Nama lengkap beliau adalah Al-Imam, al-Hafidzh, Syaikh al-Islam, Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin al-Musanna bin Yahya bin Isa bin Hilal bin Dinar at-Tamimi al-Mushili. Lahir pada tanggal 3 Syawal tahun 210 H, dan wafat pada tanggal 14 Jumadil Awal tahun 307 H.
Tumbuh pada lingkungan perkotaan, pada masa kecilnya mulai melakukan kunjungan bersama bapaknya dan pamannya Muhammad bin Ahmad bin Abi al-Musanna dan adapun yang di kunjunginya itu ialah merupakan pusat-pusat ilmu yaitu : mesir, hamzan, abdan, makkah, madinah, bagdad, kufa, basrah, dan banyak lagi.
Guru-gurunya
Muhammad bin al-Farraj, Ahmad bin Hanbal, Ali bin al-Madini, Ibnu Ma’in, Abi Bakr, Utsman Ibnu Abi Syaibah, Amr an-Naqid ali bin Al-Ju’di ia menybutkan hal ini dalam mu’jamnya.
Dan adapun guru-guru yang lainnya adalah:
Ahmad bin Isa at-Tustari, Ahmad bin Ibrahim al-Maushili, Ahmad bin Mani’, Ahmad bin Muhammad bin Ayyub, Ibrahim bin Hajjaj as-Sami, Ibrahim bin al-Hajaj an-Naili, Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’Arah, Ibrahim bin Abdillah al-Harwi, Ibrahim bin Ziyad Sablan, Ishaq bin Abi Israil, Ishaq bin Musa al-Khattamii, Ishaq bin Isma’il ath-Thalaqani, Abi Ma’mar Isma’ila bin Ibrahim al-Hadzli, Abi Ibrahim isma’il at-Tarjamani, Isma’il bin Abdillah Khalid al-Qurasyi, dan Ayyub bin Yunus al-Bashri, Wuhaib, al-Azraq bin Ali Abi al-Jahm, Umayyah bin Bustham, Basyar bin al-Walid al-Kindi, Basyar bin Hilal, Bassam bin Yazid an-Nuqal, Ja’far bin Mahran as-Sibak, Jabarah bin al-Maghlas, Ja’far bin Humaid al-Kuffi, Hautsarah bin Asyras al-‘Adawi, Hasan bin ‘Isa bin Masarjis, al-Hakam bin Musa, al-haris bin Suraij Hafsh Abdillah al-halwani, Hajaj bin asy-Sya’ir. Khalf bin Hisyam al-Bajjar, Khalid bin Murdas, dan Khalifah bin Khiyath.
Murid-Muridnya
Al-Hafidzh an-Nasa’i Abu Abdurrahman ia meriwayatkan hadits dari Abu Ya’la dalam kitab “al-Kunna”, al-Hafidzh Abu zakariya bin Muhammad al-Azdi, Abu Hatim bin Hibban, Abu al-Fath al-Azdi, Abu ‘Ali al-Husain bin Muhammad a-Naisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinani, ath-Thabrani, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim al-Isma’ili, Abu Ahmad Abdullah bin Addi, Ibnu as-Sunni, Abu ‘Amr bin Hamdan al-Hairi, dan ayahnya Abi Bakar Muhammad bin Ibrahim al-Maqra’, al-Qadhi Yusuf bin al-Qasim al-Mayanaji, Muhammad bin an-Nadhr an-Nakhas dallam kitab “Mu’zam-nya” Nashr bin Ahmad bin al-Khalil al-Marji, abu asy-Syaikh, dan masih banyak lagi
Beliau menuntut ilmu ke berbagai tempat, diantaranya Makah, Madinah, Baghdad, Kuffah, Mesir, adan lain sebagainya. Selain banyak tempat yang beliau kunjungi untuk mencari ilmu, banyak ‘Ulama pula yang menjadi gurunya, disebutkan guru beliau berjumlah 278 orang. Diantaranya Abu Khoitsimah Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Amr al-Qowariry, Abu Bakr bin Abi Syaiban, Usman bin Abi Syaiban, Muhammad bin Abi Bakr al-Muqaddami, Khalifah bin Abi Khayyath, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Mani’, Ishaq bin Abi Israil, Bisyr bin al-Walid al-Kindy, Zakariya bin Yahya Zahmuwiyah, dan beberapa ulama lain. Abu Ya’la berkata : “saya belajar al-musnad dan tafsir dari Abi Khoitsimah.”
Derajat Imam Abu Ya’la berada di bawah derajat pembesar-pembesar ulama hadis seperti Imam Bukhori dan Imam Muslim, beliau juga berguru pada guru-guru Imam Ahmad bin Hanbal, seperti Harun bin Ma’ruf dan juga Abi Bakr bin Abi Syaibah, selain itu di lain tempat yakni di Baghdad beliau mendapat hadis dari Ahmad bin Hatim at-Thawil yakni murid dari Imam Malik, yang artinya guru-guru beliau berada pada tingkat derajat yang sama dengan guru-guru Imam Bukhori dan Imam Muslim, beliaupun jeli dalam menjaga sekaligus mencari hadis dari ulama-ulama tersebut.
Banyak ahli hadis yang menjadi murid beliau diantaranya, Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i mushannif dari kitab as-Sunan, Abu Hatim Muhammad bin Hibban al-Bustyy, al-Hafidz Abu Zakariya Yazid bin Muhammad al-Azdy pengarang kitab Tarikh al-Mushil, Al-Hafidz Abu Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Ja’far al-Asbihany, Imam Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad at-Thabarany, dan lain sebagainya.
Para peneliti dan ahli hadis bersepakat atas ketsiqahan Imam Abu Ya’la tersebut, Walid Abi Abdillah bin Mandah saat melakukan perjalanan dengan beliau Abu Ya’la berkata :”Tidaklah saya melakukan perjalanan dengan anda tidak lain karena bersepakatnya ulama zaman ini atas ketsiqqahan anda”. As-Sulamy berkata: ”saya bertanya kepada Imam ad-Daruquthny tentang Abi Ya’la, dan beliau menjawab : “tsiqqah ma’mun”. Ibnu Mandah berkata: “beliau adalah salah satu ulama yang tsiqqah”. Imam al-Hakim: “saya melihat al-Hafidz Abi ‘Ali takjub dengan Abi Ya’la al-Mushili atas hafalan serta hafalan hadisnya, sehingga hanya ada sedikit hadis yang samar dari beliau, beliau tsiqqah ma’mun”. Salah satu muridnya yakni Yazid bin Muhammad al-Azdy dalam kitabnya tarikh al-Mushil menuliskan, beliau adalah orang yang menjaga amanah, agama, serta kerifannya. Beliau juga orang yang berilmu sabra, dan bagus ahklaqnya, sehingga pada hari dimana beliau wafat banyak pasar yang ditutup.Kemudian Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah menuliskan, Imam Abu Ya’la adalah orang yang menjaga hafalan dan karangannya dengan baik, adil dalam periwayatan hadisnya, serta dlabit dalam apa yang diucapkannya.
Meskipun begitu, dari sebagian ulama-ulama tersebut, ada yang memvonis Abu Ya’la dengan tadlis,salah satunya Ibnu ‘Adi, Al-Haitsami memberikan isyarat akan ketadlisan Abu Ya’la dalam kitab al-majma’ dengan kata
أبو عبادة الزّراقيّ متروك وأسقطه أبو يعلي من السّند
Ibnu ‘Adi berkata: “Abu Ya’la dan Hasan bin Sufyan ketika mereka berdua meriwayatkan hadis darinya (Sulaiman bin Daud asy-Syadzakuny, salah satu dari orang yang dha’if_red), mereka hanya berkata, menceritakan hadis kepada kita Sulaiman Abu Ayyub, dengan tanpa menambahi secara lengkap, maka artinya mereka berdua menyembunyikannya.
Pujian Ulama Terhadapnya
Abu Abdullah bin Mundahb berkata - dan ia telah berihlah kepada Abi Ya’ala – “Sesungguhnya aku berihlah kepada-Mu karena kesepakatan para ahli di zaman in akan ketsiqatanmu dan ke itqanan Mu.
Yazid bin Muhammad berkata: “keadaannya, jujur dan amanah, ahli agama, daan murah hati ......... keadaanya pintar, penyabar, bagus adabnya, banyak hadits-Nya, semua kota turut berduka cita ketika wafatnya, yang menghadiri jenazahnya sangat banyak sekali.”
Ibnu Addi berkata: “Aku tidak pernah musnad seperti ini kecuali musnad Abi Ya’la, karena sesungguhnya ia meriwayatkan hadits karena Allah Azza wa jalla.”
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin al-Mutsanna, adlah seorang penyusun kitab yang masyhur, ia mendengar dari Imam Ahmad bin Hanbal dan tabaqah-tabaqahnya, keadaannya sebagai seorang hafidzh, orang yang baik, penyusunnannya?kitabnya bagus, adil dalam meriwayatkan hadits, dan dhabith ketika menerima hadits darinya.”
Wafat Nya
Di riwayatkan dari Muhammad bin ash-Shabah ad-Daulabi, Ghassan bin ar-Rabi’, Yahya bin Ma’in, dan penduduk Iraq, dari orang-orang yang mutqin dan muwadlhabin, Ia meninggal pada tahun 307 H.
Sedang kan al-Khalili berkata: tsiqat muttafaq ‘Alaih, Para Huffadz meridhainya dan meriwayatkan hadits-hadits Shahih dari mereka seperti: Abu Bakr al-Isma’ili, Abu ‘Ali an-Naisburi, Ibnu Addi, Ibnu al-Maqra’, Abu Manshur al-Qazwini, Ia meninggal pada tahun 306 H.
Karya-Karyanya
Ada pun karya-karya yang telah di buat oleh Abu Ya’la selain dari musnad-Nya Adalah :
- Hadits Muhammad bin Basyar Bundar
- Mu’jam Abu Ya’la al-Maushli
- Al-Mafarid li Abi Ya’la al-Maushili
Nama Kitab
Nama kitabnya adalah Musnad Abi Ya’la al-Maushili, ada juga yang menyebutnya dengan sebutan “Musnad al-Kabir Abu Ya’la al-Maushili”
Latar Belakang Penulisan Kitab
Hadis Nabi dilihat dari segi urutannya merupakan sumber rujukan kedua setelah al-Qur’an dalam usaha penggalian hukum syar’i, oleh karena itu ulumul qur’an, tauhid dan hukum-hukum syara’ kesempurnaanya tergantung atas penjelasan (bayan) dari Nabi SAW atau bayan tersebut lebih dikenal sebagai al-hadis, kualitas dan kuantitasnya tidak dapat dihitung dan ditimbang dengan alat pengukur manapun, secara posisi, hadis tersebut merupan pokok atau asal dari tafsir, fikih, nas-nas hukum, dasar dasar aqaid/ tauhid. Jadi setiap ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW adalah sebuah ucapan yang paling layak untuk diterima, sedangkan segala ucapan yang tidak disandarkan kepada nabi (hadis) dan al-Quran maka pada hakikatnya adalah sebuah omongan penggunaan dalil secara sembrono, memutar balikkan fakta tanpa didasari oleh suatu bukti yang kuat.
Oleh karena itu para sahabat sangat bersemangat untuk mempelajari, berpegang teguh dan menjaga hadis Nabi, sayangnya, fakta sejarah membuktikan pada masa sahabat dan tabiin belum pernah dilakukan pengkodifikasian hadist maupun meruntutkan hadis, hal ini terjadi didasari atas dua hal, yaitu:
Pertama, adanya larangan dari Nabi untuk melakukan hal tersebut seperti dalam hadist yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim dan karena kawatir akan terjadi percampuran antara hadis dan al-Quran.
Kedua, karena luas atau kuatnya hafalan para sahabat bahkan sampai mengalir dalm hati mereka dan karena kebanyakan dari mereka tidak mengetahui / menemukan pengkodifikasian dan pengklafisikasian hadis pada akhir masa tabiin.
Sejarah mencatat, usaha pengkodifikasian hadis terjadi pada tahun 100 H pada masa Umar bin Abdul Aziz yang juga telah diterangkan pada kitab shahih bukhori pada bab bagaimana cara mengambil ilmu, awalnya Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Abi Bakr bin Hazm.Surat tersebut berbunyi, “telitilah hadis Nabi kemudian bukukanlah, sesungguhnya aku kawatir pada pokok-pokok ilmu dan hilangnya para ulama. Janganlah menerima sesuatu kecuali itu dari hadis Nabi dan hendaklah kalian menyebarkan ilmu, dan duduk sampai kamu mengajarkan kepada orang yang tidak mengetahui, karena sesungguhnya hilang atau rusaknya ilmu tidak dapat dirasakan.hal tersebut sungguh telah dibicarakan diperbanyak hal-hal baru yang telah disebarkan oleh para ulama keseluruh penjuru kota, akan tetapi mereka mengumpulkan ucapan para sahabat dan tabiin bersama hadis Nabi.”
Seperti yang telah dilakukan oleh IbnuJarih, Sufyan bin Said As-Sauri, dan masih banyak lagi. Sampai akhirnya, mereka berinisiatif untuk secara khusus memisahkan hadis dengan ucapan sahabat dan tabiin yang terjadi pada tahun 200 H, lalu mereka membuat musnad-musnad yang diurutkan sesuai huruf hijaiyyah pada nama sohabat seperti yang dilakukan oleh kebanyakan ulama, atau disandarkan atas nama-nama qobilah, nasab, dan lainnya. Seperti musnad Abi Bakar, musnad al-Arbaah, musnad sahabat, dan lainnya.
Setelahmasa ini, banyak imam-imam huffad yang membuat musnad kemudian disandarkan kepada dirinya sendiri seperti: musnad Imam Ahmad, musnad Usman bin Abi Syaibah, hal ini yang mendasari Abi Ya’la untuk melakuan hal yang serupa, maka beliau mengarang sebuah musnad yang disandarkan kapada diirinya sendiri yakni musnad Abi Ya’la.
Contoh hadis Shahih yang terdapat dalam kitab ini :
حدثنا أبو خثيمة حدثنا بشر بن عمر الزهراني حدثنا مالك بن أنس عن ابن شهاب عن مالك بن أوس بن الحدثان : عن عمر قال : لما توفي رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أبو بكر : أنا ولي رسول الله صلى الله عليه و سلم فجئت أنت وهذا - يعني العباس و عليا - تطلب أنت ميراثك من ابن أخيك ويطلب هذا ميراث امرأته من أبيها فقال أبو بكر : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا نورث ما تركنا صدقة
Contoh Hadis Hasan
حدثنا أبو كريب حدثنا معاوية بن هشام عن شيبان عن عامر عن مرة : عن أبي بكر عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : لا يدخل الجنة سيئ ملكته ملعون من ضار مسلما أو غره
Contoh Hadis Da’if
حدثنا الحسن بن شبيب حدثنا هشيم حدثنا كوثر بن حكيم عن نافع عن ابن عمر : عن أبي بكر الصديق قال : قلت : يا رسول الله ما نجاة هذا الأمر الذي نحن فيه ؟ قال : من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له فهو له نجاة
kitab ini juga dilengkapi catatan kaki yang menjelaskan bahwa hadis dalam kitab Musnad Abu Ya’la> ini juga dapat di temukan pada kitab hadis yang lain, adapun kode footnote yang digunakan pada kitab Musnad Abu Ya’la> yaitu :
a. الترمذي :ت
b. ابوداود د:
c. مسلم م:
d. بخاري خ:
e. احمد بن حمبل حم:
f. ابن ماجه ق:
g. النسائ س:
h. الدارمي دي:
i. الموطأ مالك ط:
Di bab bagian akhir halaman terdapat indeks (faharis) guna memudahkan dalam pencarian hadis, indeks dalam kitab ini terbagi dua yaitu indeks untuk mencari hadis berdasarkan tema yang ingin di cari, adapun penyusunannya yaitu menggunakan metode alpabetis yaitu menyusunyanya berdasarkan susunan huruf hijaiyah. Kemudian indeks berdasarkan periwayat, penyusunannya berdasarkan indeks urutan sahabatyang terdapat dalam kitab ini.
Keunggulan dan keterbatasan kitab Musnad Abu Ya’la al-Mausili.
1. Keunggulan Musnad Abu Ya’la al-Mausili
a. Bukunya ini menjadi rujukan banyak ulama hadis .
b. Susunan dalam kitab ini berdasarkan susunan nama sahabat sehingga jika ingin mencari hadis maka cukup melihat nama rawi a’la nya dan mencari dalam kitab ini.
c. Buku ini juga dilengkapi dengan catatan kaki yang menunjukkan bahwa hadis tersebut juga diriwayatkan dari kutub tis’ah .
d. Kitab ini juga mengandung hadis-hadis fiqh atau hadis tematik dan untuk memudahkan mencarinya secara tematik dapat ditemukan dalam daftar isi.
Adapun keterbatasan kitab ini adalah:
a. Tidak di cantumkan kualitas hadis pada buku ini.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar