Translate

Rabu, 11 Januari 2017

Imam Abu Manshur Al-Maturidi Al-Hanafi

Nama lengkapnya Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samarqandi Al-Hanafi, nisbah kepada Maturid, nama distrik di Samarkand, negeri yang terletak di seberang sungai Amu Dariya (seberang sungai Jihun), daratan Transoxiana.
                 
Tidak ada data sejarah yang menginformasikan tahun kelahirannya secara pasti. Akan tetapi menurut dugaan kuat, dia dilahirkan pada masa khalifah al-Mutawakkil (205-247 H/820-861 M), Khalifah ke-10 dari dinasti Abbasiyah. Diperkirakan al-Maturidi lahir sekitar 20 tahun sebelum lahirnya al-Imam al-Asy’ari.
                 
Secara geneologis, nasah Abu Manshur al- Maturidi masih bersambung dengan sahabat Rasulullah dari kaum Anshar, yaitu Abu Ayyub al-Anshari (w. 52 H/672 M). hal ini menjadi bukti bahwa al-Maturidi lahir dari keluarga terhormat dan terpandang di kalangan masyarakat, karena ketika Rasulullah hijrah ke kota Madinah,beliau singgah dan tinggal di rumah ‎Abu Ayyub al-Anshari, sahabat yang menjadi saksi hidup peristiwa Bai’at al-‘Aqabah, dan mengikuti peperangan Badar, Uhud, Khandaq dan lain-lain.
               
Al-Maturidi lahir dari lingkungan keluarga ulama yang sudah barang tentu mencintai ilmu Agama. Sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan intelektual Al-Maturidi yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mencintai ilmu agama sejak usia dini. Selain ditopang dengan kecerdasannya yang luar biasa,  Al-Maturidi juga seorang pelajar yang tekun dan gigih dalam menuntut ilmu, sehingga pada akhirnya mengantar reputasi intelektual Al-Maturidi ke puncak kecemerlangan dengan menyandang beberapa gelar seperti, Imam al-Huda (pemimpin kebenaran), Qudwat Ahl al –Sunnah wa al-Ihtida’ (panutan pengikut sunnah dan petunjuk), Rafi’ ‘Alam al-Sunnah wa al-Jama’ah (pengibar bendera sunnah dan jama’ah), Qali’ Adhalil al-Fitnah wa al-Bid’ah (pencabut kesesatan fitnah dan bid’ah), Imam al-Mutakallimin (penghulu para teolog) dan Mushahhih ‘Aqa’id al-Muslimin (korektor akidah kaum muslimin). Gelar-gelar tersebut membuktikan posisi intelektual Al-Maturidi yang sangat istimewa dalam pandangan murid-muridnya.

Background Sosial, Politik dan Pemikiran Al-Maturidi
                
Al-Maturidi hidup di negeri samarkand, Uzbekistan. Kehidupannya berkisar antara paruh kedua abad ketiga Hijriah dan paruh pertama abad keempat Hijriah. Dalam catatan sejarah, Samarkand pada mulanya di masuki dan di taklukan oleh pasukan kaum Muslimin pada tahun 55 H/675 M dibawah kepemimpinan panglima Sa’id bin Utsman , ketika menjabat sebagai gubernur Khurasan pada masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Sa’id bin Utsman menyeberangi sungai Amu Daria dan melakukan pengepungan terhadap negeri Samarkand, tetapi kemudian meninggalkannya. Pada tahun 78 H/697 M, panglima Qutaibah bin Muslim bersama pasukannya untuk pertama kalinya menyeberangi sungai Amu Daria dan memerangi negeri Bukhara, Syas dan singgah di Samarkand. Setelah itu,Qutaibah bin Muslim melakukan penyerangan terhadap negeri-negeri seberang sungai Amu Daria selama tujuh tahun.
            ‎
Pada masa Al-Maturidi, kerajaan Samarkand dikuasai oleh dinasti Saman, dinasti yang berasal dari sebuah desa di Samarkand,yang bernama desa Saman. Dinasti ini tercatat sebagai dinasti terbaik yang memerintah Samarkand. Mereka sangat menghormati dan memuliakan ilmu agama dan kalangan ulama. Dinasti Saman ini berhasil menguasai Khurasan dan negeri-negeri seberang sungai Amu Daria sejak tahun 261 H/875 M sampai tahun 389 H/999 M. dinasti ini di pimpim oleh Asad bin Saman dan diteruskan oleh keempat anaknya yang menjadi pembantu Khalifah al-Makmun sekaligus sebagai penguasa otonom di Khurasan dan Samarkand.
            
Situasi politik dan pemikiran yang berkembang pada masa Al-Maturidi,berkaitan erat dengan situasi politik dan pemikiran yang sedang berkembang di dunia islam pada umumnya. Di mana pada saat itu, negara islam pada paruh kedua abad ketiga dan abad keempat menyaksikan berbagai disintregasi politik yang sangat kritis,yang sudah barang tentu membawa pada terpecah belahnya negara dalam beberapa daerah kekuasaan dan pengaruh. Negeri Andalusia di kuasai oleh dinasti Umawi, Maroko dikuasai dinasti Idrisi, Moushul dan Aleppo dikuasai dinasti Hamdan, Mesir dan Syam dikuasai dinasti Thulun dan Akshyid, Irak dikuasai dinasti Turki dengan mengatasnamakan Khalifah Abbasi. Sedangkan Persia menjadi beberapa dinasti yang sangat berpengaruh. Dinasti Dulafiyah menguasai Kurdistan, dinasti Shafariyah menguasai Paris, dinasti Saman menguasai  Persia dan negeri seberang sungai Amu Daria, dinasti Ziyadiyah menguasai Jurjan, dinasti Hasnawiyah menguasai Kurdistan,dinasti Buwaihiyah menguasai Persia bagian selatan, dan dinasti Ghaznawiyah menguasai India dan Afganistan. Disintregasi negara islam yang terpecah belah menjadi beberapa daerah otonom ini, juga disokong oleh lemahnya otoritas Khalifah Abbasi di Baghdad, dan tampilnya ras Turki dan Persia yang berupaya menjadikan Khalifah sebagai boneka. Jabatan Khalifah hanya sebatas simbol belaka, sedangkan penguasa yang sesungguhnya adalah orang-orang Turkmen dan Persia.

Guru-guru Al-Maturidi

Beliau mula-mula menuntut ilmu daripada Abu Nasr al Iadhi, dan pernah berguru dengan silsilah ulama’ yang bersambung sehingga Imam Abu Hanifah RA. Selain itu beliau pernah belajar dengan Muhammad bin Maqatil ar Razi dan Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Bapanya juga seorang ulama yang pernah berguru dengan Abu Ahmad al Iadhi, dan Abu Bakar al Iadhi.

Dalam kitab Miftah Assa`adah Wa Mishbah Assiyadah, Syeikh Tasy Kauthari Zadah berkata :‎

اعْلَمْ أَنَّ رَئِيْسَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِى عِلْمِ الْكَلاَمِ رَجُلاَنِ : أَحَدُهُمَا حَنَفِيٌّ وَالآخَرُ شَافِعِيٌّ ، أَمَّا الْحَنَفِيُّ فَهُوَ أَبُو مَنْصُورِ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُودِ الْمَاتُرِيْدِيُّ ، إِمَامُ الْهُدَى ... وَأَمَّا الآَخَرُ الشَّافِعِيُّ فَهُوَ شَيْخُ السُّنَّةِ وَرَئِيْسُ الْجَمَاعَةِ إِمَامُ الْمُتَكَلِّمِيْنَ وَنَاصِرُ سُنَّةِ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَالذَّابُ عَنْ الدِّيْنَ وَالسَّاعِي فِي حِفْظِ عَقَائِدِ الْمُسْلِمِيْنَ أَبُو الْحَسَنِ الأَشْعَرِيُّ البَصْرِيُّ

Ketahuilah bahawa ketua Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam bidang Ilmu Kalam ialah dua orang : Seorang daripadanya ialah bermazhab Hanafi, dan seorang lagi bermazhab Syafie. Orang yang bermazhab Hanafi itu ialah Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al Maturidi, penghulu bagi petunjuk. Manakala seorang lagi yang bermazhab Syafie ialah Syeikh as Sunnah, dan ketua al Jamaah, Imam bagi ulama Ilmu Kalam, pendukung sunnah Penghulu bagi rasul-rasul (Nabi Muhammad SAW), pengukuh Agama, dan penyelusur di dunia memelihara Akidah Muslim, dia ialah Abu Hassan al Asy’ari.

Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi adalah deklarator madzhab Maturidi, aliran pemikiran dan teologis besar yang merupakan cabang kedua dalam pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dia berguru kepada para ulama terkemuka bermadzhab Hanafi, yang diakui kedalamannya dalam bidang fiqih dan teologi, yang mereka peroleh dari sumber yang tak pernah kering,yaitu kitab-kitab al-Iman Abu Hanifah yang telah memberikan kesegaran, penjelasan dan analisa terhadap generasi demi generasi. al-Maturidi sendiri menyatakan,telah mempelajari kitab-kitab Abu Hanifah tersebut, yaitu al-Fiqh al-Absath, al-Risalah, al-‘Alim wa al-Muta’allim dan al-Washiyyah kepada guru-gurunya seperti Abu Nashr al-‘Iyadhi, al-Juzajani dan al-Balkhi. Ketiga guru tersebut berguru kepada al-Imam Abu Sulaiman al-Jazujani, murid al-Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani.  Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan di kemukakan beberapa nama guru-guru al-Maturidi
Ø  Abu Nashr al-‘Iyadhi
Ø  Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Jazujani
Ø  Nushair bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H/863 M)
Ø  Muhammad bin Muqatil al-Razi (w. 248 H/863 M)

Karya-Karya al-Maturidi

Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi  telah menulis banyak karangan,yang membuktikan kedalaman,kesuburan dan ilmu pengetahuannya  yang beragam dalam berbagai bidang, mencakup ilmu tafsir, fiqih, ushul fiqih, teologi, bantahan terhadap orang Qaramithah, Rafidhah (Syi’ah), Mu’tazilah dan ateis. Ilmu pengetahuan yang dikuasai  Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi secara mendalam dan komprehensif meliputi berbagai ilmu keislaman dan filsafat yang dia tuangkan dalam bentuk karangan karangan.
             
Terdapat sekitar 17 judul karya al-Maturidi, diantaranya yaitu kitab al-Tauhid, kitab al-Muqalat, al-Radd ‘Ala a-Qaramithah, Bayan Wahn al-Mu’tazilah, Radd al-Ushul al-Khamsah, Radd kitab Wa’id al-Fussaq, Radd Awa’il al-Adillah, Radd tahdzid al-Jadal, Syarh al-Fiqh al-Akbar dan lain-lain. Namun sayang sekali, dari sekian banyak karya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi, hanya sedikit yang informasinya sampai kepada generasi sekarang, diantaranya adalah 
:
v  Ta’wilat Ahl al-Sunnah
v  Ma’khadz al-Syara’i dan kitab al-Jadal
v  Kitab al-Tauhid
Imam Ahlussunnah Wal Jama’ah, al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H) dalam karyanya; Kitâb at-Tauhîd menuliskan:

"إن الله سبحانه كان ولا مكان، وجائز ارتفاع الأمكنة وبقاؤه على ما كان، فهو على ما كان، وكان على ما عليه الان، جل عن التغير والزوال والاستحالة"

“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tampat adalah makhluk memiliki permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan. Namun Allah ada tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah menciptakan tempat Dia sebagaimana sifat-Nya yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci (artinya mustahil) dari adanya perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada keadaan lain” (Kitâb at-Tauhîd, h. 69)

Al-Imâm Muhammad ibn Muhammad yang dikenal dengan nama Abu Manshur al-Maturidi adalah salah seorang salaf terkemuka di kalangan Ahlussunnah, bahkan merupakan pimpinan bagi kaum ini. Dikenal sebagai seorang yang teguh membela akidah Rasulullah, beliau adalah salah seorang ulama Salaf yang telah memberikan kontribusi besar dalam membukukan akidah Ahlussunnah. Dalam metode penjelasan akidah tersebut beliau atukan antara dalil-dalil naqliy (al-Qur’an dan hadits) dengan argumen-erguman rasional. Ditambah dengan bantahan-bantahan terhadap berbagai kesesatan dari kelompok-kelompok di luar Ahlussunnah, seperti Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij dan lainnya. Kegigihan beliau dalam membela akidah Ahlussunnah dan menghidupkan syari’at menjadikan beliau sebagai kampium hingga digelari dengan Imam Ahlussunnah.

Masih dalam kitab karyanya di atas, al-Imâm  Abu Manshur al-Maturidi juga menuliskan sebagai berikut:

"فإن قيل: كيف يرى؟ قيل: بلا كيف، إذ الكيفية تكون لذي صورة، بل يرى بلا وصف قيام وقعود واتكاء وتعلق، واتصال وانفصال، ومقابلة ومدابرة، وقصير وطويل، ونور وظلمة، وساكن ومتحرك، ومماس ومباين، وخارج وداخل، ولا معنى يـأخذه الوهم أو يقدره العقل لتعاليه عن ذلك "

“Jika ada yang berkata: Bagaimanakah Allah nanti dilihat? Jawab: Dia dilihat dengan tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah). Karena Kayfiyyah itu hanya terjadi pada sesuatu yang memiliki bentuk. Allah dilihat bukan dalam sifat berdiri, duduk, bersandar atau bergantung. Tanpa adanya sifat menempel, terpisah, berhadap-hadapan, atau membelakangi. Tanpa pada sifat pendek, panjang, sinar, gelap, diam, gerak, dekat, jauh, di luar atau di dalam. Hal ini tidak boleh dikhayalkan dengan prakiraan-prakiraan atau dipikirkan oleh akal, karena Allah maha suci dari itu semua” (Kitâb at-Tauhîd, h. 85)

 Tulisan al-Imâm al-Maturidi ini sangat jelas dalam mensucikan Allah dari arah dan tempat. Perkataan beliau ini sekaligus dapat kita jadikan bantahan terhadap kaum Mujassimah, termasuk Kaum Tanpa Madzhab sekarang; yang mengatakan bahwa para ulama Salaf telah menetapkan adanya arah bagi Allah. Kita katakan: al-Maturidi adalah salah seorang ulama Salaf, ia dengan sangat jelas telah menafikan apa yang kalian yakini.

 Masih dalam Kitâb at-Tauhîd, al-Imâm al-Maturidi menuliskan sebagai berikut:

"وأما رفع الأيدي إلى السماء فعلى العبادة، ولله أن يتعبد عباده بما شاء، ويوجههم إلى حيث شاء، وإن ظن من يظن أن رفع الأبصار إلى السماء لأن الله من ذلك الوجه إنما هو كظن من يزعم أنه إلى جهة أسفل الأرض بما يضع عليها وجهه متوجها في الصلاة ونحوها، وكظن من يزعم أنه في شرق الأرض وغربها بما يتوجه إلى ذلك في الصلاة، أو نحو مكة لخروجه إلى الحج، جل الله عن ذلك"
“Adapun mengangkat tangan ke arah langit dalam berdo’a maka hal itu sebagai salah satu bentuk ibadah kepada-Nya (bukan berarti Allah di dalam langit). Allah berhak memilih cara apapun untuk dijadikan praktek ibadah para hamba kepada-Nya, juga Allah berhak menyuruh mereka untuk menghadap ke arah manapun sebagai praktek ibadah mereka kepada-Nya. Jika seseorang menyangka atau berkeyakinan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit karena Allah berada di arah sana, maka ia sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah bawah karena di dalam di dalam shalat wajah seseorang dihadapkan ke arah bumi untuk menyembah Allah, atau sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah ada di arah barat atau di arah timur sesuai arah kiblatnya masing-masing dalam shalat saat beribadah Allah, atau juga sama saja orang tersebut dengan yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah Mekah, karena orang-orang dari berbagai penjuru yang handak melaksanakan haji untuk beribadah kepada-Nya menuju arah Mekah tersebut. Allah maha suci dari pada keyakinan semacam ini semua” (Kitâb at-Tauhîd, h. 75-76)

Wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi

Ada perbedaan ringan di kalangan sejarawan tentang tahun wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi , hal ini berbeda dengan tahun kelahirannya, yang tidak ada informasi sama sekali di kalangan mereka. Mayoritas literatur sejarah hampir sepakat bahwa Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat pada tahun 333 H/944 M. akan tetapi Thasy Kubri Zadah dalam kitab Miftah al-Sa’adah dan Ibn Kamal Basya dalam kitab Thabaqat al-Hanafiyyah menyebutkan bahwa ada riwayat lemah yang mengatakan Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat tahun 336 H. sementara Abu al-Hasan al-Nadwi ulama kontemporer berkebangsaan India menyebutkan bahwa Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi wafat tahun 332 H. barangkali al-Nadwi mengambil informasi tersebut dari kitab Syarh al-Fiqih al-Akbar yang oleh pakar masih diragukan autentisifikasinya sebagai karya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi . boleh jadi,al-Nadwi mengambilnya dari al-Bayadhi dalam  kitab Isyarat al-Maram. Namun riwayat yang paling kuat tentang wafatnya Al -Iman Abu Manshur al-Maturidi adalah tahun 333 H/944 M, karena mayoritas literatur biografi ulama madzhab Hanafi menyepakatinya. 

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar