Translate

Kamis, 23 Maret 2017

POSISI TIDUR YANG MEMBATALKAN WUDHU

Di antara hal-hal yang membatalkan wudhu adalah tidur. Sebagaimana disebutkan dalam berikut ini :

الْعَيْنَانِ وِكَاءُ السَّهِ فَإِذَا نَامَتِ الْعَيْنَانِ انْفَتَحَ الْوِكَاءُ

Dua mata itu adalah pintu lubang angin. Maka apabila dua mata terpejam, lubang angin terbuka.

Tidur dan mengantuk, setiap orang pasti merasakannya, karena itu tanda bahwa tubuh kita masih beroperasi secara normal. Bayangkan betapa tersiksanya orang yang mengalami insomnia, harus menelan bahan-bahan kimia agar bisa terlelap. Kita sepantasnya bersyukur, Alhamdulillah ‘ala kulli chaal. Terkadang rasa kantuk itu datang begitu saja tanpa undangan, sehingga tak jarang mushala-mushala dan masjid-masjid menjadi tempat singgah sejenak, untuk melepas lelah sebelum tiba di rumah. Bukan hal yang aneh jika kita mendapati orang tidur di masjid-masjid maupun di mushala-mushala. Hukum tidur di masjid  sendiri itu pun diperbolehkan.

Di sisi lain, apakah wudhu orang tidur tersebut batal? Jika dia sudah berwudhu kemudian tertidur, dan ingin menunaikan shalat, apakah wajib baginya mengulangi wudhu? Ataukah langsung berdiri untuk menunaikan shalat tanpa berwudhu kembali?

Dalil bahwa tidur adalah pembatal wudu, telah ada ketetapannya dalam hadits Sofwan bin Assal radhiallahu anhu dalam dalam kitab Sunan, dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلا مِنْ جَنَابَةٍ ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ  (رواه الترمذي، رقم 89، وحسنه الألباني)

“Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami agar tidak melepaskan khuf (kaos kaki kulit) kami selama tiga hari tiga malam jika kami dalam bepergian kecuali dari janabat. Akan tetapi (kami tidak perlu mencopot khuf) dari buang air besar, air kecil (kencing) dan tidur.” (HR. Tirmizi, no. 89).

Banyak ikhtilaf dari para ulama tentang kasus ini, apakah tidur membatalkan wudhu atau tidak. Imam Nawawi berkata: ini menurut madzhab Syafi’i, dan bagi syafi’i bahwa tidur itu sendiri itu bukanlah sebuah hadas. Dari Anas:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلمينتظر العشاء الآخرة حتى تخفق رؤوسهم ثميصلون و لا يتوضؤون (رواه الشافعى و مسلم و أبوداود و الترميذى )

Para sahabat Rasulullah SAW menunggu-nunggu waktu Isya’ hingga larut malam, hingga kepala mereka berkulaian, kemudian mereka melakukan shalat tanpa wudhu lebih dahulu

Jika memperhatikan hadist di atas, bisa dikatakan bahwa ketika kita sudah berwudhu dan kemudian tertidur, kita tidak perlu berwudhu lagi bila nantinya terbangun dan ingin sholat. Namun apakah semua bentuk tidur tidak membatalkan wudhu? Tidur seperti apa yang tidak membatalkan wudhu?

Tidur yang tidak membatalkan wudhu adalah tidur yang pantatnya melekat di bumi baik sebentar maupun lama, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Sebaliknya, tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang terlentang dan nyenyak sehingga tidak ada kesadaran. Seperti perkataan Rasulullah:

و عن يزيد بن الرحمن عن قتادة عن أبى العالية عنابن عباس أن النبي صلى الله عليه و سلم قالــ :ليس على من نام ساجدا وضوؤ حتى يضطجع فإنهإذا إضطجع استرحت مفاصله ( رواه أحمد )

Dari Yazid bin Abdurrahman dari Qotadah dari Abil Aliyah dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda : “Tidak ada wudhu bagi  orang yang tidur dengan sujud, sampai ia tidur miring, Karena apabila ia tidur miring lemaslah sendi sendinya.”

Maka sudah jelas bahwa tidur dengan keadaan tersebut di atas tidak membatalkan wudhu. Namun sebaiknya kita berwudhu kembali, karena bekas-bekas dan sisa-sisa mengantuk tersebut masih melekat. Disebutkan dalam beberapa hadist tentang barang siapa yang mengantuk ketika shalat, maka lebih baik tidur terlebih dahulu. Karena ditakutkan salah dalam shalat maupun bacaan.

Tapi apakah tidur itu memang dapat membatalkan wudhu secara mutlak ataukah ada pengecualian posisi tidur yang tidak membatalkan wudhu?

Para ulama dalam hal ini menuliskan pendapat mereka yang berbeda-beda. Rinciannya sebagai berikut :

1. Mazhab Al-Hanafiyyah
Al-Kasaani (w. 587 H) menuliskan di dalam kitabnya Badai' Ash-Shanai'bahwa tidur dalam posisi berdiri, ruku, duduk tegak dan tidak bersandar tidak membatalkan wudhu.

إِنْ كَانَ خَارِجَ الصَّلَاةِ فَإِنْ كَانَ قَاعِدًا مُسْتَقِرًّا عَلَى الْأَرْضِ غَيْرَ مُسْتَنِدٍ إلَى شَيْءٍ لَا يَكُونُ حَدَثًا، لِأَنَّهُ لَيْسَ بِسَبَبٍ لِوُجُودِ الْحَدَثِ غَالِبًا، وَإِنْ كَانَ قَائِمًا، أَوْ عَلَى هَيْئَةِ الرُّكُوعِ

(tidur) di luar shalat jika posisinya duduk tegak tidak bersandar kepada apapun bukan termasuk hadats. Karena kebanyakan dari hal tersebut bukanlah yang menyebabkan hadats. Walaupun dalam kondisi berdiri atau ruku’.

Ibnul Humam (w. 861 H) yang juga representasi dari ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Fathul Qadir bahwa tidur yang tidak termasuk membatalkan wudhu diantaranya adalah tidur dalam posisi duduk.

لَا يَكُونُ النَّوْمُ حَدَثًا فِي حَالٍ مِنْ أَحْوَالِ الصَّلَاةِ.وَكَذَا قَاعِدًا خَارِجَ الصَّلَاةِ

 Dalam beberapa keadaan shalat, tidur bukanlah termasuk hadats. Begitupun tidur dengan posisi duduk diluar shalat.

2. Mazhab Al-Malikiyyah

Ibnu ‘Abdil Barr (w. 463 H) menuliskan di dalam kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah bahwa tidur dalam posisi duduk dan memeluk lutut tidak membatalkan wudhu. Dalam pandangannya tidur yang membatalkan wudhu menurut beliau hanyalah tidur yang nyenyak.

فإن استثقل نوما فقد وجب عليه الوضوء ولا يكاد الجالس ولا المحتبي " يستثقلان

Maka jika tidurnya nyenyak wajib baginya untuk wudhu (jika hendak shalat). Adapun tidur dalam posisi duduk dan memeluk lutut tidak dikategorikan tidur yang nyenyak.

Al-Qarafi (w. 684 H) menuliskan dalam kitabnya Adz-Dzakhirah sebagai berikut :

وَقَصِيرٌ خَفِيفٌ غَيْرُ نَاقِضٍ عَلَى الْمَعْرُوفِ مِنْهُ وَخَفِيفٌ طَوِيلٌ يُسْتَحَبُّ مِنْهُ الْوُضُوءُ

Dan tidur sebentar lagi tidak nyenyak tidaklah membatalkan wudhu, adapun tidur yang tidak nyenyak tapi lama maka disukai (lebih baik) untuk berwudhu (lagi).

3. Mazhab Asy-Syafi’iyyah

Adapun madzhab As-Syafi’iyah, para ulamanya bersepakat bahwa tidur merupakan salah satu penyebab batalnya wudhu. Dengan pengecualian tidur dalam posisi duduk tegak, maka tidur itu tidak membatalkan wudhu'.

An-Nawawi (w. 676 H) di dalam kitabRaudhatu Ath-Thalibin menyebutkan bahwa termasuk hal-hal yang tidak membatalkan wudhu adalah ngantuk, karena mengantuk tidak bisa dikategorikan tidur. Selain itu, duduk tegak atau pun berdiri juga tidak membatalkan wudhu. Sebentar ataupun lamanya masa tidur menurut beliau sama saja.

لا ينقض النوم على هيئة من هيئات الصلاة وإن لم يكن في صلاة

Tidur dalam posisi-posisi (gerakan) shalat tidak membatalkan wudhu. Walaupun dilakukan diluar shalat.

Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) menuliskan dalam kitabnya Minhajul Qawim bahwa tidur dengan posisi duduk walau sambil bersandar ke benda yang kokoh seperti tembok tidaklah membatalkan wudhu.

فمن نام فليتوضأ إلا النوم الصادر من المتوضئ حال كونه "قاعدًا ممكنًا مقعده" وإن كان مستندًا إلى شيء

Orang yang tidur harus berwudhu', kecuali tidurnya orang wudhu dengan posisi duduk tegak walau sambil bersandar ke benda tertentu.

4. Mazhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w.620 H) menuliskan di dalam kitab beliau, Al-Mughni, sebagai berikut :

وزوال العقل إلا أن يكون بنوم يسير جالسا أو قائما

(diantara yang membatalkan wudhu) : hilang akal, kecuali tidur sebentar dalam posisi duduk ataupun berdiri. Al-Mardawi (w. 885 H) menuliskan di dalam kitabnya, Al-Inshat dalam bab yang membatalkan wudhu bahwa tidur sebentar, baik dalam posisi duduk atau berdiri tidaklah membatalkan wudhu.

الثَّالِثُ: زَوَالُ الْعَقْلِ إلَّا النَّوْمَ الْيَسِيرَ جَالِسًا أَوْ قَائِمًا

(diantara yang membatalkan wudhu) 3 : hilang akal, kecuali tidur sebentar dalam posisi duduk ataupun berdiri.

5. Mazhab Adz-DzahiriyyahIbnu Hazm (w. 456 H) yang mewakili mazhab Adz-Dzahiriyah di dalam kitabnya Al-Muhalla menuliskan bahwa tidur membatalkan wudhu secara mutlak.

وَالنَّوْمُ فِي ذَاتِهِ حَدَثٌ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ سَوَاءٌ قَلَّ أَوْ كَثُرَ، قَاعِدًا أَوْ قَائِمًا، فِي صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهَا، أَوْ رَاكِعًا كَذَلِكَ أَوْ سَاجِدًا كَذَلِكَ أَوْ مُتَّكِئًا أَوْ مُضْطَجِعًا

Dan tidur merupakan hadats yang membatalkan wudhu, baik sebentar atau lama, baik sambil duduk atau berdiri, baik dalam shalat atau bukan, baik pada posisi sujud ataupun ruku’, bersandar dengan tangan (sebagai penopang badan) ataupun berbaring.

Beliau mengambil hadits berikut ini secara umum:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ يَأْمُرُنَا إذَا كُنَّا مُسَافِرِينَ أَلَا نَنْزِعَهُ ثَلَاثًا إلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ

Rasulullah SAW memerintahkan kita jika kita dalam perjalanan (safar) untuk tidak melepas khuff selama tiga hari tiga malam kecuali bagi orang yang junub,buang air besar, buang air kecil, dan tidur.

Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar