Translate

Rabu, 31 Agustus 2016

Menjaga Kesinambungan Generasi

Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulum Ad-Diin berkata,
وفي التوصل إلى الولد قربة من أربعة أوجه هي الأصل في الترغيب فيه عند الأمن من غوائل الشهوة حتى لم يحب أحدهم أن يلقى الله عزبا.
الأول موافقة محبة الله بالسعي في تحصيل الولد لإبقاء جنس الإنسان
والثاني طلب محبة رسول الله صلى الله عليه وسلم في تكثير من مباهاته
والثالث طلب التبرك بدعاء الولد الصالح بعده
والرابع طلب الشفاعة بموت الولد الصغير إذا مات قبله.

Berusaha untuk mendapatkan keturunan sudah dinilai sebagai suatu bentuk ibadah dilihat dari empat sisi:
Menjalankan perintah Allah agar manusia tetap memiliki keturunan.
Berharap dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau akan bangga dengan banyaknya keturunannya pada hari kiamat.
Mengharap berkah dari doa baik dari anak shalih setelah itu.
Mengharapkan syafa’at dari anak yang meninggal dunia ketika kecil sebelum orang tuanya.‎

Dunia saat dihuni oleh sekitar 7 milyar manusia. China menempati ranking pertama dalam hal jumlah penduduk, sebanyak 1 miliar lebih.  disusul India, Amerika Serikat, dan kemudian Indonesia. Selain juara dalam hal tertentu, olimpiade Fisika, Matematika, Bulutangkis, kekayaan sumber daya alam, ternyata Indonesia juga menjadi juara dalam hal jumlah penduduk, yaitu sekitar 230 juta jiwa, urutan keempat dunia. Jika potensi banyaknya SDM (sumber daya manusia) ini dikelola dengan baik dan bertanggung jawab, maka sungguh luar biasa, akan menjadi kekuatan negara yang dapat diandalkan dalam segala bidang. Di sinilah semboyan pendahulu negeri ini, banyak anak banyak rezeki itu menemukan konteksnya. Ungkapan ini juga bisa dimaknai, banyak SDM maka banyak pekerjaan diselesaikan yang akan membawa keuntungan sebagai salah satu bentuk rezeki.

Sebaliknya, bila jumlah penduduk yang banyak tidak dikelola dengan cerdas dan bertanggung jawab, akan menjadi masalah serius bagi kehidupan. Di sini berlaku istilah sebagian masyarakat, banyak anak banyak masalah. Kemiskinan, pengangguran, banyaknya angka kriminalitas, maraknya anak/remaja gelandangan di jalanan dan terminal serta meluasnya “asosiasi” pengemis dan gelandangan (APeG) adalah sejumlah masalah yang ditimbulkan oleh ketidakberesan management sumber daya manusia dan juga sumber daya alam suatu negara.  Karenanya, sembari memperbaiki manajemen SDM dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,  diperlukan langkah-langkah strategis berupa pengendalian jumlah penduduk melalui Keluarga Berencana.

Masalahnya, Keluarga Berencana adalah istilah baru bagi kegiatan kebudayaan manusia yang dahulu di masa Nabi Muhammad saw. belum disebut-sebut secara langsung. Dengan kata lain, saat itu jumlah penduduk tidak perlu dikhawatirkan, bahkan mungkin dirasa perlu manusia (warga negara) memiliki banyak anak untuk mempertahankan eksistensi masyarakat/negara atau menjadi SDM mandiri yang diperlukan dalam mengelola kebun/lahan pertanian yang luas dan sebagainya. Juga banyak anak diperlukan karena masih sering terjadi peperangan yang menelan banyak korban. Kondisi demikian memaksa lahirnya generasi baru pengganti pendahulu yang gugur di medan perang. Ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia semasa kemerdekaan dahulu.

Demikianlah suatu kebijakan lahir karena situasi dan kondisi menuntut atau menghendaki demikian. Demikian pulalah Islam memandang masalah-masalah kontemporer terkait muamalah seperti KB, bayi tabung, asuransi, perbankan, dan sebagainya terkait dengan kondisi yang melatarinya. Sejauh untuk meraih maslahat yang besar di sana atau menghindarkan suatu mafsadat, maka Islam memberikan jalan keluar. Untuk itu diperlukan ijtihad dalam memikirkan jalan kemaslahatan atas suatu masalah.

Menjaga Kesinambungan Generasi
Misi Islam untuk kemaslahatan atau kerahmatan semesta   inilah yang mendasari diutusnya para rasul, khususnya Nabi Muhammad saw. Karenanya sangat beralasan jika Imam Ghazali (w. 505 H/1111 M.), al-Syatibi (w. 790 H.) dan Ibn Khaldun (w. 808 H./1406 M.) menyimpulkan bahwa tujuan syariah Islam adalah melindungi lima hal pokok, yaitu jiwa (al-nafs), akal (al-‘aql), keturunan (al-nasl), agama (al-din), dan harta benda (al-maal).  Mengingat tujuan syariah Islam adalah tercapainya al-mashalih al-‘ammah (kemaslahatan umum) , maka melindungi dan memperjuangkan terwujudnya kelima hal pokok tersebut adalah tindakan maslahat (kebaikan) sehingga perlu dikukuhkan. Sebaliknya semua tindakan yang mengancam kelima hal tersebut adalah tindakan mafsadat (kerusakan) sehingga perlu dicegah.

Semua ajaran (baik berupa kewajiban atau anjuran melaksanakan atau larangan mengerjakan) dalam Islam selalu terhubung dengan salah satu atau beberapa hal atau kelima hal prinsip dasar agama di atas. Misalnya, perintah menjaga kesehatan dan larangan membunuh atau menghilangkan nyawa diri atau orang lain adalah dalam rangka melindungi nafs, perintah makan dan minum yang halal dan baik/sehat serta larangan mengkonsumsi khamar dan turunannya adalah dalam rangka melindungi kesehatan jiwa dan akal, anjuran menikah dan larangan berzina dalam rangka melindungi kehormatan kemanusiaan dan keturunan, perintah bekerja dan larangan mencuri dalam upaya melindungi harta benda manusia, dan perintah menyembah Allah swt. dan larangan menyekutukan-Nya adalah dalam rangka melindungi agama dan meraih kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.

Dalam kaidah usul fiqh dinyatakan nahyun ‘an syai’in amrun bi d}iddihi (larangan terhadap sesuatu  berarti perintah terhadap yang sebaliknya). Ini berarti jika dalam agama terdapat larangan membunuh berarti mengandung perintah menjaga kehidupan, kesehatan, dan keberlangsungan generasi. Jika terdapat larangan merusak keturunan, berarti mengandung perintah melestarikan keturunan dengan baik dan bijaksana. Ini bisa dikembangkan dengan contoh-contoh lainnya. 

Keluarga Berencana sebagai Ikhtiar Melindungi Keturunan
Salah satu ikhtiar menjaga kesinambungan generasi adalah melalui Keluarga Berencana (KB). KB diartikan sebagai upaya manusia secara sadar untuk merencanakan sebuah keluarga sejahtera dan bahagia dengan jumlah anggota keluarga yang pas, sesuai dengan keadaan dan kemampuan manusia tersebut, baik dalam waktu dekat maupun jangka panjang. Dengan pengertian ini, pada dasarnya KB bermakna mengatur keturunan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitasnya. Ini berarti KB mencakup dalam mengatur untuk mengerem jumlah keturunan atau mengatur untuk menambah jumlah keturunan. Karenanya, dalam keadaan jumlah penduduk suatu negara mengalami lonjakan luar biasa, KB dilakukan untuk mengerem atau memperlambat laju pertumbuhannya. Sementara dalam keadaan negara yang berkekurangan atau krisis jumlah penduduk, KB dilakukan dengan mengatur untuk menambah atau memacu laju pertumbuhan warganya.

Dalam konteks Indonesia yang jumlah penduduknya nomor empat terbanyak di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat, KB dipahami sebagai usaha untuk mengerem laju pertumbuhan penduduk sehingga berada dalam laju angka yang wajar, tidak tinggi, namun juga tidak rendah. Ya, sebuah laju pertumbuhan yang berkeseimbangan dan selaras. Dengan demikian, demi keseimbangan dan kesinambungan, tidak boleh jumlah rakyat yang terlalu banyak sehingga tidak terurus oleh negaranya sehingga memicu munculnya masalah-masalah sosial atau terlalu sedikit yang dapat mengancam ketahanan suatu negara akibat ketidaktersedianya generasi penerus.

Hadis Nabi tentang KB
Sebelum mengaitkan KB dengan hadis Nabi, ada baiknya penulis menyinggung ayat-ayat yang sangat berhubungan sehingga bahasan ini lebih lengkap dan tidak kehilangan konteks. Setidaknya ada 3 ayat penting yang menjadi landasan nilai dalam merumuskan pandangan Islam tentang KB, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا...  [التحريم/6]
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka…(QS. al-Tahrim, 66: 6).‎

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا  [النساء/9]
Artinya: Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir, jika meninggalkan sesudah mereka keturunan yang lemah-lemah yang mereka takutkan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar/sesuai. (QS. al-Nisa’, 4: 9)‎

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا [الإسراء/31]
Artinya: Dan janganlah kalian membunuh anak-anakmu karena khawatir tidak bisa makan (jatuh miskin). Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka (anak-anakmu) dan juga kepada kalian. Sungguh membunuh mereka adalah tindakan kejahatan yang besar. (QS. al-Isra’, 17: 31).

Ayat-ayat di atas menyampaikan pesan tentang pentingnya perlindungan diri dan keluarga, lebih khusus lagi adalah keturunan, dari neraka yang dapat dipahami sebagai berbagai bentuk penderitaan dunia dan akhirat. Penderitaan itu antara lain dapat berbentuk kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan, serta keburukan moral. Ayat ini memandu orang yang beriman untuk memikirkan keselamatan dan kesinambungan generasi secara lahir batin dan dunia akhirat.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa Allah swt. menghendaki dilahirkannya (didesain) generasi yang kuat, cerdas, beriman, dan memiliki sejumlah keunggulan. Untuk mencapai keunggulan-keunggulan tersebut diperlukan sejumlah langkah, salah satunya adalah memperhatikan aspek kelahiran dan seluruh proses yang mengitarinya seperti pernikahan, relasi suami-istri dalam pernikahan, usia ibu melahirkan, gizi bayi/keluarga, pendidikan sejak dini, dan seterusnya. Di dalamnya termasuk pula pengaturan kualitas dan kuantitas kelahiran anak. Nah, di sinilah urgensi pembahasan Keluarga Berencana, yaitu menjaga dan melindungi keturunan/generasi agar memiliki sejumlah keunggulan secara jasmani/fisik, mental/ruhani, intelektual, dan sosial-budaya.

Kembali kepada hadis, secara langsung Nabi saw. tidak pernah membicarakan soal Keluarga Berencana secara tekstual seperti yang dipahami masyarakat masa sekarang. Beberapa hadis berikut sering diangkat para ulama ketika membicarakan soal KB dalam perspektif Islam, antara lain:   ‎

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . 
Artinya: Dari Jabir. Ia berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (berhubungan seks dengan mengeluarkan mani di luar vagina, coitus interuptus) pada masa Nabi saw. (HR. Bukhari, no. 5207).

قَالَ عَمْرٌو أَخْبَرَنِى عَطَاءٌ سَمِعَ جَابِرًا رضى الله عنه قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ . 
Artinya: ‘Amr berkata bahwa Ata’ mengabarkan kepadaku, ia mendengar Jabir ra berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) sementara Al-Quran masih turun (kepada Nabi saw.). (HR. Bukhari, no. 5208).

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ . 
Artinya: Dari Jabir, berkata: “Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa Nabi saw. dan sementara itu Alqur’an masih turun. (HR. Bukhari, no. 5209)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا.‎

Artinya: Dari Jabir, ia berkata: Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa Rasulullah saw. kemudian berita itu sampai kepada Nabi saw. namun Nabi saw. tidak melarang kami. (HR. Muslim, no. 3634).

Hadis-hadis di atas menegaskan tentang realitas praktik ‘azl di masa Nabi oleh sejumlah sahabat. Praktik ‘azl tidak dilarang oleh Nabi. Ini menunjukkan bahwa jika dipandang perlu atau mengandung kemaslahatan yang lebih besar, maka praktik ‘azl  antara seorang suami dan istri dapat diterima. ‎

Selain hadis-hadis di atas, Imam Abu Dawud meriwayatkan beberapa hadis terkait ‘azl dengan menerangkan konteks masalah yang mengitarinya, yaitu:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى جَارِيَةً وَأَنَا أَعْزِلُ عَنْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ وَأَنَا أُرِيدُ مَا يُرِيدُ الرِّجَالُ وَإِنَّ الْيَهُودَ تُحَدِّثُ أَنَّ الْعَزْلَ مَوْءُودَةُ الصُّغْرَى. قَالَ « كَذَبَتْ يَهُودُ لَوْ أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَخْلُقَهُ مَا اسْتَطَعْتَ أَنْ تَصْرِفَهُ ».‎

Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri, berkata bahwa seorang laki-laki bertanya: “Ya Rasulallah,  sungguh aku memiliki seorang budak dan aku ber-‘azl darinya dan aku tidak suka kalau ia hamil sementara aku menginginkan apa yang diinginkan oleh para lelaki dan sementara kalangan Yahudi menceritakan (berpaham) bahwa ‘azl adalah pembunuhan kecil. Nabi saw. menyatakan: “Kalangan Yahudi itu berdusta (bahwa ‘azl sama dengan pembunuhan kecil). Kalau saja Allah hendak menciptakan manusia (dari air mani itu), pasti kamu tidak bisa menghindarinya.” (HR. Abu Dawud, no. 2173).

عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنَّ لِى جَارِيَةً أَطُوفُ عَلَيْهَا وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ تَحْمِلَ. فَقَالَ « اعْزِلْ عَنْهَا إِنْ شِئْتَ فَإِنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا ». قَالَ فَلَبِثَ الرَّجُلُ ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ إِنَّ الْجَارِيَةَ قَدْ حَمَلَتْ. قَالَ « قَدْ أَخْبَرْتُكَ أَنَّهُ سَيَأْتِيهَا مَا قُدِّرَ لَهَا ».
Dari Jabir ra. berkata: Seseorang dari Kaum Anshar datang menghadap Rasulullah dan bertanya: “Sungguh aku memiliki seorang budak perempuan yang aku gandrungi, namun aku tidak suka ia hamil”. Lalu Nabi mengatakan: “Ber-’azl-lah kamu darinya, jika mau, maka sungguh akan terjadi juga apa yang sudah dikadarkan untuknya.” Jabir berkata bahwa orang itu berdiam diri (dengan ‘azl-nya) kemudian datang lagi kepada Nabi dan berkata bahwa budak perempuannya telah hamil. Kemudian Nabi bersabda: “Sungguh sudah aku kabarkan kepadamu bahwa apa yang sudah dikadarkan untuknya tetap akan terjadi.” (HR. Abu Dawud, no. 2175). 

Hadis di atas menunjukkan informasi dan latar belakang masalah metode klasik dalam mencegah terjadinya kehamilan, yaitu metode ‘azl. Metode ini dilakukan jika suami-istri sepakat untuk berhubungan seksual, namun belum/tidak menghendaki kehamilan atau memiliki anak. Metode ini pernah dipraktikkan sejumlah sahabat pada masa Nabi dan saat itu wahyu Alqur’an masih turun. Pada prinsipnya, praktik ‘azl tersebut tidak dilarang oleh Nabi dan juga tidak ada wahyu Alqur’an turun yang menegurnya. Bahkan ketika ada pendapat dari kaum Yahudi bahwa ‘azl termasuk pembunuhan kecil, Nabi membantahnya seraya menegaskan bahwa pemahaman kaum Yahudi tersebut tidak benar, tidak sesuai.

Bahkan berdasar, hadis riwayat Abu Dawud di atas Nabi menyarankan kepada seseorang dari kaum Anshar yang bertanya untuk melakukan ‘azl, jika memang ingin demikian, namun tetap saja hal itu tidak mempengaruhi apa yang dikadarkan oleh Allah swt. Ketika orang tersebut telah ber-‘azl dan ternyata, di luar batas ikhtiarnya, budak perempuan miliknya itu hamil juga. Atas kasus ini, Nabi saw. menyatakan: “Sudah aku beritahukan kepadamu bahwa apa yang sudah dikadarkan Allah tetap akan terjadi.”‎

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana menyikapi hadis yang menegaskan bahwa Nabi saw. akan berbahagia dengan jumlah umatnya yang banyak di Hari Kimat kelak? Hadis tersebut yaitu: 

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ ».‎

Artinya: Dari Ma’qil bin Yasar, berkata: seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. dan berkata: “Aku mendapatkan (calon) seorang perempuan yang memiliki status dan kecantikan, namun ia tidak bisa beranak, apakah aku boleh nenikahinya?” Nabi menjawab: “Tidak”. Kemudian datang lagi kedua dan datang lagi ketiga kalinya (untuk bertanya lagi). Lalu Nabi menjawab: “Nikahilah calon yang penyayang dan potensial beranak. Aku sungguh akan memperbanyak umat ini melalui kalian”. (HR. Abi Dawud, no. 2052).

Untuk memahami hadis ini tentu harus ditangkap konteks masalahnya, yaitu jika seseorang  hendak menikah, dianjurkan memilih calon yang penyayang, penuh kasih (wadud) dan berpotensi untuk memiliki anak (walud). Jika alternatifnya adalah memilih dengan calon pasangan yang (diduga kuat) tidak bisa punya anak, maka disarankan memilih calon yang berpotensi dapat memiliki keturunan. Dengan keturunan tersebut, Nabi saw. bermaksud menjaga keberlangsungan umatnya dengan jumlah yang banyak dan berkualitas, serta kuat secara jasmani dan ruhani. Hal demikian ditunjukkan dalam semangat ayat dan hadis lainnya. Salah satunya adalah hadis berikut: 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ».

Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dan dalam segala hal, kekuatan itu baik. (karena itu) jagalah apa yang membawa manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, janganlah berkata ‘seandainya aku berbuat begini, maka akan begini’, namun katakanlah ‘Allah telah mengkadarkan dan apa saja yang Dia kehendaki akan terjadi. Karena sikap ‘berandai-andai’ membuka peluang perbuatan setan.” (HR. Muslim, no. 6945).

Dari hadis di atas, bahwa Allah dan rasul-Nya lebih mencintai umatnya yang kuat dalam segala hal, daripada umatnya terjangkit sejumlah kelemahan, baik fisik, mental, maupun sosial-ekonomi. Hadis tersebut juga menegaskan tentang pentingnya kualitas generasi. Tegasnya, generasi yang kuat lahir-batin, moral, intelektual, sosial-ekonomi, jauh lebih utama daripada sekadar banyak jumlah namun kurang memiliki kapasitas yang diperlukan dalam kehidupan yang semestinya. Sementara untuk melahirkan generasi yang unggul tersebut diperlukan langkah-langkah, salah satunya adalah dengan mengatur jarak kehamilan istri yang seimbang dan aman. Jika jarak tersebut tidak seimbang atau tidak aman, misalnya terlalu cepat antara kelahiran anak yang lebih besar dengan kehadiran bayi yang dilahirkan akan mempengaruhi kualitas kesehatan ibu dan juga kesehatan anak. Perhatian orang tua terlalu sedikit karena harus dibagi-bagi dengan anak-anak yang jumlahnya banyak. Ini semakin sulit jika ditambah masalah ekonomi yang pas-pasan, pendidikan yang kurang, dan waktu yang terbatas dari orang tua untuk mendampingi pertumbuhan anak-anak.
Atas dasar sejumlah ayat dan hadis di atas, dapat dinyatakan bahwa ikhtiar manusia untuk mengatur jumlah keturunan melalui praktik KB tidaklah melanggar prinsip-prinsip Islam. Karenanya, KB sebagai bagian dari kegiatan muamalat diperbolehkan selama tidak merugikan dan membawa mafsadat (bahaya), baik bagi diri pelaku, pasangan, dan juga generasi umat manusia. Untuk itu tetap diperlukan pemikiran yang matang dan sehat dalam memutuskan apakah pasangan suami-istri perlu ber-KB atau tidak? Model KB dan alat kontrasepsi apa yang hendak dipilih? Apakah pilihan tersebut aman atau membahayakan, tentunya dikonsultasikan kepada orang yang ahli dan dipercaya. Begitu pula tentang kapan saat yang tepat untuk KB? Berapa anak yang ideal dan berpotensi mengantarkan pada tercapainya keluarga sakinah? Tentang hal-hal tersebut, tentu pasangan suami-istri itu sendirilah yang lebih mengetahui kondisinya.  

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
    saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
    jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus