Translate

Sabtu, 20 Agustus 2016

Kisah Teladan Syaikh Abdulloh Bin Al-Mubarok Rh

Manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk bercermin kepada orang lain; meniru tingkah laku dan gerak-geriknya, mengikuti gaya hidupnya; mulai dari cara berpakaian, cara berdandan, potongan rambut, model rumah, kendaraan, bahkan kadang sampai cara tersenyum dan berbicaranya mengikuti gaya orang lain, yang dia anggap lebih baik dan lebih sempurna dari dirinya.

Perkataan orang lain yang menjadi cerminnya adalah mutiara petuah dan permata nasihat bagi kehidupannya. Informasi perkembangan cerminnya senantiasa di up date, tidak pernah ketinggalan. Bahkan foto-foto dan gambar-gambar sang idola terpampang di dinding rumahnya atau di dinding FB dan BBnya.

Dia akan marah bila ada yang bersuara sumbang tentang cerminnya, bahkan dia siap pasang badan bagi siapa saja yang menebarkan debu kotor padanya. Karena bagi dia, hanya orang itulah yang pantas untuk diikuti, seorang panutan dan suri tauladan..

Namun sayangnya banyak yang bercermin pada cermin yang pudar bahkan berantakan, sehingga hidupnya menjadi berantakan walaupun godaan iblis dan bisikan nafsu menghiasi keberantakan dirinya.

Ia merasa senang dan gembira dengan gaya hidupnya, padahal ia jauh dari standarisasi kebahagian yang hakiki.

Dan cermin dalam kehidupan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam mengarahkan alur hidup seorang hamba. Iblis dan bala tentaranya sangat mengetahui hal ini, sehingga mereka berusaha untuk menciptakan cermin-cermin pudar dan berantakan namun dihiasi beribu berlian yang gemerlapan, sehingga manusia silau dan berebut untuk bercermin kepadanya.

Sebagai contoh adalah fenomena acara di televisi yang menceritakan kehidupan para artis atau yang mirip dengannya, di mana acara ini mengandung propaganda agar para pemirsa, dari mulai anak-anak, para remaja, muda-mudi bahkan yang tua pun untuk bercermin kepada mereka. Sehingga yang buruk dan dimurkai Ilahi bila datangnya dari para artis idola, akan dianggap biasa bahkan diikuti tanpa rasa malu, karena buat mereka itu indah dan sempurna.

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Allah Jalla Jalaluhu mengetahui dengan pasti apa yang dibutuhan makhluk ciptaannya, manusia butuh cermin, dan dia memang suka bercermin, maka agar manusia ini tidak bercermin kepada cermin yang pudar nun pecah dan berantakan, Allah Jalla Jalaluhu menjelaskan dalam kalamnya kepada siapa manusia harus bercermin, karena Allah telah menciptakan cermin-cermin indah dan elok, di mana Allah Jalla Jalaluhu setelah menceritakan kisah-kisah para nabi sebelum nabi kita Muhammadshallallahu ‘alahi wa sallam, Allah berfirman kepada nabi Nya:

أولَـئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka (QS. Al An’am:90).

Subhanallah, merekalah yang pantas ditiru tingkah laku dan dicontoh gaya hidup, mereka adalah orang bahagia calon penghuni surga.

Dan kisah-kisah indah lagi penuh makna yang disebutkan di dalam Alquran dan sunah bukanlah hanya sekedar untuk wawasan dan wacana belaka, namun lewat kisah-kisah itu, umat harus belajar, mengikuti petunjuk-petunjuk mereka, dan menjadikan mereka cermin dalam mengarungi samudera kehidupan.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam adalah sosok cermin yang sangat elok, yang tak pudar dimakan zaman, bahkan Allah menekankan tentang hal ini di dalam Alquran

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21).

Para sahabat telah benar-benar bercermin kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, kemudian para tabi’in tidak pernah meninggalkan cermin yang tak pernah pudar itu, sehingga mereka pun menjadi cermin-cermin elok bagi murid-murid mereka yang berlanjut sampai hari ini.

Menyelami lautan kehidupan mereka akan menambah gereget keimanan, memompa semangat untuk beramal baik, apalagi di masa kini, masa krisis figur sehingga sulit mencari cermin yang elok, Abu Hanifah berkata:

الحكايات عن العلماء ومحاسنهم أحب إلي من كثير من الفقه لأنها آداب القوم

“Kisah para ulama lebih aku sukai daripada banyak pelajaran fiqih, lantaran dalam kisah itu terdapat gambaran akhlaq dan adab mereka.” (Tartib al-Madarik, Qadhi ‘Iyadh 1:23).

Salah satu cermin yang elok dan tak pudar adalah kehidupan salah seorang tabi’ut tabi’in Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali Maulahum al-Marwazi, yang dilahirkan pada tahun 118 H. Ayah ia berdarah Turki, dahulunya adalah seorang hamba sahaya, sedangkan ibunda ia berasal dari Khawarizm di Persia.

Tengoklah bagaimana putra mantan budak ini kelak menjadi seorang ulama hebat dan konglomerat yang dermawan. Imam Dzahabi menyebutkan tentangnya:

الإِمَامُ، شَيْخُ الإِسْلاَمِ، عَالِمُ زَمَانِهِ، وَأَمِيْرُ الأَتْقِيَاءِ فِي وَقْتِهِ، الحَافِظُ، الغَازِي، أَحَدُ الأَعْلاَمِ،.

Dialah Imam, Syaikhul Islam, yang paling alim di masanya, pimpinannya orang-orang yang bertaqwa di waktunya, al-Hafidz al-Ghazi (seorang pejuang) salah satu tokoh.‎

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih, Abu Abdurrahman Al-Handzali. Namun, beliau lebih dikenal dengan namanya “Ibnul Mubarak”. Ayahnya berasal dari Turki dan ibunya dari Khawarizmi. Beliau dilahirkan pada tahun 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam, Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya. Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin melakukan perjalanan)
Abdullah bin Mubarak telah belajar di bawah bimbingan beberapa orang guru, baik yang berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya, dan ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Beliau wafat di bulan Ramadhan, di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797 M. Saat kembali dari medan perang pada 181 H. dalam umur 63 tahun, Banyak karya-karyanya mengenai Hadits, salah satu di antaranya dengan tema “Zuhud masih dapat kita jumpai hingga waktu sekarang ini.”

Ibnul Mubarak, telah mulai menuntut ilmu pada waktu yang mungkin agak terlambat, Imam adz-Dzahabi menyebutkan dalam ensiklopedinya Siyar A’lam an-Nubala’, bahwa ia baru memulai menimba ilmu tatkala usia ia memasuki dua puluh tahun, namun hal ini tidak membuat ia tertinggal oleh teman-temannya yang telah menimba ilmu terlebih dahulu.

Perlu digarisbawahi, bahwa tiada kata terlambat untuk menuntut ilmu, karena ilmu tetap bersahaja sampai kapanpun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله وما والاه وعالما أو متعلما

“Dunia ini terlaknat dan dilaknat segala sesuatu yang ada padanya, kecuali dzikirullah dan ketaatan kepada-Nya, orang yang berilmu, dan orang yang belajar ilmu.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Albani).

BELAJAR DI PENJARA:

Guru tertua ia adalah al-Allamah al-Muhaddits Rabi’ bin Anas al-Khurrsani, salah seorang paling berilmu di masanya. Ada yang unik dengan cara Ibnul Mubarak belajar kepada gurunya ini, di mana saat itu orang-orang tidak dapat berjumpa dan belajar kepadanya, karena gurunya ini sedang berada di dalam penjara, disebabkan kezhaliman penguasa saat itu, maka Ibnul Mubarak bersisasat agar bisa mendengarkan dan meriwayatkan hadis darinya, dan ia pun berhasil meriwayatkan kira-kira 40 hadis darinya.

Sesulit apapun kondisi hamba, dia tetap harus berusaha untuk belajar dan menimba ilmu.

GURU-GURU ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Al-Abbas bin Mush’ab meriwayatkan dari Ibrahim bin Ishaq al-Bunani, ia meriwayatkan bahwa Ibnul Mubarak berkata; “Aku telah belajar kepada 4 ribu guru, dan aku meriwayatkan hadis dari 1000 guru”. Al-Abbas bin Mush’ab berkata: Maka aku pun menelusuri guru-guru yang ia meriwayatkan hadis dari mereka sehingga terkumpul bagiku 800 gurunya. Subhanallah.

KEDUDUKAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Seorang ahli hadis Abu Usamah, Hammad bin Usamah berkata tentang Abdullah bin al-Mubarak,

ابْنُ المُبَارَكِ فِي المُحَدِّثِيْنَ مِثْلُ أَمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ فِي النَّاسِ

“Ibnul Mubarak di kalangan ahli hadis adalah serupa dengan amirul mu’min (penguasa umat) di kalangan manusia secara umum.”

Subhanallah, pada hakikatnya ilmu adalah lebih mulia dan utama dari harta benda dan kekuasaan ataupun jabatan dan kedudukan, simaklah kesaksian seorang yang tinggal di istana raja yang penuh dengan kemewaah dan kelimpahan harta, diriwayatkan bahwa salah satu Ummu Walad khalifah Islam saat itu, yaitu Harun al-Rasyid. Pada suatu waktu Khalifah Harun al-Rasyid berkunjung ke kota Raqqah di Syiria, namun tiba-tiba orang-orang berebut mengikuti Abdullah bin al-Mubarak, sehingga sandal-sandal terputus dan debu berterbangan, maka sang Khalifah ini melongok keluar dari menara istana yang terbuat dari kayu, seraya berkata keheranan,

“مَا هَذَا؟  قَالُوا: عَالِمٌ مِنْ أَهْلِ خُرَاسَانَ قَدِمَ.

قَالَتْ: هَذَا -وَاللهِ- المُلْكُ، لاَ مُلْكَ هَارُوْنَ الَّذِي لاَ يَجْمَعُ النَّاسَ إِلاَّ بِشُرَطٍ وَأَعْوَانٍ”.

“Ada apa ini?”, maka orang-orang yang di sekitarnya berkata, “Ini ada seorang alim ulama dari Khurasan yang datang”. Maka dia pun berkata, “Demi Allah, inilah yang dikatakan kerajaan, bukan kerajaan Harun yang tidak mengumpulkan manusia kecuali dengan pasukan dan hulu balang.”‎

KERENDAHAN HATI ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Ibnul Mubarak adalah orang yang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) dan jauh dari kesombongan, dikisahkan pada suatu hari bahwa Abdullah bin al-Mubarak menghadiri majlis hadis gurunya Hammad bin Zaid, maka para penuntut hadis itu berkata kepada Hammad: “Mintakan kepada Abi Abdirrahman (yakni Abdullah bin al-Mubarak) untuk meriwayatkan hadis kepada kami”, maka sang Guru berkata

قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ! يَا أَبَا إِسْمَاعِيْلَ، أُحَدِّثُ وَأَنْتَ حَاضِرٌ. فَقَالَ: أَقسَمتُ عَلَيْكَ لَتَفْعَلَنَّ.

“Wahai Aba Abdirrahman riwayatkanlah hadis untuk mereka, sesungguhnya mereka telah memohon kepadaku hal ini”.  Abdullah bin al-Mubarak tertengun dengan hal itu seraya berkata, “Subhanallah, Wahai Aba Ismail (kun-yah Hammad bin Zaid) bagaimana mungkin aku meiwayatkan hadis sedang dirimu hadir di sini”, mendengar itu Hammad bin Zaid berkata; “Aku bersumpah kepadamu agar kamu melakukannya”. Maka karena sumpah gurunya ini, terpaksa Ibnul Mubarak menurutinya, dan ia pun berkata “Ambillah, telah meriwayatkan kepada kami Abu Ismail Hammad bin Zaid”, tidaklah ia meriwayatkan satu hadis pun pada saat itu kecuali hadis-hadis yang didengarnya melalui jalur gurunya Hammad”.

Allahu Akbar, beginilah seharusnya akhlaq para ulama, saling menghormati dan saling menghargai, karenanya ilmu mereka bermanfaat untuk umat.

KEBIASAAN YANG ANEH

Abdullah bin al-Mubarak memiliki suatu kebiasaan yang agak aneh menurut teman-temannya, di mana ia lebih menyukai duduk sendirian di rumahnya dari pada ngobrol bersama teman-temannya, sehingga mereka bertanya:

: أَلاَ تَسْتَوحِشُ؟ فَقَالَ: كَيْفَ أَسْتَوحِشُ وَأَنَا مَعَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَأَصْحَابِهِ؟!

“Apakah kamu tidak merasa kesepian?”. Maka ia menjawab, “Bagaimana Aku akan merasa kesepian sedangkan aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnyaradhiallau ‘anhum“, yakni mengkaji sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Subhanallah, seharusnya apabila kita bila merasa bosan di rumah, jenuh dengan rutinitas, maka cobalah mengusirnya dengan membaca kitabullah dan hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, khususnya ibu-ibu yang berada di rumah.

KELEMBUTAN HATI DAN KETAKUTANNYA KEPADA ALLAH

Selain keilmuaannya yang matang, Ibnul Mubarak adalah sosok alim ulama yang lembut hatinya, Nu’aim bin Hammad menceritakan bahwa Apabila Ibnul Mubarak membaca buku-bukuraqaa-iq (tentang kelembutan hati), maka seakan-akan dia adalah seekor lembu yang disembelih, karena menangis, sehingga tiada seorang pun yang berani bertanya sesuatu kepadanya kecuali akan didorongnya”.

Nuaim bin Hammad juga berkata bahwa pada suatu hari seseorang berkata kepada Ibnul Mubarak, “Aku telah membaca seluruh Alquran dalam satu rakaat”. Ibnul Mubarak berkata kepadanya; “Akan tetapi aku mengetahui seseorang yang semalam suntuk mengulang-ulangi Al Hakumuttakastur sampai fajar terbit, dia tidak mampu untuk melampauinya”.  Dan orang yang dimaksud olehnya adalah dirinya sendiri.

Subhanallah, semakin berilmu seorang, maka akan semakin bertambah rasa takutnya kepada Allah Ta’ala, membaca Alquran yang baik adalah bukan yang cepat dan kilat, sehingga dia tidak dapat menghayati apa yang dibaca, namun yang baik adalah bagaimana mengaji sambil menghayati isi dari firman Allah itu, Allah Ta’ala berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran.” (QS. Shad:29)
Pertaubatan Abdullah bin Mubarak

Abdullah bin Mubarak sedemikian tergila-gila kepada seorang gadis dan membuat ia terus-menerus dalam kegundahan. Suatu malam di musim dingin ia berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya sampai pagi hari hanya karena ingin melihat kekasihnya itu walau untuk sekilas saja. Salju turun sepanjang malam itu. Ketika adzan Shubuh terdengar, ia masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shalat ‘Isya. Sewaktu fajar menyingsing, barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dalam merindukan kekasihnya itu. “Wahai putera Mubarak yang tak tahu malu!”. Katanya kepada dirinya sendiri. “Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat pribadimu. tetapi apabila seorang imam shalat membaca surah yang panjang engkau menjadi sangat gelisah.”

Sejak saat itu hatinya sangat gundah. Kemudian ia bertaubat dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah. Sedemikian sempurna kebaktiannya kepada Allah sehingga pada suatu hari ketika ibunya memasuki taman, ia lihat anaknya tertidur di bawah rumpun mawar sementara seekor ular dengan bunga narkisus di mulutnya mengusir lalat yang hendak mengusiknya.

Setelah bertaubat itu Abdullah bin Mubarak meninggalkan kota Merv untuk beberapa lama menetap di Baghdad. Di kota inilah ia bergaul dengan tokoh-tokoh sufi. Dari Baghdad ia pergi ke Mekkah kemudian ke Merv. Penduduk Merv menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka kemudian mengorganisir kelas-kelas dan kelompok-kelompok studi. Pada masa itu sebagian penduduk beraliran Sunnah sedang sebagiannya lagi beraliran fiqh. Itulah sebabnya mengapa Abdullah disebut sebagai toko yang dapat diterima oleh kedua aliran itu. Ia mempunyai hubungan baik dengan kedua aliran tersebut dan masing-masing aliran itu mengakuinya sebagai anggota sendiri. Di kota Merv, Abdullah mendirikan dua buah sekolah tinggi, yang satu untuk golongan Sunnah dan satu lagi untuk golongan Fiqh. Kemudian ia berangkat ke Hijaz dan untuk kedua kalinya menetap di Mekkah.

Di kota ini ia mengisi tahun-tahun kehidupannya secara berselang-selang. Tahun pertama ia menunaikan ibadah haji dan pada tahun kedua ia pergi berperang, tahun ketiga ia berdagang. Keuntungan dari perdagangannya itu dibagikannya kepada para pengikutnya. la biasa membagi-bagikan kurma kepada orang-orang miskin kemudian menghitung biji buah kurma yang mereka makan, dan memberikan hadiah satu dirham untuk setiap biji kepada siapa di antara mereka yang paling banyak memakannya.

Abdullah sangat teliti dalam kesalehannya. Suatu ketika ia mampir di sebuah warung kemudian pergi shalat. Sementara itu kudanya yang berharga mahal menerobos ke dalam sebuah ladang gandum. Kuda itu lalu ditinggalkannya dan meneruskan perjalanan-nya dengan berjalan kaki. Mengenai hal ini Abdullah berkata: “Kudaku itu telah mengganyang gandum-gandum yang ada pemiliknya”. Pada peristiwa lain, Abdullah melakukan perjalanan dari Merv ke Damaskus untuk mengembalikan sebuah pena yang dipinjamnya dan lupa mengembalikannya.

Suatu hari Abdullah melalui suatu tempat. Orang-orang mengatakan kepada seorang buta yang ada di situ bahwa Abdullah sedang melewati tempat itu. “Mintalah kepadanya segala sesuatu yang engkau butuhkan!” “Abdullah berhentilah!”, orang buta itu berseru. Abdullah lalu berhenti. ” Doakanlah kepada Allah untuk mengembalikan penglihatanku ini!”, ia memohon kepada Abdullah. Abdullah menundukkan kepala lalu berdoa. Seketika itu juga orang buta itu dapat melihat kembali.‎

Murid Abdullah bin Al-Mubarak
Murid beliau juga sangat banyak; tersebar di berbagai negeri yang tak terhitung jumlah mereka, karena dalam setiap Ibnul Mubarak bersafar, banyak orang yang menimba ilmu dari beliau. Di antara murid senior beliau adalahAbdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Ma`in, Hibban bin Musa, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah, Ahmad bin Mani`, Ahmad bin Jamil, Al-Husain Al-Maruzi, Hasan bin `Arafah, dan masih banyak ulama besar lainnya.‎

Pujian ulama untuk Ibnul Mubarak

Para ulama memberikan banyak pujian untuk beliau karena kemuliaan dan ilmu beliau. Berikut ini beberapa pujian yang disampaikan para ulama untuk beliau:
Ibnu Mahdi mengatakan, “Pemimpin (agama) ada empat: Malik, Ats-Tsauri, Hammad bin Zaid, dan Ibnul Mubarak.” Ibnu Mahdi lebih memuliakan beliau daripada Ats-Tsauri.
Ahmad bin Hambal mengatakan, “Belum ada orang yang sezaman dengan beliau yang lebih rajin dalam menuntut ilmu melebihi Ibnul Mubarak.”
Abbas bin Mus’ab mengatakan, “Abdullah bin Mubarak mengumpulkan ilmu hadis, fikih, bahasa Arab, sejarah, keberanian, kedermawanan, dan kecintaan dari semua kalangan.”
Hasan bin Isa bin Masirjis mengatakan, “Para murid Ibnul Mubarak berkumpul, kemudian mengatakan, ‘Mari kita sebutkan kelebihan Ibnul Mubarak.’ Mereka menyebutkan, ‘Dalam dirinya terkumpul ilmu, fikih, adab, nahwu, bahasa, sifat zuhud, keberanian, syair, kefasihan dalam berbicara, kebiasaan rajin bertahajud, kebiasaan rajib beribadah, haji, perang, kepiawaian dalam menunggang kuda, sifat diam untuk hal yang tidak penting, keadilan, dan sifat jarang berselisih dengan orang di sekitarnya.’”
Ibnu Ma`in mengatakan, “Beliau adalah ulama yang tsiqah dan kuat hafalannya. Kitab yang pernah beliau sampaikan dalam menyampaikan hadis memuat 20.000 hadis.”
Yahya bin Adam mengatakan, “Jika saya mencari permasalahan yang terperinci dan tidak saya temukan di kitab karya Ibnul Mubarak maka saya putus asa untuk mencarinya.”
Syu’aib bin Harb mengatakan, “Andaikan saya mencurahkan seluruh kemampuan saya selama tiga hari dalam setahun, untuk melakukan usaha sebagaimana yang dilakukan Ibnul Mubarak, saya pasti tidak mampu.”
Dari Nu’aim bin Hammad, bahwa Ibnul Mubarak menceritakan bahwa ayahnya pernah berpesan kepadanya, “Sungguh, jika aku menemukan kitabmu, akan aku bakar!” Ibnul Mubarak mengatakan, “Tidak ada masalah bagiku. Semua sudah tersimpan di dadaku.”

Karya Ibnul Mubarak

Beliau meninggalkan banyak karya tulis yang sangat berharga, di antaranya adalah:
Tafsir Al-Qur`an. Merupakan kitab tafsir yang ditulis oleh Ibnul Mubarak.
Ad-Daqaiq fi Ar-Raqaiq. Buku ini mengumpulkan beberapa hadis-hadis yang menggugah hati.
Riqa` Al-Fatawa.
Al-Musnad. Sebagaimana kitab musnad lainnya, kitab ini merupakan kumpulan hadis bersanad lengkap yang sampai kepada Ibnul Mubarak.
Al-Jihad. Buku ini, secara khusus, mengupas fikih jihad dan aturan-aturannya. Buku ini juga membahas tentang tata cara shalat khauf. Penjelasan yang disampaikan dalam buku ini berbentuk pembawaan hadis yang disertai sanadnya.
Az-Zuhd. Berisi kumpulan hadis tentang zuhud dan keutamaanya.

Kredibilitas ilmu yang didapatnya membuatnya selalu mengingat akhirat, dan kiranya itulah salah satu tanda-tanda ilmu yang bermanfaat, di mana pemiliknya akan selalu mendekatkan diri kepada sang Khaliq.

Suwaid bin Said berkata, bahwa aku melihat Abdullah bin al-Mubarak di Kota Mekah, dia mendatangi sumur Zam-zam dan dia pun mengambil segelas air, kemudian ia mengahadap ke Ka’bah dan berkata,

اللَّهُمَّ إِنَّ ابْنَ أَبِي المَوَّالِ حَدَّثَنَا، عَنْ مُحَمَّدِ بنِ المُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ: عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَنَّهُ قَالَ: (مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ) وَهَذَا أَشرَبُهُ لِعَطَشِ القِيَامَةِ، ثُمَّ شَرِبَهُ

“Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abil Mawal (yakni Ibnul Mu-ammal) meriwayatkan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Munkadir meriwayatkan kepada kami, dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bersabda:

“Air Zam-Zam itu sesuai dengan niat meminumnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, al-Irwa’ no: 1123) dan sesungguhnya aku meminumnya untuk kehausan di hari ،Kiamat”, kemudian ia meminumnya.

Subhanallah, renungkanlah dikala orang-orang meneguk air zam-zam dengan niat kesehatan dan kesembuhan, Ibnul Mubarak meminumnya demi untuk menghilangkan kehausannya kelak di hari kiamat, yang ia yakin akan mengahadapinya, di mana semua orang keluar dari kuburnya dalam keadaan haus, berkumpul di padang Mahsyar, semoga Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.

HARTAWAN YANG DERMAWAN

Ibnul Mubarak telah mewarisi harta yang banyak dari orang tuanya, kemudian mengembangkannya dalam perniagaan sehingga ia menjadi konglomerat yang hebat,  disebutkan bahwa modal perniagaannya adalah 400 ribu Dirham. Harga seekor kambing pada masa itu sekitar 5 dirham, hitunglah berapa kekayaaan yang ia warisi dari ayahnya???

Harta kekayaannya dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menyantuni ulama, membatu fakir miskin dan berperang di jalan Allah, ia berniaga bukan untuk memperkaya diri, ia pernah berkata kepada Fudhail bin ‘Iyadh, “Andaikata bukan karena kamu dan teman-temanmu (maksudnya adalah para ulama) niscaya aku tidak akan berniaga”.

Salah seorang ulama yang datang setelah Ibnul Mubarak bertanya kepada Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak, apakah yang menjadikan Ibnul Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia tidaklah lebih tua umurnya dari kalian, maka Isa bin Yunus berkata: “Hal itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan membawa pakaian-pakaian yang baik-baik, ia menyambung tali persaudaran dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka, sedangkan kami tidak mampu berbuat itu”.

Subahanallah, hal ini menunjukkan betapa mulianya niat ia berniaga dan berdagang, yakni  untuk mengangkat derajat para ulama agar mereka tidak dimanfaatkan oleh para penguasa dan orang-orang berduit. Menanggapi hal ini, Abbas ad-Dauri berkata “Tidaklah aku melihat seorang yang mengajarkan hadis lillahii Ta’ala kecuali 6 orang, di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak.‎

Al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnul Mubarak membantu kaum fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu Dirham.

Harga 1 ekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa dibayangkan kalau harga kambing itu 1 juta, maka ia telah bersedekah kepada fakir miskin sebanyak 20 milyar rupiah dalam setahun, suatu jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia berikan kepada yang lainnya.

Bisa dibayangkan 20 milyar berderma dalam setahun.

KISAH KEDERMAWANANNYA:

Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata, Aku mendengar ayahku berkata: “Konon Ibnul Mubarak apabila musim Haji, beberapa saudaranya (seiman) dari penduduk Merv berkumpul kepadanya, mereka berkata, “Kami ingin berhaji bersamamu”, ia menjawab; “Kalau begitu, kumpulkanlah biaya haji kalian kepadaku”.

Setelah itu, Abdullah mengambil bekal mereka dan meletakkan di dalam sebuah peti dan menguncinya. Kemudian ia menyewakan kendaraan untuk mereka agar bisa pergi menuju Baghdad dari Merv. Ia terus memberikan nafkah dan melayani mereka dengan makanan yang enak-enak dan berbagai macam kue, kemudian mempersiapkan mereka untuk pergi dari Baghdad dengan pakaian yang indah dan rapi menuju kota Madinah an-Nabawiah. Sesampainya di sana ia berkata kepada setiap orang dari rombongannya,

‘keluarga kalian berpesan apa dari Madinah?’

Mereka berkata ini dan itu, maka  ia pun berbelanja memenuhi keinginan mereka, kemudian berangkat ke kota Mekah. Sesampainya di sana, ia berkata kepada mereka semua tentang pesanan keluargarnya yang harus dibeli di Mekah, dan lagi-lagi ia berbelanja untuk mereka, kemudian ia tetap memberikan nafkah kepada mereka sampai kembali ke kampung halaman di Merv.

Tidak cukup disitu, Abdullah bin al-Mubarak merenovasi rumah-rumah mereka. Setelah tiga hari dari kedatangan, ia membuat walimah (syukuran ed.) mengundang rombongannya ini dan memberikan pakaian kepada mereka. Apabila mereka telah usai makan dan minum, Ibnul Mubarak meminta peti tempat menyimpan nafkah mereka, ia membukanya kemudian mengembalikan barang titipan tersebut kepada setiap orang yang memilikinya, di mana setiap kantong uang telah tertulis nama pemiliknya”.

Subnallah betapa mulia dan dermawannya Abdullah bin al-Mubarak, sangat sulit kita mendapati orang seperti ini, walaupun alhamdulillah kebaikan masih banyak, dan kita melihat beberapa konglomerat yang memberangkatkan pegawai-pegawainya untuk berhaji atau berumrah, semoga Allah membimbing mereka kepada jalan keikhlasan.‎

KISAH LAIN TENTANG KEDERMAWANANNYA:

Di antara kisah kedermawanan Abdulllah bin al-Mubarak, adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa. Ia berkata, bahwa Ibnul Mubarak sering pergi bolak-balik ke kota Thursus. Biasanya, ia tinggal di Roqqah (sebuah kota di Syiria), di daerah Khan pemukiman para saudagar, di sana ada seorang pemuda yang biasanya datang untuk membantu memenuhi kebutuhannya dan mendengarkan hadis darinya.

Pada suatu saat Abdullah bin al-Mubarak datang ke sana dan tidak menjumpai pemuda itu, maka ia pun keluar terburu-buru mengikuti rombongan untuk Jihad. Tatkala kembali dari medan perang ia bertanya tentang pemuda tersebut, ia mendapat info bahwa pemuda itu dipenjara karena tanggungan utang sebesar 10 ribu Dirham(Sebagai perbandingan: harga seekor kambing pada masa itu adalah 5 Dirham) . Lalu Abdullah mencari tahu tentang orang yang dihutangi itu, dan ia pun melunasi utang pemuda itu, ia meminta agar orang tersebut tidak memberitahukan kepada satu orang pun tentang apa yang diperbuatnya selama dia masih hidup.

Pemuda itu pun dikeluarkan dari penjara, dan Abdulllah Ibnul Mubarak telah pergi meninggalkan Raqqah di malam hari, setelah berjalan beberapa saat, ternyata pemuda itu mengejarnya dan menjumpainya, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya:

Wahai pemuda kemana saja kamu tidak kelihatan?,

‘Wahai Abu Abdirrahman, aku dipenjara karena beban utang’,

Ibnul Mubarak kembali bertanya: Bagaimana kamu bisa bebas?

Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang melunasi hutangku, dan aku pun tidak mengenalnya’.

Abdullah berkata kepadanya; “Pujilah Allah” dan pemuda itu tidak mengetahui siapakah yang sebenarnya telah melunasi utangnya.

Betapa gigihnya usahanya dalam rangka menjaga keikhlasan sampa ia sembunyikan amal baiknya itu. Hal ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan di hari kiamat, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah ‘Azza wa Jalla. Salah satunya adalah seorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahnya oleh tangan kanannya. Semoga Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi mendapatkan apa yang ia inginkan.

Abdullah bin al-Mubarak telah dapat menselaraskan antara perniagaan dan keilmuannya, suatu hari ia ditegur oleh Fuhdhail bin ‘Iyad, katanya “Kamu menyuruh orang untuk zuhud, dan mencukupkan diri dengan yang sedikit tanpa berlebih-lebihan, namun kami melihat kamu mendatangkan barang-barang dagangan, bagaimana ini???

Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak, “Wahai Abu Ali, aku berbuat ini demi untuk menjaga wajahku dan menghargai kehormatan diri, serta menjadikannya sarana ketaatan kepada Rabbi”. Maka Fudhail berkata kepadanya: “Betapa indahnya hal ini, apabila itu terlaksana”.

Harta adalah perhisaan dunia dan juga sarana untuk berbuat baik, asalkan seseorang kuat imannya serta tidak mudah tergoda dengan gemerlap dunia yang sering membuat seorang hamba lupa dengan kewajiban dan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah.

KEBERANIAN DAN PERJUANGANNYA

Al Imam Abdullah bin al-Mubarak bukan hanya sekedar ulama Islam terkenal, dan seorang saudagar kaya yang dermawan, di balik itu semua ia adalah seorang jawara dan pendekar Islam yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah Subhanu wa Ta’ala.

Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa Sulaiman al-Marwazi telah mengabarkan kepada kami, dia berkata: “Pada suatu saat kami bersama batalyon Abdullah bin al-Mubarak sedang bergerak di dalam negeri Romawi, maka tanpa sengaja kami bertemu dengan musuh, dan tatkala kedua barisan telah berjumpa, seorang lelaki keluar dari barisan musuh, dan dia mengajak perang tanding, maka keluarlah seorang lelaki dari kaum muslimin, dan orang Roma itu berhasil membunuhnya.

Kemudian keluar orang lain dari barisan kaum muslimin dan dibunuhnya pula, kemudian keluar orang lain dan dibunuhnya juga, kemudian dia menantang lagi untuk perang tanding, kemudian seorang lelaki datang dan mengejarnya sesaat kemudian menusuknya hingga ia mati. Maka orang-orang berebut mengerumuninya, maka aku memandang kepadanya, ternyata dia adalah Abdullah bin al-Mubarak, dia menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, maka aku menarik ujung lengan bajunya, dan benar dia adalah Abdullah bin al-Mubarak”.

Allahu Akbar, memang benar Abdullah adalah salah satu pejuang Islam yang pemberani dan handal dalam berperang.

Dalam kisah kepahlawanan yang lain, Abdullah bin Sinan berkata: “Suatu waktu aku bersama Abdullah bin al-Mubarak dan Mu’tamir bin Sulaiman di Thursus, tiba-tiba ada seruan untuk perang, maka Abdullah bin al-Mubarak pergi bersama orang-orang menjawab seruan jihad itu.

Tatkala dua kelompok pasukan bertemu dan merapikan barisannya masing-masing, tiba-tiba keluarlah salah satu orang jagoan Romawi dari barisan mereka, dan dia menantang perang tanding, maka  seorang dari kaum muslimin keluar menghadapinya, maka jagoan Roma itu menyerangnya dengan dahsyat dan berhasil membunuhnya, sehingga terbunuhlah dalam perang tanding itu 6 orang dari barisan kaum muslimin.

Hal itu membuatnya angkuh dan congkak, ia menantang untuk perang tanding lagi, dan tidak ada satu orang pun yang berani keluar, maka ketika itu Abdullah bin al-Mubarak menoleh kepadaku, seraya berkata, “Wahai Fulan, apabila aku terbunuh, maka lakukanlan hal ini dan hal itu.” (Ibnul Mubarak berwasiat kepadaku), kemudian dia menggerakkan kudanya dan maju ke depan menjawab tantangan orang Roma itu, maka terjadilah saling serang beberapa saat, dan akhirnya Roma itu terbunuh. Kemudian keluar orang Roma lain dan dibunuhnya pula, sehingga dia membunuh 6 orang dari tentara Roma, dan diapun menantang untuk perang tanding. Namun pasukan-pasukan Roma ciut nyalinya, maka dia pun menggerakkan kudanya dan  menghilang di dalam barisan, seakan-akan kita tidak merasakan sesuatu apapun,. Dan tiba-tiba Abdullah bin al-Mubarak telah berada di tempat tadi dia berada, di sebelahku, maka ia berkata, ‘Wahai Abdullah andaikata kamu mencerikatan hal ini tatakala aku hidup, maka aku akan berbuat ini dan itu’, ia menyebutkan kata-kata ancaman”.

Lihatlah bagaimana Abdullah berjuang di jalan Allah hanya mengharap ridhanya dan ia pun tidak ingin orang lain mengetahui apa yang telah ia lakukan, demi menjaga keikhlasan agar jangan sampai kebaikan itu dirampok iblis karena tercampuri riya’.

Indahnya Metode Dakwahnya

Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas seorang muslim, namun tidak semua orang bisa melaksanakan tugas ini dengan baik karena tidak mengetahui metode yang pas dalam kondisi yang berbeda-beda, tengoklah Ibnul Mubarak.

Pernah pada suatu hari ada seorang yang bersin di hadapannya, dan orang itu tidak mengucapkan alhamudulillah, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya, “Apakah yang seharusnya dikatakan oleh seseorang bila bersin?”, Orang itu berkata: “Alhamdulillah”, maka Ibnul Mubarak menyahut: “Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu)”. Ibnul Mubarak tidak mencela atau menghardiknya melainkan mengingatkannya dengan sunah dan dengan cara melemparkan sebuah pertanyaan.

Ini adalah surat Imam Abdullah bin Al Mubarak di medan jihad kepada Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh yang sedang asyik beribadah di Haramain (Mekkah dan Madinah). Berikut ini teksnya:
 روى الحافظ بن عساكر في ترجمة عبد الله بن المبارك من طريق محمد بن إبراهيم بن أبي سكينة، قال: أملى علي عبد الله بن المبارك هذه الأبيات بطرسوس، وودعته للخروج، وأنشدها معي إلى الفضيل بن عياض في سنة سبعين ومائة، وفي رواية سنة سبع وسبعين ومائة:
يا عابد الحرمين لو أبصرتنا ... لعلمت أنك في العبادة تلعب
من كان يخضب خده بدموعه ... فنحورنا بدمائنا تتخضب
أو كان يتعب خيله في باطل ... فيخولنا يوم الصبيحة تتعب
ريح العبير لكم ونحن عبيرنا ... وهج السنابك والغبار الأطيب
ولقد أتانا من مقال نبينا ... قول صحيح صادق لا يكذب
لا يستوي وغبار خيل الله في ... أنف امرئ ودخان نار تلهب
هذا كتاب الله ينطق بيننا ... ليس الشهيد بميت لا يكذب
قال: فلقيت الفضيل بن عياض بكتابه في المسجد الحرام، فلما قرأه ذرفت عيناه وقال:
صدق أبو عبد الرحمن ونصحني، ثم قال: أنت ممن يكتب الحديث؟ قال: قلت: نعم، قال فاكتب هذا الحديث كراء حملك كتاب أبي عبد الرحمن إلينا وأملى علي الفضيل بن عياض:
حدثنا منصور بن المعتمر عن أبي صالح عن أبي هريرة أن رجلا قال: يا رسول الله، علمني عملا أنال به ثواب المجاهدين في سبيل الله، فقال «هل تستطيع أن تصلي فلا تفتر، وتصوم فلا تفطر؟» فقال: يا رسول الله، أنا أضعف من أن أستطيع ذلك، ثم قال النبي صلى الله عليه وسلم «فو الذي نفسي بيده لو طوقت ذلك ما بلغت المجاهدين في سبيل الله، أو ما علمت أن الفرس المجاهد ليستن  في طوله، فيكتب له بذلك الحسنات» .

Al Haafizh Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam biografi Imam Abdullah bin Al Mubarak, dari jalan Muhammad bin Ibrahim bin Abi Sukainah, katanya: Abdullah bin Al Mubarak mendiktekan kepada saya bait-bait syair di daerah Tharsus. Lalu saya meninggalkannya dan pergi.  Saya membawa surat itu dan menjumpai Al Fudhail bin ‘Iyadh   pada tahun 170 –dalam riwayat lain tahun 177:
“Wahai ahli ibadah di dua tanah Haram ... seandainya kau melihat kami, niscaya kau akan tahu bahwa engkau dan ibadahmu itu hanyalah main-main belaka ..
Orang yang membasahi pipinya dengan linangan air matanya ... sementara kami membasahi leher kami  dengan darah-darah kami ..
Atau orang yang membuat lelah kuda perangnya dalam kesia-siaan ... sementara kuda-kuda kami lelah payah di medan pertempuran ..
 Aroma bagimu adalah wewangian yang semerbak,  sementara wewangian kami …. adalah pasir dan  debu-debu yang mengepul …
Telah datang kepada kita sabda sang nabi …. Perkataan yang jujur lagi benar dan tidak dusta …
Bahwa tidaklah sama debu-debu kuda di jalan Allah yang menempel di hidung seseorang dan kobaran asap dan api yang menyala-nyala …
Inilah kitabullah yang berbicara  di antara kita … orang mati syahid itu tidaklah mati, dan ini bukanlah kedustaan …”

 Muhammad bin Ubrahim bin Abi As Sukainah berkata: Saya menemui Al Fudhail bin ‘Iyadh di Masjidil Haram dan dia bersama surat itu. Ketika dia membacanya, nampak kedua matanya berlinang, dan dia berkata: “Abu Abdirrahman (Abdullah bin Al Mubarak) telah benar dan dia telah menasihatiku.” Muhammad bin Ibrahim bertanya: “Apakah engkau termasuk yang menuliskan haditsnya?” Beliau menjawab: “Ya”, lalu dia bekata lagi: “Tulislah hadits ini, sebagai balasan untukmu yang membawakan surat Abu Abdirrahman untukku.” Lalu Al Fudhail bin ‘Iyadh mendiktekan untukku:
BERKATA KEPADA KAMI MANSHUR BIN AL MU’ATAMAR, DARI ABU ASH SHAALIH, DARI ABU HURAIRAH, BAHWA  ADA SEORANG BERTANYA KEPADA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, APAKAH ADA AMAL PERBUATAN YANG SEBANDING DENGAN JIHAD FI SABILILLAH?, BELIAU MENJAWAB: “KALIAN TIDAK AKAN MAMPU.” MEREKA BERTANYA HINGGA DUA ATAU TIGA KALI, SEMUANYA DIJAWAB: “KALIAN TIDAK AKAN MAMPU.” BEGITU YANG KETIGA KALINYA, BELIAU BERSABDA:  “PERUMPAMAAN MUJAHID DI JALAN ALLAH BAGAIKAN SEORANG YANG BERPUASA, SHALAT MALAM, BERDZIKIR MEMBACA AYAT ALLAH, TIDAK PERNAH HENTI DARI PUASA DAN SHALATNYA ITU SAMPAI PULANGNYA SI MUJAHID  DI JALAN ALLAH TA’ALA.”  

PENAMPILAN YANG SEDERHANA

Walau memiliki harta yang berlimpah dan ilmu yang meruah ia tetap berpenampilan sederhana, namun manusia dapat mengukurnya dari gerak-gerik dan cara berbicaranya yang penuh sopan santun.

Diceritakan bahwa Abdullah bin al-Mubarak mendatangi Hammad bin Zaid salah seorang gurunya, di awal perjumpaan, Hammad takjub dengan sopan santun Ibnul Mubarak, maka ia bertanya kepadanya, “Dari mana Kamu?

‘Dari penduduk Khurasan, dari kota Merv’, jawab Ibnul Mubarak.

‘Apakah kamu kenal dengan satu orang yang bernama Abdullah bin al-Mubarak?’ tanya Hammad.

‘Iya’, jawabnya. ‘Bagaimana dia, apa yang dia perbuat?’

‘Dialah yang sedang berbicara denganmu’, mendengar itu maka Hammad menyalaminya dan menyambutnya dengan hangat.

KEMATIAN TIDAK PANDANG BULU

Setelah hidup kurang lebih 63 tahun, akhirnya Ibnul Mubarak menjumpai ajalnya.

Dan sebelum wafat, dikala ia menanti dan dalam sekarat, Abdullah bin al-Mubarak tetap berusaha untuk beramar ma’ruf. Abdullah al-‘Ajli berkata, “Ketika ajal menjeput Ibnul Mubarak, ada seseorang yang mentalkinnya, dia berkata; ‘katakanlah laa ilaha illallah’. Orang itu mengulang perkataan itu berulang kali. Maka Abdullah bin al-Mubarak berkata kepadanya, “Kamu tidak pandai melakukannya, aku khawatir kamu akan menyakiti orang Islam lain setelah aku, apabila kamu mentalkinku, dan aku telah mengatakan laa ilaha illahllah, maka biarkanlah aku, dan apabila aku mengeluarkan kata-kata lain, maka talkini aku lagi, sehingga ia menjadi akhir dari ucapanku”.

Ia wafat pada tahun 181 H. pemimpin umat Islam pada saat itu Khalifah Harun al-Rasyid ketika mendengar berita duka wafatnya Ibnul Mubarak ia berkata “Telah wafat penghulunya para ulama”.

Semoga kita bisa bercermin kepadanya, salah seorang pewaris nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggalkan cermin elok dan tidak pudar.‎

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar