Translate

Sabtu, 21 Januari 2017

Kisah Imam Yusuf Al-Mizzi Dan Pembelaan Imam Ibnu Taimiyah

Imam Yusuf al-Mizzi yaitu Al-Hafizh Abu al-Hajjaj Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman bin Yusuf bin ‘Ali bin Abdul Malik bin Ali bin Abi Al-Zahr al-Kulaby al-Qadha’i  al-Mizzi As-Syafi'i (bahasa Arab: يوسف بن عبدالرحمن المزي) ialah seorang ulama sunni dari Syam, Lahir pada 10 Rabiul Akhir 654 H di Halb (salah satu daerah di Syam) dari keturunan Arab asli lebih tepatnya kabilah Kalb al-Qudha’i. Beliau pindah ke Damaskus dan menetap di salah satu desa yang bernama Mizzah dan nama inilah yang menjadi nisbah di akhir namanya. Di daerah Mizzi ini kabilah Kalb merupakan kabilah terbesar. Ia wafat pada tahun 1342 M di "Darul Hadits Al-Asyrafiyyah" di Damaskus.

Al-Mizzi membaca Alquran dan fiqih sedikit demi sedikit. Keluarga Al-Mizzi tidak memberikan dorongan untuk mempelajari hadis, mereka tidak masyhur dalam keilmuan dan orang tuanya pun bukan ulama yang masyhur. Al-Mizzi mulai mempelajari hadis ketika berusia 21 tahun yaitu pada tahun 675 H.
Ia pertama kali mendengar hadis dari gurunya Syeikh Al-Musnid Al-Mu’ammar Zainuddin Abi Al-‘Abbas Ahmad bin Abi Al-Khair Salamah bin Ibrahim Al-Dimasyqi Al-Haddad Al-Hanbali mengkaji kitab Al-Hilyah karya Abi Nu’aim. Dari syeikh Ahmad bin Abi al-Khair, al-Mizzi mendapatkan kedudukan ilmu yang tinggi sehingga ada riwayat sejumlah ulama yang tsiqah darinya, antara lain: Saraf al-Din al-Dimyathi, Ibn al-Hulwaniyah, Ibn al-Khabbaz, Ibn al-‘Aththar, Ibn Taymiyah, al-Birzaly dan banyak lagi selain dari mereka. Bahkan Ibn Hajib pernah belajar darinya di Arafah pada tahun 620 H.
Al-Mizzi juga banyak mengaji kitab-kitab pokok seperti al-kutub al-sittah, musnad al-Imam Ahmad, al-Mu’jam al-Kabir karya Abi al-Qasim al-Thabrani, Tarikh Madinatu salam karya Al-Baghdadi, Al-Sirah Ibnu Hisyam, Muwaththa’ Imam Malik, dan lainnya.
Al-Mizzi mengembara di kota-kota yang ada di Syam. Ia juga belajar di al-Quds al-Syarif, Himsha, Himah, dan Ba’labak. Sesudah itu ia menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah dan Madinah. Setelah itu ia pergi ke negeri-negeri Mesir. Ia belajar di Kairo, Alexandria, dan Bilbis sampai pada tahun 683 H. Di Alexandria sampai tahun 684 H ia belajar kepada Shadr al-Din Sahnun (w.695 H).
Guru-guru al-Mizzi (sekaligus temannya) yang paling berpengaruh yaitu Syaikhul Islam Taqiyuddin Abu Al-‘Abbas Ahmad bin ‘Abd, Al-Halim Al-Ma’ruf Ibnu Taimiyah Al-Harany (661-728), Al-Mu’arrikh al-Muhaddits ‘Ilmuddin Abu Muhammad Al-Qasim bin Muhammad Al-Birzali (665-739), Muarrikhul Islam Syamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi (673-748).
Kiprah penulis dalam keilmuan utamanya ulumul hadits.

Al-Mizzi pernah menjadi pemimpin lembaga pendidikan Hadits terbesar di Damaskus yaitu Dar al-Hadits al-Asyrafiyah pada hari Kamis 23 Dzi al-Hijjah 718 H. Lembaga tersebut juga pernah dipimpin oleh ulama ahli Hadits, diantaranya Taqi al-Din Ibn al-Shalah (577-643 H), Ibn al-Harastani (557-662 H), Abu Syamah (559-665 H), Muhyi al-Din al-Nawawi (631-676 H) dan lain-lain. [1] Ibid, 26-27.

Di samping itu, al-Mizzi juga mengajar di lembaga pendidikan Dar al-Hadits al-Himshiyah yang dikenal dengan nama Halaqah Shahib Himsha. Dan pada tahun 739 H al-Mizzi menjadi pimpinan lembaga pendidikan Hadits termaju di Damaskus yakni Dar al-Hadits al-Nuriyah, sampai ia wafat. Beliau menjadi ahli hadits selama 50 tahun lebih. Sedikit sekali ahli ilmu di Damaskus yang tidak berguru kepadanya. Menurut al-Dzahabi, pada umum-nya para ahli Hadits di Damaskus berguru kepadanya, dan mengakui akan keutamaannya.

Al-Mizzi mempunyai tempat yang agung diantara ulama Abad ke 8 H dalam hadits, ulum al-Hadits dan ilmu yang berhubungan demgan keduanya kemashurannya semakin tegak di atas 2 kitab besar yang ditulisnya dalam fan hadits dan ulum al-hadits yaitu tuhfat al-Asyraf dan Tahdzib al-Kamal.

Kitab Tuhfah al-Asyraf bi Ma’rifah al-Athraf terbilang sebagai kitab terbesar yang ditulis dalam al-Kutub al-Sittah. Sistematika kitab ini menghimpun biografi nama-nama sahabat, tabi’in yang terdiri dari 1.395 musnad dengan 995 hadits musnad yang dinisbatkan pada sahabat setelah mengurutkan nama-nama mereka berdasarkan urutan Mu’jam dan 400 hadits mursal yang dinisbatkan pemimpin tabi’in dan generasi setelahnya dengan urutan nama-nama sesuai huruf-huruf Mu’jam.

Kitab al-Asyraf selanjutnya diringkas oleh Abu al-Abbas Ahmad bin Sa’ad bin Muhammad al-Darasi (w. 750 H) dan dinamai al-Umdah fi Mukhtashar al-‘Atraf. Kitab terbesar al-Mizi yang kedua adalah kitab Tadzhib al-Kamal ini. Kitab ini dianggap sebagai kitab terbesar dalam ilmu Rijal al-Hadits, dan sampai sekarang belum ada seorang pun yang dapat menulis kitab yang lebih baik dari kitab ini.

Kitab ini mulai ditulis pada tahun 705 H dan baru dipresentasikan satu tahun kemudian yaitu tahun 706 H. Al-Mizzi menyelesaikan kitab al-Kamal pada 712 H (selama 12 tahun), tertulis dalam 14 jilid. Sampai pada tahun 742, karya al-Mizzi ini telah dipresentasikan sebanyak lima kali. Kitab-kitab lain karya al-Mizzi antara lain:

- Muqaddimah Shahih Muslim.

- Kitab al-Marasil Abi Daud.

- Kitab al-‘Ilal al-Turmudzi.

- Kitab al-Sama’il al-Tirmidzi.

- Kitab ‘Amal Yaum wa Lailah Nasa’i.
Komentar para ulama tentang Abu al-Hajjaj al-Mizzi.

Di Damaskus saya menemukan dari ahli ilmu (ilmuan) seorang al-hafizh yang mengungguli orang-orang setelahnya dan orang-orang yang mendahuluinya ia adalah Abu al-Hajjaj al-Mizzi. (Ibn Sayyid al-Nas al-Ya’mari, w.734 H).

Al-Mizzi adalah penutup para penghafal hadits, kritikus sanad-sanad dan lafazh-lafazh hadits. Ia adalah orang yang menjadi tempat pengaduan dilemma-dilema dan memberikan penjelasan tentang problema-problema. Saya belum pernah melihat seseorang dalam kedudukan ini yang lebih akomodatif dari pada imam Abi Hajjaj al-Mizzi. (al-Dzahabi, w.748 H).

Saya tidak pernah melihat pada guru-guru saya setelah al-Mizzi orang yang seperti dia dalam hal bahasa Arab. (al-Shalah al-Shifdi, w 764 H).

Beliau adalah imam para ahli hadits (al-muhadditsin). Demi Allah jika saja al-Daruquthni masih hidup, maka ia akan merasa segan untuk mengajar di tempat al-Mizzi. (Taqi al-Din al-Subki, w. 756 H). [1] Ibid, ….

Guru kami, panutan kami adalah syeikh Jamal al-Din al-Abu al-Haj al-Mizzi, penghafal hadits di zaman kami dan pembawa panji-panji ahlussunnah wal-jama’ah. (al-Taj al-Subki, w. 771 H). [1] Ibid, 30-34.
Adapun kitab karangan Al-Mizzi yang paling terkenal, yaitu:
Tuhfatul Asyraf, adalah kitab yang menghimpun hadits-hadits yang terdapat di kutub al-sittah dan beberapa hal yang berhubungan dengannya dengan jalur sanad yang memudahkan para pembaca untuk mengetahui sanad-sanadnya yang berbeda. Al-Mizzi menyusun sanad-sanadnya dengan tanpa matan sehingga menjadi sebuah kitab yang hanya memuat biografi para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
Tahdzibul Kamal Fii Asmaa’ ar-Rijal.
Al-Mizzi tertimpa penyakit pada awal Shafar 742 H. Awalnya, sakitnya ringan sehingga tidak menghalangi aktifitasnya dalam mengajarkan hadis yaitu juz ketiga dari kitab Tahdzib al-kamal hari kamis 10 Shafar. Pada hari sabtu tanggal 12 Shafar 742 H beliau wafat dan dimakamkan di samping makam istrinya ‘aisyah bint Ibrahim bin Shudaiq, sebelah barat makam Imam Taqiyuddin bin Taimiyyah.
Latar Belakang Penulisan Kitab
Sebuah inspirasi yang memacu al-Mizzi untuk membuat karya tulis dalam Rijal al-hadis adalah kitab al-Kamal fi Asma’ al-Rijal karya al-Hafidz Abu Muhammad Abd al-Ghani, kitab ini memuat semua para perawi kutubb al-sittah, baik dari kalangan sahabat, tabiin, atba’ tabiin sampai semua guru-gurunya. Namun bagi al-Mizzi, kitab tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus di carikan solusinya, di antara kekurangan-kekurangan tersebut adalah kebanyakan nama-nama hingga mencapai ratusan jumlahnya dari perawi kutub al-sittah kurangnya penjesalan dan informasi.  Dan juga Banyak biografi para perawi kutub al-sittah yang tidak dicantumkan di dalamnya. Hal inilah yang mendorong al-Mizzi pada keputusan untuk menyusun kitab baru yang berdasarkan perawi-perawi dalam kitab al kamal dan kitab itu dinamakan dengan Tahdzib al- Kamal fi Asma’ al-Rijal. Ia memulai menulisnya pada tanggal 9 Muharram 705 H dan selesai pada Hari Raya Idul Adha 712 H (selama tujuh tahun).
Sistematika dan Metodologi Penulisan Kitab
Kitab Tadzhib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal merupakan ringkasan dan penyempurnaan dari kita al-Kamal. Kitab ini memuat 8645 perawi disusun dalam 35 jilid.
Sistematika dam metode yang digunakan al-Mizzi dalam kitab ini adalah:
Al-Mizzi memulainya perawi dengan berdasarkan urutan mu’jam, bapak-bapak mereka dan memulainya dengan nama Ahmad.
Hal ini ia juga lakukan dalam hal tentang kunyah, nasab, laqab, dan perawi wanita.
Al-Mizzi menyebutkan sejumlah biografi untuk membedakan dalam nama dan tingkatannya para perawi kutub as-sittah.
Al-Mizzi membedakan nama-nama yang ia tambahkan dari biografi kitab al-Kamal dengan tanda yang berbeda. Ia menulis nama perawi dan nama ayah dari perawi tersebut.
Jika ada sebuah periwayatan dari jalur sahabat, ia mencantumkan periwayatan tersebut atau orang yang meriwayatkan darinya.
Apabila ada periwayatan langsung dari imam enam maka al-Mizzi mencantumkan periwayatannya atau periwayatan dari orang yang meriwayatkan darinya atau orang lain yang meriwayatkan dari orang yang meriwayatkan darinya.
Kelebihan dan Kekurangan Kitab

Kelebihan:
Memuat para perawi yang terdapat di kitab al-Kamal Fii Asmaa’ Ar-Rijal dan menambah para perawi kutubus sittah yang belum terdaftar di dalam kitab tersebut.
Memulai penyusunan perawi berdasarkan urutan mu’jam.
Disebutkan sejumlah biografi para perawi supaya dapat dibedakan dari yang lain.
Al-Mizzi mengklasifikasikan para perawi sebagaimana yang terdapat dalam empat fashol terakhir, yaitu: Fashal pertama, para perawi yang terkenal dengan nama ayahnya, kakeknya atau keluarganya yang lain. Fashal kedua, para perawi yang terkenal dengan nama sukunya, negerinya, atau pekerjaannya. Fashal ketiga, para perawi yang terkenal dengan laqabnya. Fashal keempat, para perawi yang mubham.
Seluruh biografi disusun secara alfabetis.
Terdapat simbol-simbol sebelum nama perawi yang menunjukkan bahwa nama perawi itu terdapat dalam kitab tertentu. Di antaranya adalah 6 tanda yang menunjukkan bahwa rawi itu terdapat dalam kutubus sittah, 1 tanda bagi perawi yang disepakati oleh ashaabus sittah, 1 tanda bagi perawi yang disepakati oleh ashaabul arba’ah, dan 19 tanda untuk kitab lainnya.
Adapun kekurangannya adalah:
Menurut penulis,kitab Tahdzibul Kamaladalah kitab yang sangat luas cakupannya yang terdiri dari 35 jilid dan jumlah rawi yang berbilang-bilang. Oleh karena itu, pemakalah tidak banyak menemui kekurangan dari kitab ini. Begitu juga dari para ulama, pemakalah tidak mendapati banyak dari mereka yang mengkritik kitab ini. Kelemahanya menurut Ibn Hajar al-Asqalani, kitab ini hanyalah sebuah kitab yang mencakup indentitas para perawi saja.
Contoh Penyebutan Rijal dalam Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal
Rawi berdasarkan huruf mu’jam
(1)ـ أَحْمَدُ بنُ إِبْرَاهِيـمَ بنِ خَالِد الْمَوْصِلِي، أَبُو عَلِي، نَزِيْـلُ بَغْدَاْد.
روى عن: إبراهيـم بن سَعْد بن إبراهيـم بن عبد الرحمن بن عَوْف الزّهرِيّ الـمدنـيّ، وإبراهيـم بن سُلَـيْـمان أبـي إسماعيـل الـمؤدب، وإسماعيـل بَن إبراهيـم بن مِقْسَم الأسَدي الـمعروف بـابن عُلَـيّة، وجعفر ابن سلـيـمان الضّبَعِيّ، وحُبَـيّب بن حَبِـيْب الكوفـيّ أخي حَمْزة بن حَبـيْب الزيّات القارىء، والـحكم بن سِنان البَـاهلـي القِرَبِـيّ، والـحكم بن ظُهَيْر الفَزاريّ، وحَمّاد بن زَيْد، وخَـلَف
بنِ خـلـيفة، وسعيد بن عبد الرحمن الـجُمَـحِيّ، وأبـي الأحْوَص سَلاّم بنَ سُلَـيْـم الـحَنَفِـيّ، وأبـي الـمنذر سَلاّم ابن سلـيـمان القارىء، وسيف بن هارون البُرْجُمِيّ، وشريك بن عبدِ الله النّـخَعِيّ القاضي، وصالـح بن عُمر الواسطيّ، والصّبَـيِ بن الأشعَث ابن سالـم السّلُولِـيّ، وأبـي زُبَـيْد عَبْثَر بن القاسم الزّبَـيْديّ الكوفـيّ، وعبد الله بن جعفر بن نُـجَيْح الـمَدِينـيّ والد علـي ابن الـمَدِيْنـيّ، وعبدِ الله بن الـمبـارك، وعمر بن عُبَـيْد الطّنَافِسيّ، وفرج بن فَضالة الشاميّ (فق)، ومـحمد بن ثابت العَبْدِيّ (د)، ومعاوية بن عبد الكريـم الثّقَـفـيّ الـمعروف بـالضّالَ، وأبـي العلا ناصح بن العلاَء، ونوح بن قـيس الـحُدّانـيّ، وأبـي عَوانة الوَضّاح بن عبد الله الـيَشْكُريّ الواسطيّ، ويزيد بن زُرَيْع، ويوسف بن عَطية الصفّـار البَصْري.
روى عنه : أبو داود حديثاً واحداً، و إبراهيـم بن عبد الله بن الجُنَيْد الخُتّليّ، وأحمد بن الـحسن بن عبد الـجبـار الصّوفـي الكبـير، وأبو يَعْلَـى أحمد بن علـي بن الـمُثنى الـمَوْصِلِـيّ، وأبو العبـاس أحمد بن مـحمد بن خالد البَرَاثِـيّ، وأحمد بن مـحمد بن عبد العزيز بنالـجعد الوَشّاء، وأحمد بن مـحمد بن الـمُسْتلـم، وجعفر بن مـحمد بن قْتـيبة الأنصاريّ الكوفـيّ، والـحسن بن علـي بن شبـيب الـمَعْمريّ، وحَمّاد بن الـمُؤمّل الضريرُ، وعبدُ الله بنُ أحمد بن مـحمد بن حَنْبل، وأبو القاسم عبدُ الله بن مـحمد ابن عبد العزيز البغوي، وأبو بكر عبدُ الله بن مـحمد بن عُبَـيد بن سفـيان القُرَشيّ الـمعروف بـابن أبـي الدنـيا،
Berdasarkan Kunyah
(8779)ـ س: أبو إبْرَاهيـم التَّرْجمَانِي، اسمه: إسْمَاعِيـل بن إبراهيـم بن بَسَّام.
روىٰ عن: شُعيب بن صَفْوان (س)، وغيرِه.
روىٰ عنه: زكريا بن يحيـى السِّجْزِيُّ (س)، وغيرُه.
روى له النَّسائي. وقد تَقَدَّم فـي الأسماء. (ر: 407).
Berdasarkan man isytahara ila abihi, ummihi, ‘ammihi, au ghairu dzalik
ـ [شه ابنُ أَبْجِر]، هو: عبد الـملِك بن سعيد بن حَيّان بن أَبْجَر. (ر: 4111(10052)
Berdasarkan Laqab
(11111)ـ أبو الأَحْوص: محمد بن الهيثم بن حَمّاد قاضي عُكْبَرا كُنيته أبو عبد الله، و أبو الأحوص لقبٌ غلب علـيه (ر: 6258).
Berdasarkan Mubhamat
(11176)ـ بخ د: إبْراهِيـمُ بنُ أبـي أَسِيد البَرّاد.
عن: جده، عن أبـي هريرة «إياكم والبغضة وإياكم والـحَسَد».
إن لـم يكن جده سالـم بن عبد الله البَرّاد مولـى القرشيـين، فلا أدري من هو (ر: 149).

Berdasarkan bab perawi wanita
(11414)ـ ع: أَسْمَاءُ بنتُ أبـي بَكْرٍ الصّدّيق زَوْجَة الزّبَـير بن العَوّام، وهي شَقِـيقَةُ عَبْد الله بن أبـي بَكْر. أُمّهُما أمّ العَزّىٰ قَـيْـلة، ويقال: قُتَـيْـلَةُ بنتُ عَبْدِ العُزّىٰ بنِ عَبْدِ أسعد بن جَابِر، وقـيـل: نَصْرُ بنُ مَالِكِ بنِ حِسْلِ بنِ عَامِرِ بنِ لُؤيّ.
كان إسلامها قديـماً بـمكة وهاجرت إلـىٰ الـمدينة وهي حامل بعبد الله بن الزبـير.
روت عن: النّبِـيّ (ع).
روىٰ عنها: تَدْرُس جَدّ أبـي الزّبـير مـحمد بن مُسلـم بن تَدْرُس الـمكيّ مولـىٰ حَكيـم بن حِزام، وطَلـحة بن عبد الله بن عبد الرّحمٰن بن أبـي بكر الصّديق، وعَبّـاد بن حَمْزة بن عبد الله بن الزّبـير (م س)، وعبـاد بن عبد الله بن الزّبـير (ع)، وابنها عبد الله بن الزّبـير، وعبد الله بن عبـاس (م)، وعبد الله بن عُبَـيْد الله بن أبـي مُلَـيْكة (ع)، وعبد الله بن عُروة بن الزّبـير، ومولاها عبد الله بن كَيْسان (خ م د س ق)، وابنها عُروة بن الزّبـير (خ م د س)، والقاسم بن مـحمد الثّقـفـيّ، ومرزوق الثّقـفـيّ (بخ) (خادم عبد الله بن الزّبـير)، ومُسلـم الـمُقرىء (م)، وأبو نوفل بن أبـي عَقْرب (م)، وأبو واقد اللّـيثـي، وصَفـيّة بنت شيبة (خ م س ق)، وفـاطمة بنت الـمُنْذر بن الزّبـير (ع).
وكانت تسمىٰ ذات النّطاقـين، وإنـما قـيـلَ لها ذلك لأنّها صَنَعت للنّبِـيّ سُفْرة حينَ أراد الهِجْرة إلـىٰ الـمدينة فَعَسُرَ علـيها ما تَشدّها به، فَشَقّت خِمارها، فَشدّت السّفْرة بِنِصفه، وانَتَطَقت بـالنّصف الثّانـي، فسمّاها رسول الله : ذات النّطاقـين. هكذا ذكر مـحمد بن إسحاق وغيرُه.
وقال الزّبـير بن بَكّار فـي هذا الـخَبَر: إن رسول الله قال لها: أبْدَلك الله بنطاقِك هذا نطاقـين فـي الـجَنّة، فقـيـل لها: ذات النطاقـين.
وقال الأَسو
Berdasarkan Kunyah perawi wanita
(11605)ـ د ت س: أُمّ بُجَيْد الأَنْصَارِيّة يقال: اسمُهَا حَوّاء، لها صُحبة، وكانت من الـمُبـايعات.
روىٰ حديثَها عبد الرّحمٰن بن بُجَيْد الأَنْصاريّ (د ت س)، عن جَدّته أُمّ بُجَيْد الأنصاريّة، عن النّبِـيّ «رُدّوا السائلَ ولو بظلفٍ مُـحْرَق».
روى لها أبو داود، والتّرمذيّ، والنّسائي
 ‎
Kitab Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal adalah kitab rijal al-hadits yang dikarang oleh al-Hafidz Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf ibn al-Zakkiy Abd –al-Rahman bin Yusuf bin Ali bin Abd al-Mulk bin Ali bin Abi Zuhri al-Kalbiyy al-Qudla’iyy al-Mizziy. Beliau dilahirkan pada malam ke sepuluh dari bulan Rabi’ al-Akhir tahun 654 H.\
Penulisan kitab ini dilatarbelakangi oleh adanya para rijal dalam kutub al-tisah dalam kitab al-Kamal, namun bagi al Mizzi, kitab tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan yang harus di carikan solusinya, di antara kekurangan-kekurangan tersebut adalah kebanyakan nama-nama hingga mencapai ratusan jumlahnya dari perawi kutub al-tis’ah kurangnya penjesalan dan informasi. Hal inilah yang mendorong al-Mizzi pada keputusan untuk menyusun kitab baru yang berdasarkan perawi-perawi dalam kitab al-Kamal dan kitab itu dinamakan dengan Tahdzibul Kamal fi Asma al-Rijal.
Al-Mizziy menurut keterangan dalam muqaddimah yang ditulis oleh Basysyar ‘Awwad Ma’ruf adalah bermadzhab syafi’i (lihat halaman 21, dalam muqaddimah oleh Basysyar ‘Awwad Ma’ruf Jilid I kitab Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal).
Kitab ini disusun dengan:
Berdasarkan urutan Mu’jam
Berdasarkan Kunyah
Berdasarkan man isytahara ila abihi, jaddihi, ummihi, ‘ammihi aw ghairu dzalik
Berdsarkan laqab
Berdsarkan mubhamat
Berdasarkan perawi wanita
Kunyah perawi wanita
Dalam muqaddimah Tahdzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, semua ulama’ memuji pribadi al-Mizziy dan memuji-muji kitabnya.
Kisah Pembelaan Imam Ibnu Taimiyah Terhadap Al-Mizzi

Disekeliling Ibnu Taimiyah terdapat orang-orang terkemuka dalam bidangnya. Salah satunya adalah Ulama hadits tawadhu nan sabar yang terkenal dengan Nama Al Mizzi yang merupakan mertua dari Ibnu katsir-seorang ahli tafsir terkemuka  dan pernah dipenjara karena membela pendapat Ibnu Taimiyah tentang masalah Thalaq-.

Al hafidz Al Mizzi  yang namanya tersohor dalam dunia hadits lewat dua kitab tebalnya Yang berjudulTahzibul Kamal dan Tuhfatul Asyraf bima’rifatil Athraf merupakan murid sekaligus teman dekat Ibnu Taimiyah dalam belajar hadits sebagaimana yang ceritakan oleh Az Zahabi dalam biografi al  Mizzi dalam Tazkiratul Huffaz.

Kecintaan Al Mizzi terhadap Ibnu Taimiyah terlihat ketika ia dengan penuh kasih sayang memandikan Jenazah guru dan sahabatnya tersebut lalu mengantarkannya menuju pusaranya.‎

Al Mizzi adalah seorang ulama rijal yang mengambil mazhab Salaf dalam Aqidah. Pilihan Inilah yang membuatnya harus berhadapan dengan ulama sekelilingnya yang berpemahaman Takwil serta memusuhi sahabatnya-ibnu Taimiyah-.

Pembelaan Ibnu Taimiyah ‎

Diceritakan dalam biografi Al Mizzi dan Juga Ibnu Taimiyah tentang Cobaan yang dihadapi Oleh Al Mizzi yang menyebarkan dakwah Salaf dalam Aqidah dengan mengajarkan Kitab Khalqu Afa’lil ibad milik Amirul Mu’minin Fil Hadits Al Imam Al Bukhari Rahimahullah.

Berikut penuturan Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah Wa an-Nihayah pada peristiwa yang terjadi sekitar tahun 705 Hijriah terkait Dengan ibnu  Taimiyah

وكان للشيخ تقي الدين من الفقهاء جماعة يحسدونه لتقدمه عند الدولة وانفراده بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وطاعة الناس له ومحبتهم له وكثرة أتباعه وقيامه في الحق وعلمه وعمله ثم وقع بدمشق خبط كثير وتشويش بسبب غيبة نائب السلطنة وطلب القاضي جماعة من أصحاب الشيخ وعزر بعضهم ثم اتفق ان الشيخ جمال الدين المزي الحافظ قرأ فصلا بالرد على الجهمية من كتاب أفعال العباد للبخاري تحت قبة النسر بعد قراءة ميعاد البخاري بسبب الاستسقاء فغضب بعض الفقهاء الحاضرين وشكاه إلى القاضي الشافعي ابن صصرى وكان عدو الشيخ فسجن المزي فبلغ الشيخ تقي الدين فتألم لذلك وذهب إلى السجن فأخرجه منه بنفسه وراح إلى القصر فوجد القاضي هنالك فتقاولا بسبب الشيخ جمال الدين المزي فحلف ابن صصرى لا بد أن يعيده إلى السجن وإلا عزل نفسه فأمر النائب باعادته تطييبا لقلب القاضي فحبسه عنده في القوصية أياما ثم أطلقه ولما قدم نائب السلطنة ذكر له الشيخ تقي الدين ما جرى في حقه وحق اصحابه في غيبته فتألم النائب لذلك ونادى في البلد أن لا يتكلم احد في العقائد ومن عاد إلى تلك حل ماله ودمه ورتبت داره وحانوته فسكنت الامور

Ada sekolompok fuqaha yang mendengki Ibnu Taimiyah karena kedudukan tingginya dalam kenegaraan dan tindak-tanduknya yang sendirian menyeru kepada kebaikan dan melarang kemungkaran serta ketaatan dan cinta manusia kepadanya. Ditambah lagi dengan banyaknya pengikut, ilmu, dan amal  baik.

Terjadilah beberapa ketegangan di Damaskus sehubungan dengan absennya pejabat perwakilan sulthan. Sekelompok orang meminta Qadhi untuk mengadili Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya serta menahan sebagian dari mereka.

Disaat yang sama, al hafidz Al Mizzi membaca sebuah pasal tentang bantahan terhadap Jahmiyah dari kitab [Khalqu] Af’alil Ibad milik Imam Bukhari dibawah Qubah Nashr (masjid Umawi,pent). Setelah membaca janji Imam bukhari yang disebabkan Oleh istisqa’ maka marahlah beberapa hadirin lalu mengadukannya kepada Qadhi Syafii Ibnu Shasra yang merupakan Musuh syaikh [ibnu Taimiyah]. Maka ditahanlah Al Mizzi. Berita tersebut sampai kepada Syaikh Taqiyuddin [Ibnu Taimiyah]. Berita tersebut menyeakiti perasaan beliau dan beliau langsung bergegas menuju penjara dan membebaskannya. Ibnu Taimiyah kemudian pergi menuju Istana dan bertemu dengan dengan Qadhi [Shasra] disana. Mereka kemudian berdebat terkait dengan syaikh Jamaluddi Al Mizzi. Ibnu Shasra bersumpah untuk kembali memenjarakan Al Mizzi atau ia mengundurkan diri sebagai Qadhi. [kabar sampai ke Mesir] Demi mendengar sumpah itu, maka pejabat perwakilan Sulthan memerintahkan untuk kembali memenjarakan al Mizzi untuk menyenangkan hati Qadhi [Ibnu Shasra] di kota Qusay [Mesir] selama beberapa hari kemudian melepaskannya kemballi.

Ketika pejabat perwakilan kesulthanan kembali ke Damaskus, Ibnu Taimiyah menceritakan kepadanya tentang hal yang terjadi kepadanya dan murid-muridnya ketika dia tidak ada. Pejabat tersebut sangat sakit hati kemudian mengumumkan di Damaskus bahwa tidak boleh seorangpun berdebat seputar Aqidah. Siapapun yang melakukannya maka halal harta dan darahnya serta rumah dan tokonya akan diratakan dengan tanah. Setelah itu keadaan menjadi tenang.

Cerita ini juga dituturkan Oleh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy dalam Kitab Dur Al-Kaminah 170/1
في ثاني عشر رجب قرأ المزي فصلا من كتاب أفعال العباد للبخاري في الجامع فسمعه بعض الشافعية فغضب وقالوا نحن المقصودون بهذا ورفعوه إلى القاضي الشافعي فأمر بحبسه فبلغ ابن تيمية فتوجه إلى الحبس فأخرجه بيده

Pada 12 Rajab, Hafizh Al-Mizzi membacakan Kitab Khalq Af’al ‘Ibad karangan Imam Bukhari di Masjid Umawi. Beberapa Syafi’iyah mendengarkannya dan menjadi marah. Mereka mengatakan “Kitalah yang sedang dibicarakan”. Mereka kemudian mengadukannya [Hafizh Al-Mizzi] ke pengadilan melalui Qadhi Syafi’i dan ia memerintahkan agar beliau [Hafizh Al-Mizzi] ditahan. Berita ini sampai kepada Syaikh Ibnu Taimiyah, kemudian ia bergegas kepenjara dan membebaskannya sendirian.

Kisah ini nampaknya sangat masyhur, terbukti banyak Ahli sejarah yang mencatat dalam kitab mereka. Selain dua ulama diatas, ulama lain yang mencatat kisah tersebut adalah As Sakhawi dalam I’lanut Taubih, As Shafadhi, dan Ibnu Abdil hadi Az Zahabi dalam Tarikh Islam.

Sangat jelas kecintaan Ibnu Taimiyah terhadap al Mizzi dalam hal ini. Semoga Allah mengumpulkan kita dan beliau disyurga Jannatun naim.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar