Ponpes Khamdaniyah, Siwalan Panji Sidoarjo, Jawa Timur Tempat Nyantrinya Para Ulama Besar Pesantren klasik yang hingga kini konsisten dengan kesalafannya adalah Pesantren Khamdaniyah. Bangunan pondokan santri tidak berubah. Masih berupa bilik-bilik yang dibuat dari kayu dan anyaman bambu. Khas perkampungan tempo dulu. Sebagai tempat siar Islam, agaknya pesantren yang berada di desa Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo ini tidak mementingkan wadah. Namun mengutamakan isi/hasilnya. Betapa tidak ! sebut saja, Syaikhona Cholil Bangkalan, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Kakek Gus Dur), KH. As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Mbah Ud (Pagerwojo), dan ulama-ulama besar lainnya, hasil didikan pesantren ini. Kiai Nawawi atau Raden Sepuh bin Raden Bustaman yang berasal dari Solo Jawa Tengah, Pendiri Pesantren Ma'had Arriyadl Ringin Agung Pare Kediri termasuk santri. Diperkirakan angkatan senior Pesantren Siwalanpanji, karena beliau lahir tahun 1818 M dan mulai nyantri di Siwalanpanji tahun 1835 M kemudian pada tahun 1870 residen Kediri memberi izin mendirikan pesantren Ringin Agung.
Pesantren Khamdaniyah didirikan pada tahun 1787 M. Nama Khamdaniyah diambil dari nama pendirinya, yaitu KH. Khamdani. Namun, di luar kota Sidoarjo terkenal dengan nama pesantren Siwalanpanji. Pesantren ini termasuk pondok tertua di Sidoarjo, Jawa Timur. Tujuannya, tak lain meneruskan perjuangan Walisongo, mensiarkan ajaran-ajaran Islam. Banyak cerita menarik ketika Kiai Khamdani hendak mendirikan pondok di kawasan Desa Siwalanpanji ini.
Pesantren Siwalanpanji didirikan oleh Kyai Khamdani yang berasal dari Pasuruan. beliau Khamdani bin Marroddani bin Sufyan bin Hasan Sanusi bin Sa'dullah bin Sakaruddin bin Sholeh (Semendi) lahir pada tahun 1720 M sebagaimana pemuda keturunan Ulama' pada waktu itu, masa muda Kyai Khamdani banyak di habiskan dengan mempelajari berbagai cabang ilmu agama ke berbagai ulama' di berbagai daerah dan bermujahadah tirakatan. Tidak banyak catatan yang bisa penulis peroleh dari masa muda beliau.
Setelah berusia hampir 60 tahun tepatnya pada tahun 1780 M beliau berhijrah ke suatu daerah ber-rawa-rawa tak berpenghuni di sebelah Timur laut Kota Sidoarjo yang bernama Siwalanpanji. Sekitar tujuh tahun bermujahadah memohon Hidayah dan Ma'unah dari Allah Yang Maha Kuasa, kemudian akhirnya beliau memutuskan untuk memberi Penerangan Cahaya Iman dan Islam kepada siapa saja yang membutuhkan. Maka sejak saat itu mulai di kenallah nama Siwalanpanji sebagai tempat menggembleng dan menempa Ilmu-Ilmu Keislaman ke berbagai penjuru negeri.
Salah seorang waliyullah yang terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziarah ke makam Rasulullah di Raudhah, beliau berjumpa dengan Baginda Nabi saw. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Baginda Nabi saw. Sebelum berpisah, Baginda Nabi saw mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ke Tanah Air supaya menyampaikan salam beliau saw kepada Khozin dari Buduran, Sidoarjo.
Begitulah, beliau kembali pulang ke Tanah Air. Selepas kapal yang ditumpanginya bersandar di pelabuhan Kota Surabaya (sekarang Tanjung Perak), Syaikhona Kholil tidak langsung menuju ke rumahnya di Bangkalan, Madura, tetapi langsung menuju Buduran, Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang dipesankan Baginda Nabi saw kepadanya. Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin. Jawaban yang beliau peroleh menunjuk pada sosok-sosok yang bervariasi, mulai dari Khozin tukang cukur rambut, Khozin tukang sepatu sampai Khozin-Khozin lain dengan beragam profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yang beliau bayangkan. Hingga akhirnya suatu saat kemudian di pagi hari beliau bertemu dengan bapak tua, mengenakan kaos oblong dan bersarung setengah dicincing ke atas, sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan (bilik-bilik bambu untuk kamar para santri). Syaikhona Kholil lalu menghampiri bapak yang tengah sibuk dengan aktivitas paginya tersebut.
Setelah memberikan ucapan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya, “Pak, di manakah rumah Khozin?”
“Nama Khozin, di sini banyak,” jawab orang tersebut.
“Tetapi kalau Kiai hendak mencari Khozin yang dimaksud Rasulullah sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau maksud,” lanjut bapak tersebut.
Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah mendengar jawaban spontan tersebut. Dengan serta-merta beliau menjatuhkan koper perbekalan bawaannya dan langsung mencium tangan bapak tersebut berulang kali.
Ya, itulah Kiai Khozin Khoiruddin, pengasuh Pondok Pesantren Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo sekaligus perintis tradisi khataman Tafsir Jalalain, yang pada era Kiai Ya’kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali.
Hadratus Syekh Kiai Hasyim Asy’ari adalah alumni ponpes ini. Beliau sempat diambil menantu oleh Kiai Ya’qub, dipersuntingkan dengan puterinya yang bernama Khadijah. Dari perkawinannya dengan Khadijah ini beliau dianugerahi seorang anak bernama Abdullah. Akan tetapi, sayang keduanya (Nyai Khadijah dan Abdullah putranya) wafat di Makkah pada tahun 1930. Di pondok ini gothaan (=kamar) Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari sewaktu masih nyantri sampai sekarang diabadikan keberadaannya sebagai bentuk penghormatan kepada Hadratus Syekh. Di antara alumni ponpes yang lain adalah Mbah Hamid Abdullah Pasuruan, Kiai As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan, KH Ridwan Abdullah pencipta lambang Nahdlatul Ulama, KH Alwi Abdul Aziz, KH Wahid Hasyim, dan lain-lain.
Ada beberapa kisah menarik terkait santri-santri Pondok Siwalan Panji. Salah satunya ialah sebagaimana penuturan cucu Mbah Jaelani kepada saya, pada suatu musim kemarau waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur-sumur di sawah maupun rumah-rumah penduduk kering-kerontang. Di tengah kondisi banyak orang kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani seperti terbang melayang-layang di udara sambil membawa timba-timba berisi air beserta pikulannya.
Ada juga kisah wali kendil (kakak-beradik yang meninggal ketika masih menjadi santri). Sang adik ahli mutholaah (=mendaras) kitab-kitab, sedangkan sang kakak ahli riyadhoh/tirakat (=mengambil jalan hidup penuh keprihatinan). Pada suatu hari sang kakak ingin mendidik adiknya agar bisa berlaku tenggang rasa. Dimarahilah adiknya yang tengah menanak nasi di dapur dengan alasan tidak menghormati kakaknya yang sedang berpuasa. Ditendangnya kendil (=bejana yang terbuat dari tanah) yang digunakan untuk menanak nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu. Ditempelkannya lagi potongan serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala. Konon hingga ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kiai Ya’kub santrinya itu diperingatkan agar cukup sampai di situ saja (maksudnya makamnya jangan bergeser lagi). Hingga sekarang makam keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti kali pertama dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya.
Kiai Kholil Bangkalan sendiri akhirnya nyantri (berguru) kepada Kiai Khozin, sehingga termasuk alumni Pondok Siwalan Panji.
Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun 1787 oleh Kiai Hamdani. Menurut Gus Rokhim (alm) — pemangku pondok Khamdaniyah yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah Siwalan Panji masih berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini diangkat ke permukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.
“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba-tiba terangkat dan menjadi daratan,” cerita Gus Rokhim. Tidak hanya itu, pada awal- awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari Cepu melalui jalur laut tiba-tiba pecah dan terserak dan berpencar. Namun, karena pertolongan Allah, kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju ke arah sungai di seberang kawasan pondok.
“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.
Tidak banyak yang tahu, Pondok Pesatren Al-Hamdaniyah merupakan salah satu Pondok Pesantren tertua di Jawa Timur yang berusia 228 tahun. Selain menjadi yang tertua, Ponpes ini juga menjadi salah satu saksi sejarah persebaran Islam di Jawa Timur.
Beginilah kondisi Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah yang berada di desa Siwalan Panji, kecamatan Buduran, Sidoarjo yang nampak tak terawat. Didirikan sejak tahun 1787 oleh KH Hamdani, ulama besar asal Pasuruan. Kini usia Ponpes Al-Hamdaniyah telah mencapai usia 228 tahun atau dua abad lebih. KH Hamdani sendiri merupakan seorang ulama keturunan Rasulullah yakni silsilah ke-27.
Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun alumni yang keluar beberapa di antara mereka sudah mempunyai karomah-karomah luar biasa ketika masih menjadi santri. Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan, di pondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem pendidikan ala madrasah diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti sekarang yang tersusun sistematis dan terencana. Pembaharuan sistem pendidikan pondok pesantren secara klasikal dengan kurikulum yang sistematik diinisiasi oleh Gus Wahid (K.H.Abdul Wahid Hasyim), pahlawan pergerakan nasional, ayah Gus Dur, pada akhir 1930-an. Selain melahirkan ulama-ulama besar, Ponpes Al-Hamdaniyah juga telah menjadi saksi sejarah dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari tangan penjajah. Selain belajar ilmu agama, para santri juga turut berperang melawan penjajah.
Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti-wanti agar santri beliau yang boyong (pulang ke kampung halaman) agar tabarrukan dulu di Pondok Panji yang diasuh Kiai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil kepada Kiai Khozin. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai sekarang pondok Panji, terutama pondok Al-Khozini, banyak dipenuhi santri dari Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan.
PENDIRI PONDOK PESANTREN SIWALAN PANJI
Pesantren Siwalanpanji dirintis oleh Kyai Khamdani pada tahun 1787M. Beliau lahir di Pasuruan pada tahun 1720 M. Beliau Kyai Khamdani dikenal sebagai pribadi yang Zahid (tidak mementingkan urusan duniawi), ‘Abid (ahli ibadah), dan Waro’ (berhati-hati dalam segala hal). Beliau Kyai Khamdani adalah putra Murroddani bin Sufyan bin Khasan Sanusi bin Sa’dulloh bin Sakaruddin bin Mbah Sholeh Semendi Pasuruan. Beliau Kyai Khamdani memiliki dua orang putra yang nantinya menjadi penerus perjuangan yang handal, Kyai Abdurrohim dan Kyai Ya’qub namanya.
Alkisah, belau Kyai Khamdani hijrah dari Pasuruan dalam usia yang cukup tua ke suatu daerah sebelah timur laut kota Sidoarjo, suatu tempat yang pada waktu itu masih berupa perairan rawa-rawa, berbilang tahun beliau ber-Riyadloh, ber-Munajat kepada Alloh Tuhan Yang Maha Perkasa, berharap limpahan Rahmat & Inayah-Nya, agar daerah tersebut kelak ditinggikan oleh Allah dan menjadi Kawah Candradimuka dan Mercu Suar Ilmu, dan Alloh Tuhan Yang Maha Kuasa Yang Maha Rohman Rohim meng-Ijabahinya.
Pada periode berikutnya yakni era putra dan cucunya ribuan santri mengalir dari berbagai penjuru Nusantara bahkan Mancanegara untuk merasakan gemblengan tangan dingin para Masyayihnya. Sebagaimana saya sebutkan diatas Kyai Khamdany mempunyai dua putra yang melanjutkan estafet perjuangannya dan dari era dua putranya ini dimulai Periode Keemasan Pesantren Siwalanpanji. Beliau adalah Kyai Abdurrohim dan Kyai Ya’qub.
Adapun keturunan dari kyai Abdurrohim adalah:
Siti Rohminatun.
menurunkan Nafisah, Khoiriyyah, Abu Hasan, Mukmaroh, Kholilah
Siti Mutma’innah.
menurunkan Muniroh, Abdul Ghofur
3.Kyai Irsyad.
Seorang putri Kyai Irsyad ini yang bernama Siti Nafi’ah diperistri Kyai Amari menurunkan putra yang bernama Kyai Anas yang terkenal mampu melakukan hal-hal luar biasa diantaranya bisa terbang ke angkasa namun makam beliau belum diketahui pasti tapi disinyalir berada di India.
4.Kyai Hasyim.
Kyai Hasyim menikah dengan sepupunya sendiri yakni Siti Asfiyah binti Ya’qub menurunkan beberapa anak diantaranya Asmu’i, Ahmad, Faqih, Latifah, Ummi Kultsum, Ahmad Sholeh, Mahbubah, dan Rohmah.
5.Siti Maimunah.
Diperistri oleh Kyai Khozin bin Khoiruddin menurunkan Afifah, Sholhah, Siti Zubaidah, Kyai Basuni, Muhsinah, Ruqoyyah.
Adapun keturunan dari Kyai Ya’qub adalah:
1.Thohir
menurunkan Zainuddin, Maryam, Abdul Hadi, Marfu’ah, Ma’rifah.
2.Siddiq
menurunkan Nafisah, Robi’ah, Fatimah, Abdulloh
Siti Fatimah
Diperistri Kyai Khozin bin Khoiruddin menurunkan hanya seorang putra yaitu
Abbas
4.Ruqoyyah
menurunkan Masri’ah
5.A’isyah
menurunkan Masfufah, Abdulloh, Faqih, Mas’adah
6.Siti Asfiyah
Diperistri Kyai Hasyim bin Abdurrohim saudara sepupunya sendiri menurunkan beberapa keturunan seperti telah tersebut diatas.
7.Siti Khodijah
diperistri Kyai Hasyim Asy’ari menurunkan Abdulloh yang meninggal ketika masih bayi.
8.Abdul Muhit
menurunkan Ahmad, Abdurrohman, Shodaqoh, Abdul Muntaqim diantara keturunannya menjadi warga negara Saudi Arabiya.
Keturunan Kyai Khamdani yang ada sekarang, yang mengasuh berbagai Pesantren dan beragam aktivitas, merupakan generasi yang keenam bahkan ketujuh.
PONDOK PESANTREN AL-KHOZINY
Pondok Pesantren Al-Khoziny dinisbatkan pada Almarhum K.H. Moch. Khozin yang sebelumnya merupakan salah satu pengasuh Pondok Pesantren di Siwalan Panji , Pada Mulanya K.H. Moch. Khozin hanya sebagai santri di Pesantren Siwalan Panji , namun akhirnya beliau diambil menantu oleh Salah satu pengasuh Pondok Pesantren Siwalan panji K.H. Faqih yang juga merupakan mertua dari Pendiri Nahdlotul Ulama K.H Hasyim Asy’ari.
K.H Khozin waktu masih Mengasuh di Pondok Pesantren Siwalan Panji mempunyai Keistimewaan , Dikisahkan saat K.H ( Syaikhona ) Kholil Bangkalalan madura menunaikan ibadah Haji di Mekkah , Beliau bermimpi bertemu dengan Imam Syafi’i ( Imam Mazhab Arba’in ) , Dalam mimpinya setelah beliau membicarakan banyak hal namun ahirnya Imam Syafi’i menitipkan salam agar disampaikan kepada K.H. Moch. Khozin Siwalan Panji , Waktu menerima Amanat itu K.H (Syaikhona ) Kholil Bangkalan belum mengenal nama K.H. Moch. Khozin tetapi dengan petunjuk yang diberikan beliau bisa menemui K.H. Moch. Khozin dan menyampaikan amanat itu dengan mengadakan khataman kitab Tafsir Jalalain Pada setiap bulan Ramadhon,
Amanat tersebut dijalankan oleh K.H. Moch. Khozin , tahun demi tahun peserta khataman bertambah banyak , dan pada saat itu mode transportasi yang ada adalah Kereta Api yang masih dioperaikan penjajah Hindia belanda , belum ada stasiun kereta api di Buduran tetapi setiap perjalanan kereta api selalu ada aja halangan yang menyebabkan kereta api berhenti dan dapat menurunkan Penumpang yang rata-rata murid K.H. Moch. Khozin yang akan mengaji , sehingga oleh Pemerintah Hindia Belanda dibuatkan Stasiun Kereta Api (sampai sekarang masih ada). Karena yang menyampaikan amanat tadi K.H (Syaikhona ) Kholil Bangkalan adalah Ulama besar di Madura sehingga banyak santri beliau yang ikut khataman tersebut adalah ulama-ulama di Jawa.
Pada Tahun 1926 , bertepatan dengan lahirnya Organisasi ” Nahdlotul Ulama’ (NU) ” K.H. Moch. Khozin mendirikan sebuah bangunan yang tidak jauh dari Siwalan panji yaitu di Buduran , yang diperuntukan putra beliau yaitu K.H. Moch Abbas yang saat saat itu baru datang dari tanah Suci Makkah setelah Kurang lebih 10 tahun beliau menetap dan berguru disana, pada mulanya niat mendirikan bangunan hanya sebagai tempat kediaman putranya tersebut , karena di Siwalan Panji sudah banyak generasi dan Keturunan dari Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan panji yang lainnya, namun ternyata kedatangan K.H. Moch Abbas mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar dan dari Santri yang mondok di Pesantren Siwalan panji. sehingga berubah Fungsi dari Kediaman beliau diubah menjadi Pondok Pesantren.
Semula pesantren ini akan diasuh oleh K.H. Moch. Khozin tetapi karena banyak keluarga beliau di Siwalan panji yang kurang merestui , maka untuk memangku pesantren ini disuruhlah putra beliau K.H. Moch Abbas dan sebagai santri pertamanya adalah beberapa santri beliau sendiri di Siwalan Panji.
K.H. Moch. Khozin Wafat pada tahun 1955 M , Amanat untuk Mengadakan Khataman Tafsir jalalain di setiap Bulan ramadhan dilanjutkan oleh puteranya ( K.H. Moch Abbas ) , yang juga mewarisi sifat ayahandanya dengan kehidupam beliau yang sangat sederhana. Beliau dengan rumah yang sangat sederhana dan alas tidur sederhana bermain dengan cucu beliau dan konon. Beliau karena sederhananya semua uang yang dapat dari pemberian orang disimpan dibawah tikar tempat tidur sampai beliau meninggal baru diketahui jumlah uang dan banyak uang yang sudah tidak berlaku, sehingga dengan kesederhanaan itu beliau bisa disebut sebagai seorang ” shufi “.
Perjuangan K.H. Moch Abbas yang Wafat pada tahun 1978 , dilanjutkan oleh Putra Beliau Yaitu K.H Abdul Mujib Abbas , Sosoknya ibarat pohon yang tak henti memberikan kemanfaatan. Daun keteladanannya yang rindang tempat berteduh masyarakat dari silau dunia, kokoh keistiqamahannya dan rindang kesehajaannya juga menyejukkan hati masyarakat yang panas karena bertambahnya maksiat, buah keilmuannya adalah penyegar bagi kehausan ilmu masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, itulah sedikit gambaran sosok KH. Abdul Mujib Abbas.
K.H Abdul Mujib Abbas lahir pada hari Jumat tanggal 1 Syawal 1352 H. Bertepatan dengan 10 Oktober 1932 M di Buduran, Sidoarjo. Sosok alim yang menjadi lentera ilmu di Sidoarjo. Ketulusan K.H. Moch Abbas (ayah) dalam mendidiknya membentuk karakter Mujib muda gigih berjuang . Pada masa kecil, K.H Abdul Mujib Abbas dibimbing secara intensif oleh kedua orang tuanya, K.H. Moch Abbas dan Nyai Khodijah, baik pengajaran al-Qur’an dan pembelajaran kitab kuning, seperti Sullam at-Taufiq, Sullam Safinah dan beberapa kitab salaf lainnya. Pendalaman dasar dari literatur ulama salaf itulah yang digunakan Kiai Abbas mendidik Kiai Abdul Mujib muda hingga berumur 17 tahun. Diharapkan menjadikan benteng kuat pada diri anaknya untuk menjadi generasi tangguh memegang estafet kepemimpinan Al-Khoziny di masa akan datang.
Dalam usia 18 tahun, tepatnya 1950 K.H Abdul Mujib Abbas nyantri di Darul Ulum Rejoso asuhan Kiai Romli At-Tamimi, Mursyid Thariqah Al-Qadiriyah wan-Naqsyabandiyah Jombang. Setelah satu tahun setengah, beliau pindah ke pesantren Bata-bata Pamekasan yang pada saat itu diasuh oleh Kiai Abdul Majid Hamid. Di Pulau Seribu Satu Langgar ini, Kiai Mujib terkenal dengan ketekunan belajarnya, bahkan ia dipercaya oleh kiainya untuk menggantikan pengajian Jam’u al-Jawami’ atau Ihya’ al-Ulumudin ketika sedang udzur. Kiai Abdul Majid juga memberikan forum khusus kepada Gus Mujib (sapaan akrab K.H Abdul Mujib Abbas waktu muda di Bata-bata) untuk mengajarkan para Gus atau Lora (bindereh-Madura). Ini menunjukkan kualitas ilmu Gus Mujib tidak diragukan lagi.
Pada usia 23 tahun (1955 M) beliau nyantri ke pondok MUS Sarang asuhan Kiai Zubair Dahlan. Kai Mujib juga pernah menjadi lurah pondok (ketua pondok) MUS. Di sana Kiai Mujib sering bangun jam 2 malam, tidak untuk langsung beribadah tapi mengambil air agar Kiai Zubair dan para santri yang lain mudah mengambil wudlu ketika Subuh. Ini tak lain karena jiwa khidmah Kiai Mujib kepada guru dan pecinta ilmu sangat tinggi. Dan karena kondisi daerah Sarang yang berada di pesisir pantai Utara, sulit menemukan air tawar.
Di MUS Sarang inilah K.H Abdul Mujib Abbas menelurkan karya ilmu yang patut dibanggakan. Syarah Jawahir al-Maknun, Syarah Waraqad, Qawaid al-Fiqhiyah adalah tiga kitab karangan beliau yang menjadi pelajaran para santri di berbagai pesantren.
Lima tarekat Al-Khoziny
Sejenak kita terkesima dengan metode thariqah Al-Khoziny yang konon warisan dari sesepuh pesantren. Tentang riyadhoh santri yang kemudian menjadi simbol dan mengakar di Al-Khoziny untuk diorientasikan dalam seluruh keseharian mereka. Namun, dalam buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten, Pustaka Idea Juni 2012, dikatakan bahwa, Lima Tarekat itu tidak bisa dilepaskan dari sosok K.H Abdul Mujib Abbas, karena dari sosok beliaulah lima tarikat ini bisa dilihat, ibarat K.H Abdul Mujib Abbas adalah cermin dari lima tarekat ini, di samping beliau sering menyampaikan dalam berbagai forum atau para santri dan alumni betapa pentingnya praktik langsung dari Lima Tarekat ini, yaitu:
Pertama: Belajar atau Mengajar, dalam hal ini beliau sering berkomentar,
كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا ولا تكن خامسا غادرا فتهلك
“Jadilah kamu seorang yang alim, orang yang belajar, orang yang mendengar, orang yang cinta kepada hal tersebut. Janganlah kamu menjadi orang yang ke lima, yang selalu melanggar, maka –dengan itu- kamu akan rusak.”
Kedua: Salat berjamaah, Kiai Mujib dikenal sangat istiqamah dalam berjamaah di langgar pesantren bersama santri. Bahkan waktu sakit pun beliau tidak meninggalkan salat berjamaah. Di Al-Khoziny juga menjadi kewajiban bagi seluruh santri untuk ikut berjamaah. Saking pentingnya jamaah, menurut cerita yang berkembang di Al-Khoziny, pada masa Kiai Abbas para santri yang melanggar tidak berjamaah akan mendapatkan sangsi batin, yakni sulit menerima ilmu yang disampaikan oleh Kiai Abbas, walaupun santri yang melanggar itu mengikuti pengajian di dekat Kiai Abbas.
Ketiga: membaca al-Qur’an. Kiai Abdul Mujib selalu mengawal santrinya setiap salat subuh untuk mengaji al-Qur’an kepada beliau dengan pembekalan ilmu tajwid . Ini menjadi magnet santri Al-Khoziny untuk mengisi hari-harinya dengan al-Qur’an.
Keempat: salat Witir
Dan yang kelima adalah: Istiqamah. Amaliah sunah Nabi dan keistiqamahan Kiai Mujib sudah menjadi pemandangan keseharian di pesantren. Sakit berat tidak mengahalangi ketekunan beliau dalam mengajar dan mengaji.
PESANTREN SEBAGAI MEDAN JIHAD
Pesantren adalah medan jihad yang dipilih K.H Abdul Mujib Abbas, bukan mengangkat senjata tapi dengan mencurahkan tenaga dan pikiran sebagai wujud pelestarian agama Allah dengan mendidik para santri dengan literatur salaf. Hingga lahirlah generasi-generasi Al Khoziny yang ikhlas, berakhlakul karimah disertai bekal ilmu agama secara utuh dalam mengawal Islam. Paling tidak, lulusan pesantren dapat memberikan kemanfaatan dan pengajaran yang benar tentang esensi Islam.
“Salah satu keberhasilah K.H Abdul Mujib Abbas memimpin Al-Khoziny adalah menjaga nilai tradisional. Kiai Mujib selalu ajek merawat tradisi pesantren sejak awal hingga akhir kepemimpinannya. Ia terlibat langsung dalam pengajian kitab kuning dan selalu mendorong agar pengajian-pengajian serupa dilaksanakan dalam berbagai forum, baik santri senior ataupun putra-putrinya.” Komentar KH. Maimoen Zubair Pengasuh Pesantren Al Anwar Sarang Rembang Jateng. Di buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Pustaka Idea Juni 2012.
SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Pesantren dalam perkembangannya ( 1956 ) semula dengan nama” Ma’hadul Mustarsyidin ” dan pada tahun 1978 nama itu ditambahkan dengan kata ” Al-Khoziny ” yang dalam bahasa indonesia diartikan Lembaga Pesantren Al-Khoziny dengan seperti ciri-ciri pondok pesantren pada umumnya, Dalam perkembangannnya dengan tetap memegang ciri khas sebagai pondok salafi , pondok pesantren ini dengan bimbingan K.H Abdul Mujib Abbas berupaya mengklasifikasikan pendidikan santri menjadi pendidikan formal yang berbentuk sekolah ( Madrasah ).
Pada mulanya berbentuk Diniyah yang seluruh meteri pelajarannya hanya pendidikan agama saja ( Kitab salaf ) namun dengan perkembangan pendidikan di indonesia dan kebutuhan disekitarnya K.H Abdul Mujib Abbas memasukan pendidikan formal tersebut kedalam Pendidikan Pesantren dengan Membangun Pendidikan formal antara lain :
1964 membuat Sekolah Menengah pertama Islam ( SMPI ) yang pada th 1970 dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Al-khoziny.
1970 Membuat Sekolah Menengah Atas Islam ( SMAI ) yang juga dirubah menjadi Madrasah Aliyah Al-khoziny.
1971 Membuat Sekolah Persiapan A & Persiapan B yang selanjutnya dirubah menjadi Madrasah Ibtida’iyah Al-Khoziny.
Th 1982 Mendirikan Sekolah Tinggi Diniyah yang kemudian Pada th 1993 diformalkan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) dan Sekolah Tinggi Ilmu.
Alqur’an ( STIQ ) yang sekarang berubah menjadi Institut Agama Islam ( IAI ) Al-Khoziny
MANGKATNYA SANG PEJUANG ILMU
Kecintaan K.H Abdul Mujib Abbas terhadap ilmu memang luar biasa, setelah dirawat karena sakit di rumah sakit Graha Amerta Surabaya, semangat Kiai Mujib terhadap ilmu malah makin kuat, padahal waktu itu beliau menjalani rawat jalan. Dalam kondisi yang lemah, Kiai Mujib tetap menjaga istiqamah membaca kitab walau pengajian dipindah ke ndalem beliau, saking semangatnya beliau sering lupa waktu ketika balah kitab, melebihi batas waktu pada waktu sehat beliau.
Kiai Mujib juga tidak pernah lelah untuk terus belajar. Saat penglihatan menurun, beliau menyuruh santrinya untuk membelikan kitab Shahih Bukhori dengan tulisan jumbo. Beliau juga ketika muthala’ah sering menyuruh santrinya untuk membacakan kitab yang didengarkan beliau. Ketekunan mendalami ilmu membuat kondisi tubuh beliau melemah, Kiai Mujib kembali dirawat di Graha Amerta untuk ke dua kalinya. Setelah 15 hari dirawat, beliau pun kembali ke hadirat Yang Maha Kuasa pada puku 11:45, tanggal 5 Oktober 2010 / 26 Syawal 1431 H, dalam usia 77 tahun 11 bulan 25 hari.
Perlu Dilestarikan
Inilah Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hamdaniyah yang berlokasi di desa Siwalan Panji Buduran Sidoarjo. Ponpes ini masih menyisakan berbagai keunikan yang sudah tidak ditemui di pondok lain. Meski terbilang sederhana, Ponpes ini diperkiran berumur ratusan tahun dan masih mempertahankan keasliannya. Selain bangunannya unik, Pondok Pesantren Al Hamdaniyah telah berhasil mencetak beberapa ulama-ulama besar seperti Kyai Haji Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama.
Pondok yang didirikan pada tahun 1787 Masehi oleh Kyai Haji Khamdani dari Pasuruan ini, masih memiliki bentuk bangunan yang masih asli dan unik. Terutama keunikan bangunan para santrinya.
Berdinding anyaman bambu dan diberi jendela pada setiap kamarnya serta bangunan yang disangga dengan kaki-kaki beton, membuat asrama santri ini nampak seperti rumah Joglo. Bhakan ada beberapa asrama santri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, Pengasuh pondok masih mempertahankan keunikan pondok tertua di Jawa Timur ini.
Setiap asrama dibagi dalam beberapa kamar yang diisi dua hingga tiga santri dengan ukura ruangan 2×3 meter. Di dalam kamar kecil itulah, tempat para santri belajar dan beristirahrat.
Namun siapa sangka jika Pondok Pesantren Al Hamdaniyah ini pernah mencetak ulama-ulama besar Indonesia. Mulai dari Kyai Haji Hasyim Asyari yang tak lain adalah kakek Gus Dur, Kyai Haji Sahal Mahfudz pendiri pondok Gontor dan ulama-ulama besar lainnya.
“Selain mengajarkan berbagai ilmu agama, pondok ini pernah menjadi saksi sejarah perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Menjadi tempat pertemuan antara presiden Soekarno, Bung Hatta, Bung Tomo yang pada akhirnya melahirkan Laskar Hizbullah,” kata Agus Muchlis Asyari, wakil pengasuh Ponpes.
Namun sayang, keunikan pondok ini yang juga sebagai kunci sejarah dan warisan kebudayaan tertua belum mendapat perhatian dari pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Harusnya, pondok tertua seperti Ponpes Al Hamdaniyah dilestarikan dan dijaga keasliannya.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
BalasHapussedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau