Translate

Rabu, 31 Agustus 2016

Penjelasan Hukum Menepuk Pundak Bagi Makmum Masbuk

Tidak jarang kita jumpai seorang makmum masbuk yang menepuk pundak atau punggung orang lain yang akan dijadikan sebagai imamnya.
(ويحرم ) على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره)  من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه وما ذكره من الحرمة ظاهر لكن ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خاف التشويش

قوله على ما إذا خاف التشويش) اي وما ذكره المصنف من الحرمة علي ما اذا اشتد وعبارة الايعاب ينبغي حمل قول المجموع وان اذى جاره علي ايذاء خفيف يتسامح به بخلاف جهر يعطله عن القراءة بالكلية فينبغي حرمته
 Hukum memukulnya ditafshil sebagai berikut :
- Mubah (boleh), kalau hanya menyentuh semata.
- Haram, kalau mengakibatkan imam sangat terkejut.
- Makruh, kalau mengakibatkan imam terkejut sedikit atau membuat persepsi dari orang lain bahwa menyentuh tersebut hukumnya sunah atau wajib.
- Sunah, kalau tidak sampai menyebabkan imam terkejut atau bahkan dapat mengingatkan imam agar dia niat menjadi imam.‎‎‎
(Minhaj al-Qawiim juz 1 hlm 255)

Salah satu hal yang lazim dilakukan dalam shalat sehubungan dengan proses jamaah adalah menjadikan seseorang sebagai imam dengan cara menepuk pundaknya di tengah-tengah shalat. Secara fiqih hal ini dibolehkan (mubah), bahkan disunnahkan jika tepukan itu memberi tanda bahwa yang bersangkutan telah didaulat menjdi imam.<> Sebagaimana diterangkan dalam Fathul Mu’in‎
 ‎
(وَنِيَّةُ إِمَامَةٍ) أَوْ جَمَاعَةٍ (سُنَّةٌ لِإِمَامٍ فِيْ غَيْرِ جُمُعَةٍ) لِيَنَالَ فَضْلَ جَمَاعَةِ. وَإِنْ نَوَاهُ فِيْ الأَثْنَاءِ حَصَلَ لَهُ الفَضْلُ مِنْ حِيْنَئِدٍ, أَمَّا فِيْ الجُمُعَةِ فَتَلْزَمُهُ مَعَ التَحَرُّمِ.‎

“Niat menjadi imam atau berjama’ah bagi imam adalah sunah, di luar shalat jum’ah, karena untuk mendapatkan keutamaan berjama’ah. Seandainya ia niat berjama’ah di tengah mengerjakan shalat maka ia mendapatkan keutamaan itu. Adapun dalam shalat jum’ah wajib baginya niat berjama’ah saat takbiratul ihram”.      

Dalil di atas menunjukkan kesunnahan niat sebagai imam walaupun niatnya baru ada di tengah shalat. Karena bagaimanapun juga shalat Jama’ah jauh lebih utama dari pada shalat sendirian.

Akan tetapi jika sekiranya tepukan di pundak itu terlalu keras hingga mengagetkan imam dan membatalkan shalatnya, maka hukumnya menjadi haram. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Mauhibah Dzil Fadl‎

(وَيَحْرُمُ) عَلَى كُلِّ أَحَدٍ (اَلْجَهْرُ) فِي الصَّلاَةِ وَخَارِجِهَا (إِنْ شَوَّشَ عَلَى غَيْرِهِ) مِنْ نَحْوِ مُضِلٍّ أَوْ قَارِئٍ أَوْ نَائِمٍ لِلضَّرَرِ وَيَرْجِعُ لِقَوْلِ الْمُتَشَوِّشِ وَلَوْ فَاسِقًا ِلأَنَّهُ لاَ يَعْرِفُ إِلاَّ مِنْهُ. وَمَا ذَكَرَهُ مِنَ الْحُرْمَةِ ظَاهِرٌ لَكِنْ يُنَافِيْهِ كَلاَمُ الْمَجْمُوْعِ وَغَيْرِهِ. فَإِنَّهُ كَالصَّرِيْحِ فِي عَدَمِهَا إِلاَّ أَنْ يَجْمَعَ بِحَمْلِهِ عَلَى مَا إِذَا خَفَّ التَّشْوِيْشُ. (قَوْلُهُ عَلَى مَا إِذَا خَفَّ التَّشْوِيْشُ) أَيْ وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ مِنَ الْحُرْمَةِ عَلَى مَا إِذَا اشْتَدَّ. وَعِبَارَةُ الإِيْعَابِ يَنْبَغِي حَمْلُ قَوْلِ الْمَجْمُوْعِ وَإِنْ آذَى جَارَهُ عَلَى إِيْذَاءٍ خَفِيْفٍ لاَ يُتَسَامَحُ بِهِ بِخِلاَفِ جَهْرٍ يُعَطِّلُهُ عَنِ الْقِرَاءَةِ بِالْكُلِّيَّةِ فَيَنْبَغِي حُرْمَتُهُ.‎

“Haram bagi siapa pun bersuara keras jika mengganggu jama’ah yang lain, baik di dalam shalat maupun di luar shalat karena membahayakan, seperti (memperingatkan) orang yang sesat, orang yang membaca atau orang yang tidur. Tidak boleh mengganggu walaupun terhadap orang yang fasik karena kefasikan itu tidak ada yang tahu kecuali dirinya. Pendapat yang mengharamkan tersebut itu jelas, namun bertentangan dengan pendapat dalam kitab al-Majmu’ dan sesamanya. Tidak diharamkannya jika kesemuanya tidak terlalu mengganggu.

(Pengertian tidak haram jika gangguannya ringan), yakni yang dimaksud oleh mushannif (pengarang) adalah haram jika sangat mengganggu. Dalam ungkapan kitabal-I’ab bahwa keterangan dalam kitab al-Majmu’ (yang tidak mengharamkan) adalah jika tidak terlalu mengganggu kepada orang lain sehingga dapat ditoleransi, berbeda jika suara keras tersebut sampai membatalkan bacaan (shalat) secara keseluruhan, maka hukumnya haram”

Tentang menepuk bahu (memberi isyarat kepada) seseorang jika kita ingin menjadi ma'mum.
Memang tidak ada dalil yang spesifik tentang memberi isyarat dengan menepuk seseorang jika ingin menjadi ma’mun. Hanya ada hadits yang mirip dengan hadits di atas meskipun konteknya berbeda. Hadits itu adalah:‎

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ إِلَى بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمْ فَحَانَتْ الصَّلَاةُ فَجَاءَ الْمُؤَذِّنُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَ أَتُصَلِّي لِلنَّاسِ فَأُقِيمَ قَالَ نَعَمْ فَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ فِي الصَّلَاةِ فَتَخَلَّصَ حَتَّى وَقَفَ فِي الصَّفِّ فَصَفَّقَ النَّاسُ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ لَا يَلْتَفِتُ فِي صَلَاتِهِ فَلَمَّا أَكْثَرَ النَّاسُ التَّصْفِيقَ الْتَفَتَ فَرَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَشَارَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ امْكُثْ مَكَانَكَ فَرَفَعَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَدَيْهِ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا أَمَرَهُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ذَلِكَ ثُمَّ اسْتَأْخَرَ أَبُو بَكْرٍ حَتَّى اسْتَوَى فِي الصَّفِّ وَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَثْبُتَ إِذْ أَمَرْتُكَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا كَانَ لِابْنِ أَبِي قُحَافَةَ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لِي رَأَيْتُكُمْ أَكْثَرْتُمْ التَّصْفِيقَ مَنْ رَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ (رواه البخاري ومسلم)‎

Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, dia berkata Malik memberitakan kepada kami dari Abi Hazim bin Dinar, dari Sahl bin Sa’d al-Saidi, bahwa Rasulullah saw pernah pergi ke Bani ‘Amr bin Auf untuk melakukan ishlah (mendamaikan) sengketa di antara mereka. Lalu datanglah waktu shalat, sehingga muadzin mendatangi Abu Bakar dan bertanya, “Apakah engkau mau mengimami sholat bersama orang-orang, lalu aku akan iqomah?” Abu Bakar menjawab, “ya”. Lalu Abu Bakar melaksanakan sholat. Kemudian datanglah Rasulullah saw sedang orang-orang dalam keadaan sholat. Lalu Nabi datang dan berdiri di shaf (barisan). Kemudian orang-orang menepuk tangan (memberi isyarat) namun Abu Bakar tidak tertegur (menegok) dalam sholatnya. Kemudian ketika mulai banyak orang-orang yang memberi isyarat tepukan tangan, barulah Abu Bakar tertegur, menengok dan melihat Rasulullah saw. Lalu Nabi saw memberi isyarat kepada Abu Bakar agar tetap pada tempatnya. Kemudian Abu Bakar mengangkat tangannya seraya memuji Allah atas apa yang diperintahkan Rasulullah saw padanya tentang hal itu. Kemudian Abu Bakar mundur hingga lurus dengan shaf (barisan), dan Rasulullah saw maju dan melaksanakan shalat. Ketika usai shalat, Rasulullah bertanya: “Hai Abu Bakar, apa yang mencegahmu untuk tidak tetap di tempat padahal telah aku perintahkan itu?”. Abu Bakar menjawab, “Tidak pantas bagi Abu Quhafah untuk melakukan sholat berada di depan Rasulullah saw.”Lalu Rasulullah saw bersabda, “Tidak pantas buatku melihat kalian banyak bertepuk. Barangsiapa ada sesuatu yang meragukan dalam shalatnya hendaklah ia membaca tasbih karena sesungguhnya jika ia bertasbih maka ia akan tertegur, karena isyarat tepuk tangan hanyalah untuk kaum wanita.” (HR: Bukhori Muslim).

Dari hadits ini, Sayid Sabiq mengutip pendapat Imam al-Syaukani tentang hukum yang terkandung dalam hadits ini, antara lain:

Berjalan dari satu shaf ke shaf lain tidak membatalkan shalat
Membaca hamdalah (memuji Allah) karena ada peristiwa tertentu serta mengingatkan dengan tasbih adalah tidak membatalkan shalat (boleh)
Menggantikan imam dalam shalat karena ada uzur tertentu diperbolehkan
Diperbolehkannya kondisi seseorang dalam sebagian shalatnya menjadi imam dan pada bagian lainnya menjadi makmum
Diperbolehkan mengangkat tangan ketika sedang shalat saat berdoa dan memuji Allah
Diperbolehkan menengok karena ada keperluan
Diperbolehkan mengajak bicara (mukhotobah) kepada orang yang sedang shalat dengan isyarat
Diperbolehkan orang yang kurang afdhal menjadi imam (mengimami) orang yang lebih afdhal
Diperbolehkan melakukan perbuatan kecil (diluar shalat) ketika shalat.‎
Jika kita melihat kesimpulan al-Syaukani pada point nomor 7, maka kita boleh memberi isyarat berupa menepuk seseorang saat kita ingin menjadi makmum. Sebagaimana juga diperbolehkan kita bermakmum kepada orang yang sebelumnya sholat sendiri (munfarid) atau berjamaah, sebagaimana yang tercantum dalam kesimpulan al-Syaukani di point nomor 4.

Yang benar, orang yang datang dan hendak bermakmum, tidak perlu menepuk pundaknya, tapi langsung memposisikan diri di samping kanan orang yang sedang shalat sendirian itu, lurus sejajar, dan tidak geser sedikit ke belakang.

Kesimpulan ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً، فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْضِ اللَّيْلِ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَضَّأَ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّقٍ وُضُوءًا خَفِيفًا، وَقَامَ يُصَلِّي، فَتَوَضَّأْتُ نَحْوًا مِمَّا تَوَضَّأَ، ثُمَّ جِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَحَوَّلَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ

Pada suatu malam, saya menginap di rumah bibiku Maimunah, di Saya shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Setelah larut malam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun dan berwudhu dari air yang terdapat dalam bejana yang menggantung, lalu beliau shalat. Akupun berwudhu seperti wudhu beliau, dan langsung menuju beliau dan aku berdiri di sebelah kiri beliau. Lalu beliau memindahkanku ke sebelah kanan beliau. (HR. Bukhari 138).

Maimunah adalah salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sekaligus bibi Ibnu Abbas dari ibunya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jatah malam di Maimunah, Ibnu Abbas ikut bersama mereka. Dan ketika itu, Ibnu Abbas belum baligh.

Dalam hadis di atas, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma datang ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mulai shalat. Dan beliau tidak menepuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun langsung berdiri di samping kiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena posisinya yang salah, Ibnu Abbas dipindah ke posisi sebelah kanan.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus