Translate

Rabu, 25 Januari 2017

Imam Ibnu Rojab Al-Hanbali Dan Pandangan Beliau Tentang Bid'ah Hasanah

Nama beliau adalah Al Imam, Al Hafizh, dan Al `Alim, Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Al-Hasan bin Muhammad bin Abu Al Barkat Mas`ud As Salami Al Baghdadi Ad Dimasyqi Al Hanbali dan terkenal dengan nama Ibnu Rajab. Rajab adalah gelar kakeknya yang bernama Abdurrahman. Dalam kitab Ad Durrarul Kaminah 2/107 yang memuat biografi Ibnu Rajab, menyebutkan bahwa beliau diberi gelar Rajab karena beliau lahir pada bulan itu.

Semua literatur yang membahas biografi Ibnu Rajab sepakat bahwa ia lahir di Baghdad pada tahun 736 H delapan puluh tahun setelah jatuhnya ibu kota ilmu, Baghdad, ke tangan Mongol.

Ibnu Rajab bernasabkan kepada keluarga mulia dalam ilmu, keutamaan, dan kebaikan. Kakeknya, Abdurrahman bin Al Hasan, mempunyai majlis ilmu di Baghdad di mana hadits dibacakan kepadanya di dalam rumah tersebut. Ibnu Rajab menghadiri majlis ilmu tersebut tidak hanya sekali ketika ia masih berumur tiga, empat, atau lima tahun. Ayah Ibnu Rajab ialah syaikh dan pakar hadits Syihabuddin Ahmad yang lahir di Baghdad pada tahun 706 H. Ibnu Rajab besar di Baghdad, mendengar hadits dari para suyukh di Baghdad, dan membaca riwayat-riwayat. Ia pegi ke Damasyqus pada tahun 744 H dan mendengar hadits di sana, kemudian di Hijaz dan Al Quds. Ia duduk untuk pembacaan hadits di Damasyqus dan mengambil manfaatnya. Ibnu Rajab mempunyai semacam kamus khusus tentang para suyukhnya yang dinukil darinya oleh Ibnu Hajar dalam Ad Durarul Kaminah di banyak tempat.

Imam Suyuthi berkata:

ابن رجب : هو الإمام الحافظ المحدث الفقيه الواعظ زين الدين عبد الرحمن بن أحمد ابن رجب بن الحسن بن محمد بن مسعود السلامي البغدادي ثم الدمشقي الحنبلي … كان بارعاً في التفسير يحفظ المتون ويعرف أسماء الرجال ويشارك في العربية كثير الإقبال على الاشتغال والمطالعة لا يمل مشهوراً بقوة الحفظ وعدم النسيان والقيام بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وكانت له سمعة وصيت.

Ibnu Rajab adalah Imam Hâfizd Muhaddits Wâidz (pemberi wejangan); Zainuddîn Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab bin Hasan bin Muhammad bin Mas’ûd as Salami al Baghdâdi (tinggal di kota Baghdad) kemudian berpindah ke Damaskus. Beliau bermazhab Hanbali. … Beliau mahir/hebat dalam ilmu tafsir. Beliau menghafal banyak teks dan mengenal nama-nama para perawi dan juga berkiprah dalam dunia bahasa. Ia sangat rajin menimba ilmu tanpa mengenal rasa bosan. Beliau dikenal kuat hafalannya dan tidak pelupa. Beliau getol menegakkan amr ma’ruf dan nahi munkar. Beliau tersohor dan harum namanya!

(lebih lanjut baca Thabaqât al Huffât:114 tentang para ulama tinggat/generasi 23)

PERKEMBANGANNYA DALAM MENUNTUT ILMU

Sang ayahanda begitu antusias untuk memperdengarkan hadis kepada putranya dari para syaikh yang tsiqah lagi tenar dalam periwayatan hadis. Memotivasinya untuk menimba ilmu hadis dari ulama-ulama pakar hadis di berbagai penjuru negeri. Di Baghdad, beliau menimba ilmu hadis dengan pengawasan langsung dari sang ayah. Lebih dari itu beliau juga menimba perbendaharaan hadis dan mendapat ijazah (izin dan rekomendasi dari seorang syaikh kepada muridnya untuk meriwayat hadis-hadisnya atau karya tulisnya) dari para ulama di Damaskus, Mesir dan yang lainnya.

Ibnu Rajab beserta dengan ayahnya datang ke Kota Damaskus pada tahun 744 H. Keduanya datang dengan misi untuk mendapatkan sanad hadis yang lebih tinggi dari para muhaddits (ahlul hadis) di masanya. Selain itu mereka juga ingin meriwayatkan secara langsung dari para ulama besar di kota tersebut. Karena saat itu Damaskus merupakan salah satu pusat pengkajian ilmu agama yang sangat penting dalam dunia Islam. Para penuntut ilmu berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk menuntut ilmu di kota tersebut.

Di antara ulama Damaskus yang pernah menjadi gurunya adalah Abul Abbas Ahmad bin Hasan yang terkenal dengan nama Ibnu Qadhil Jabal. Syihabbuddin Abul Abbas Ahmad bin Abdurrahman, ‘Izzuddin Abu Ya’la Hamzah bin Musa dan masih banyak ulama Damaskus yang lainnya. Kemudian safari ilmiah beliau berlanjut di Mesir pada tahun 754 H. Di sana beliau mendengarkan hadis dari nama-nama besar seperti Nashiruddin Muhammad bin Ismail Al-Ayyubi, Abul Fath Al-Maidumi, ‘Izzuddin Qadhinya Mesir dan masih banyak yang lainnya. Sungguh sangat banyak guru-guru beliau yang tersebar di berbagai penjuru negeri. Karena safari beliau masih berlanjut ke Quds, Mekkah, Madinah dan yang lainnya. Sehingga tidak mungkin untuk menyebutkan guru-guru beliau secara terperinci di kota-kota itu. Kiranya ini sudah cukup menggambarkan kepada kita betapa banyak guru-guru beliau.

Setelah meninggalnya ayahanda beliau pada tahun 774 H, maka sejak saat itulah beliau menghentikan tour ilmiah beliau dan fokus dalam berdakwah. Beliau menghabiskan waktu untuk menelaah kitab, menulis, mengajar, dan berfatwa. Dalam sejarah tercatat beliau pernah mengajar di Madrasah Hanbaliyah yang populer dengan sebutan Madrasah Kubra. Bahkan tatkala ayahnya masih hidup, Ibnu Rajab telah mengajar di Jami’ Bani Umayah Al-Kabir. Sebuah majelis yang sangat istimewa, karena dihadiri oleh murid-murid senior Imam Ahmad. Ibnu Rajab juga sangat ahli dan menonjol dalam menyampaikan nasihat. Tatkala beliau berceramah, para hadirin senantiasa terkesima mendengarnya dan terbakar semangatnya. Dengan seizin Allah, beliau mampu membuat manusia mudah memahami berbagai permasalahan agama.

Beliau telah dianugrahi ilmu yang bermanfaat, metode yang indah dalam mengajar, kalbu yang khusyuk dan niat yang benar. Hal ini membuat beliau disukai dan dicintai oleh kaum muslimin saat itu. Sumbang sih beliau yang sangat besar dalam memberikan faedah ilmiah dan fatwa dalam majelis ilmu membuat daya tarik sendiri bagi para penuntut ilmu. Sehingga mereka pun berdatangan untuk menimba ilmu secara langsung dari beliau dan meriwayatkan hadis. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang akhirnya menjadi ulama besar nan terpercaya. Di antara murid beliau adalah Ahmad bin Abu Bakr Ibnu Rasam, Ahmad bin Nashrullah Al-Baghdadi, Abdurrahman bin Ahmad Az-Zarkasyi, Ali bin Muhammad Ibnu Liham, Al-Mizzi, Ibnu Muflih, dan masih banyak yang lainnya.


Suyukh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam mendapatkan ijazah

1.      Zainab binti Ahmad bin Abdurrahim Al Maqdisiyah (w. 740 H).
2.      Shafiyuddin Abul Fadhail Abdul Mukmin bin Abdul Haq bin Abdullah Al Baghdadi (w. 739 H).
3.      Abdurrahim bin Abdullah Az Zuraiti (w. 741 H).
4.      Abu Ar Rabi`Ali bin Abdushshamad bin Ahmad Al Baghdadi Al Hanbali (w. 742 H).
5.      Al Hafizh Al Qasim bin Muhammad Al Barzali (w. 739 H).
6.      Muhammad bin Ahmad bin Al Hasan At Tali Ad Dimasyqi (w. 741 H).

Pada tahun 744 H ayahnya membawa Ibnu Rajab ke Damasyqus untuk melanjutkan studinya di sana dan di kota selain Damasyqus.
Di sana beliau mendengar hadits dari beberapa suyukh, di antaranya:

1.      Hakim Agung Abu Al `Abbas Ahmad bin Al Hasan bin Abdullah (w. 771 H).
2.      Syihabuddin Abu Al `Abbas Ahmad bin Abdurrahman Al Hariri Al Maqdisi Ash Shalihi (w. 758 H).
3.      Imaduddin Abu Al `Abbas Ahmad bin Abdul Hadi bin Yusuf bin Muhammad bin Qudamah Al Maqdisi (w. 761 H).
4.      Imam Izzuddin Abu Ya`la Hamzah bin Musa Ahmad bin Badran (w. 769 H).
5.      Taqiyuddin Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim bin Nashr bin Fahd yang terkenal dengan Ibnu Qayyim Adh-Dhiyaiyyah (w. 761 H).
6.      Alauddin Ali bin Zainuddin Al Manja (w. 750 H).
7.      Syamsuddin Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Salim Ad Dimasyqi Al Anshari Al Ubadi.
8.      Umar bin Hasan bin Farid bin Umailah Al Maraghi Al Halabi Ad Dimasyqi (w. 778 H).

Setelah itu, Ibnu Rajab berangkat ke Mesir sebelum tahun 754 H. Di sana, Ibnu Rajab mendengar hadits dari sejumlah suyukh, di antaranya:

1.      Nashiruddin Muhammad bin Ismail bin Abdul Aziz bin Isa bin Abu Bakr Al Ayyubi (w. 756 H).
2.      Shadruddin Abu Al Fath Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim Al Maidumi (w. 754 H).
3.      Fathuddin Abu Al Haram Muhammad bin Muhammad Al Qalansi Al Hanbali (w. 765 H).
4.      Izzuddin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim bin Sa`dullah bin Jama`ah (w. 767 H).

Pada tahun 748 H Ibnu Rajab pernah kembali ke Baghdad setelah beliau meninggalkan kota itu pada tahun 744 H dan mendengarkan di sana dari:
1.      Jamaluddin Abu Al `Abbas Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Al Babashiri Al Baghdadi (w. 750 H).
2.      Shafiyuddin Abu Abdullah Al Husain bin Badran Al Bashri Al Baghadadi (w. 749 H).
3.      Abu Al `Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sulaiman Al Hanbali Al Baghdadi.
4.      Di Al Quds, Ibnu Rajab mendengar hadits dari Al Hafizh Shalahuddin Abu Sa`id Khalil bin Kaikalidi Al Ala'I (w. 761 H).
5.      Di Mekkah, Ibnu Rajab mendengar hadits dari Fakhruddinn Utsman bin Yusuf bin Abu Bakr An Nuwairi Al Maliki (w. 756 H).
6.      Di Madinah, Ibnu Rajab mendengar hadits dari Al Hafizh Afifuddin Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Muhammad Al Khazraji Al Ubadi Al Mathari (w. 765 H).
Dan masih banyak lagi para guru beliau yang lain.

Kepada guru-gurunya tersebut, Ibnu Rajab selalu menuliskan riwayat-riwayat hadis dalam buku catatannya. Ini merupakan kebiasaan Ibnu Rajab setiap kali berjumpa dengan seoarang alim. Setiap usai menghadiri majelis para masyayikh, Ibnu Rajab muraja’ah terhadap hadis-hadis yang telah dibaca gurunya. Ia kemudian meneliti hadis itu, sampai ia puas menentukan kedudukan hadis tersebut. Di malam hari ia sibuk menulis dan meneliti hadis.

Di Damaskus, Ibnu Rajab mengajar di beberapa madrasah. Di antaranya Madrasah al-Hanabilah, Madrasah al-Kubra – yaitu madrasah terbesar di Damaskus pada waktu itu. Dari madrasah ini, madzhab Imam Ahmad bin Hanbal menjadi terkenal dan meluas. Terutama setelah madrasah dipegang oleh seorang Syaikh terkenal, Abdul Wahid ayah Syarafatul Islam. Sebelumnya, madzhab Ahmad bin Hanbal belum dikenal di Palestina dan negeri Syam.

Selain itu, Ibnu Rajab memiliki majelis ilmu di Masjid Umayyah. Halaqoh tersebut diperuntukkan bagi tokoh-tokoh madzab Imaam Ahmad.  Ibnu Rajab menjadi terkenal setelah mengajar di madrasah-madrasah tersebut dan di halaqah Masjid. Ia seorang ahli fikih dan hadis yang zuhud. Menjadi orang yang paling ahli tentang cacat hadits dan jalur-jalurnya.

Al-Syihab bin Hija memberikan komentar kepada Ibnu Rajab akan kelebihan ilmunya: “Ia terbukti memiliki pengetahuan yang menonjol tentang macam-macam hadits. Ia lebih banyak menekankan waktunya untuk menelaah illat-illat hadits dan jalan-jalannya. Mayoritas ulama Hanabilah yang seangkatan dengan kami adalah murid-muridnya”.

Setelah ia mencatat dan meneliti hadis dari para guru-gurunya, ia kemudian konsentrasi mengajar dan menulis kitab. Diantara karya-karyanya adalahSyarah Jami’ut Tirmidzi dan satu juz dari Shahih Bukhari. Ia memberi judul syarahnya untuk Shahih Bukhari dengan Fathul Bari. Syarah itu belum sempurna. Syarah ini kemudian diteruskan oleh Ibnu Hajar sampai tuntas.

Kitab al-Latha’if fi Wadhifil Ayyam dengan ungkapan nasihat memuat faedah-faedah fiqih,Syarah al-Ar’bain karya imam an Nawawi yang memuat empat puluh dua hadits, kemudian ditambahkan delapan hadits. Syarah ini telah terbit dengan judul Jami’ul Ulum wal Hukmu Syarbi Khasmina Haditsan min Jawami’il Kalim pada tahun 1346 H oleh penerbit Mustafa al-Babi al-Hallabi, Mesir. Syarah yang khusus memuat hadits adalah Ma Dza’nani Ja’i’ani Arsalan fi Ghanam dan seterusnya dan Risalah Fadhlu Ilmis Salafi ‘alal Khalilfi.

Disamping itu, ia juga menimba ilmu dari murid-murid Syaikhul Islam atau melalui karya-karyanya atau sama sekali ia tidak belajar kepada mereka. Akan tetapi, ia telah menyatu daya rasa dan pemikirannya dengan mereka. Ia layak dianggap menyandang predikat murid-murid Ibnu Taimiyah, dan termasuk diantara para alumni madrasahnya.

Murid-murid beliau

Ibnu Rajab Al Hanbali banyak sekali memiliki para murid yang tersebar di setiapkota. Murid-murid beliau di kemudian hari banyak yang menjadi ulama terpercaya, meraih kedudukan tinggi, dan meninggalkan peninggalan ilmiyah yang bermanfaat. Di antara murid-murid beliau:
1.      Hakim Agung Syihabuddin Abu Al `Abbas Ahmad bin Abu Bakr bin Ahmad bin Ali Al Hanbali yang dikenal dengan Ibnu Ar Rassam (w. 844 H).
2.      Muhibuddin Abu Al Fadhl Ahmad bin Nashrullah bin Ahmad bin Muhammad bin Umar Al Baghdadi Al Mishri seorang mufti Mesir (w. 844 H).
3.      Daud bin Sulaiman bin Abdullah Az Zain Al Maushili Ad Dimasyqi Al Hanbali (w. 844 H).
4.      Abdurrahman bin Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Yusuf Ad Dimasyqi Al Makki Asy Syafi`I (w. 853 H).
5.      Imam Zainuddin Abdurrahman bin Sulaiman bin Abu Alkaram Ad Dimasyqi Ash Shalihi yang dikenal dengan nama Ibnu Syi`r (w. 844 H).

Karya tulis Beliau

Ibnu Rajab Al Hanbali adalah ulama yang tergolong hebat pada zamannya dalam menulis karya/kitab. Ia banyak menulis kitab yang bermanfaat dan memuaskan dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, dan sejarah. Itu menunjukkan keluasan ilmunya, potensi dirinya yang luar biasa, keikhlasan dan kezuhudan beliau.

1.      Karya beliau dalam ilmu-ilmu Al Qur`an:

a.      Tafsir surat An Nashr
b.      Tafsir surat Al Ikhlas
c.       Tafsir surat Al Fatihah
d.      I`rabu Basmalah
e.       I`rabu Ummil Kitab
f.        Al Istighna' bil Qur`an

2.      Karya beliau dalam bidang hadits:

a.       Fathul Baari bi Syarhi Shahih Al Bukhari. Beliau menulisnya sampai kitab Jenazah. Kitab tersebut disadur oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam syarahnya terhadap shahih Bukhari.
b.      Syarhu Jami` At Tirmidzi.
Para ulama berkata bahwa kitab tersebut mencapai dua pulih jilid, tetapi semuanya hilang bersamaan dengan hilangnya literatur Islam pada masa pendudukan Tartar pada tahun 803 H, kecuali beberapa halaman dari kitab Al Libaas yang ada pada perpustakaan Azh Zhahiriyah.
c.       Al Hikamul Jadirah bil Idza`ah.
d.      Jami`ul `Ulum wal Hikam.
e.       Syarh hadits Ka`ab bin Malik, dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda, "Dua serigala yang lapar yang dikirim kepada seekor kambing tidak lebih merusak daripada kerusakan pada agama seseorang akibat kerakusan seseorang terhadap harta dan kehormatan."
f.       Al Kalam `ala Kalimatil Ikhlas wa Tahqiquha.
g.      Bayaanu Fadhli Ilmis Salam `alal Khalaf.
h.      Ikhtisharul Ula fi Syarhi Ikhtishomil Mala'ilil A`la.
i.        Ghayatun Naf`I fi Syarhi Haditsi Tamtsili Mukmin bi Khamatiz Zar`i.
j.        Nurul Iqtibas fi Misykati Washiyyatin Nabi li Ibni Abbas.
k.      Kasyful Kurbati fi Washfi Haali Ahlil Ghurbati.
Dan masih banyak lagi karya beliau dalam bidang hadits dalam bentuk risalah baik kecil maupun besar.

3.      Karya beliau dalam bidang fiqh:

a.       Al Qawa`id Al Fiqhiyyah.
b.      Al Istikhraj fi Ahkamil Kharaj.
c.       Kitabu Ahkamil Khawatim wama Yata`allaqu biha.
d.      Izaalatusy Syan`ati anish Shalati ba`da Nida'I Yaumal Jum`ati.
e.       Ta`liquth Thalaqi bil Wiladati.
f.       Nuzhatul Asma'I fi Mas`atis Sima'I.
g.      Musykilu Ahaditsil Waridati fi annath Thalaqats Tsalatsati wahidah.

4.      Karya beliau dalam bidang sejarah:

a.       Adz Dzailu `ala Thabaqatil Hanabilah
Kitab ini terdiri dari dua jilid. Jilid pertama diterbitkan di Damaskus pada tahun 1950 H dengan pengawasan Sami Ad Dahan dan Henry Laust. Kemudian kedua-duanya diterbitkan di Kairo oleh Syaikh Muhammad Hamid Al Faqi. Kitab tersebut sangat bermutu dan membahas tokoh-tokoh madzhab Hanbali. Kitab tersebut adalah catatan kaki buku Thabaqatul Hanabilah karya Ibnu Abu Ya`la.
b.      Mukhtasharu Sirati Umar bin Abdul Aziz. Kitab tersebut telah diterbitkan.
c.       Siratu Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz. Kitab tersebut telah diterbitkan.
d.      Masyikhatu Ibnu Rajab.
e.       Waq`atu Badri.

5.      Karya beliau dalam bidang nasehat dan akhlak:

a.       Lathaiful Ma`arif lil Mawasimil Am minal Wadzaifi. Kitab tersebut telah diterbitkan.
b.      Fadhlu Ilmis Salaf ala Ilmil Khalaf. Kitab tersebut telah diterbitkan.
c.       At Takhwifu minan Naari wat Ta`rifu bi Hali Daaril Bawaar. Kitab tersebut telah diterbitkan.
d.      Ahwalu Yaumil Akhirat. Kitab tersebut telah diterbitkan.
e.       Ahwaalu Qubur. Kitab tersebut telah diterbitkan.
f.       Al Farqu bainan Nasihati wat Ta`yir. Kitab tersebut telah diterbitkan.
g.      Adz Dzullu wal Inkisaru lil Azizil Jabbar. Kitab tersebut telah diterbitkan dengan judul Al Khusyu` fis Shalat.
h.      Fadhailusy Syam.
i.        Istinsyaqu Nasimil Unsi min Nafahati Riyadhil Qudsi. Kitab tersebut telah diterbitkan.
j.        Al Ilmamu fi Fadhaili Baitillahil Haram.
k.      Al Istithanu fiimaa Ya`tashimu bihil Abdu minasy Syaithan.
l.        Dzammul Khamri.

Wafat beliau

Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbali wafat pada tahun 795 H di Damaskus dan dimakamkan di kuburan Al Baab Ash Shaghir di samping kuburan Syaikh Al Faraj Abdul Wahid bin Muhammad Asy Syairazi Al Maqdisi Ad Dimasyqi yang wafat pada bulan Dzulhijjah tahun 486 H. Ibnu Rajab inilah yang menyebarkan madzhab Imam Ahmad di Baitul Maqdis dan Damaskus.

Ibnu Nashiruddin berkata dalam bukunya Ar Raddul Wafir hal. 178 bahwa orang yang menggali lahad untuk Ibnu Rajab berkata kepadaku bahwa Ibnu Rajab datang kepadanya beberapa hari sebelum kewafatannya dan berkata, "Galilah lahad untukku di sini –sambil menunjuk ke salah satu tempat di Mekkah, di dalamnya sesudah itu dia dimakamkan." Penggali lahad tersebut berkata, "Aku menggali lahad untuknya. Ketika aku selesai menggali lahad tersebut, Ibnu Rajab turun ke dalamnya dan berbaring di dalamnya. Aku kaget atas tindakan Ibnu Rajab tersebut. Ibnu Rajab berkata, 'Lahad ini bagus.' Usai berkata seperti itu, Ibnu Rajab pulang." Penggali lahad berkata lagi, "Demi Allah, beberapa hari kemudian, aku tidak merasakan apa-apa, ternyata Ibnu Rajab didatangkan ke lahad tersebut dalam keadaan telah meninggal dunia dan diusung di atas peti mayat. Aku meletakkannya di dalam lahad tersebut dan menguruk tanah ke dalamnya. Semoga Allah merahmatinya.

PUJIAN-PUJIAN PARA ULAMA TERHADAP BELIAU

Berbagai pujian dan gelar kehormatan telah disandangkan oleh para ulama terhadap beliau.

1.      Qadhi Alauddin bin Al Lahham berkata seperti dinukil darinya Yusuf bin Abdul Hadi, "Ibnu Rajab adalah syaikh kami, imam, orang alim, ulama paling istimewa, hafizh hadits, syaikhul Islam, penerang bagi hal yang gelap, dan penjelas segala yang tidak jelas.
Juga dinukil dari Qadhi Alauddin yang berkata, "Pada suatu ketika, Syaikh Ibnu Rajab menyebutkan salah satu masalah kepada kami dan menjelaskannya dengan panjang lebar. Kami kagum akan hal tersebut dan ketelitiannya. Setelah itu, masalah tersebut terangkat pada pembahasan para pengikut madzhab dan lain-lain, namun Ibnu Rajab tidak berkata sepatah katu pun. Ketika dia berdiri, aku bertanya kepadanya, 'Bukankah engkau telah membahas masalah tersebut sebelumnya?' Ibnu Rajab menjawab, 'Aku mengatakan sesuatu yang aku harapkan pahalanya dan aku takut berbicara di tempat ini."

2.      Hafizh Syam dan sejarawan Islam, Syihabuddin Ahmad bin Hijji berkata sebagaimana yang dinukil darinya oleh Ibnu Hajar, "Ibnu Rajab hebat dalam banyak disiplin ilmu dan menjadi orang yang paling ahli tentang cacat hadits dan jalur-jalurnya. Sebagian besar sahabat-sahabat kami pengikut madzhab Hanbali adalah murid-muridnya."

3.      Ibnu Nashiruddin Ad Dimasyqi berkata, "Ibnu Rajab Al Hanbali adalah Syaikhul Islam, imam, ulama` hebat, ahli zuhud, panutan, penuh berkah, hafizh hadits, narasumber, orang terpercaya, hujjah, orator terhebat yang dimiliki oleh kaum muslimin, pakar hadits, seorang imam yang zuhud dan ulama` yang ahli ibadah."

4.      Ibnu Imad berkata, "Ibnu Rajab adalah syaikh, imam, orang alim, ulama`, ahli zuhud, panutan, penuh keberkahan, hafizh hadits, narasumber, orang terpercaya, dan hujjahnya kaum muslimin."

5.      An Nu`aimi berkata, "Ibnu Rajab adalah syaikh, ulama`, hafizh hadits, ahli zuhud, dan syaikh para pengikut madzhab Hanbali."

Dan masih banyak pujian ulama` kepada beliau. Semoga Allah merahmatinya dan mensucikan ruhnya, dan menjadikan kita termasuk orang yang mengikuti keshalihan dan melanjutkan keilmuaannya. Amiin

Pendapat Imam Ibnu Rojab Terhadap Penyimpangan Imam Ibnu Taimiyah 

Tidak sedikit di antara para imam agung Ahlusunnah wal Jama’ah yang menyaksikan penyimpangan akidah Ibnu Taimiyah, khususnya yang terkait dengan tajsîm dan tasybîh, serta tema-tema lainnya. Kerenanya kemudian para ulama memintanya untuk bertaubat dari keyakinan-keyakinan sesatnya… Setelah berbelit-belit dan terbukti enggan meninggalkan keyankinan sesatnya tentang sifat-sifat Allah SWT, maka tidak sedikit di antara para imam dan ulama Ahlusunnah segera mengeluarkan fatwa bahwa Ibnu Taimyah adalah hamba sesat dan menyesatkan, dhâllun mudhillun! Bahkan tidak sedikit yang menvonisnya telah kafir!

Di antara para imam agung Ahlusunnah yang mengafirkan Ibnu Taimiyah (yang diagungkan dan dijadikan rujukan utama kaum Wahhâbi Salafi) adalah Imam Ibnu Rajab al Hanbali dan Imam as Subki!

Penegasan pengafiran mereka terhadap Ibnu Taimiyah telah disebutkan oleh Imam al Hishni ad Dimasyqi dalam kitabnya Daf’u Syubah Man Syabbaha wa Tamarrada:180. Beliau berkata:

 وكان الشيخ زين الدين بن رجب الحنبلي ممن يعتقد كفر ابن تيمية ، وله عليه الرد ، وكان يقول بأعلى صوته في بعض المجالس ، معذور السبكي . يعني في تكفيره

“Dan adalah Syeikh Zainuddin bin Rajab al Hanbali termasuk di antara para ulama yang mengkafirkan Ibnu Taimyah. Ia punya karangan yang membantah Ibnu Taimiyah. Ia berkata dengan suara lantang dalam sebagian majlis (pelajarannya), “Subki tidak salah! (maksudnya ketika ia mengkafirkan Ibnu Taimiyah).”

AL-Hafidz Imam Ibnu Rajab Membenarkan Adanya Bid'ah Hasanah

Dalam Sebuah Hadits Diriwayatkan


من أحدث في أمرنا ماليس منه فهو رد الحديث رواه شيخان

” barang siapa yg mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan kami ini yg bukan dari kami maka dia tertolak “( H.R. Bukhari & muslim )

“berkata al-hafidz ibnu rajab ” rahimahullah :hadist di atas dalam manthuqnya menunjukan bahwa : setiap perbuatan yg tdk masuk dalam urusan syari’at maka tertolak, akan tetapi dalam mafhum nya menunjukan bhwa : setiap perbuatan yg masih dalam urusan syari’at maka ia di terima dalam artian tdk tertolak “

“ وقال الإمام العلامة عبد الله الغماري : إن هذا الحديث مخصص لحديث ( كل بدعة ضلالة) إذ لوكانت البدعة ضلالة بدون استثناء لقال الحديث : : من أحدث في أمرنا هذا شيئا فهو رد . لكن لما قال ( من أحدث في أمرنا هذا ماليس منه فهو رد ) أفاد المحدث نوعان :

“berkata imam al-allamah abdullah al-ghamari “hadist di atas ( man ahdatsa fi amrina hadza ma laisa minhu fahuwa raddun ) adalah sebgai hadist mukhassis (memperkhusus ) daripada sebuah hadist ” kullu bid’atin dholalah “sebab jikalau semua perbuatan bid’ah di anggap sesat, tanpa terkecuali, maka tentu kalimat hadist di atas berbunyi ( man ahdatsa fi amrina hadza sya’ian fahuwa roddun : tidak ada kalimat ” ma laisa minhu “nya ) akan tetapi ketika hadist di atas berbunyi : man ahdatsa fi amrina hadza ma laisa minhu fahuwa raddun ) maka hadist tersebut memberikan dua pengertian :

1. ماليس من الدين : بأن كان مخالفا لقواعده ودلائله .فهو مردود :وهو البدعة الضلال.

Perbuatan baru yg bukan dari agama , yaitu perbuatan-perbuatan baru yang menyalahi kaidah-kaidah agama dan dalil-dalilnya : ini adalah tertolak dan bid’ah semacam inilah yg sesat ,

2. وماهو من الدين: بأن شهد له أصل أو أيده دليل :فهو صحيح مقبول . وهو البدعة الحسنة.

Perbuatan-perbuatan yg dari agama, yaitu perbuatan baru yg mempunyai standard ukuran hukum asal, atau di dukung oleh dalil-dalil yg menguatkan, perbuatan bid’ah semcam ini di terima dan tidak tertolak, inilah yg di sebut ” bid’ah hasanah “

, ويؤيد حديث جرير عند مسلم ( من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيئ ،

hal tersebut di dukung oleh hadist jarir menurut imam muslim :

“ barang siapa memberikan contoh dalam islam dengan contoh perilaku yg baik maka ia mendapat pahala serta mendapat pahala orang-orang yg mengamalkan setelahnya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun “

ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيئ

” barang siapa memberikan contoh dalam islam dengan contoh perilaku yg buruk, maka ia akan mendapat dosa serta mendapat dosa dari orang-orang yg melakukan setelahnya tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikitpun ” (H.R.muslim)

وكذا حديث ابن مسعود عند مسلم من دل على خير فله أجر فاعله

“begitupun juga hadist ibnu mas’ud menjelaskan “ barang siapa yg memberikan petunjuk terhadap kebaikan maka ia mendapat pahala sebagaimana pahala orang-orang yg mengerjakanya “( H.R. Muslim )

وحديث أبي هريرة عند مسلم : من دعى إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لاينقص من أجورهم شيئ، ومن دعى إلى ضلالة كان عليه من الأثم مثل إثم من تبعه لا ينقص من إثمهم شيئ

” serta hadist abi hurairah “ barang siapa yg mengajak kepada petunjuk maka ia mendapat pahala sebgaimana pahala orang yg mengikuti petunjuk tsbt , tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun “dan barang siapa yg mengajak kesesatan, maka ia mendapat dosa sebagaimana dosa-dosa orang yg mengikuti kesesatan tersebut, tanpa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun ” ( H.R. Muslim )

Inilah faham ahlussunnah wal jama'ah yg mengikuti pendapat ulama'2 yg diakui keilmuannya dan karya2nya telah menjadi rujukan dunia Islam sampai sekarang, yg menolak bid'ah hasanah sama juga menolak pendapat al-hafidz Ibnu Rojab, yg menyesatkan bid'ah hasanah sama juga menyesatkan Ulama' yg sholeh al-Hafidz Ibnu Rojab.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

1 komentar:


  1. Bolavita Agen Sabung Ayam S128 Bonus Setiap Deposit Agen permainan Sabung Ayam S128, membuka jasa layanan judi online yang mengunakan taruhan uang
    Ayam Laga Online merupakan permainan adu ayam / tarung ayam online yang menyediakan pertandingan adu ayam, adu ayam filipina, sabung ayam bangkok


    Boss Juga Bisa Kirim Via :
    Wechat : Bolavita
    WA : +6281377055002
    Line : cs_bolavita
    BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )

    BalasHapus