama berbhakti ‎kepadamu ?". Dia menjawab, “Ya". Beliau bersabda, “Jika demikian, maka janganlah kamu lakukan". [HR. Muslim juz 3, hal. 1244]
* Menyuruh anak-anak untuk mendirikan shalat

Orang tua harus menanamkan 'aqidah yang benar terhadap anak-anaknya jangan sampai syirik, dan menyuruh mereka untuk mendirikan shalat. Allah berfirman :

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِا لصَّلوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ، لاَنَسْاَلُكَ رِزْقًا ، نَحْنُ نَرْزُقُكَ ، وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوى. طه :132

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bershabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezqi kepadamu, Kamilah yang memberi rezqi kepadamu. Dan akibat (yang baik) adalah bagi orang yang bertaqwa. [QS.Thaahaa : 132]

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص مُرُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ اَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ اَبْنَاءُ عَشْرٍ. وَ فَرّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى اْلمَضَاجِعِ. ابو داود، حديث حسن 1: 133

Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 133]
Pendidikan di sekolah hanya dilakukan jika anak sudah cukup umur. Sedang pendidikan di rumah dimulai sejak masih kecil sampai beranjak dewasa. Rosulullah mengajarkan bahwa jika anak sudah mendekati masa baligh, hendaknya dipisahkan antara tempat tidur anak laki- laki dengan anak perempuan. Begitu pula dengan tempat tidur dengan orang tuanya.

Setelah anak berusia tujuh tahun, hendaknya orang tua memerintahkan untuk shalat dan puasa sebagai wahana pemberdayaan. Orang tua diperkenankan menghukum pada umur sepuluh tahun, kalau ia lalai menunaikan kewajiban. Hukuman bagi anak tidak boleh bersifat menyakiti atau menimbulkan cacat.

Jika orang tua memerintahkan sesuatu kepada anak maka mereka juga melaksanakan perintah tersebut. Perintah orang tua yang tidak disertai teladan, sulit untuk dipatuhi anak. Sebab kecenderungan anak akan meniru orang tua.

Mencarikan jodoh apabila sudah dewasa.‎

Orang tua berkewajiban menikahkan anaknya jika sudah tiba waktunya untuk menikah. Kewajiban orang tua dalam hal ini menyangkut pencarian calon untuk anak apabila ia belum memperoleh pasangan.
Dalam pernikahan, peran orang tua, terutama bapak sangat vital bagi anak perempuan. Dalam tuntunan islam setiap perempuan yang hendak menikah  harus disertai dengan kehadiran walinya. Ia tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Berbeda dengan anak laki- laki yang pernikahanya bisa sah meski tanpa kehadiran wali.

وَ اَنْكِحُوا اْلاَيَامى مِنْكُمْ وَ الصّلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَ اِمَآئِكُمْ، اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِه، وَ اللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ. النور: 32

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allahakan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [QS. An-Nuur : 32]
Orang tua memang harus mencarikan jodoh untuk anaknya tapi bukan berarti anak boleh dipaksa untuk menikah dengan pilihan orang tua, dalam salah satu hadist diterangkan sbb:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَتُنْكَحُ الْأَيَّمُ حَتَّىتُسْتَأْمَرَ وَلَاتُنْكَحُ الْبِكْرُحَتّىَ تُسْتَأْذَنَ، قاَلُوْ: ياَرَسُوْلَ اللّٰهِ وَكَيْفَ إِذْنُهاَ؟ قَالَ أَنْ تَسْكُتَ ( دواه الجماعة )

Dari Abu Huroiroh RA, sesungguhnya Rosulullah SAW. Bersabda: Seorang janda tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai perintahnya, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai izinnya, para sahabat bertanya, bagaimana cara gadis itu memberi izin?, Rosulullah SAW. Bersabda: Yaitu sikap diamnya (HR Jama'ah).

Namun demikian orang tua kadang boleh memaksa anak gadisnya untuk menikah bila memang sudah cukup umur dan calonnya juga sesuai menurut syariat (Kufu).

Karena menikah itu murni hak anak. Orang tua tidak boleh memaksa anaknya untuk menikah dengan seseorang yang tidak disukai anaknya. Dalilnya:

عن أبي سعيد الخدري أن رجلا أتى بابنة له إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال إن ابنتي قد أبت أن تتزوج قال فقال لها أطيعي أباك قال فقالت لا حتى تخبرني ما حق الزوج على زوجته فرددت عليه مقالتها قال فقال حق الزوج على زوجته أن لو كان به قرحة فلحستها او ابتدر منخراه صديدا أو دما ثم لحسته ما أدت حقه قال فقالت والذي بعثك بالحق لا اتزوج ابدا قال فقال لا تنكحوهن إلا بإذنهن

Dari Abu Said al-Khudri, bahwa ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa putrinya. Orang ini mengatakan, “Putriku ini tidak mau menikah.” Nabi memberi nasihat kepada wanita itu, “Taati bapakmu.” Wanita itu mengatakan, “Aku tidak mau, sampai Anda menyampaikan kepadaku, apa kewajiban istri kepada suaminya.” (merasa tidak segera mendapat jawaban, wanita ini pun mengulang-ulangi ucapannya). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Kewajiban istri kepada suaminya, andaikan di tubuh suaminya ada luka, kemudian istrinya menjilatinya atau hidung suaminya mengeluarkan nanah atau darah, kemudian istrinya menjilatinya, dia belum dianggap sempurna menunaikan haknya.”

Spontan wanita itu mengatakan: “Demi Allah, Dzat yang mengutus Anda dengan benar, saya tidak akan nikah selamanya.”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada ayahnya, “Jangan nikahkan putrimu kecuali dengan kerelaannya.” (HR. Ibn Abi Syaibah no.17122)

Bahkan jika orang tua memaksa dan anak tidak ridha kemudian terjadi pernikahan, maka status kelangsungan pernikahan dikembalikan kepada anaknya. Jika si anak bersedia, pernikahan bisa dilanjutkan, dan jika tidak maka keduanya harus dipisahkan. Di antara dalilnya adalah

عن ابن عباس رضي الله عنهما ” أن جارية بكراً أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم فذكرت أن أباها زوجها وهي كارهة , فخيرها رسول الله صلى الله عليه وسلم “

Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau menceritakan, “Ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan bahwa ayahnya menikahkannya sementara dia tidak suka. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hak pilih kepada wanita tersebut (untuk melanjutkan pernikahan atau pisah).” (HR. Ahmad 1:273, Abu Daud no.2096, dan Ibn Majah no.1875)
Berdoa untuk keluarga :
Orang tua terhadap anak-anak dan keluarganya hendaklah mengasihani mereka, bukan hanya dengan harta dan pendidikan saja, tetapi juga dengan doa untuk kebaikan mereka. Diantara doa-doa itu ialah :

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرّيـَّاتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. الفرقان: 74

Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. [QS. Al-Furqaan : 74]

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar