Translate

Minggu, 22 Januari 2017

Hikmah Dari Kisah Sayidina Abu Ayyub Al-Anshori Rodhiyallohu Anhu

Abu Ayyub al-Ansari (Bahasa Arab:أبو أيوب الأنصاري) adalah Sahabat Nabi Muhammad ‎SAW. Ia bernama asli Khalid bin Zaid bin Kulayb.‎

Abu Ayyub al-Ansari berasal dari Bani an-Najjar, Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah Rasulullah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ‎ke ‎Madinah‎. Beliau adalah sahabat yang rumahnya terpilih untuk ditinggali oleh Rasulullah saat Hijrah ke Madinah.

Persahabatan Nabi dengan Abu Ayyub Al Ashari, beliau berjihad bersama Nabi, bepergian bersama Nabi, sampai akhirnya Nabi wafat. Abu Ayyub saat zaman khilafah dipimpin oleh Abu Bakar juga terus bersemangat jihad, semangat tadhiyahnya tidak pernah berhenti. Ia mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. ‎
Pada zaman pemerintahan Muhammad al-Fatih ‎memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.

Ketika Rasulullah SAW memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar dia berhenti di rumahnya. Namun, Rasulullah shallallahu SAW menunjuk ke arah untanya dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari, Khalid bin Zaid. Selama membangun masjid dan rumah, Rasulullah SAW menetap di kediamannya dan Abu Ayub sungguh-sungguh memuliakan kunjungan Rasulullah SAW. Ia bersama istrinya melayani dia dengan pelayanan sebaik-baiknya. Abu Ayub Al-Anshar juga salah seorang yang turut serta dalam bai’at Aqabah kedua. Istrinya adalah teman dekat Sayidah Aisyah. Tatkala penduduk Mekah membicarakan berita bohong yang menuduh Aisyah berselingkuh dengan pria yang bernama Shafwan bin Mu’atthal, ia bertanya kepada Abu Ayub, suaminya, “Wahai Abu Ayub, apakah engkau sudah mendengar pembicaraan orang tentang Aisyah?” Abu Ayub menjawab, “Ya, demi Allah itu adalah dusta.” Lalu Abu Ayub balik bertanya, “Wahai Ummu Ayub, apakah engkau melakukan perbuatan yang mereka tuduhkan kepada Aisyah itu?” la pun menyahut, “Demi Allah, aku tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayub kembali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Aisyah lebih suci dan lebih bertakwa daripada dirimu.” Suatu ketika, pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tamu di rumah Abu Ayub dan tinggal di ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau air itu akan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak menemukan selain sepotong kain sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk mengeringkan air itu. Semoga Allah meridhai Abu Ayub dan istrinya. Abu Ayub tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia memegang teguh firman Allah SWT, “Berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. a t-Taubah: 41) Abu Ayub bergabung dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghadapi Mu’awiyah karena Ali pada saat itu adalah Imam kaum Muslimin. Pada saat Mu’awiyah berkuasa, ia rindu untuk ikut berperang, sekalipun usianya telah lanjut. Karenanya, ia pun berangkat bersama pasukan Yazid menuju Kostantinopel. Ketika ajal akan menjemputnya, Abu Ayub meminta agar pasukan Muslimin mendekati benteng Konstantinopel bersamanya. Kemudian tentara Islam berperang di hadapannya sampai mereka berhasil meraih apa yang mereka cita-citakan. Abu Ayub pun akhirnya gugur sebagai syahid dan dimakamkan di sana, yang kemudian kuburannya diziarahi oleh orang-orang Romawi seperti menziarahi kuburan seseorang yang dianggap suci oleh mereka.‎

Begitu pula di era Umar bin Khathab juga semangat jihad dan tadhiyahnya tidak surut. Meskipun di sisi lain usia beliau bertambah. Itu pasti. Pada zaman Usman bin Affan beliau juga diberikan rizki umur panjang, ketika Usman menyiapkan tentara untuk menyerang Romawi, umur Abu Ayyub Al Anshari saat itu 86 tahun.

Beliau juga mendaftar ikut berjihad. Karena itu anak anaknya mencoba untuk menghalang halangi beliau: “Wahai Bapak, bukankah engkau telah berjihad bersama Nabi, bersama Abu Bakar, bersama Umar, dan usiamu sekarang sudah tua, sudah renta, sekarang giliran kamilah anak anak Bapak ini yang akan ke medan jihad, antum sudah ada udzur syar’i.”‎

Karena sudah tua, ada udzur syar’i untuk tidak pergi berjihad. Jawaban Abu Ayyub ini ndalil, sang Bapak berdalil, “Anak anakku, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman infiruu khifaafan wa tsiqoolan, berangkatlah kalian khifaf ‎(dalam keadaan ringan) wa tsiqoolan(atau dalam keadaan berat)."
Ketika Allah memerintahkan kita infiruu, kan tidak membedakan siapa muda siapa tua, tidak membedakan yangsangunya akeh (banyak) atau yang tidak punya sangu. Jadi kalian berangkatlah, Bapak juga berangkat. Saat itu umur beliau 86 tahun. Semangatnya tidak surut.

Ketika kunjungan ke Turki, di dinding Ayya Shafia tertulis hadits disampaikan Nabi pada saat Perang Khandaq, ketika menggali Parit, “Romawi akan kalah dan seterusnya, saat itu Nabi mengatakan: 
Latuftahannal Qusthantiniyyah ‎(Konstantinopel pasti akan ditaklukkan) ‎falani’mal amiru amiruuha (maka sebaik baik pemimpin adalah yang menaklukkan Konstantinopel), wala ni’mal jaisu dzalikal jais (dan sebaik baik tentara, ya tentara yang waktu itu menaklukkan Konstantinopel)."
Nabi mengatakan ini tahun 627, namun baru terbukti pada tahun 1453. Sekian abad setelahnya. Apa kaitannya dengan Abu Ayyub? Begitu Nabi mengatakan hadits ini, hampir seluruh para sahabat saat mendengar Nabi menyiapkan bala tentara untuk menyerang Romawi semua ikut. Tujuannya apa? Cek katut(agar termasuk) dalam hadits ini, berharap Romawi takluk dan pada saat itu mereka masuk dalam pasukan tersebut. Kalau tidak sebagai pemimpin pasukan (amir) ya sebagai pasukan (jais). Dan ini dijamin masuk surga.

Nabi wafat Konstantin belum takluk, tentara Usamah tidak sampai kesana. Zaman Abu Bakar menyiapkan tentara lagi, semua sahabat daftar belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, Di zaman Umar menyerang lagi, tapi juga belum berhasil. Semua khalifah di semua abad pasti menyiapkan bala tentara untuk menaklukkan Konstantinopel. Namun seluruhnya belum berhasil.

Semua sahabat ikut dengan semangat sama, cek katut (agar termasuk) dalam hadits ini. Nah salah satu nya adalah sahabat Abu Ayyub al Anshari ini, beliau juga ikut dalam semua pertempuran dan kalau yang sudah pernah ke Istambul. Bagi yang sudah berkunjung ke istambul, makam/kuburannya sahabat Abu Ayyub Al Anshari tidak jauh/hampir berdekatan dengan dinding/tembok Konstantinopel. Di sebelahnya ada masjid Sulthan Ayyub.

Jadi kalau ada pertanyaan siapakah sahabat Nabi yang kuburannya di Eropa? Jawabannya Abu Ayub Al Anshari. Memang pada zaman beliau wafat belum berhasil menaklukkan Konstantinopel, meskipun sudah menyerang benteng dan berada di dekatnya.

Ada satu peristiwa di mana saat benteng itu di kepung berhari hari, ada usulan salah satunya : “Kita akan bisa masuk ke benteng itu dengan senjatamanjaniq (alat pelontar), namun pelurunya jangan peluru mati, harus manusia, sehingga saat sudah terlontarkan masuk, bisa mendobrak pintu benteng, dan pasukan bisa masuk. Hanya itu cara agar kita bisa masuk. Hanya masalahnya sopo wonge (siapa orangnya) yang mau dipakai sebagai peluru hidup."

Saat itulah Abu Ayyub ngacung (unjuk jari) sayalah orangnya. Para sahabat yang lain mengingatkan bab usia beliau, apa kata beliau, “Setidak tidaknya kalaupun nanti saya dilempar dan tidak sampai kesana, setidak tidaknya saya sudah memberi contoh kepada anak anak muda inilah jihad itu."

Kelak pada saat penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dan sempat mengalami kebuntuan maka Sosok Abu Ayyub Al Anshary ini menjadi penggugah Semangat sehingga muncullah strategi Luar Biasa yang kemudian mengantarkan pada kemenangan Spectakuler. Bahwa yang tua tidak akan pernah surut dalam jihad ini, Dadi sing tuwo iki minimal ngekek’i conto.

Jadi kalau kita bicara tentang tarbiyatul aulad, itu ya tarbiyah kita dulu bagaimana. Kenek diconto opo ora (bisa dicontoh atau tidak?). Tarbiyah bapaknya, tarbiyah ibunya diperbaiki dulu, baru kemudian itu bisa dijadikan contoh. Sumber inspirasi bagi anak anak kita untuk aktif di dalam tarbiyah ini.

Minimal kita ini menampakkan wajah nikmatnya berdakwah ini di depan anak anak kita. Itu minimal. Artinya ketika kita pulang liqa’ usahakan wajah kita ketika dilihat anak itu nyenengno (menyenangkan). Berarti anak anak kita dapat inspirasi tarbiyah itu menyenangkan. Liqa’ itu menyenangkan. Yang tidak baik itu ketika pulang liqa’ dalam kondisi payah, pulang dauroah dalam kondisi wajah masam, awut awutan. Anak anak dapat inspirasi : tibake melu bapak iku gak enak (ternyata ikut Bapak itu tidak enak). Capek. Itu tampilan kita pribadi.

Sistem di sekolah kita, saat anak anak merasakan sekolah di sekolah internal kita, mereka merasakan beginilah sekolah yang sesungguhnya. Kembali kita mendapat inspirasi dari Abu Ayyub al Anshari minimalnya kita yang sudah tua tua ini memberikan contoh kepada yang muda muda bahwa semangat jihad ini tidak boleh luntur.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar